Anda di halaman 1dari 15

I.

KONSEP TEORI
a. Anatomi & Fisiologi
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan intraseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan disebut plasma dan didalamnya terdapat
unsure unsure padat yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira
merupakan satu perdua belas berat badan atau kira2 lima liter. Sekitar 55
persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya adalah sel darah. Angka
ini di nyatakan dalam hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan
berkisar antara 40-47.
Pada waktu sehat volume darah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh
tekanan osmotic dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
Susunan darah. Serum darah atau plasma terdiri atas:
Air 91,0 persen
Protein 8,0 persen Albumin, Globulin, Protromblin, dan
Fibrinogen
Mineral 0,9 Persen Natrium Klorida, natrium bikarbonat,
garam kalsium, fosfor, magnesium, besi,
dan seterusnya.
Sisanya diisi oleh bahan organic, yaitu: glukosa, lemak, urea, asam urat,
kreatinin, kolesterol, dan asam amino. Plasma juga berisi: Gas (O2 dan CO2),
hormone, enzim, dan Antigen.
Sel darah terdiri dari tiga Jenis, antara lain:
1) Eritrosit (Sel darah merah)
Berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga bila
dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Dalam setiap millimeter kubik sel darah terdapat
5.000.000 sel darah. Kalu dilihat satu persatu warnanya kuning tua pucat,
tetapi dalam jumlah besar tampak merah dan member warna merah pada
darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma, berisi masa
hemoglobin.
Sel darah merah membutuhkan protein, karena strukturnya terbentuk dari
asam amino. Sel darah merah juga memerlukan zat besi, sehingga untuk
membentuk penggantinya diperlukan diet seimbang yang berisi zat besi.
Wanita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa diantaranya
dibuang waktu menstruasi. Sewaktu hamil diperlukan zat besi dalam jumlah
yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan susu. Sel
darah merah dibentuk dalam sum-sum tulang terutama dari tulang pendek,
pipih, dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa, dari
sumsum tulag batang iga- iga, dan dari Sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui bebagai tahap : mula
mula besar dan berisi nucleus, tetapi tidak ada hemoglobin; kemudian
dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya. Kemudian baru
di edarkan kedalm peredaran darah.
Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi
using dan dihancurkan dalam system retikulo-endotelial, terutama dalam
limpa dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk
digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan; zat besi dalam hem dari
hemoglobin dikeluarkan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem
dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin
yang berwarna kehijau-hijauan.dan dapat dilihat dari perubahan warna
bilirbin yang rusak pada luka memar.
Bila terjadi perdarahan, sel darah merah dan hemoglobinnya sebagai
pembawa oksigen hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam
beberapa minggu berikutnya. Tetapi bial kadar hemoglobin turun sampai 40%
atau dibawahnya perlu transfusi darah.
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin memiliki
daya afinitas (daya gabung) terhadap oksigen; dan oksigen itu membentuk
oksihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka
oksigen dibawa dari paru-paru kejaringan jaringan.
Jumlah hemoglobin normal ialah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah, dan
jumlah ini disebut “100%”.
Dalam berbagai bentuk anemia, jumlah hemoglobin dalam darah berkurang.
Dalam beberapa bentuk anemia parah, kadar itu bisa di bawah 30% atau 5
gram dalam 100 ml. karena hemoglobin mengandung besi yang penting
untuk bergabung dengan oksigen maka dapat dimengerti pasien semacam
itu memperlihatkan tanda kekurangan oksigen, seperti nafas pendek. Ini
salah satu gejala anemia kekurangan zat besi.
2) Leukosit (sel darah Putih)
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna. Bentuknya lebih besar
daripada sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap
millimeter kubik darah terdapat 6000-1000 (rata rata 8000) sel darah putih.
Granulosit atau del polimorfonuklear merupakan hamper 75% dari seluruh
jumlah sel darah putih. Granulosit terbentuk dalam sumsum merah tulang.
Sel ini berisi sebuah nucleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya
berbulir, sehingga disebut sel berbulir atau granulosit. Kekurangan
granulosit disebut granulositopenia.
