Anda di halaman 1dari 3

KONSERVASI BANGUNAN MUSEUM PENDARATAN PESAWAT AMFIBI SOEKARNO

Mohamad Irwanto Ibrahim

Abstract: The ancient building which has a classical or tradisional architectural style that has already been una
ppropriate for the activities because of unproper structural condition due to the age of its structural components
, is not necessary to be demolished and be changed with a new building for the sake of modern architectural ap
pearance. The architectural appearance of ancient building is a part of the city heritage, and an asset of touris
m industry.The sense of place and a city landmark makes a significant difference between areas or city regions,
so that it can differentiate the image among cities. This is due to the significant image and appearance of the cit
y. A building, which is a city landmark and still has a good condition, should be preserved. This paper aims to e
xplain the conservation of the city through restoration of the old building that has a historical value, so that it c
an still be functioned. The method is by comparing the conservation program conducted in some buildings. Ada
pting the building to changing the interior. The result of this research is to give a consideration to preserve the
existance of old buildings that have historical values, at least by restoring the facade, so that they can give a sig
nificant contribution to conserve the city.

Keywords: image of the city, the sense of place, landmark

Abstrak: Bangunan lama dengan langgam arsitektur klasik maupun tradisional yang sudah tidak layak huni
karena usia dan berkurangnya kekuatan struktur, tidak perlu dirobohkan dan diganti dengan bangunan baru
hanya dengan alasan untuk mengikuti perkembangan arsitektur modern. Tampilan arsitektur bangunan lama
merupakan bagian warisan kota yang dapat menjadi aset dalam industri pariwisata. Adanya “the sense of place
” dan “landmark” yang memberikan penanda atau identitas kota akan membuat suasana yang spesifik pada
lingkungan atau kawasan kota. Hal ini akan membedakan tampilan setiap kota karena citra dan wajah setiap
kota tidaklah sama.Bangunan yang merupakan “landmark” kota yang masih berfungsi dengan baik dapat
dipertahankan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan upaya konservasi kota melalui
restorasi bangunan lama yang memiliki nilai sejarah, sehingga masih dapat digunakan untuk saat ini. Metode
yang dilakukan adalah dengan membandingkan usaha pemugaran melalui restorasi pada beberapa bangunan.
Apabila bangunan tersebut memerlukan teknologi informasi modern untuk menunjang kegiatan di dalamnya,
maka dapat dilengkapi dengan perlengkapan tersebut tanpa mengubah interior aslinya.Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat memberi pertimbangan untuk mempertahankan keberadaan bangunan lama yang memiliki
nilai historis, setidaknya dengan mempertahankan “facade”, sehingga dapat memberikan ciri khusus pada kota.

Kata kunci : citra dan wajah kota, “the sense of place”, identitas kota

1. PENDAHULUAN
Negara-negara di dunia, termasuk ne- gara industri, sejak tahun 1970-an telah diha- dapkan
pada masalah lingkungan. Masalah- masalah tersebut seperti kerusakan alam, pencemaran,
banjir, polusi, gunung gundul, dan sampah. Permasalahan lingkungan ini, cukup
memprihatinkan sehingga PBB pada 5-6 Juni 1972 menyelenggarakan konferensi tentang
lingkungan hidup di Stockholm, Swedia, yang akhirnya saat itu ditetapkan sebagai hari
lingkungan hidup sedunia (MIPL,2010)

Konferensi itu memberikan pengaruh kepada banyak negara untuk memperhatikan dan
menangani permasalahan lingkungan terutama yang berkaitan dengan dampak
pembangunan. Gerakan lingkungan, menu- rut Abdul hakim Garuda Nusantara dalam MIPL
(2010) dihadapkan pada lima tangga- pan seperti struktur perekonomian interna- sional yang
masih menempatkan lingkungan sebagai objek komoditi semata, perlombaan kekuatan militer
yang berwujud dalam ben- tuk peningkatan produksi persenjataan mili- ter oleh negara-negara
maju, pengembangan persenjataan nuklir dan yang mengacuhkan kesejahteraan masyarakat
dan harkat marta- bat manusia, munculnya sistem pemerin- tahan otoriter yang
mengkondisikan berlang- sungnya model pengelolaan lingkungan hidup yang anti peran
serta masyarakat, dan industrialisasi yang berorientasi pada ke- pentingan pertumbuhan
semata-mata. Kek- hawatiran terhadap dampak negatif pem- bangunan melahirkan sebuah
konsep baru yaitu pembangunan yang berkelanjutan deng- an menitikberatkan pada
pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Permasalahan lingkungan timbul, pada dasarnya disebabkan oleh dinamika pen- duduk,
pemanfaatan dan pengolahan sumber daya alam yang kurang bijaksana, kurang terkendalinya
pemanfaatan ilmu pengeta- huan dan teknologi maju, dampak negatif yang sering muncul
dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif, dan benturan tata ruang. Ketiadaan
keseimbangan antara antro- posentris dan ekosentris mengakibatkan mun- culnya konservasi
(MIPL, 2010; Antariksa

2009).

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kurang terkendalinya pemanfaatan ilmu


pengeta- huan dan teknologi maju, dampak negatif yang sering muncul dari kemajuan
ekonomi yang seharusnya positif, dan benturan tata ruang. Ketiadaan keseimbangan antara
antro- posentris dan ekosentris mengakibatkan mun- culnya konservasi (MIPL, 2010; Antariksa,

2009).

