Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu keadaan terdapat penurunan

fungsi ginjal oleh karena adanya kerusakan dari parenkim ginjal yang bersifat

kronik dan irreversibel. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) terjadi apabila laju filtrasi

glomeruler atau Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60

mL/menit/1.73m2 selama tiga bulan atau lebih. Terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi kecepatan kerusakan serta penurunan fungsi ginjal. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kecepatan kerusakan ginjal antara lain faktor genetik,

perilaku, lingkungan maupun proses degeneratif (Sudoyo, 2010). Penyakit Ginjal

Kronik (PGK) dapat didefinisikan sebagai suatu abnormalitas dari struktur

ataupun fungsi ginjal yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan dengan adanya

gangguan fisiologis pada tubuh (KDIGO, 2013).

Populasi penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di Indonesia dari tahun ke

tahun semakin meningkat. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh PT. Askes,

pada tahun 2009 jumlah pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) sebanyak 70 ribu

orang kemudian pada tahun 2010 jumlah pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)

adalah 17.507 orang dan meningkat lagi pada tahun 2011 sekitar 5.000 orang.

Pada tahun 2011 ke 2012 terjadi peningkatan yakni 24.141 pasien (Nawawi,

2013). Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) melaporkan bahwa setiap

tahun terdapat 200.000 kasus baru Penyakit Ginjal Kronik (PGK) stadium akhir

(Anna, 2013).

1
2

Pada penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) akan mengalami gangguan

keseimbangan elektrolit diantaranya adalah peningkatan kadar natrium dan air

akibat kehilangan atau penurunan pada fungsi ekskresinya. Sedangkan Pada

penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang sudah Stadium V dapat terjadi

hiperparatiroid, peningkatan nilai BUN dan Kreatinin serum, penurunan

Glomerular Filtration Rate (GFR) oligouria hingga anuria, serta dialisis pada

pasien dengan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) <10ml/menit. Jika kondisi

ini tidak segera ditangani, akan terjadi berkembang pada pada keadaan yang lebih

buruk yaitu gagal jantung kongestif, hipertensi, asites, edema perifer, dan

pertambahan berat badan. Umumnya pasien-pasien ini direkomendasikan untuk

mendapatkan terapi diuretik (Longo et al., 2013).

Furosemid merupakan obat golongan loop diuretic berpotensi tinggi yang

banyak digunakan dalam aplikasi klinik. Senyawa ini adalah derivat asam

antranilat yang biasanya digunakan untuk terapi pada pasien dengan kondisi

hipervolemik. Diantara indikasi penggunaan furosemid adalah kondisi volume

overload pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Kondisi ini biasanya

ditandai dengan adanya edem perifer edema paru, dan timbulnya hipertensi.

Hingga saat ini loop diuretics seperti furosemid masih menjadi pilihan diuretik

yang digunakan pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) karena dianggap dapat

meningkatkan pengeluaran natrium hingga 20% dan karena efikasinya tidak

bergantung pada Glomerular Filtration Rate (GFR) (Salwa, 2013).

Pada makalah ini saya akan membahas tentang efektifitas furosemide pada

pasien penyakit Ginjal Kronik (PGK).

Anda mungkin juga menyukai