Tidak adanya granulosit disebut agranulositosis, yang dapat timbul setelah
makan obat tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika. Oleh karena itu,
apabila makan obat tersebut, pemeriksaaan darah sebaiknya sering
dilakukan untuk mengetahui keadaan ini seawal mungkin.
Pewarnaan. Bila tetes darah diletakkan diatas kaca objek dan ditambahkan
dua macam pewarna untuk menghitung jenis sel darah. Sel darah ini dikenal
menurut sifatnya dalam pewarnaan
Sel netrofil, paling banyak dijumpai. Sel golongan ini mewarnai dirinya
dengan pewarna netral, atau campuran pewarna asam dan basa, dan tampak
berwarna ungu.
Sel Eosinofil, sel golongan ini hanya sedikit dijumpai. Sel ini menghisap
pewarna yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah.
Sel basofil menyerap warna basa dan menjadi biru.
Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini
dibentuk dalam kelenjar limfe dan dalam sumsum tulang. Sel ini
nongranuler dan tidakmemiliki kemampuan bergerak seperti amoeba. Sel
ini dibagi lagi dalam sel limfosit kecil dan besar. Selain itu ada sejumlah
kecil selyang berukuran lebih besar (kira kira sebanyak 5%) yang disebut
monosit. Sel ini mampu mengadakan gerakan amuboid dan memiliki sifat
fagosit (pemakan).
3) Trombosit
Trombosit adalah sel kecil kira kira sepertiga ukuran sel darah merah.
Terdapat 300.000 trombosit dalamtiap millimeter kubik darah. Peranannya
penting dalam penggumpaan darah.
4) Plasma darah
Plasma darah adalah cairan yang berwarna kuning yang didalam reaksi
bersifat sedikit alkali. Plasma berfungsi sebagai medium (perantara) untuk
penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan.
Juga berfungsi mengangkat bahan buangan: urea, asam urat, dan sebagian
karbon dioksida.
5) Protein Plasma
Albumin, dalam keadaan normal terdapat 3 – 5 gram albumin tiap 100 ml
darah. Fungsinya ada tiga:
a) Bertanggung jawab atas tekanan osmotic yang mempertahankan volume
darah.
b) Banyak zat khusus yang beredar dalam gabungan dengan albumin, dan
c) Menyediakan protein untuk jaringan.
Globulin dalam keadaan normal ada 2-3 gram globulin dalam 100ml darah.
Globulin memiliki lebih banyak macam susunan daripada albumin,
penyediaan tekanana osmotic oleh globulin kurang penting, tapi dibidang
lain lebih penting: misalnya semua antibody yang melindungi tubuh adalah
globulin.
Fibrinogen penting untuk koagulasi (penggumpalan darah) (Pearce, 2010)
b. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan / atau hitung eritrosit lebih
rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl (normal :
14 –16 g/dl) dan Ht < 40 % (normal : 40 – 48 vol %) pada pria atau Hb < 12
g/dl (normal :12 – 14 g/dl) dan Ht < 37% (normal : 37- 43 vol %) pada wanita
(Mansjoer, 2001).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
dan atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity) ( Lubis, 2006).
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh (Handayani & Haribowo, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb
dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal yaitu Hb < 14 g/dl dan
Ht < 40 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita sehingga tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup
ke jaringan perifer.
c. Etiologi
- Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
- Perdarahan
- Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
- Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
- piridoksin, vitamin C dan copper
Anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi
sel darah merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel-sel darah
merah karena kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran
sel-sel darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya
pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat
badan menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila
timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul sedikit gejala,
sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya (Fadil, 2005).
d. Tanda dan Gejala
Menurut Handayani & Haribowo (2008) tanda-tanda Anemia meliputi:
1. Gejala Umum anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome.
Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada
semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun
sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia
organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ
yang terkena adalah:
a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
e. Epidemiologi
Secara global, prevalensi anemia dari tahun 1993 – 2005 yang dilakukan oleh
WHO mengenai 1, 62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak- anak
sebelum sekolah (47, 4 %), dan terendah pada pria (12, 7%). Di Indonesia
sendiri, pada tahun 2006, dilaporkan angka anemia terjadi pada 9.608 ( Lubis,
2006).
f. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah
yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama
dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati
dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam
urin (hemoglobinuria) (Fadil, 2005).
g. Diagnosa Medik
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri
atau menggunakan rumus:
a) Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b) Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah
merah. Nilai normal 27-31pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan
makrositik > 31 pg.
c) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-
35% dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran,
bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya
untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran
sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara.
Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari
kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin,
ataupun serum feritin. Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan.
EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara
perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah
stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin
rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam
survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang.
Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor,
pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan
bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan
besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan
dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis,
penyakit ginjal dan keganasan.
8. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis
sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel
retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada
besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga
tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan
teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik
invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam
populasi umum (Fadil, 2005).
h. Penatalaksanaan
 Non-Medis
Upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:
- Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani
(daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran
yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).
- Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat,
dan nanas.
 Medis
- Pemberian preparat Fe seperti fero sulfat, fero glukonat
- Pemberian kobalt dan eritropoetin
- Pemberian B12 dan asam folat
- Pemberian kortikosteroid speperti prednisolone
- Transfusi darah seperti PRC
- Pemberian imunosupresif
- Transplantasi sumsum tulang belakang
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya keluhan yang paling utama pada penderita anemia adalah lemah
atau pusing.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan pasien pada saat dikaji dan diperiksa.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit anemia sebelumnya ?.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit keturunan
seperti diabetes militus, penyakit jantung, struk
Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi (Doenges, 2009)
1) Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat bekerja
- Toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
- Takikardi/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
- Ataksia, tubuh tidak tegak
- Bahu turun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda lainnya
yang menunjukkan keletihan
2) Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI kronis,
menstruasi berat; angina, CHF (akibat kerja jantung berlebih)
- Riwayat endo karditis infeksi kronik
- Palpitasi
Tanda :
- TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural
- Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST dan
pendataran arau depresi gelombang T; takikardia
- Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku; kulit seperti
berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA)
- Sklera (Biru atau utih)
- Pengisian kapiler melambat
- kuku mudah patah
- Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature.
3) Eliminasi
Gejala :
- Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
- Flatulen, sindrom malabsorpsi
- Hematemesis, melena
- Diare atau konstipasi
- Penurunan haluaran urin
Tanda :
- Distensi Abdomen
4) Makanan/cairan
Gejala : Penurunan masukan diet, mual/muntah, dyspepsia, adanya
penurunn berat badan.
Tanda :
- Lidah tampak merah (AP ; defisiensi as. folat dan vit. B12)
- Membran mukosa kering, pucat
- Turgor kulit : buruk, kering, tampakkisut/hilang elastisitas
- Stomatitis dan glositis
5) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan
berkonsentrasi, insomnia, keseimbangan buruk, sensasi menjadi dingin.
Tanda : gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, epitaksis (aplastik)
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar ; sakit kepala
Tanda : Perilaku distraksi, gelisah
7) Pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea
8) Seksualitas
Gejala : Perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amenore,
hilang libido (pria dan wanita), impoten
Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sel darah merah yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dan kebutuhan
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
c. Intervensi dan Rasional
1. Diagnosa 1
Intervensi Rasional
1. Kenali adanya perubahan 1. Untuk mengetahui faktor yang
tekanan darah dapat mempengaruhi perfusi
2. Auskultasi suara paru seperti jaringan
crackel atau suara lainnya 2. Untuk mengetahui adanya
3. Monitor dan dokumentasikan cairan pada paru
denyut jantung, ritme dan 3. Untuk mengetahui perubahan
nadi yang dapat berpengaruh
4. Monitor nadi disekeliling, terhadap perfusi jaringan
kapiler dan suhu serta warna 4. Untuk mengetahui apabila
ekstremitas terjadi perubahan perfusi pada
5. Pertahankan keseimbangan jaringan
cairan dengan memberikan 5. Untuk mempertahankan
cairan IV atau diuretic balance cairan dan tidak
dengan tepat memperburuk edema
6. Monitor masukan dan 6. Untuk mengetahui apabila
pengeluaran nutrisi, keluaran terjadi ketidakseimbangan
urine, dan berat badan pasien cairan sehingga dapat diberikan
dengan tepat intervensi yang tepat kepada
pasien.