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji konsep dan cakupan konservasi; konservasi fisik, nilai
dan budaya; serta urgensi pendidi- kan konservasi, advokasi konservasi, dan pembangunan
partisifatf bagi kelestarian nilai dan budaya.

KONSEP DAN CAKUPAN KONSERVASI

Secara umum, konservasi, mempunyai a r t i p e l e s t a r i a n y a i t u m e l e s t a r i k a n /


mengawetkan daya dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara seimbang
(MIPL, 2010; Anugrah, 2008; Wahyudi dan DYP Sugiharto (ed), 2010). Adapun tujuan
konservasi (1) mewujudkan kelestarian sum- berdaya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendu- kung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu
kehidupan manusia, (2) melestarikan kemampuan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Selain itu, konservasi merua- pakan salah satu
upaya untuk memper- tahankan kelestarian satwa. Tanpa konser- vasi akan menyebabkan
rusaknya habitat alami satwa. Rusaknya habitat alami ini telah menyebabkan konflik manusia
dan satwa. Konflik antara manusia dan satwa akan me- rugikan kedua belah pihak; manusia
rugi karena kehilangan satwa bahkan nyawa se- dangkan satwa rugi karena akan menjadi sa-
saran balas dendan manusia (Siregar, 2009).

macam kebutuhan untuk melestarikan sum- ber daya alam yang diketahui mengalami
degradasi mutu secara tajam. Dampak de- gradasi tersebut, menimbulkan kekhawatiran dan
kalau tidak diantisipasi akan membaha- yakan umat manusia, terutama berimbas pada
kehidupan generasi mendatang pewaris alam ini. Sisi lain, batasan konservasi dapat dilihat
berdasarkan pendekatan tahapan wilayah, yang dicirikan oleh: (1) pergerakan konservasi, ide-
ide yang berkembang pada akhir abad ke-19, yaitu yang hanya mene- kankan keaslian bahan
dan nilai dokumen- tasi, (2) teori konservasi modern, didasarkan pada penilaian kritis pada
bangunan berse- jarah yang berhubungan dengan keaslian, keindahan, sejarah, dan penggunaan
nilai- nilai lainnya (Jokilehto, dalam Anatriksa, 2009).
Sementara itu, Piagam Burra menyata- kan bahwa pengertian konservasi dapat meli- puti
seluruh kegiatan pemeliharaan dan se- suai dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena
itu, kegiatan konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup preservasi, restorasi, rekonstruksi,
adaptasi dan revi- talisasi (Marquis-Kyle & Walker, 1996; Al- vares, 2006). Pemeliharaan adalah
perawatan yang terus menerus mulai dari bangunan dan makna penataan suatu tempat. Dalam
hal ini, perawatan harus dibedakan dari perba- ikan. Perbaikan mencakupi restorasi dan re-
konstruksi dan harus dilaksanakan sesuai dengan makna bangunan dan nilai yang se- mula ada.
Preservasi adalah memper- tahankan (melestarikan) yang telah dibangun disuatu tempat dalam
keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah penghancuran. Restorasi adalah
pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi semula yang diketahui, dengan
menghilangkan tam- bahan atau membangun kembali komponen- komponen semula tanpa
menggunakan ba- han baru. Rekonstruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai
mungkin dengan kondisi semula yang diketahui dan diperbe- dakan dengan menggunakan bahan
baru atau lama. Sementara itu, adaptasi adalah me- rubah suatu tempat sesuai dengan peng-
gunaan yang dapat digabungkan.

Dilihat dari sudut pelaku gerakan dan arah yang dilakukan dalam rangka melak- sanakan
konservasi, terdapat dua gerakan yang berupaya melaksanakannya. Pertama, gerakan
konservasi kebendaan yang umum- nya dilakukan oleh para arsitek, pakar se- jarah arsitektur,
perencana kota, pakar ge- ologi dan jurnalis. Kedua, gerakan konservasi kemasyarakatan, yaitu
gerakan konservasi yang melibatkan para pakar ilmu sosial, ar- sitek, pekerja sosial, kelompok
swadaya masyarakat, bahkan tokoh politik.

Berdasarkan konsep, cakupan, dan arah konservasi dapat dinyatakan bahwa konservasi
merupakan sebuah upaya untuk menjaga, melestarikan, dan menerima pe- rubahan dan/atau
pembangunan. Perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan yang terjadi secara drastis dan
serta merta, melainkan perubahan secara alami yang terse- leksi. Hal tersebut bertujuan untuk
tatap melihara identitas dan sumber daya lingkun- gan dan mengembangkan beberapa aspeknya
untuk memenuhi kebutuhan arus modernitas dan kaulitas hidup yang lebih baik. Dengan
demikian, konservasi merupakan upaya mengelola perubahan menuju pelestarian nilai
dan warisan budaya yang lebih baik dan berkesinambungan. Dengan kata lain bahwa dalam
konsep konservasi terdapat alur mem- perbaharui kembali (renew), memanfaatkan kembali
(reuse), reduce (mengurangi), men- daurulang kembali (recycle), dan menggunagkan kembali
(refund).

Anda mungkin juga menyukai