2. Diagnosa 2
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda dan gejala yang 1. Untuk mengetahui tanda dan
menunjukan ketidaktoleransi gejala dari intoleransi aktivitas
terhadap aktivitas klien
2. Tingkatkan pelaksanaan 2. Untuk meringankan aktivitas
ROM pasif sesuai indikasi klien agar jkien tidak mudah
3. Buat jadwal latihan aktivitas lelah
secara bertahap untuk pasien 3. Aktivitas yang dilakukan klien
dan berikan periode istirahat secara bertahap sangat baik
4. Berikan reinforcemen untuk untuk keadaan klien dan klien
pencapaian aktivitas sesuai tidak merasa mudah lelah
program latihan 4. Untuk psikologis klien
5. Bantu klien untuk sehingga klien ingin
mengidentifikasi aktifitas melakukannya lagi lebih baik
yang mampu dilakukan 5. Agar klien dapat lebih mandiri
6. Agar klien terdorong untuk
melakukan aktivitas tertentu
6. Bantu pasien untuk 7. Untuk mengetahui tanda –tanda
mengembangkan motivasi yang muncul yang
diri dan kekuatan diri. menyebabkan intoleransi
7. Monitor respon aktivitas pada klien
kardiorespirasi terhadap 8. Istirahat yang cukup mampu
aktivitas (takikardi, disritmia, memulihkan energi klien
dispneu, diaphoresis, pucat, sehingga klien tidak merasa
tekanan hemodinamik dan lelah lagi
jumlah respirasi) 9. Agar klien mendapatkan energy
8. Dorong bedrest yang maksimal dari asupan
9. Pantau asupan nutrisi untuk nutrisinya
memastikan sumber daya
energi yang memadai.

3. Diagnosa 3
Intervensi Rasional
1. Menentukan kerjasama 1. Dapat menentukan dengan tepat
dengan ahli gizi jumlah kalori kebutuhan nutrisi pada pasien
yang tepat dan jenis nutrisi 2. Membantu kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan untuk pada pasien agar terpenuhi
memenuhi persyaratan gizi dengan baik
2. Mendorong peningkatan 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
konsumsi protein, zat besi, pasien
dan vitamin C yang sesuai 4. Memastikan kandungan nutrisi
3. Memberikan pasien protein pada makanan pasien sudah
tinggi, kalori tinggi, makanan tepat sesuai indikasi
dan minuman bergizi yang 5. Untuk mengetahui
siap dapat dikonsumsi dengan perkembangan berat badan
sesuai pasien
4. Monitor catatan asupan untuk 6. Untuk nantinya agar keluarga
kandungan gizi dan kalori pasien mampu menentukan
5. Timbang berat pasien pada dengan tepat kebutuhan nutrisi
interval yang tepat pada pasien
6. Memberikan informasi yang
tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
memenuhinya

d. Evaluasi
1) Diagnosa 1
Vital sign Klien dalam batas normal, CRT< 3detik, akral hangat
2) Diagnosa 2
Klien tampak mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan
atau dengan bantuan minimal tanpa menunjukkan kelelahan dan mampu
melakukan aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan Vital sign
3) Diagnosa 3
Intake nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh dan status nutrisi Klien
terpenuhi.
III. DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, dkk, 2000, rencana asuhan keperawatan, edisi 3, EGC:
Jakarta
Fadil, M. 2005. Konsep Dasar Anemia. Available at
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=28334. Diakses pada 6
Oktober 2018.
Handayani, A & Haribowo, B. 2008. Tinjauan Pustaka Anemia. Available at
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6281. Diakses pada 6
Oktober 2018.
Lubis, Dian. (2006). Anemia Defisiensi Besi. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.p
df. Diakses pada 6 Oktober 2018.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :
Gramaedia pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai