Anda di halaman 1dari 153

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2017

Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan


Makanan di Instalasi Gizi RSUD Dr.
R.M. Djoelham Binjai

Damanik, Balqis Nurmauli

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2107
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
1

EVALUASI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI


INSTALASI GIZI RSUD Dr. R.M. DJOELHAM BINJAI

SKRIPSI

OLEH
BALQIS NURMAULI DAMANIK
NIM. 131000014

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

EVALUASI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI


INSTALASI GIZI RSUD Dr. R.M. DJOELHAM BINJAI

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
BALQIS NURMAULI DAMANIK
NIM. 131000014

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul


EVALUASI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI
INSTALASI GIZI RSUD Dr. R.M. DJOELHAM BINJAI

Yang Disiapkan dan Dipertahankan Oleh

BALQIS NURMAULI DAMANIK


NIM: 131000014

Disahkan Oleh:
Komisi Pembimbing Skripsi

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Heldy B.Z, MPH) (dr. Fauzi, SKM)


NIP.195206011982031003 NIP.140052649

Mengetahui
Ketua Departemen Adminsitrasi dan Kebijakan Kesehatan

(dr. Heldy BZ, MPH)


NIP. 195206011982031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK
Instalasi gizi bertujuan untuk memberikan makanan yang bermutu, bergizi,
memenuhi higiene dan sanitasi yang sesuai dengan standar kesehatan untuk
mempercepat proses penyembuhan pasien. Kegiatan penyelenggaraan makanan
merupakan bagian dari kegiatan Instalasi Gizi. Penyelenggaraan makanan di RSUD
Dr. R.M. Djoelham Binjai belum sesuai dengan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit baik dari segi tenaga, biaya operasional, sarana dan prasarana, serta banyaknya
sisa makanan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manajemen penyelenggaraan
makanan di instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai. Jenis penelitian ini adalah
penelitian yang menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan wawancara
mendalam dan observasi sebagai cara untuk mengumpulkan data. Informan penelitian
ini sebanyak 22 informan yang terdiri dari, 1 informan kepala instalasi gizi, 18
informan petugas yang bekerja sebagai penerima, pengolah dan penyalur makanan,
serta 3 informan dari pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa input meliputi tenaga gizi masih kurang,
sarana dan prasarana tergolong minim, dan biaya operasional sangat minim berasal
dari APBD. Selain itu, proses yang meliputi kegiatan penyelenggaraan makanan juga
tidak seluruhnya dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, Diharapkan kepada pihak RSUD Dr. R.M.
Djoelham Binjai untuk meningkatkan seluruh aspek Input (tenaga, biaya operasional,
sarana dan prasarana) serta aspek proses (perencanaan, penerimaan, penyimpanan,
pengolahan serta distribusi) untuk mencapai penyelenggaraan makanan yang
memenuhi standar.

Kata kunci : Evaluasi, Manajemen, Penyelenggaraan Makanan

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Installation of nutrition has the objective to give high quality of food,


nutritious, fulfill hygiene and appropriate sanitation with health standard to
accelerate recovery process of patients. The activity of food implementation is part of
nutrition installation activity. Food implementation at public regional hospital of Dr.
R.M. Djoelham Binjai is not appropriate with orientation service of hospital nutrition
lack of personal, the operational cost, instrument and infrastructure and too much
residue of food.
The objective of the research was to evaluate the management of food
implementation at the nutrition installation of public regional hospital of Dr. R.M.
Djoelham Binjai. The research used qualitative method, by conducting observation
and in-depth interviews with 22 informan that consisted of Head of nutrition
installation, 18 informan who worked as the food receiver, processing, distributor
and 3 informan from patient.
The result of the research showed that input which included the lack of
nutritionist, instrument and infrastructure were inadequate, and the operational cost
which came from APBD was also inadequate. Beside that, the process which included
the activity of food implementation not entirely do.
It is recommended that public regional hospital of Dr. R.M. Djoelham Binjai
increase all aspects of input (personal, the operational cost, instrument and
infrastructure) and aspects of process (planning, receipt, storage, processing and
distribution)to achieve the best result on food implementation and fulfill the standart.

Keywords: Evaluation, Management, Food Implementation

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

EVALUASI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI INSTALASI

GIZI RSUD Dr. R.M. DJOELHAM BINJAI. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang

ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Heldy B.Z, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing I dan dosen penasehat akademik, terimakasih untuk segala bantuan,

bimbingan, arahan dan perjuangan Ibu dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Fauzi, SKM selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dalam

memberikan bimbingan dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Dr. Rusmalawaty, MKes selaku dosen penguji I skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis

dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.

6. Puteri Citera Cinta Asyura Nasution, SKM, MPH selaku dosen penguji II proposal

penelitian yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku dosen penguji II skripsi yang memberikan kritik, saran

dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik

8. Ibu Rumandawaty selaku kepala Instalasi Gizi yang telah meluangkan waktu dan

membantu saya selama melakukan penelitian ini.

9. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU terutama Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan (ibu Ainul) yang telah banyak membantu saya, saya mengucapkan

terimakasih setinggi-tingginya.

10. Terkhusus dan terostimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda Ir. Muhammad Madjid

B. Damanik, M.Sc dan Ibunda Srimulyati yang senantiasa selalu memberikan do’a,

kasih saying, cinta, perhatian, dukungan yang tiada henti dalam bentuk apapun kepada

penulis.

11. Abangku, Ibrahim Alwie Damanik, S.Ars, dr. Ahmad Ridho Damanik dan Abdul Rasyid

Damanik, S.P yang selalu mendukung, memberikan semangat, dan sebagai tempat

berbagi selama proses pengerjaan skripsi ini.

12. Kak Pipink Kurnia, kak Yeni Afridayanti, kak Winda Novita, bang Raja Arief

Hasibuan dan semua senior FKM USU yang selalu menyumbangkan ide-ide indah,

semangat, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13. Sahabat-sahabat tersayang WANIRUS yaitu Yulia Annisa Tanjung, Kelsa Wilantari,

Anis Syafira Pulungan, Tri Nanda Putri, dan Mutia Respati yang selama 3 tahun telah

memberikan saran, perhatian, dukungan dan kasih sayang.

14. Seluruh sahabat-sahabat stambuk 2013 FKM USU yaitu Ina Piliang, Riska Afani, Intan

Permatasari, Nisya Dwi Amanda Pane, Eltha Angela, Erni Novani dan Gia Surbakti

serta semua pihak yang telah berperan dalam membantu saya menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya

mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga Allah

SWT senantiasa melimpahkan karunia-NYA kepada kita semua dan semoga tulisan ini

bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Februari 2017

Penulis

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Balqis Nurmauli Damanik

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 14 September 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku Bangsa : Batak

Nama Ayah : Ir. Muhammad Madjid B. Damanik, MSc

Suku Bangsa Ayah : Batak

Nama Ibu : Sri Mulyati

Suku Bangsa Ibu : Jawa

Riwayat Pendidikan Formal :

1. TK Al-Azhar Medan : 1999 s/d 2000

2. SD Al-Azhar Medan : 2000 s/d 2006

3. SMP Al-Azhar Medan : 2006 s/d 2009

4. SMA Negeri 2 Medan : 2009 s/d 2012

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat : 2013 s/d 2017

Universitas Sumatera Utara

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ i
ABSTRAK .............................................................................................. ii
ABSTRACK ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.l. Latar Belakang .............................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah....................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian........................................................... 8
1.3.1. Tujuan Umum ...................................................... 8
1.3.2. Tujuan Khusus ..................................................... 9
1.4. Manfaat Penelinan ......................................................... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 10
2.1. Rumah Sakit .................................................................. 10
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit ...................................... 10
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ........................... 10
2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit ...................................... 11
2.2. Manajemen .................................................................... 13
2.2.1. Fungsi Manajemen .............................................. 14
2.2.2. Prinsip Manajemen .............................................. 16
2.3. Manajemen Penyelenggaraan Makanan ........................ 16
2.3.1. Ketenagaan .......................................................... 20

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.2. Sarana dan Prasarana ........................................... 21
2.3.3. Keuangan/Anggaran ............................................ 23
2.3.4. Perencanaan Bahan Makanan .............................. 25
2.3.5. Penerimaan Bahan Makanan ............................... 26
2.3.6. Penyimpanan Bahan Makanan ............................ 29
2.3.7. Pengolahan Bahan Makanan................................ 36
2.3.8. Pendistribusian Makanan ..................................... 37
2.4. Perhitungan Makanan di Rumah Sakit .......................... 39
2.4.1. Menu Baku .......................................................... 41
2 4.2. Resep Baku .......................................................... 42
2.5. Pemeliharaan Higiene dan Sanitasi Penyelenggaraan
Makanan ........................................................................ 43
2.5.1. Sanitasi Peralatan Dapur ...................................... 43
2.5.2. Higiene Perorangan ............................................ 44
2.6. Evaluasi ......................................................................... 45
2.7. Landasan Teori .............................................................. 46
2.8. Kerangka Pikir Penelitian.............................................. 46
BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................... 47
3.1. Jenis Penelitian ............................................................. 47
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................... 47
3.2.1. Lokasi Penelitian ................................................. 47
3.2.2. Waktu Penelitian .................................................. 47
3.3. Informan Penelitian ....................................................... 47
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................... 48
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data .................................. 48
3.4.2. Instrumen Penelitian............................................. 48
3.5. Definisi Operasional ...................................................... 49
3.6. Triangulasi..................................................................... 50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.7. Metode Analisis Data .................................................... 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................... 52


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................ 52
4.1.1 Sejarah Rumah Sakit ............................................ 52
4.1.2. Visi, Misi, dan Motto ......................................... 53
4.2. Karakteristik Informan .................................................. 56
4.3. Evaluasi Input ................................................................ 57
4.3.1. Tenaga Gizi .......................................................... 58
4.3.1.1. Kuantitas Tenaga Gizi ............................ 58
4.3.1.2. Pelatihan Terhadap Tenaga Gizi ............. 59
4.3.2. Sarana dan Prasarana ............................................ 60
4.3.3. Biaya Operasional ................................................ 61
4.4. Evaluasi Proses.............................................................. 62
4.4.1. Perencanaan Bahan Makanan .............................. 62
4.4.1.1. Perencanaan Anggaran Belanja .............. 62
4.4.1.2. Perencanaan Menu .................................. 64
4.4.1.3. Perencanaan Kebutuhan.......................... 66
4.4.2 Penerimaan Bahan Makanan ................................ 68
4.4.2.1. Pengadaan Bahan Makanan .................... 69
4.4.2.2. Penerimaan Bahan Makanan ................... 69
4.4.3 Penyimpanan Bahan Makanan ............................ 70
4.4.4 Pengolahan Bahan Makanan................................ 71
4.4.5 Penyaluran Makanan ........................................... 74
4.5. Standar Pelayanan Gizi ................................................. 75
BAB V. PEMBAHASAN ...................................................................... 77
5.1. Evaluasi Input ................................................................ 77
5.1.1. Tenaga Gizi .......................................................... 77

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.1.2. Sarana dan Prasarana ............................................ 80
5.1.3. Biaya Operasional ................................................ 83
5.2. Evaluasi Proses .............................................................. 84
5.2.1. Perencanaan Bahan Makanan .............................. 84
5.2.2 Penerimaan Bahan Makanan ................................ 89
5.2.3 Penyimpanan Bahan Makanan ............................ 91
5.2.4 Pengolahan Bahan Makanan................................ 92
5.2.5 Penyaluran Makanan ........................................... 95
5.3. Standar Pelayanan Gizi ................................................. 97
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 100
6.1. Kesimpulan.................................................................... 100
6.1.1. Input ..................................................................... 100
6.1.2. Proses ................................................................... 100
6.1.3. Output .................................................................. 101
6.2. Saran .............................................................................. 101
6.2.1. Input ..................................................................... 101
6.2.2. Proses ................................................................... 102
6.2.3. Output .................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kebutuhan Tenaga Gizi Berdasarkan Kelas Rumah Sakit…….. 20


Tabel 2.2. Suhu dan Lama Penyimpanan Bahan Makanan Mentah Segar... 31
Tabel 4.1 Karakteristik Informan………………………………………… 55

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Informan

2. Pedoman Wawancara Mendalam

3. Lampiran Observasi

4. Surat Keterangan Izin Penelitian dari FKM USU

5. Surat Keterangan Izin Penelitian dari RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

6. Siklus Menu RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

7. Dokumentasi Penelitian

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi di rumah sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara

langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan.

Kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related

disease) pada semua kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja,

hingga lanjut usia (lansia), memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh

karena itu dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan

mempertahankan status gizi yang optimal dan mempercepat penyembuhan

(Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju maupun

berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit yang cukup

tinggi. Malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat di rumah sakit karena

penyakitnya atau asupan zat gizi yang tidak cukup. Namun tidak jarang pula

malnutrisi ini timbul selama dirawat inap. Hasil studi menujukkan bahwa kurang

lebih 75% penderita yang dirawat di rumah sakit menurun status gizinya

dibandingkan dengan status gizi saat mulai dirawat. Hal ini membuktikan bahwa

penurunan status gizi terjadi di rumah sakit. Penurunan status gizi dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

menyebabkan angka mortalitas dan memperpanjang lama rawat di rumah sakit

(Lipoeto et al, 2006).

Pengalaman di negara maju telah membuktikan bahwa hospital malnutrition

(malnutrisi di RS) merupakan masalah yang kompleks dan dinamik. Malnutrisi

pasien di RS, khususnya pasien rawat inap, berdampak buruk terhadap proses

penyembuhan pasca bedah. Selain itu, pasien yang mengalami penurunan status gizi

akan mempunyai resiko kekambuhan yang signifikan dalam waktu singkat. Semua

keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas

hidup (Kemenkes RI, 2013).

Di negara berkembang seperti Indonesia, juga sering terjadi kondisi pasien

yang semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan

organ tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya

penyakit dan kekurangan gizi sehingga memerlukan terapi gizi untuk membantu

penyembuhannya (Kemenkes RI, 2013).

Sehubungan dengan itu, maka pelaksanaan pelayanan gizi di rumah sakit

memerlukan sebuah pedoman sebagai acuan untuk pelayanan yang bermutu yang

dapat mempercepat proses penyembuhan pasien, memperpendek lama hari rawat, dan

menghemat biaya perawatan. Pedoman pelayanan gizi rumah sakit ini merupakan

penyempurnaan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) yang diterbitkan oleh

Departemen Kesehatan pada tahun 2006. Pedoman ini telah disesuaikan dengan

perkembangan peraturan perundang-undangan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

(IPTEK) di bidang gizi, kedokteran, kesehatan, dan standar akreditasi rumah sakit

2012 untuk menjamin keselamatan pasien yang mengacu pada The Joint Comission

Internasional (JCI) for Hospital Accreditation (Kemenkes RI, 2013).

Dalam petunjuk tentang ukuran akreditas rumah sakit, dinyatakan bahwa

pelayanan gizi merupakan salah satu fasilitas dan pelayanan yang harus ada di rumah

sakit. Keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit yang berperan dalam mendukung

penyembuhan penyakit pada pasien, sangat ditentukan oleh proses pengelolaan

makanan mulai dari bahan makanan mentah sampai makanan matang yang siap

dikonsumsi pasien. Proses ini akan terlaksana dengan baik apabila didukung oleh

manajemen penyelenggaraan makanan yang baik. Selain itu, manajemen

penyelenggaraan makanan sendiri sebenarnya berfungsi sebagai sistem dengan tujuan

untuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik (Hartono, 2000).

Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu sarana penunjang dalam

pelayanan kesehatan untuk menghindari masalah gizi kurang pada pasien di rumah

sakit dengan menyediakan makanan diet yang memenuhi standar gizi dan kesehatan.

Tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah untuk menyediakan

makanan yang kualitasnya baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasien serta

layak dan memadai bagi pasien. Makanan yang disediakan harus memenuhi standar

dan kecukupan yang dianjurkan. Disamping memenuhi syarat-syarat gizi seperti

standar diet, cita rasa dan penampilan makanan yang merupakan bagian dalam

penyelenggaraan makanan harus diperhatikan (Fatimah, 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Pemberian diet yang tepat sangat penting untuk mempercepat proses

penyembuhan, sehingga dapat mempersingkat waktu rawat dan memperkecil biaya

operasional yang harus dibayarkan pasien kepada rumah sakit, sebaliknya semakin

lama pasien dirawat akan semakin besar biaya yang dikeluarkan, maka dalam hal ini

pasien akan dirugikan karena tidak dilayani secara profesional (Widjaja et al, 2000).

Pemberian diet pada pasien harus disajikan sesuai standar kebutuhan pasien

berdasarkan diagnosis penyakit, tetapi perlu diingat bahwa pasien mempunyai

kekhususan, baik dalam hal kebutuhan gizi maupun kemampuan untuk

mengkonsumsi dan mencerna makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Oleh sebab

itu, kebutuhan perorangan tetap perlu diperhatikan dengan menyusun diet secara

khusus (Soegiono, 1998).

Tingginya sisa makanan merupakan masalah serius untuk segera ditangani

karena makanan yang disajikan di rumah sakit telah memperhitungkan jumlah dan

mutu menurut kebutuhan pasien. Seluruh makanan yang disajikan harus dihabiskan

hanya oleh pasien itu sendiri demi tercapainya penyelenggaraan makanan yang baik

di rumah sakit. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang

lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian menimbulkan terjadinya

malnutrisi. Hal ini kemudian dapat berdampak pada lamanya masa perawatan di

rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula

meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan (Depkes, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. R.M. Djoelham Binjai merupakan

rumah sakit umum kelas B dan merupakan pusat rujukan bagi masyarakat, sehingga

pasien yang menjalani rawat inap memiliki karakteristik individu maupun penyakit

yang beragam. Dengan keragaman karakteristik serta jenis penyakit yang diderita

tersebut menjadi pertimbangan dan bahan pemikiran bagi pengelola Instalasi Gizi,

sehingga makanan dan minuman yang dihasilkan senantiasa dapat diterima oleh

pasien, dengan tetap berpedoman kepada aspek dietetik (pengaruh suatu jenis

makanan tertentu terhadap penyakit yang dideritanya).

Pengelolaan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sebagai rumah

sakit kelas B dilakukan pada instalasi gizi yang terdiri dari 18 orang dengan

pembagian tugas mulai dari perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan dan

penyaluran makanan. Latar belakang pendidikan petugas Instalasi Gizi hanya 8 orang

yang lulusan pendidikan gizi (D1, D3, dan D4) serta SPAg sedangkan 10 orang

lainnya adalah lulusan SD, SMP dan SMU. Gambaran tentang pengelolaan makanan

di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai mulai dari tahap perencanaan menu dilakukan

Kepala Instalasi Gizi dengan menggunakan siklus menu 10 hari yang disesuaikan

dengan kebutuhan jumlah pasien, menu yang berlaku dan standar porsi. Pembelian

bahan makanan dilakukan sesuai jumlah permintaan makanan dari setiap ruangan dan

pada form Permintaan Bahan Makanan serta dilakukan pembelian langsung secara

harian, khususnya untuk bahan makanan basah seperti ikan, buah dan sayuran.

Selanjutnya dilakukan proses penerimaan bahan makanan oleh petugas gizi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

berdasarkan order bahan makanan yang tertera pada form pemesanan bahan makanan

untuk dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pengolahan serta pihak instalasi

gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai rutin melakukan evaluasi ke setiap ruangan

pasien dengan diet khusus seminggu sekali.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada Maret 2016 ditemukan

beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengelolaan makanan di

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai yaitu: Ketersediaan sarana dan prasarana di

instalasi gizi masih kurang; dana/anggaran yang tersedia sangat terbatas sehingga

macam, jumlah dan spesifikasi bahan makanan yang akan dipakai terkadang tidak

sesuai dengan standar porsi RS seperti pada pasien DM yang seharusnya diberikan

susu khusus untuk DM, tetapi tidak dapat disediakan oleh pihak instalasi gizi; serta

tenaga gizi belum pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan pelayanan gizi sesuai

dengan Permenkes No. 26 Tahun 2013, tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan

Praktek Tenaga Gizi.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.M Djoelham Binjai melalui instalasi gizi

bertanggungjawab terhadap pasien agar mendapatkan pelayanan diet yang tepat

selama dirawat di rumah sakit. Tetapi pada kenyataannya, kesalahan dalam

pemberian diet pasien masih ditemukan. Kasus tersebut terjadi pada pasien diabetes

mellitus, pihak instalasi gizi RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai memberikan bumbu

tambahan berupa cabai agar makanan yang dihasilkan lebih berasa, tidak lama

kemudian pasien yang awalnya tidak Gastroentritis (GE) menjadi GE. Setelah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

dianalisis oleh kepala instalasi gizi, ternyata penyebab kesalahan tersebut adalah

kurangnya koordinasi antara dokter, tenaga gizi dan perawat ruangan mengenai

penyakit komplikasi lain yang ternyata diderita pasien yaitu penyakit dispepsia

sehingga pasien tersebut harus mendapat perawatan yang lebih lama di rumah sakit.

Penelitian yang dilakukan oleh Ferry dkk (2008) mengenai Tanggung jawab

rumah sakit terhadap pemberian diet pada pasien rawat inap menurut UU Nomor 8

tahun 1999 di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh menunjukkan

bahwa pemberian kalori makanan untuk pasien diabetes mellitus yang diberikan

pihak instalasi gizi melebihi kebutuhan yang seharusnya, sehingga berdampak pada

peningkatan kadar gula darah dan memperlambat penyembuhan penyakit. Penelitian

lain yang dilakukan oleh Sianturi (2011) mengenai Analisis Diet pada Pasien

Pascabedah Sectio Caesarea di RSUD Sidikalang menunjukkan bahwa pemberian

diet mulai dari diet pasca bedah I hingga diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)

tidak diberikan secara bertahap oleh pihak instalasi gizi, sehingga ketersediaan zat

gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat masih belum tercukupi dan berdampak

pada lamanya proses pemulihan pasien.

Penilaian tentang kualitas penyelenggaraan makanan di RSUD Dr. R.M

Djoelham Binjai diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap beberapa

pasien rawat inap dengan makanan sisa sebagai indikatornya menunjukkan bahwa

pasien lebih memilih untuk mengakses makanan dari luar, baik dari rumah maupun

dari warung dengan alasan rasa olahan lauk hewani dan kematangan nasi yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

kurang. Selain itu, terdapat beberapa keluhan dari pasien mengenai makanan yang

tidak disediakan oleh instalasi gizi seperti buah-buahan serta pasien dengan diet

TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) yang tidak mendapatkan telur sebagai sumber

protein pasien. Kepala instalasi gizi beranggapan bahwa hal ini sering terjadi akibat

perawat ruangan menyisihkan makanan tersebut untuk dibawa pulang ke rumahnya.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Jufri dkk (2012) mengenai evaluasi

manajemen pengelolaan makanan di Rumah Sakit Umum Lanto Pasewang Kabupaten

Jeneponto menunjukkan bahwa manajemen penyelenggaraan makanan yang

dilakukan belum sepenuhnya sesuai dengan PGRS, terutama dalam hal perencanaan

dan penerimaan bahan makanan serta sarana dan prasarana yang digunakan sangat

terbatas. Demikian juga penelitian Simanjuntak (2014) mengenai analisis manajemen

penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk

Pakam menunjukkan bahwa penyelenggaraan makanan yang dilakukan sudah sesuai

dengan PGRS, namun masih adanya kekurangan tenaga gizi, ketidaklengkapan sarana

dan prasarana serta tidak adanya evaluasi terhadap sisa makanan pasien.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian

ini adalah bagaimana manajemen penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD

Dr. R.M. Djoelham Binjai

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Untuk mengevaluasi manajemen penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi Input (Tenaga, biaya, sarana dan prasarana) dalam

penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

2. Untuk mengidentifikasi Proses (Perencanaan, penerimaan, Penyimpanan,

pengolahan dan penyaluran) dalam penyelenggaraan makanan di Instalasi

Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

3. Untuk mengidentifikasi apakah penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sudah sesuai dengan Pedoman Pelayanan

Gizi Rumah Sakit

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai, sebagai bahan masukan untuk

mengevaluasi Instalasi Gizi serta mengambil kebijakan guna meningkatkan

kinerja Instalasi Gizi dimasa yang akan datang.

2. Bagi Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai, dalam mengevaluasi

kinerja pegawai yang bertugas di Instalasi Gizi serta mengambil kebijakan

guna meningkatkan mutu makanan bagi pasien dimasa yang akan datang

3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian

yang terkait dengan evaluasi pengelolaan makanan di rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

4. Bagi perkembangan ilmu administrasi dan manajemen, khususnya

administrasi dan manajemen pengelolaan makanan rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian

integral dari suatu organisasi dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan

paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit

(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi

tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dinyatakan bahwa

rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014,

menjelaskan bahwa sesuai jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan

dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum memberikan

pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit dan rumah sakit khusus

memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau sejenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan

lainnya. Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan

pelayanan meliputi rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan Kelas D.

Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit

dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 5 (lima) spesialis

penunjang medik yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi

medik, patologi klinik dan patologi anatomi, 12 (dua belas) spesialis lain yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit

dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah

plastik dan kedokteran forensik dan 16 (enam belas) subspesialis yaitu :

bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga

hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,

kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan gigi

mulut.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit

dalam, kesehatatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 5 (lima) spesialis

penunjang medik yaitu: pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik,

patologi anatomi dan rehabilitasi medik. Sekurang-kurangnya 8 (delapan)

pelayanan spesialis lain yaitu : mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf,

jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,

orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik: mata,

syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,

urologi dan kedokteran forensik. Pelayanan medik Subspesialis 2 (dua)

subspesialis dasar meliputi : Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak,

Obstetri dan Ginekologi.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar : pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi dan 4 (empat) spesialis

penunjang medik yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik

dan patologi klinik.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) spesialis dasar yaitu : pelayanan

penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.

2.2 Manajemen

Ilmu manajemen dikemukakan dalam beberapa aliran, yaitu aliran klasik,

aliran hubungan manusiawi dan aliran manajemen modern. Aliran aliran tersebut

merupakan cikal bakal teori manajemen yang berkembang terus dengan berbagai

aliran lainnya. Aliran pemikiran klasik dikenal dengan pendekatan proses dan

produksi. Sedangkan aliran hubungan manusiawi lebih melihat dari sisi bagaimana

sumber daya manusia yang berada dalam organisasi. Seseorang manajer hendaklah

mempelajari dan memahami secara keseluruhan tentang perkembangan (evolusi)

manajemen yang telah menghasilkan teori-teori manajemen yang muncul dari

berbagai aliran, sehingga manajer dapat menggunakan teori yang paling sesuai untuk

menghadapi situasi tertentu (Griffin, 2006).

Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno menagement, yang artinya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

seni melaksanakan dan mengatur manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan

melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan

mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Griffin (2006)

pengertian manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals)

secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan

perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara

benar, terorganisir, dan sesuai dengan iadwal.

2.2.1 Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan

melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam

melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali

diperkenalkan oleh Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, la menyebutkan lima

fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan

mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat

sebagaimana dinyatakan Robbins dan Coutler (2007), yaitu:

1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan

sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan

perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.

Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan

dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting

dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya

tak dapat berjalan.

2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan

besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian

mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang

yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.

Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus

dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut

dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan

mana keputusan harus diambil.

3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua

anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan

manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah

menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh

kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara

efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).

4. Pengevaluasian (evaluating) adalah proses pengawasan dan pengendalian

performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian

memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar.

2.2.2 Prinsip Manajemen

Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lemur dalam arti bahwa perlu

dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang

berubah. Menurut Fayol dalam Robbins dan Coutler (2007), prinsip-prinsip umum

manajemen ini terdiri dari: pembagian kerja (division of work), wewenang dan

tanggung jawab (authority and responsibility), disiplin (discipline), kesatuan perintah

(unity of command), kesatuan pengarahan (unity of direction), mengutamakan

kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri, penggajian pegawai, pemusatan

(centralization), hirarki (tingkatan), ketertiban, keadilan dan kejujuran, Stabilitas

kondisi karyawan, prakarsa serta semangat kesatuan.

2.3 Manajemen Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit

Manajemen rumah sakit pada umumnya menghendaki pengelolaan rumah

sakit yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti tingkat keberhasilan penanganan

terhadap pasien cukup tinggi, dan efisien berarti optimal dalam penggunaan sumber

daya rumah sakit yang ada. Konsep "Better Hospital Food” yang ditetapkan oleh

National Health Service (NHS) merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan

mutu pelayanan gizi, dimana food waste atau sisa makanan diasumsikan sebagai

angka asupan makanan, energi atau zat gizi (Pucket, 2004). Langkah awal penerapan

prinsip manajemen dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga, yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

menentukan strategi yang akan diterapkan dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut.

Penentuan strategi itu merupakan dasar penerapan prinsip manajemen dalam

penyelenggaraan kegiatan selanjutnya.

Dalam Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) tahun 2013

(Kemenkes RI, 2013) dinyatakan bahwa kegiatan manajemen atau administrasi

pelayanan gizi atau system pelayanan makanan mempunyai ruang lingkup meliputi

operasional dan manajemen intervensi asuhan gizi dalam menyediakan makanan

sesuai kebutuhan gizi yang optimal dan berkualitas melalui pengelolaan sistem

pelayanan makanan.

Pelaksanaan kegiatan administrasi pelayanan makanan meliputi:

(a) merencanakan, mengontrol, dan mengevaluasi pelayanan makanan, (b) mengelola

sumber dana dan sumber daya lainnya, (c) menetapkan standar sanitasi, keselamatan

dan keamanan, (d) merencanakan dan mengembangkan menu, (e) menyusun

spesifikasi untuk pengadaan makanan dan peralatan, (f) memantau dan mengevaluasi

penerimaan pasien/klien terhadap pelayanan makanan, (g) merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasi pengawasan mutu makanan, (h) merencanakan dan

menentukan tata letak ruang pengolahan makanan dan kebutuhan peralatan, (1)

menerapkan hasil studi/ penelitian untuk mengembangkan operasional, efisiensi dan

kualitas sistem pelayanan makanan (Kemenkes RI, 2013).

PGRS adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan

pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit,

sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi

pasien (Kemenkes RI, 2013).

Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau

kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan

organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu

disesuaikan dengan perubahan fungsi organ. Pemberian diet pasien harus dievaluasi

dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan

laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan status

gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit, merupakan

tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan, terutama tenaga gizi (Kemenkes RI,

2013).

Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu sarana penunjang dalam

pelayanan kesehatan. Tujuan dari penyelenggaraan makanan untuk mencukupi

kebutuhan pasien terhadap gizi seimbang. Sekitar 20-40 % anggaran rumah sakit

digunakan untuk makanan. Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan dapat

dinilai dari ada tidaknya sisa makanan, sehingga sisa makanan dapat dipakai sebagai

indikator untuk mengevaluasi kegiatan penyelenggaraan makanan rumah sakit.

PGRS adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan

berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan

gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien (Kemenkes RI,

2013).

Fungsi rumah sakit adalah menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan

medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi,

pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat pendidikan atau latihan

tenaga medis dan paramedis, dan sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu

dan teknologi bidang kesehatan (Wiyono, 1999).

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan

mulai dari penetapan peraturan pemberian makan rumah sakit, perencanaan menu,

sampai distribusi makanan pada pasien/konsumen dalam rangka pencapaian status

kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Tujuan penyelengaraan

makanan di rumah sakit untuk menyediakan makanan dengan kualitas yang baik dan

jumlah sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi

pasien/konsumen yang membutuhkan (Depkes RI, 2007).

Tujuan dari penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit adalah untuk

menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta

pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkannya. Sasaran

penyelenggaraan makanan di rumah sakit yaitu konsumen/pasien dan karyawan

(dokter dan pegawai). Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan

penyelenggaraan makan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Kegiatan penyelenggaraan makanan meliputi: penetapan peraturan pemberian

makanan rumah sakit, penyusunan standar makanan, perencanaan anggaran bahan

makanan, perencanaan menu, perhitungan taksiran kebutuhan bahan makanan,

perhitungan harga makanan, pengadaan bahan makanan, pemesanan bahan makanan,

penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, distribusi bahan

makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan bahan makanan dan distribusi

makanan (Depkes RI, 2007).

2.2.1 Ketenagaan

Sesuai dengan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (Depkes RI, 2006),

Kebutuhan tenaga gizi dapat dihitung berdasarkan WISN (Work Load Indicator Staf

Need) maupun beban kerja di masing-masing Unit Pelayanan Gizi rumah sakit.

Namun demikian, di bawah ini merupakan tabel yang berisi beberapa kategori tenaga

untuk tiap kelas rumah sakit berdasarkan pengalaman beberapa ahli gizi :

Tabel 2.1 Kebutuhan Tenaga Gizi Menurut Kelas Rumah Sakit

Kategori Tenaga Kelas Rumah Sakit

A/Utama B/Madya C/Pratama

S2-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan   -


dasar D3-Gizi

S1-Gizi/SKM dengan pendidikan dasar   


D3-Gizi

D4-Gizi Klinik   

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

D3-Gizi   

D3-Perhotelan   

D1-Gizi   

Pranata Komputer   

SMK Administrasi   

SMU+Kursus Administrasi   

SMK Tataboga   

SMU/SLTP+kursus tataboga - - 
Sumber : Depkes RI, 2006

2.3.2. Sarana dan Prasarana

Agar penyelenggaraan makanan di rumah sakit dapat dilakukan dengan baik,

mutlak diperlukan sarana fisik yang memenuhi syarat letak dapur rumah sakit

hendaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013) :

a) Mudah dicapai dari semua ruang perawatan, agar pelayanan dapat diberikan

dengan baik dan merata untuk semua pasien;

b) Kebisingan dan keributan di pengolahan tidak mengganggu ruangan lain di

sekitarnya;

c) Dicapai kendaraan dari luar, untuk memudahkan pengiriman bahan makanan

sehingga perlu mempunyai jalan langsung dari luar;

d) Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah, kamar jenazah, ruang cuci

(laundry) dan lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

e) Mendapat udara dan sinar yang cukup

Luas Bangunan dapur disarankan 1-2 m per tempat tidur. Penempatan ruang

dapur hendaklah disesuaikan dengan arus kerja dalam pengolahan dan penyajian

makanan dimulai dengan ruang penerimaan makanan, ruang penyimpanan bahan

makanan kering dan segar, ruang persiapan bahan makanan, ruang pengolahan

makanan, ruang pencuci dan penyimpanan alat, dapur susu, ruang pegawai dan ruang

perkantoran. Masing-masing ruangan hendaklah memenuhi persyaratan seperti lantai

dan dinding yang mudah dibersihkan, langit-langit yang tertutup serta penerangan dan

ventilasi yang cukup (Kemenkes RI, 2013).

Perkiraan kebutuhan luas ruangan tergantung pada kapasitas tempat tidur yang

tersedia di masing-masing Rumah Sakit. Untuk Rumah Sakit dengan 100 tempat tidur

apabila juga diberikan pelayanan pelayanan dietetik, perlu disediakan fasilitas fisik

tersendiri yaitu ruangan untuk pengolahan dan memasak makanan diet (20 m²) dan

ruangan konsultasi diet (16 m²) sehingga luas ruangan menjadi 152 m² (Depkes RI,

2003).

Untuk penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit diperlukan berbagai

peralatan untuk mengolah, memasak dan menyajikan makanan tersebut bagi orang

sakit. Jenis dan jumlah peralatan yang diperlukan tergantung pada jumlah tempat

tidur, standart menu yang digunakan dan macam pelayanan yang ditetapkan.

Penderita-penderita yang dirawat di ruang khusus (VIP) tentu tidak menginginkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

diberi makanan dengan menggunakan plato, akan tetapi lebih disesuaikan dengan

keadaan di rumah (Depkes RI, 2003).

Untuk setiap ruangan, sesuai dengan fungsinya memerlukan peralatan khusus

(Kemenkes RI, 2013) :

a. Ruang penerimaan: timbangan 100-300 kg, rak bahan makanan beroda, kereta

angkut, dan alat-alat kecil seperti pembuka botol, penusuk beras, pisau dan

sebagainya.

b. Ruang penyimpanan bahan makanan kering dan segar: Timbangan 20-1—kg,

rak bahan makanan, lemari es, freezer. Tempat bahan makanan dari plastic

atau stainless steel.

c. Ruang persiapan bahan makanan: Meja kerja, meja daging, mesin sayuran,

mesin kelapa, mesin pemotong dan penggiling daging, mixer, belender,

timbangan meja, talenan, bangku kerja, penggiling bumbu, bak cuci.

d. Ruang pengolahan makanan: Ketel uap 10-250 lt, kompor, oven,

penggorengan, mixer, blender, lemari es, meja pemanas, pemanggang sate,

toaster, meja kerja, bak cuci, kereta dorong, rak alat, bangku, meja pembagi.

e. Ruang pencuci dan penyimpanan alat: bak cuci, rak alat, tempat sampah,

lemari.

f. Dapur susu: Meja kerja, meja pembagi, sterelisator, tempat sampah, pencuci

botol, mixer, blender, lemari es, tungku, meja pemanas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

g. Ruangan pegawai: Kamar mandi, locker, meja, kursi, tempat sampah, tempat

sholat dan tempat tidur.

h. Ruang perkantoran: meja, kursi, filling cabinet, lemari buku, lemari es, alat

peraga, alat tulis menulis, computer, printer, lemari kaca, mesin ketik, AC dan

sebagainya.

2.3.3. Keuangan / Anggaran

Menurut Prakoso (1998), untuk dapat menyelenggarakan makanan bagi orang

sakit, maka diperlukan biaya yang disusun untuk keperluan satu tahun. Dalam

menentukan kebutuhan biaya penyelenggaraan makanan digunakan berbagai indeks

antara lain :

- Indeks kebutuhan zat gizi bagi setiap penderita

- Indeks kebutuhan bahan makanan bagi setiap penderita

- Indeks harga bahan makanan

Dengan menggunakan berbagai indeks itu dapatlah diperhitungkan biaya

makanan bagi setiap penderita untuk setiap harinya. Dalam menghitung harga

makanan perhari, harus diingat bahwa jumlah bahan makanan yang diperlukan

berdasarkan kebutuhan bahan makanan adalah bahan makanan bersih, dan karenanya

dalam perhitungan biaya harus ditambahkan faktor untuk bagian yang tidak dapat

dimakan. Sayuran misalnya, hanya sebagian kecil yang dapat dimakan sedang

selebihnya terbuang. Apabila sudah didapatkan harga patokan makanan perorang per

hari, maka satuan harga ini kemudian dikalikan jumlah penderita dan pegawai yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

perlu diberi makanan. Untuk itu diperlukan data tentang kapasitas Rumah Sakit,

penggunaan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) dan lain-lain (Prakoso, 1998).

Disamping kebutuhan biaya untuk makan orang sakit dalam perencanaan

anggataran tahunan juga harus diperhitungkan kebutuhan biaya untuk bahan bakar,

pemeliharan atau penggantian atau penambahan perlengkapan dan sebagainya.

Kebutuhan biaya untuk masing-masing keperluan tersebut biasanya dicantumkan

dalam beberapa mata anggaran dari anggaran belanja Rumah Sakit secara

keseluruhan (Prakoso, 1998).

Kebutuhan anggaran penyelenggaraan makanan rumah sakit dalam satu tahun

anggaran dibuat terperinci dan dimuat dalam Daftar Usulan Proyek (DUP) untuk

belanja rutin. Pimpinan rumah sakit akan menghimpun seluruh usulan anggaran dari

bagian lain yang ada dirumah sakit untuk diolah sebelum diusulkan ketingkat yang

lebih tinggi (Prakoso, 1998).

Setelah diteliti dan disesuaikan dengan ketetapan pimpinan rumah sakit

kemudian usulan diserahkan ke Bidang Keuangan yang akan memisah-misahkan

yang termasuk DUP dan DUK. Selanjutnya bidang keuangan akan mengajukan

usulan tersebut kepada pimpinan rumah sakit untuk pengesahan, kemudian

disampaikan ke Bagian Keuangan Dirjen Pelayanan Medik (Prakoso, 1998).

2.3.4. Perencanaan Makanan Rumah Sakit

Perencanaan merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan

manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan tersebut. Pengertian perencanaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

secara umum adalah suatu kegiatan atau proses menganalisis dan pemahaman sistem,

penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-

tujuan demi masa depan yang baik. Perencanaan dapat diartikan sebagai serangkaian

tindakan yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Perencanaan makanan baik makanan biasa maupun makanan diet dimulai dari

penyusunan menu baku yang lazimnya disetiap rumah sakit telah ditentukan untuk

siklus 10 hari atau 15 hari. Dengan dasar menu baku tersebut direncanakanlah

pengadaan bahan makanan baik dengan jalan membeli langsung ke pasar ataupun

melalui rekanan pemborong. Perencanaan makanan dilakukan berdasarkan

keterangan yang diberikan oleh bidang perawatan yaitu jumlah orang yang dirawat

dari hari ke hari serta jenis makanan yang diperlukan seperti makanan biasa, makanan

saring, makanan lunak, makanan pantang/diet dan sebagainya (Depkes RI, 2003).

2.3.5. Penerimaan Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi

memeriksa, meneliti, mencatat, merumuskan dan melaporkan tentang macam dan

jumlah bahan makanan sesuai dengan pesanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan,

serta waktu penerimaannya (Kemenkes RI, 2013).

Prinsip penerimaan bahan makanan adalah jumlah yang diterima harus sesuai

dengan yang dipesan, mutu yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

disepakati dalam perjanjian dan harga bahan makanan yang tercantum dalam fraktur

pembelian harus sama dengan harga makanan yang tercantum dalam perjanjian jual

beli (Kemenkes RI, 2013).

Syarat penerimaan bahan makanan antara lain: (1) Tersedianya daftar pesanan

bahan makanan berupa macam dan jumlah bahan makanan yang akan diterima pada

waktu tertentu dan (2) Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.

Langkah penerimaan bahan makanan adalah : (1) Bahan makanan diperiksa, sesuai

dengan pesanan dan ketentuan spesifikasi bahan makanan yang dipesan. (2) Bahan

makanan yang di kirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang atau

dapat langsung ke tempat pengolahan makanan (Kemenkes RI, 2013).

Tugas dan tanggung jawab tim penerima bahan makanan menurut Moehyi

(1992), adalah sebagai berikut : (a) Meneliti apakah bahan makanan yang diserahkan

oleh pemasok sesuai dengan ketentuan-ketentuan (spesifikasi) sebagaimana

tercantum dalam kontrak kerja, (b) Mencocokkan jumlah dan jenis bahan makanan

yang diserahkan oleh pemasok apakah sudah sesuai dengan pesanan yang tercantum

dalam Daftar Pesanan Bahan Makanan, (c) Mengambil keputusan menerima atau

tidak menerima bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok.

Bentuk atau cara menerima bahan makanan secara umum ada dua macam,

yaitu Depkes RI (2007) :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

(1). Blind receiving atau cara buta

Dimana petugas penerimaan bahan makanan tidak menerima spesifikasi bahan

makanan serta faktur pembelian dari penjualan/vendor. Petugas penerimaan

langsung mengecek, menimbang dan menghitung bahan makanan yang datang di

ruang penerimaan kemudian mencatat di buku laporan atau formulir yang telah

dilengkapi dengan jumlah, berat dan spesifikasi lain jika diperlukan. Pihak

vendor mengirim faktur pengiriman bahan makanan langsung ke bagian

pembayaran dan bagian penerimaan mengirim lembar formulir bahan makanan

yang diterima untuk dicocokkan oleh bagian pembelian/pembayaran.

(2). Conventional atau konvensional

Dimana petugas penerimaan bahan makanan menerima faktur dan spesifikasi

satuan dan jumlah bahan makanan yang dipesan. Jika jumlah dan mutu tidak

sesuai, petugas penerima berhak mengembalikannya. Namun petugas penerima

harus mencatat semua bahan makanan yang dilaporkan kepada bagian pembelian

atau pembayaran. Prosedur pengembalian bahan makanan, sebaiknya petugas

pengiriman bahan makanan ikut mengakui adanya ketidakcocokan pesanan

dengan pengiriman yang ditandai dengan membubuhkan tanda tangan di

formulir pengembalian bahan makanan. Disamping itu, perlu diberi catatan

bahwa makanan yang dikembalikan tersebut harus segera diganti atau mengubah

isi faktur pengiriman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Pencatatan bahan makanan yang diterima harus dilakukan secara teliti,

sistematis dan teratur. Hal ini merupakan salah satu faktor penting sebagai

dokumentasi tertulis tentang jumlah, mutu bahan makanan yang diterima. Data

tersebut dapat dijadikan bahan monitoring, pengawasan dan pengendalian kegiatan

atau bahkan dapat dijadikan bahan perencanaan kebutuhan yang akan datang (Depkes

RI, 2007).

Receiving area adalah tempat yang secara spesifik digunakan untuk menerima

dan mengontrol barang yang telah dipesan oleh bagian pembelian. Pemeriksaan

terhadap barang yang masuk meliputi : berat, temperatur, kuantitas, ukuran, dan

kualitas barang. Lantai daerah peneriman barang harus memiliki permukaan yang

rata untuk memudahkan pembersihan dan mencegah mikroorganisme untuk

berkembang biak. Barang-barang yang masuk seharusnya tidak diletakkan dilantai,

minimal barang-barang diletakkan 10 cm dari lantai (Depkes RI, 2007).

Petugas penerima barang harus menguasai penggunaan berbagai macam

peralatan utama, antara lain timbangan, dimana keakuratan timbangan sangat penting.

Petugas penerimaan harus mengukur berat yang tertera pada nota pembelian.

Timbangan harus diperiksa ulang keakuratannya sekurang-kurangnya setiap 6 bulan

sekali. Dalam buku Seri Perencanaan Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah

sakit kelas B, fasilitas yang harus ada di ruang penerimaan bahan makanan adalah

meja dan timbangan (Depkes RI, 2009)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Selain peralatan yang cukup, untuk penerimaan bahan makanan juga

diperlukan ruangan atau jarak penerimaan. Idealnya, ruang penerimaan harus dekat

dari pintu pengiriman bahan makanan, gudang penyimpanan, lemari es dan freezer

untuk meminimalisir waktu dan usaha memindahkan ke dalam tempat penyimpanan

(Depkes RI, 2007).

2.3.6. Penyimpanan Bahan Makanan

Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan,

memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan kering dan segar di

gudang bahan makanan kering dan dingin/beku. Penyimpanan yang tepat dari

makanan yaitu segera setelah bahan makanan diterima dan diperiksa merupakan

faktor penting dalam pencegahan dan pengendalian kerusakan kualitas dari bahan

makanan tersebut (Kemenkes RI, 2013).

Pengetahuan dasar tentang berbagai bahan makanan mencakup berbagai aspek

seperti : jenis bahan makanan, mutu bahan makanan, cara penyimpanan dan

mengolah bahan makanan yang bertalian dengan sifat-sifat fisik bahan makanan

sangat penting karena untuk menghasilkan makanan dengan cita rasa yang

memuaskan harus menggunakan bahan makanan yang berkualitas (Moehyi, 1992).

Fungsi dari penyimpanan bahan makanan adalah menyelenggarakan

pengurusan bahan makanan agar setiap waktu diperlukan dapan melayani dengan

tepat, cepat dan aman digunakan dengan cara yang efisien. Sesuai dengan jenis

barang dalam suatu proses industri, terdapat empat jenis gudang yaitu gudang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

operasional, gudang perlengkapan, gudang barang jadi dan gudang musiman. Dalam

sistem penyelenggaraan makanan yang terkait dengan bahan makanan adalah gudang

operasional. Prinsip dasar dalam penyimpanan bahan makanan adalah : tepat tempat,

tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah dan tepat nilai (Depkes RI, 2007).

Penyimpanan bahan makanan dapat berjalan dengan baik jika sudah

memiliki/memenuhi prasyarat penyimpanan yaitu Kemenkes RI (2013) :

a. Adanya sistem penyimpanan barang

b. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan

c. Tersedia buku catatan untuk keluar masuknya bahan makanan.

Menurut Kemenkes RI (2013) langkah-langkah penyimpanan bahan makanan

: (a) setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, harus segera dibawa ke

ruangan penyimpanan, gudang atau pendingin ruangan, (b) Apabila bahan makanan

langsung digunakan, setelah ditimbang dan diawasi oleh bagian penyimpanan bahan

makanan setempat dibawa ke ruang persiapan bahan makanan. Untuk semua kelas

rumah sakit diperlukan ruang penyimpanan untuk bahan makanan kering (gudang

bahan makanan) dan ruang pendingin, serta ruang pembeku (freezer). Luas macam

dan jenisnya berbeda menurut rumah sakit masing-masing. Freezer (pembeku)

umumnya dimiliki oleh instansi yang besar yang dimaksudkan untuk menyimpan

bahan makanan dalam jangka waktu yang agak lama (Depkes RI, 2007).

Secara umum tempat penyimpanan harus memenuhi persyaratan-persyaratan

sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013) :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

a) Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan

kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun

bahan berbahaya.

b) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip First In First Out (FIFO) dan

First Expired First Out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih

dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih

dahulu.

c) Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan bahan makanan

contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin

dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

d) Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm.

e) Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80-90%

f) Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik.

g) Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10ºC

h) Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut :

Tabel 2.2. Suhu dan lama penyimpanan bahan makanan mentah segar

Lama Waktu Penyimpanan


No. Jenis Bahan Makanan
< 3 hari < 1 minggu > 1 minggu
Daging ikan, udang dan
1 -5-0º C -10 - -50º C < - 10º C
hasil olahnya
Telur, buah dan hasil
2 5-7º C -5 - 0º C < - 5º C
olahnya
3 Sayur, buah dan minuman 10º C 10º C 10º C
4 Tepung dan biji-bijian 25º C 25º C 25º C
Sumber : Kemenkes RI, 2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan

sebagai berikut :

(1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm

(2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm

(3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm

Syarat penyimpanan bahan makanan berdasarkan jenis bahan makanannya

menurut Kemenkes RI (2013) :

a) Penyimpanan bahan makanan kering

- Bahan makanan harus ditempatkan secara teratur menurut macam

golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan

- Menggunakan bahan makanan yang diterima terlebih dahulu (FIFO =

First In First Out). Untuk mengetahui bahan makanan yang diterima

diberi tanggal penerimaan

b) Pemasukan dan pengeluaran bahan makanan serta berbagai pembukuan di

bagian penyimpanan bahan makanan ini, termasuk kartu stok bahan makanan

harus segera diisi tanpa ditunda, letakkan pada tempatnya, diperiksa dan

diteliti secara kontinyu

c) Kartu atau buku penerimaan, stok dan pengeluaran bahan makanan, harus

segera di isi dan diletakkan pada tempatnya (Contoh formulir harian

pengeluaran bahan makanan sebagaimana tercantum dalam Form XX)

d) Gudang dibuka pada waktu yang telah ditentukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

e) Semua bahan makanan ditempatkan dalam tempat tertutup terbungkus rapat

dan tidak berlobang. Diletakkan di atas rak bertingkat yang cukup kuat dan

tidak menempel pada dinding

f) Pintu harus terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta dibuka pada waktu-

waktu yang ditentukan. Pegawai yang keluar masuk gudang juga hanya

pegawai yang ditentukan

g) Suhu ruangan harus kering hendaknya berkisar antara 19-21º C

h) Pembersihan ruangan secara periodik 2 kali seminggu

i) Penyemprotan ruangan dengan insektisida hendak dilakukan secara periodik

dengan mempertimbangkan keadaan ruangan

j) Semua lubang yang ada di gudang harus berkasa, serta bila terjadi perusakan

oleh binatang pengerat, harus segera diperbaiki

Penyimpanan bahan makanan segar :

a) Suhu tempat harus betul-betul sesuai dengan keperluan bahan makanan, agar

tidak menjadi rusak

b) Pengecekan terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dan pembersihan lemari

es/ ruangan pendingin dilakukan setiap hari

c) Pencairan es pada lemari es harus segera dilakukan setelah terjadi pengerasan.

Pada berbagai tipe lemari es tertentu pencairan terdapat alat otomatis di dalam

alat pendingin tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

d) Semua bahan yang akan dimasukkan ke lemari pendingin sebaiknya di

bungkus plastik atau kertas timah

e) Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras bersama bahan

makanan yang tidak berbau

f) Khusus untuk sayuran, suhu penyimpanan harus betul-betul diperhatikan.

Untuk buah-buahan, ada yang tidak memerlukan pendingin. Perhatikan sifat

buah tersebut sebelum dimasukkan ke dalam ruang/lemari pendingin

(Kemenkes RI, 2013)

Persyaratan higiene dan sanitasi makanan pada penyimpanan bahan makanan

menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Bahan Makanan Kering (Kepmenkes RI, 2004)

(1) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang tinggi

(2) Bahan makanan tidak diletakkan di bawah saluran/pipa air (air bersih

maupun air limbah) untuk menghindari kebocoran

(3) Tidak ada drainase disekitar gudang makanan

(4) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak dengan

ketinggian rak terbawah 15 cm-25 cm

(5) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22ºC.

(6) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

(7) Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak padat untuk

menjaga sirkulasi udara

b. Bahan makanan Basah/Mudah Membusuk dan Minuman (Kepmenkes RI,

2004)

(1) Bahan makanan seperti buah, sayuran dan minuman, disimpan pada suhu

penyimpanan sejuk (cooling) 10ºC-15ºC

(2) Bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali disimpan

pada suhu penyimpanan dingin sekali (chilling) 4ºC-10ºC

(3) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai

24 jam sisimpan pada penyimpanan dingin sekali (freezing) dengan suhu

0ºC-4ºC

(4) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu kurang

dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku (frozen) dengan suhu <

0ºC.

(5) Pintu tidak boleh sering dibuka karena akan meningkatkan suhu.

(6) Makanan yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain) harus tertutup.

(7) Pengambilan dengan cara First in First Out (FIFO), yaitu disimpan lebih

dahulu digunakan lebih dahulu, agar tidak ada makanan yang busuk.

Dari tempat penyimpanan, bahan makanan disalurkan ke tempat pengolahan.

Penyaluran bahan makanan adalah suatu proses pengeluaran bahan makanan dari

gudang penyimpanan sesuai permintaan. Penyaluran bahan makanan adalah tata cara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

dalam mendistribusikan bahan makanan yang dibutuhkan sesuai menu yang telah

ditetapkan. Tujuannya yaitu tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas

dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan (Depkes RI, 2007).

Penyaluran bahan makanan dengan sistem FIFO yaitu menggunakan bahan

yang diterima lebih dahulu. Untuk mengetahui bahan makanan yang diterima diberi

tanda tanggal penerimaan. Bahan makanan yang memiliki tanggal kadaluarsa yang

lebih awal di letakkan disusunan paling depan. Pemasukan dan pengeluaran bahan

makanan serta berbagai pembukuan di bagian penyimpanan bahan makanan

dilakukan sebulan sekali yaitu dilakukan pada akhir bulan (Depkes RI, 2007).

2.3.7. Pengolahan Makanan Rumah Sakit

Pengolahan makanan menyangkut 2 hal pokok yang harus diperhatikan :

a. Tenaga pengolah makanan (penjamah makanan)

Dalam PGRS (Kemenkes RI, 2013) memuat tentang ketenagaan pelayanan

gizi rumah sakit menurut kelas rumah sakit. Tenaga penjamah makanan adalah

seorang tenaga yang menjamah makanan, baik dalam persiapan, mengolah,

menyimpan mengangkut maupun dalam menyajikan makanan. Seorang penjamah

makanan mempunyai hubungan yang erat dengan pasien, terutama penjamah

makanan yang bekerja ditempat pengolah makanan untuk umum. Dari seorang

penjamah makanan yang tidak baik, penyakit dapat menyebar ke pasien. Karena itu

seorang penjamah makanan, seharusnya selalu dalam keadaan sehat dan terampil.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi dan terbiasa

untuk berperilaku sehat selama bekerja.

b. Tempat pengolahan makanan (dapur)

Dapur adalah suatu tempat dimana makanan dan minuman di persiapkan dan

diolah. Dapur sangat berperan terhadap kualitas makanan yang akan dihasilkan.

Mengingat hal tersebut, maka untuk mendapatkan makanan yang berkualitas baik,

dapat senantisa dalam keadaan bersih atau lebih tepat dikatakan saniter, dapur

hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut : lantai, dinding, jendela dan pintu,

cerobong asap, ventilasi, pencahayaan, peralatan, fasilitas pencucian peralatan bahan

makanan, tempat cuci tangan serta air bersih.

Ada 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengolahan makanan

(Depkes RI, 2007) : (1) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan

cara terlindung dan kontak langsung dengan tubuh. (2) Perlindungan kontak langsung

dengan makanan jadi dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik,

penjepit makanan, sendok garpu, dan sebagainya. (3) Setiap tenaga pengolah

makanan pada saat bekerja harus memakai celemek/apron, tutup rambut, sepatu

dapur, tidak merokok, tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan kecuali

cincin kawin yang tidak berhias, tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang

bukan untuk keperluan, selalu mencuci tangan sebelum bekerja, selalu mencuci

tangan sebelum dan setelah keluar dari kamar mandi, selalu memakai pakaian kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

yang bersih yang tidak dipakai di luar rumah sakit. (4) Tenaga pengolah makanan

harus memiliki sertifikat vacsinasi chotypa dan baku kesehatan yang berlaku.

2.3.8 Penyaluran Makanan Rumah Sakit

Proses penyaluran makanan mencakup pendistribusian makanan dari ruang

pengolahan (dapur instalasi gizi) ke setiap ruang rawat inap sesuai dengan jumlah,

porsi, dan jenis makanan pasien serta penyajian makanan kepada pasien setelah

sampai di ruang rawat inap (Kemenkes RI, 2013).

Sistem distribusi yang digunakan sangat mempengaruhi makanan yang

disajikan, tergantung pada jenis dan jumlah tenaga, peralatan dan perlengkapan yang

ada. Terdapat 3 (tiga) sistem distribusi makanan di rumah sakit, yaitu sistem yang

dipusatkan (sentralisasi), sistem yang tidak dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi

antara sentralisasi dengan desentralisasi (Kemenkes RI, 2013):

a. Distribusi makanan yang dipusatkan

Umumnya disebut dengan cara distribusi ―sentralisasi‖, yaitu makanan dibagi

dan disajikan dalam alat makan di ruang produksi makanan.

b. Distribusi makanan yang tidak dipusatkan

Cara ini umumnya disebut dengan sistem distribusi ―desentralisasi‖. Makanan

pasien dibawa ke ruang perawatan pasien dalam jumlah banyak/besar,

kemudian dipersiapkan ulang, dan disajikan dalam alat makan pasien sesuai

dengan dietnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

c. Distribusi makanan kombinasi

Distribusi makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian makanan

ditempatkan langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari tempat

produksi, dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam wadah besar yang

distribusinya dilaksanakan setelah sampai di ruang perawatan.

Makanan masak yang berasal dari tempat pengolahan makanan, memerlukan

pengangkutan untuk disimpan atau disajikan. Kemungkinan pengotoran makanan

terjadi sepanjang pengangkutan, bila cara pengangkutan makanan yang kurang tepat

dan alat angkutnya kurang baik dari segi kualitasnya dalam hal ini yang paling

penting di jaga adalah kebersihan cara pengangkutannya, sehingga tidak

mendapatkan pengotoran dari debu, serangga (lalat, semut, dll). Selain itu kebersihan

alat-alat pengangkutannya serta kebersihan tenaga-tenaga yang mengangkutnya. Jadi

baik atau buruknya pengangkutan di pengaruhi oleh tiga faktor : (1) Tempat dan alat

pengangkutan. (2) Tenaga pengangkut. (3) Teknik pengangkutan dengan syarat-

syarat pengangkutan makanan yang memenuhi aturan sanitasi menurut Permenkes

1204 tahun 2004 adalah : (1) Makanan yang diangkut dengan kereta dorong tertutup

dan bersih. (2) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih ada ruang

untuk gerak. (3) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah untuk pengangkutan

bahan makanan dan makanan jadi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

2.4. Perhitungan Makanan di Rumah Sakit

Perhitungan kebutuhan makanan bagi penyelenggaran makanan dirumah

sakit merupakan salah satu kegiatan dan tanggungjawab utama dari setiap instalasi

gizi rumah sakit. Taksiran kebutuhan makanan yang tidak tepat dapat berarti

pemborosan, akan tetapi dapat pula berarti terhentinya peyelenggaraan makanan

karena perhitungan yang keliru atau perhitungan dengan menggunakan data yang

tidak lengkap. Membuat rencana kebutuhan makanan yang sesuai (cukup, tidak

berlebihan) merupakan suatu seni tersendiri yang dipadukan dengan pengetahuan dan

pegalaman dalam peyelenggaraan makanan di Rumah Sakit (Depkes RI, 2003).

Perhitungan kebutuhan makanan dan bahan makanan di Rumah Sakit

merupAkan suatu rangkaian proses yang panjang yang bukan saja menetapkan

jumlah dan jenis makanan yang diperlukaN, akan tetapi juga kualitas bahan makanan

yang diperlukan, waktu kapan bahan makanan itu dibutuhkan (Depkes RI, 2003).

Menurut Depkes RI (2003), Perhitungan kebutuhan makanan biasanya

dilakukan setiap triwulan atau setiap tiga bulan. Perhitungan kebutuhan pertriwulan

ini dilakukan mengingat faktor-faktor berikut :

a. Memudahkan perubahan menu apabila diperlukan

b. Menyesuaikan perubahan harga bahan makanan

c. Memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam jumlah penderita yang

diberikan makanan maupun peyesuaian karena perubahan harga dan

sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Untuk memperhitungkan kebutuhan bahan makanan bagi Rumah Sakit

diperlukan keterangan tentang hal-hal berikut :

a. Standar makanan yang digunakan dirumah sakit tersebut

b. Macam dan jumlah makanan yang diperlukan rata-rata setiap hari

c. Kebutuhan bahan makanan rata-rata setiap bulan

d. Harga dan indeks harga bahan makanan di daerah dimana rumah sakit itu

berada

e. Hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kebutuhan makanan seperti

kemungkinan penambahan atau pengurangan jumlah orang yang dirawat,

perubahan kebijaksanaan dalam penentuan indeks biaya makanan bagi orang

sakit dan sebagainya (Depkes RI, 2003).

Berbagai keterangan tersebut haruslah dikumpulkan lebih dahulu sebelum

mulai merencanakan kebutuhan makanan bagi rumah sakit. Dengan menghitung

harga bahan makanan yang diperlukan untuk makanan baku yang digunakan dan

disesuaikan dengan indeks harga bahan makanan yang berlaku, maka dapat dihitung

biaya makan setiap orang sakit untuk setiap hari. Apabila biaya makan orang sakit

dikalikan dengan 365 dan dikalikan dengan jumlah tempat tidur yang tersedia, maka

akan didapatkan kebutuhan biaya orang sakit selama setahun (Depkes RI, 2003).

2.4.1 Menu Baku

Makanan yang dihidangkan dari hari-kehari bagi orang sakit, biasanya sudah

ditentukan macam hidangan yang diberikan kepada orang sakit setiap hari disebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

menu baku. Daftar menu baku biasanya dibuat untuk sepuluh hari, jadi setiap sepuluh

hari menu yang sama akan berulang disajikan. Menu yang diberikan kepada orang

sakit biasanya terdiri dari bentuk-bentuk makanan sebagai berikut (Depkes RI, 2003)

a. Makan pagi yang terdiri dari : nasi dan lauk pauk serta minuman berupa teh,

kopi atau susu. Untuk penderita yang dirawat dikelas 1 biasanya ditambah

dengan telur setengah masak dan air jeruk.

b. Makanan selingan yang diberikan sekitar pukul 10.00 pagi dan pukul 16.00,

yang terdiri dari makanan ringan dan minuman.

c. Makanan siang dan malam yang terdiri dari makan lengkap yaitu nasi, lauk

pauk, sayuran dan buah. Tergantung pada jumlah biaya yang tersedia apakah

lauk pauk yang diberikan terdiri dari dua macam lauk pauk atau hanya terdiri

dari campuran lauk sumber protein hewani dan nabati. Dapat juga disediakan

lauk pauk dan sayur pilihan dimana setiap penderita dapat memilih lauk pauk

dan sayur yang disukainya.

Dengan menggunakan menu baku tersebut dapat diketahui dan dihitung jenis

dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan setiap hari. Akan tetapi untuk

memudahkan perhitungan masih diperlukan alat bantu yang lain yaitu porsi baku,

resep baku untuk masing-masing jenis makanan dan bumbu baku (Depkes,2003).

Porsi baku dihitung berdasarkan kebutuhan zat gizi bagi setiap orang dalam

sehari. Dan sebagai patokan digunakan kebutuhan zat gizi bagi orang dewasa. Resep

baku menetapkan macam bahan makanan dan jumlah masing-masing bahan makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

yang diperlukan untuk membuat suatu masakan. Sedangkan bumbu baku adalah

bumbu patokan yang dapat digunakan untuk sejumlah macam masakan. Dengan

menggunakan porsi baku, resep baku dan bumbu baku tersebut selain porsi makanan

besarnya tetap juga harga per porsi makanan dapat dihitung dengan tepat (Depkes RI,

2003)

2.4.2 Resep Baku

Resep masakan baku banyak dijumpai dalam majalah kerumahtanggaan, atau

juga dalam buku pelajaran memasak. Yang dimaksud resep adalah suatu formula

yang menerangkan secara rinci jenis bahan, jenis bumbu dan bahan penyedap, tata

cara mengolah dan memasak suatu masakan sehingga diperoleh cita rasa yang

diinginkan. Dalam resep baku masakan sudah dirinci bahan primer yang digunakan,

bahan makanan pelengkap dan bumbu penyedap (Moehji,1992).

2.5. Pemeliharaan Higiene dan Sanitasi Penyelenggaraan

2.5.1. Sanitasi Peralatan Dapur

Peralatan adalah perlengkapan yang dipergunakan dalam pelayanan makanan

mulai dari penerimaan hingga penyajian. Termasuk didalamnya perabot dapur dan

perlengkapan makanan (piring saji). Secara umum sanitasi peralatan di industri jasa

makanan mempengaruhi sanitasi pengolahan makanan atau dengan kata lain sanitasi

peralatan yang baik akan mempengaruhi sanitasi makanan. Semua peralatan baik

yang langsung digunakan maupun tidak langsung, mulai dari penyediaan bahan baku

hingga menghasilkan produk akhir harus dibersihkan dan dicuci (Depkes RI, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesinfeksi untuk

mencegah kontaminasi silang pada makanan, mulai dari tahap persiapan hingga

penyajian. Diketahui bahwa peralatan dapur seperti alat pemotong, talenan dan alat

saji merupakan sumber kontaminan potensial bagi makanan (Depkes RI, 2007).

Dalam sanitasi peralatan dan perlengkapan ini, ikuti langkah berikut (Depkes

RI, 2007) :

1. Menggunakan alat masak yang terbuat dari logam yang tidak bereaksi dengan

makanan

2. Hindari penggunaan alat yang sukar dibersihkan, ruwet rancangnya ataupun

tidak memenuhi syarat sanitasi. Contoh : kuali tanah, baskom kayu, dll.

3. Bersihkan alat dari noda, kotoran, lemak, jamur, kerak dengan sempurna.

Gunakan air panas 100-160ºC, dan rendam air panas 180ºC selama dua

menit.

4. Keringkan alat pada rak khusus, terkena sinar matahari terhindar dari debu,

serangga dan pada sirkulasi udara yang baik.

5. Ada prosedur kerja jelas dalam mendistribusikan makanan yang matang.

6. Ada penanganan penggunaan makanan matang yang baik dan tepat.

2.5.2 Higiene Perorangan

Higiene perorangan adalah cermin kebersihan dari setiap individu, yang

mengarah kepada kebiasaan-kebiasaan dan kebersihan pribadi. Prosedur higiene

perorangan bagi tenaga penyaji makanan antara lain adalah pencucian tangan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

kebersihan dan kesehatan diri. Prosedur higiene perorangan harus dilakukan dengan

baik untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada makanan yang akan disajikan ke

pasien. Untuk mewujudkan higiene perorangan yang layak dalam penyelenggaraan

makanan, para karyawan atau penjamah makanan hendaknya memenuhi syarat

sebagai berikut (Depkes RI, 2007) :

1. Bukti sehat diri dan bebas dari penyakit

2. Tidak menderita penyakit kulit, penyakit menular, scabies ataupun luka bakar.

3. Bersih diri, pakaian dan seluruh badan.

4. Mengikuti pemeriksaan kesehatan secara periodik.

5. Mengetahui proses kerja dan pelayanan makanan yang benar dan tepat.

6. Mengetahui teknik dan cara menerapkan higiene dan sanitasi dalam

penyelenggaraan makanan institusi.

7. Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan.\

2.6. Evaluasi

Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen. Evaluasi ini

bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan

kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.

Melalui penilaian, pengelola dapat memperbaiki rencana bila perlu ataupun membuat

rencana program yang baru. Pada kegiatan evaluasi, tekanan penilaian dilakukan

terhadap masukan, proses, luaran, dampak untuk menilai relevansi kecukupan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

kesesuaian dan kegunaan. Dalam hal ini diutamakan luaran atau hasil yang dicapai

(Kemenkes RI, 2013).

Menurut Azwar (2010), penilaian yang dilakukan pada saat merencanakan

suatu program dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :

1. Penilaian pada tahap awal program (Formative Evaluation)

Penilaian yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program, tujuan

utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-

benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat

menyelesaikan masalah tersebut.

2. Penilaian pada tahap pelaksanaan program (Promotive Evaluation)

Penilaian pada saat program sedang dilaksanakan, tujuannya untuk mengukur

apakah program yang sedang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana atau

tidak, atau adakah penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan.

3. Penilaian pada tahap akhir program (Summative Evaluation)

Penilaian pada tahap program telah dilaksanakan, tujuannya untuk mengukur

keluaran (output) serta mengukur dampak (impact) yang telah dihasilkan.

2.7. Landasan Teori

Teori manajemen menurut Ivancevich et al (2007) yang meliputi masukan,

proses serta keluaran merupakan acuan atau landasan teori yang diimplementasikan

dalam manajemen penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Skema landasan teori

seperti diuraikan berikut ini :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Masukan (Input)
- Man Proses
- Planning Keluaran
- Money
- Organizing (Output)
- Methods
- Staffing
- Materials
- Directing
- Machine
- Controlling
- Market

Gambar 2.1. Landasan Teori

2.8. Kerangka Pikir Penelitian

INPUT PROSES OUTPUT

- Tenaga Gizi - Perencanaan


- Sarana dan - Penerimaan Standar
Prasarana - Penyimpanan PGRS
- Biaya - Pengolahan
Operasional - Penyaluran

EVALUASI

Gambar 2.2 Kerangka pikir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang menggunakan metode

pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih

mendalam tentang manajemen penyelenggaraan makanan di instalasi gizi RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai.

3.2 Lokasi dan waktu penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

dengan pertimbangan : kurang optimalnya kegiatan penyelenggaraan makanan di

instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2016 s/d selesai.

3.3. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil secara purposive (bertujuan), yaitu

teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang mampu memberi informasi yang

berkaitan dengan topik penelitian, yaitu penyelenggaraan makananan di Instalasi Gizi

RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai berjumlah 22 informan yang terdiri dari, 1 informan

kepala instalasi gizi, 18 informan petugas yang bekerja sebagai penerima, pengolah

dan penyalur makanan, dan 3 informan dari pasien rawat inap di RSUD dr. R.M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Djoelham Binjai yaitu pasien umum, pasien pasca bedah serta pasien yang

membutuhkan diet khusus.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan dua sumber data yaitu :

1. Data primer

Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui hasil observasi/pengamatan

dan wawancara mendalam (Indepth Interview) dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan kepada informan yang dijadikan objek penelitian.

2. Data sekunder

Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari dokumen instalasi gizi

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dan referensi dari buku-buku serta hasil

penelitian yang berhubungan dengan manajemen penyelenggaraan makanan

rumah sakit.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yaitu instrument penelitian

adalah peneliti sendiri. Dalam wawancara mendalam (Indepth Interview) peneliti

menggunakan pedoman wawancara mendalam disertai dengan pertanyaan yang

berhubungan dengan materi yang akan disampaikan menggunakan alat bantu berupa

lembar observasi, voice recorder, notes dan alat tulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

3.5. Definisi Operasional

Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kegiatan

penyelenggaraan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai, meliputi :

1. Tenaga adalah orang dengan latar belakang pendidikan gizi yang bertugas

mengelola makanan bagi pasien rawat inap di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai.

2. Sarana dan Prasarana adalah seluruh bahan dan peralatan yang digunakan

dalam proses penyelenggaraan makanan mulai dan pengadaan, pengolahan

sampai penyajian kepada pasien di ruang perawatan di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai.

3. Biaya adalah perkiraan alokasi dana yang dibutuhkan untuk diperguanakan

dalam kegiatan penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai.

Proses (process) adalah kegiatan-kegiatan dalam penyelenggaraan makanan di

Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binnjai

4. Perencanaan bahan makanan adalah suatu kegiatan atau proses merencanakan

menu, anggaran dana penyelenggaraan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk

mencapai tujuan-tujuan pelayanan gizi rumah sakit yang baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

5. Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan

atau meneliti, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas

bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang

telah ditetapkan dalam perjanjian jual beli antara RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai dengan rekanan penyedia bahan makanan.

6. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan,

memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah baik kualitas maupun

kuantitas digudang bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan

pelaporannya di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

7. Pengolahan bahan makanan adalah suatu proses mengolah bahan makanan

mentah menjadi makanan matang sesuai dengan jenis atau kualifikasi menu

setiap pasien di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

8. Penyaluran bahan makanan adalah proses penyajian atau distribusi makanan

yang telah diolah kepada pasien. Tata cara dalam menyalurkan bahan

makanan yang dibutuhkan sesuai menu yang telah ditetapkan di Instalasi Gizi

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

3.6. Triangulasi

Untuk menjaga validitas data maka dilakukan dengan triangulasi sumber yang

berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni

dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban yang sesuai

dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

3.7. Metode Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009) analisa data kualitatif

terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan

mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian

kualitatif adalah temuan yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat

berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa

hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Berdirinya RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

RSUD Dr. R. M. Djoelham Binjai merupakan rumah sakit pemerintah kota

Binjai dengan tipe B. Rumah sakit ini memiliki luas area 4.229 m² dan luas

bangunan 3.159 m². Rumah sakit ini didirikan oleh Tengku Musa pada tahun 1927.

Pada awal berdirinya, rumah sakit ini bernama RSU Binjai yang memiliki satu

gedung dengan fasilitas yang masih sederhana dengan hanya memiliki satu orang

dokter yang bertugas.

Tahun 1976 – 1980 status RSU Binjai merupakan rumah sakit pembantu

dalam klasifikasi rumah sakit tipe D yang melaksanakan pelayanan kesehatan dasar

dengan RSU Tanjung Pura sebagai rumah sakit induknya. Tahun 1981–1985

merupakan periode proses dimana RSU Binjai menuju RSUD kelas C dengan

program sistem paket dokter spesialis. Tahun 1985 – 1987 Departemen Kesehatan RI

menempatkan tenaga dokter spesialis. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

No. 303/Menkes/SK/IV/1987 ditetapkan perubahan kelas RSU kota Binjai dari kelas

D menjadi kelas C.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Pada tanggal 18 Mei 1992, nama RSU Binjai berubah nama menjadi RSUD

Dr. R. M. Djoelham Binjai. Perubahan nama tersebut didasarkan pada kesehatan

khususnya kedokteran yang juga merupakan tokoh perjuangan di kota Binjai.

4.1.2 Visi, Misi, dan Motto RSUD Dr. R. M. Djoelham Binjai

RSUD Dr. R. M. Djoelham Binjai dalam menjalankan tugasnya memiliki visi dan

misi, yaitu :

a. Visi

Visi RSUD Dr. R. M. Djoelham Binjai yaitu terwujudnya Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. RM. Djoelham Binjai sebagai rumah sakit yang berdaya saing dan

nyaman bagi masyarakat.

b. Misi

Misi RSUD Dr. R. M. Djoelham Binjai yaitu :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.

2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang jujur, profesional, dan

berdedikasi tinggi terhadap pelayanan.

c. Motto

RSUD Dr. R. M. Djoelham Binjai memiliki motto : “SEHAT”, yaitu :

Standart pelayanan sesuai prosedur

Efesien dalam menetapkan biaya layanan

Hindari merujuk pasien ke rumah sakit lain

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Akurat dalam menetapkan diagnosa

Tepat dalam mengambil tindakan.

Dalam melaksanakan tugasnya, RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai didukung

oleh pelayanan penunjang seperti Instalasi Gizi sebagai unit pelayanan yang

bertanggung jawab dalam pengadaan dan pelayanan gizi untuk terapi dan

penyembuhan sesuai dengan kondisi dan jenis penyakit pasien. Pelayanan gizi di

selenggarakan secara terintegrasi dengan unit pelayanan kesehatan di rumah sakit,

agar tercapainya pelayanan yang optimal dan penyelenggaraan makanan yang

bermutu tinggi,

Pedoman pelayanan serta tata kerja Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai ditetapkan berdasarkan keputusan direktur RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

dengan uraian sebagai berikut :

a. Administrasi dan Pengelolaan

PGRS RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai mempunyai bagan organisasi dan

uraian tugas yang jelas bagi semua personil dengan kriteria : (a) PGRS dikelola dan

diorganisir oleh Dietesien sebagai koordinator, (b) Pola kegiatan gizi rumah sakit

harus mencakup kegiatan yang telah ditetapkan Depkes RI sesuai dengan kelas rumah

sakit, (c) Ada bagan organisasi yang menggambarkan secara jelas garis komando

yang menunjukkan tanggung jawab kewenangan dan hubungan kerja dalam

pelayanan gizi dengan unit lain, (d) Ada uraian tertulis untuk setiap petugas yang

mencakup kualifikasi sesuai jabatan, garis komando, fungsi dan tanggung jawab,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

penilaian staf / karyawan, pertemuan berkala staf instalasi gizi diadakan paling sedikit

setiap bulan, yang dibuktikan dengan notulen pasien, (e) Standar makanan untuk

memenuhi kebutuhan gizi pasien dalam kualitas dan kuantitas.

Kepala Instalasi Gizi sebagai koordinator mengelola pelayanan gizi sebagai

berikut : menyusun standar makanan rumah sakit sesuai dengan penuntun diet,

menyusun kebutuhan diet pasien rawat inap, menyusun menu dan perencanaan

kebutuhan bahan makanan, menyusun anggaran belanja instalasi gizi, menyusun diet

pasien rawat inap sesuai dengan keadaan pasien dan penyakitnya, melakukan

pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi bahan makanan,

mengelola produksi dan distribusi makanan bagi pasien rawat inap dan pasien rawat

jalan serta karyawan, melakukan evaluasi diet di ruang rawat inap, merencanakan dan

melakukan penyuluhan konsultasi diet dan rujukan diet bagi pasien rawat inap dan

rawat jalan secara individu, kelompok dan masal, melakukan pencatatan diet pasien

rawat inap serta membuat laporan tahunan kegiatan pelayanan gizi.

Struktur organisasi Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai seperti

pada skema berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

b. Keadaan Umum Instalasi Gizi

Letak dan posisi instalasi gizi telah mengacu kepada beberapa persyaratannya

yang telah ditetapkan antara lain: Instalasi gizi dapat dicapai semua ruangan

perawatan sehingga pelayanan gizi dapat diberikan merata untuk semua pasien;

Instalasi gizi terletak sedemikian rupa sehingga keributan dan kegaduhan dari

instalasi gizi tidak mengganggu ruang lain serta mempunyai jalan tersendiri dari luar

untuk lalu lintas bahan makanan.

4.2 Karakteristik Informan

No. Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Jabatan


(tahun) Terakhir
1. Rumandawaty 42 Tahun Perempuan D3 Kepala
Instalasi Gizi
2. Ferawati 43 Tahun Perempuan D4 Petugas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Perencanaan
3. Stefani 31 Tahun Perempuan D3 Petugas
Perencanaan
4. Mardiah 43 Tahun Perempuan D3 Petugas
Perencanaan
dan belanja
makanan
5. Lisbeth 48 Tahun Perempuan D3 Petugas
Perencanaan
dan belanja
makanan
6. Carolina 29 Tahun Perempuan D3 Petugas
Perencanaan
7. Desi 32 Tahun Perempuan D3 Petugas
Perencanaan
8. Antoni 48 Tahun Laki-laki D3 Petugas
Perencanaan
9. Asmah 50 Tahun Perempuan SD Petugas
Pengolahan
dan Penyajian
Makanan
10. Nilasari 38 Tahun Perempuan SMA Petugas
Pengolahan
dan Penyajian
Makanan
11. Yeni Magea 33 Tahun Perempuan SMA Petugas
Pengolahan
dan Penyajian
Makanan
12. Tugirah 47 Tahun Perempuan SMP Petugas
Pengolahan
dan Penyajian
Makanan
13. Ernawati 45 Tahun Perempuan SMA Petugas
Pengolahan
dan Penyajian
Makanan
14. Lia 26 Tahun Perempuan SMA Petugas
Distribusi
15. Lailan 21 Tahun Perempuan SMA Petugas
Distribusi
16. Diah 26 Tahun Perempuan SMA Petugas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Distribusi
17. Rita 45 Tahun Perempuan SMA Petugas
Distribusi
18. Lela 23 Tahun Perempuan SMA Petugas
Distribusi
19. Erliana 26 Tahun Perempuan SMA Petugas
Distribusi
4.3 Evaluasi Input

Input merupakan komponen yang memberikan masukan untuk berfungsinya

satu sistem seperti sistem pelayanan kesehatan terhadap beberapa aspek yang

dikategorikan sebagai masukan (input) dalam pelaksanaan penyelenggaraan makanan

yaitu : tenaga gizi, sarana dan prasarana, dan biaya operasional.

4.3.1 Tenaga Gizi

Berdasarkan hasil penelitian di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai dengan

wawancara mendalam terhadap Kepala Instalasi Gizi, petugas perencanaan, petugas

penerimaan, petugas penyimpanan, petugas pengolahan dan petugas penyalur

diperoleh hasil mengenai tenaga gizi sebagai berikut.

4.3.1.1 Kuantitas Tenaga Gizi

Hasil wawancara tentang kuantitas tenaga gizi di RSUD Dr. R.M Djoelham

Binjai dijelaskan oleh Kepala Instalasi Gizi sebagai berikut :

“kalau tenaga yang ada di instalasi gizi itu 20 orang yaitu ahli gizi disini
ada 7 termasuk saya tetapi kalau untuk STR hanya 3 orang yang baru
punya selebihnya belum punya, kalau tenaga pengolah makanan dan
bagian distribusi itu tamatan sd, smp dan ada yang sma. Jadi sebenarnya
latar belakang pendidikan belum sesuai dengan yang ditetapkan PGRS
tetapi karena kurangnya tenaga dan belum ada penambahan tenaga ya
mau tidak mau mereka tetap diperdayakan di rumah sakit” (Informan 1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Berdasarkan kutipan di atas diperoleh informasi bahwa tenaga gizi yang

terdapat di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai belum mencukupi sesuai dengan beban

kerja yang ada karena adanya kekurangan tenaga sebanyak 16 orang dan belum

memenuhi syarat yang telah ditetapkan PGRS sehingga penyelenggaraan makanan

belum berjalan dengan baik.

Kutipan di atas ditambahkan oleh informan 3 yang mengemukakan :

“tenaga kerja yang ada di instalasi gizi itu ada 20 orang, nah yang ahli gizi
cuma 7 orang udah termasuk kepala instalasi gizi, tenaga yah masih sangat
kurang ya karena jumlahnya belum sesuai dengan beban kerja yang ada
misalnya tenaga distribusi terkadang ikut dalam mengolah snack pasien
seperti jus jadi rangkap kerjanya dek. kalau gak gitu nanti makanan yang
mau dikasih ke pasien gak tepat waktu karena kan pasien disini lumayan
banyak dek” (Informan 3)
Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa

kekurangan tenaga yang ada di instalasi gizi menyebabkan terjadinya perangkapan

tugas (double job).

4.3.1.2 Pelatihan Terhadap Tenaga Gizi

Hasil wawancara tentang pelatihan terhadap tenaga gizi di RSUD Dr. R.M

Djoelham Binjai dijelaskan oleh Kepala Instalasi Gizi sebagai berikut :

“ya pelatihan yang diasakan sesuai ketersediaan dana hmmm sudah


dilakukan pelatihan untuk ahli gizi, tetapi untuk tenaga pengolah makanan
yang tamatan sd, smp dan sma tidak dilatih karena keterbatasan dana dari
pemerintah. pelatihan terakhir dilakukan pada tahun 2015 untuk tahun ini
belum ada” (Informan 1)

Berdasarkan kutipan di atas dapat diperoleh informasi bahwa Ahli Gizi di

RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai sudah mendapatkan pelatihan. Kutipan ini didukung

dengan pernyataan Ahli Gizi yang mengemukakan :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

“pelatihan untuk tenaga hanya dilakukan untuk ahli gizi saja terakhir
tahun 2015 kemarin dek , kalau yang tukang masak dan yang distribusi
tidak pernah ikut pelatihan jadi Cuma tau dasar-dasarnya saja dari ahli
gizi” (Informan 3)

Berdasarkan kutipan di atas dapat diperoleh bahwa belum ada pelatihan bagi

tenaga pengolah dan tenaga penyalur makanan di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai.

Tenaga pengolah dan tenaga penyalur makanan hanya diberi pengetahuan yang dasar

mengenai pelaksanaan penyelenggaraan makanan seperti pemberian makanan pasien

harus disesuaikan dengan standar Rumah Sakit oleh Ahli Gizi. Sama halnya dengan

pelatihan dari pemerintah terhadap tenaga pengolah dan tenaga penyalur belum

dilakukan.

4.3.2 Sarana dan Prasarana

Dalam evaluasi manajemen penyelenggaraan makanan, diperlukan adanya

ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung pelaksanaan

penyelenggaraan makanan. Berikut ini kutipan dari informan :

“ begini lah dek, belum lengkap karena anggaran yang dianggarkan tidak
semua tertampung di APBD Rumah Sakit seperti ruangan ya seharusnya
kan ada ruang untuk penyimpanan bahan makanan tetapi kita belum
punya jadi ya makanan dibelanjakan harian, selain itu Alat Pelindung Diri
tenaga pengolah misalnya sarung tangan, apron dan sepatu boot itu kita
belum punya, karena semuanya tergantung dari dana, kalau dananya ada
pasti alat lengkaplah serta ruangan yang harusnya ada penyelenggaran
makanan ini sangat terbatas seperti ruang kantor saya ini saja dulunya
bekas nyimpan barang-barang nah sekarang lah baru saya tempati tapi
saya sudah mengajukan kepada pemerintah untuk tambahan ruangan tapi
sampai sekarang ya belum terealisasi, jadi kan semua ini tergantung dana,
kalau dananya ada, pasti sarana dan prasarana lengkaplah” (Informan 1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa menurut informan

ketersediaan sarana dan prasarana belum lengkap terutama gudang penyimpanan

bahan makanan kering, Alat Pelindung Diri dan ruangan-ruangan yang sangat

terbatas. Hal tersebut didukung oleh informan lain yaitu pernyataan dari petugas

perencanaan yang mengemukakan :

”kalau untuk sarana prasarana seperti yang adek lihat ya belum cukup,
kayak gudang penyimpanan bahan makanan belum ada jadi pengendalian
mutu makanan jadi agak sulit, alat pelindung diri yang harus digunakan
pada saat mengolah makanan pun belum ada palingan hanya pakai
celemek mau gimana lagi soalnya dana yang ada pun terbatas, ruangannya
pun kita terbilang kecil dan belum sesuai dengan PGRS jadi banyak lah
kendalanya dek tapi karena yang ada hanya ini kami mengatasinya semua
kekurangan yang ada dengan memaksimalkan sarana dan prasarana yang
ada saja” (Informan 3)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa sarana dan prasarana

RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai memliki kendala terutama karena belum adanya

penambahan ruangan dari pihak pemerintah. Oleh karena itu sarana dan prasarana

untuk pelaksanaan penyelenggaraan makanan di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai

masih kurang.

4.3.3 Biaya Operasional

Hasil penelitian mengenai biaya operasional di RSUD Dr. R.M Djoelham

Binjai untuk penyelenggaraan makanan di Instalasi gizi dinyatakan oleh Ahli Gizi

Berikut ini kutipan dari informan sebagai berikut:

“kalau untuk makanan pasien, gas dan peralatan itu dari APBD, kalau
mau lebih jelas sebaiknya kamu tanyakan langsung kepada kepala Instalasi
Gizi” (Informan 3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

“selama ini sistem pendanaan dan pengadaan gas untuk makanan pasien
berasal dari APBD, jadi sebenarnya kan dana untuk pasien RP 31.800 tapi
kan itu ada potongan dari pihak ketiga, jadi dana per pasien dapat 20.000
baik itu bangsal ataupun VIP nah karena sangat minim sekali dana untuk
pasien makanya belum bisa mengatur semestinya seperti yang ada dalam
standar makanan rumah sakit, jadi mau tidak mau misalnya pasien bangsal
dapat hak 20.000 tapi agar VIP lebih bagus jadi dana yang untuk bangsal
hanya sebesar 15000 dan VIP dapat 25000, sedangkan untuk sarana dan
prasarana biayanya dari APBD Pemko Binjai sebesar 140 juta tapi kalau
ga cukup pakai dana BLUD, dan rencananya akan saya usulkan untuk
dinaikkan pada tahun 2017 sebesar 200 juta lalu kalau biaya untuk
karyawan itu dari gaji pemerintahnah hanya 5 orang lah yang dibayar oleh
rekanan karena kan itu karyawan mereka” (Informan 1)

Berdasarkan pernyataan informan 1 dan informan 3 di atas, dapat diperoleh

informasi bahwa biaya operasional di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai untuk

pelaksanan penyelenggaraan makanan pasien dan peralatannya berasal dari dana

APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), dengan rata-rata Rp. 20.000 per

pasien untuk semua kelas baik VIP maupun bangsal.

4.4 Evaluasi Proses

4.4.1. Perencanaan Bahan Makanan

Kegiatan perencanaan yang dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai dimulai dengan perencanaan anggaran belanja, perencanaan menu

sampai dengan perencanaan kebutuhan bahan makanan.

4.4.1.1 Perencanaan Anggaran Belanja

Perencanaan anggaran belanja adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran biaya

yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi konsumen/pasien yang

dilayani. Adapun tujuan dari perencanaan anggaran belanja yaitu agar tersedianya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

taksiran anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk memnuhi kebutuhan

macam dan jumlah bahan makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani sesuai

dengan standar kecukupan gizi. Perencanaan anggaran belanja di instalasi gizi RSUD

Dr. R.M. Djoelham Binjai menurut Kepala Instalasi Gizi yang berperan langsung

sebagai koordinator dalam perencanaan anggaran belanja menyatakan seperti berikut

ini :

“eeee… anggaran belanja ini dibuat setahun sekali cara buatnya gini
sebelumnya ditentukan harga dari masing-masing bahan makanan, nah
dalam menentukan harga ini kita bisa mengecek harga pasar saat ini berapa
maka disesuaikan dengan harga tersebut, kalau seandainya sama atau tidak
terlalu berbeda atau bisa dibilang hampir samalah dengan yang sebelumnya,
anggaran belanja yang lama bisa dijadikan patokan untuk membuat
anggaran belanja yang baru ini. Kalau untuk menentukan jumlah dan jenis
bahan makanan yang akan dibeli dan dibuat anggarannya itu urusan saya
dengan ahli gizi yang lain, jadi ya dilihat berdasarkan daftar bahan makanan
yang dibutuhkan, eeee..setelah itu membuat anggarannya dan
mengajukannya ke kepala bidang penunjang medis, setelah itu ke kepala
bidang anggaran rumah sakit, nah setelah itu baru ke direktur rumah sakit
untuk disetujui, kalau direktur setuju baru nanti diajukan ke Pemerintah
Kota Binjai untuk pencairan dana, setelah dana cair maka akan dibayarkan
kepada pihak ketiga sebagai penyedia bahan makanan yang ditetapkan
melalui penunjukan langsung dengan cara pembayaran setiap sebulan sekali
setiap awal bulan. jadi pihak ketiga yang mengelola dana dan yang
belanjakan bahan makanan seharusnya, tetapi ya kenyataannya yang belanja
makanan itu dari pihak instalasi gizi, hmmm kalau soal besarnya dana ya
untuk pengadaan makanan pasien itu sebenarnya Rp 31.800/pasien, tetapi
yang dianggarkan ke makanan pasien hanya Rp. 20.000/pasien untuk semua
kelas dan sudah termasuk pengadaan gas (bahan bakar), eee kalau untuk
peralatan makan ditetapkan pertahun sekitar Rp. 140 juta kalau ini biayanya
pakai APBD juga” (Informan 1).

“tidak tahu, yang tahu tentang permintaan anggaran belanja untuk bagian
instalasi gizi yaa ibu kepala instalasi…” (Informan 4)

“eee kakak gak tahu dek tentang itu, karena kan tidak secara tim seperti
perencanaan menu, kalau mau lebih jelasnya ya sama ibu kepala instalasi”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

(Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa informan 4 dan

Informan 5 menyatakan tidak tahu mengenai penyusunan anggaran belanja untuk

penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit karena dalam perencanaan

kebutuhan anggaran tidak dilakukan secara tim, melainkan hanya Kepala Instalasi

Gizi. Proses perencanaan yang diuraikan oleh Kepala Instalasi Gizi merupakan

gambaran secara lengkap yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai bahwa

dana untuk pengadaan makanan pasien di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

dianggarkan oleh Pemerintah Kota Binjai melalui bagian keuangan. Rencana

anggaran untuk pengadaan bahan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

ditetapkan oleh walikota Binjai setiap tahun dalam APBD Kota Binjai. Besarnya dana

pengadaan makanan pasien yang ditetapkan adalah Rp. 20.000/pasien dan sudah

termasuk pengadaan gas (bahan bakar) yang selanjutnya diberikan kepada pihak

ketiga (leveransir) sebagai penyedia bahan makanan yang ditetapkan melalui

penunjukan langsung dengan cara pembayaran setiap sebulan sekali di setiap awal

bulan. Untuk anggaran peralatan makan (sendok makan, kuali dan lain-lain) juga

menggunakan dana APBD sekitar Rp. 140 juta.

4.4.1.2 Perencanaan Menu

Salah satu kegiatan perencanaan yang dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Dr.

R.M Djoelham Binjai adalah perencanaan menu. Perencanaan menu dilakukan

melalui kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi prinsip gizi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

seimbang. Dalam penyusunan perencanaan menu makanan di rumah sakit dilakukan

secara tim, perencanaan menu digunakan sebagai acuan termasuk menentukan diet

untuk penyakit tertentu.

Perencanaan menu di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai, panitia kerja

penyusun menu terdiri dari unsur-unsur instalasi gizi/staf yang merupakan Kepala

Instalasi Gizi beserta ahli gizi sebanyak 7 orang sedangkan petugas pengolahan

makanan di dapur tidak ikut terlibat, unsur tersebut hanya melaksanakan tugas sesuai

dengan fungsinya saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Instalasi Gizi yang

mengatakan bahwa :

“Perencanaan menu di Djoelham dibuat 6 bulan sekali, hmmm… yang


buat ya saya selaku ka. Instalasi gizi bersama dengan ahli gizi 7 orang,
kalau yang masak tidak ikut, orang itu hanya masak saja. Menu disusun
berdasarkan jumlah dan jenis bahan makanan yang tersedia, standar gizi
makanan yang akan diberikan, dan ketersediaan bahan makanan di
pasaran, selain itu juga diperhatikan tingkatan kelasnya seta waktu
pemberian makanan, ya seperti itu nak kira-kira” (Informan 1)

“jadi pertama ka. Instalasi Gizi membuat tim dulu, kami totalnya ada 8
orang Ahli Gizi termasuk ka. Instalasi Gizi juga jadi kami diskusikan
bagaimana hidangan dapat memenuhi kecukupan gizi pasien karena kan
penyakit yang diderita tiap-tiap pasien bisa berbeda dengan siklus menu 10
hari, kira-kira begitu dek” (Informan 2)

“jadi ka. Instalasi gizi membentuk tim perencanaan, yang dipilih tentu saja
yang ahli gizi karena kan untuk membuat hidangan dalam variasi makanan
yang serasi ada diet tertentu yang harus disusun, jadi kayak tenaga yang
masak makanan itu tidak ikut karena kan mereka bukan ahli gizi jadi tidak
begitu paham, nah nanti setelah itu dibuatlah siklus menu untuk 10 hari
baru menu tadi diberikan kepada tenaga yang memasak, karena kalau pagi
hari kami tidak ikut mengawasi pemasakan makanan tapi ya hmm hanya di
siang dan sore hari saja” (Informan 3)

“kita ada 8 orang ahli gizi sama ka. Instalasi juga dek, jadi kita susun yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

namanya siklus menu untuk 10 hari kemudian, nah didalam siklus menu
tersebut ada standar bumbu yang digunakan juga jadi kalau pagi hari kan
ahli gizi tidak mengawasi tenaga pengolah makanan saat mengolah
makanan tapi mereka sudah tau takaran nya berapa untuk tiap-tiap bahan
makanan kan karena kan sudah ada di dalam siklus menu” (Informan 4)

“kami semua ada 8 orang dek, kami ya rencanain menu untuk 10 hari ya
abistu kami juga buat standar bumbu di menunya jadi kalau kami belum
datang kan, yang masak uda tau takarannya berapa dek” (Informan 5)

“eee kami nyusun menu secara tim dek total ada 8 orang, kakak sama 7
orang ahli gizi, kami pakai menu standar dek jadi namanya siklus menu 10
hari, nah maksutnya siklus menu 10 hari itu eee berarti ada 10 menu yang
dibuat jadi menu pertama harus diberikan hari apa, menu kedua harus hari
apa” (Informan 6)

”setau kakak kami dibentuk tim gitu dulu, ya tentu sama ka. Instalasi gizi
baru kami susunlah menu standar gitu jadi makanannya kami yang
tentukan sesuai dengan menu yang sudah kami diskusikan sebelumnya,
disini kita pakai menu 10 hari, jadi misalnya sudah 10 hari maka kembali
lagi ke menu awal jadi kembali lagi ke awal gitu seterusnya dek, sedangkan
untuk jenis makanannya dibedakan berdasarkan kelas dan disesuaikan
dengan jenis penyakit yang diderita pasien” (Informan 7)

“eee kami buat menu secara tim dek, ada 8 orang totalnya sama ibu kepala
juga, jadi kami buat siklus menu 10 hari dek, itu buatnya setiap 6 bulan
sekali. Ya pas buat menu eee yang jadi pertimbangan itu kebutuhan gizi
pasien dek disesuaikan sama dietnya, biayanya sama kebiasaan makan
pasien dalam hal kesukaan makan pasien sama menu makanan dek, ya itu
sih setau abang dek” (Informan 8)

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa menu tersebut dibuat berdasarkan standar menu yang ada,

makanan biasa, makanan lunak, makanan cair saring dan bubur, dalam hal ini RSUD

Dr. R.M. Djoelham Binjai menggunakan menu dengan siklus 10 hari. Dalam

membuat perencanaan menu ini, menu disusun secara tim berdasarkan jumlah dan

jenis bahan makanan yang tersedia, standar gizi makanan yang akan diberikan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

ketersediaan bahan makanan di pasaran, selain itu juga diperhatikan tingkatan

kelasnya seta waktu pemberian makanan.

4.4.1.3 Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan

Selanjutnya tentang perencanaan kebutuhan bahan makanan dilakukan oleh

petugas perencanaan melalui serangkaian kegiatan untuk menetapkan jumlah,

macam, atau jenis kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu

tertentu. Hasil dari kegiatan ini adalah adanya taksiran kebutuhan bahan makanan

yang akan dibeli. Tata cara atau langkah perencanaan kebutuhan bahan makanan

seperti yang dinyatakan informan Kepala Instalasi Gizi sebagai berikut:

“eee menghitung kebutuhan bahan makanan, kita juga lakukan bersama-


sama dalam tim seperti perencanaan menu, kita tentukan kebutuhan bahan
makanan ya pertama kita lihat dulu berapa dana yang ada kan , nah kita
sesuaikan dan kita lihat juga menunya seperti apa, pasiennya berapa orang,
kelasnya juga” (Informan 1)
“untuk menghitung kebutuhan bahan makanan kita ketahui terlebih dahulu
berapa jumlah pasien yang ada menurut kelasnya masing-masing, menu yang
diberikan apa saja dan kapan saja diberikan atau berapa kali diberi makan
dalam satu putaran menu tersebut, baru dihitung berapa bahan makanan
yang dibutuhkan, disesuaikan dek sama porsi perorangan nah abistu kita
kalikan berapa jumlah pasien tadi dengan berapa kali makanan tersebut
diberikan, misalnya ikan eee satu menu itu berapa kali dikalikan dengan
jumlah orangnya” (Informan 2)
“yang saya tau dek kalau kebutuhan bahan makanan itu dihitung
berdasarkan jumlah rata-rata pasien dek” (Informan 3)
“emmm kalo kebutuhan bahan makanan kita hitung dari banyaknya pasien
yang dilayani dek, setau kakak gitu sih coba tanya ahli gizi yang lain dek biar
lebih jelas” (Informan 4)
“eee pertama ya disusun dulu macam bahan makanan yang nanti akan dibeli
dek, termasuklah disitu bahan makanan kering sama makanan basah terus ya
disesuaikan sama jumlah pasien yang akan dilayani dek” (Informan 5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

“emmm jadi dek, seluruh kebutuhan bahan makanan di djoelham ini


dibedakan antara bahan makanan kering sama bahan makanan basah terus
disesuaikan sama berapa jumlah pasien yang dilayani dek” (Informan 6)

“eee pertama kan dek diliat dulu berapa jumlah pasien yang ada menurut
kelasnya masing-masing, abistu dilihat lagi berapa kali diberi makan dalam
satu putaran siklus menu itu dek yang menu 10 hari itu, baru dihitung berapa
bahan makanan yang kami butuhin, ya terus eee disesuaikan dek sama porsi
perorangan gitu nah abistu kalikan lah sama jumlah pasien yang dilayani
dengan berapa kali makanan tersebut diberikan” (Informan 7)
“eeee setau abang dihitung jumlah pasiennya disesuaikan sama menu yang
mau dimasak dek eee kurang lebih kayak gitu dek” (Informan 8)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa prosedur

kebutuhan bahan makanan yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

adalah terlebih dahulu harus diketahui jumlah pasien yang dilayani berdasarkan kelas

yang ada, berapa kali dilakukan pemberian makanan setiap siklus menu sesuai

dengan yang ada pada menu yang telah disusun, setelah itu dihitung berapa jumlah

bahan makanan yang diperlukan sesuai dengan porsi perorangan dikalikan jumlah

pasien dengan jumlah pemberian bahan makanan tersebut.

4.4.2 Penerimaan Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai merupakan bagian dari proses pengadaan bahan makanan yang dilakukan oleh

pihak leveransir yang telah bekerjasama dengan pihak rumah sakit melalui suatu

perjanjian atau kontrak.

4.4.2.1 Pengadaan Bahan Makanan

Proses pengadaan bahan makanan tidak dapat dilakukan pengumpulan data

melalui wawancara mendalam, karena sistem pengadaan bahan makanan tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

dilakukan melalui pembelian langsung, tetapi dilakukan oleh pihak leveransir. Dalam

perjanjian kerja sama tersebut telah disepakati jenis, harga dan spesifikasi bahan

makanan yang harus disediakan oleh pihak leveransir kepada pihak rumah sakit yang

akan diterima oleh petugas di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

Langkah proses pengadaan Bahan-Bahan Logistik Rumah Sakit dimulai dengan :

a) Undangan kepada calon Penyedia Barang/Jasa

b) Pemberian penjelasan

c) Pemasukan Dokumen Penawaran

d) Evaluasi Dokumen Penawaran

e) Klasifikasi Teknis dan Negosiasi Harga

4.4.2.2 Penerimaan Bahan Makanan

Kegiatan penerimaan bahan makanan tidak dilakukan oleh pihak instalasi

gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai, karena pembelian bahan makanan dilakukan

sendiri oleh ahli gizi. Hal ini tidak sejalan dengan perjanjian yang ada dalam Surat

Perintah Kerja (SPK). Berikut ini kutipan dari informan :

“eee sebagian besar bahan makanan diadakan dengan cara dibeli


langsung ke pasar dek, seharusnya kan pihak ketiga yang terlibat dalam
pengadaan bahan makanan, tapi kenyataannya ya setiap hari pengadaan
bahan makanan dilakukan oleh ahli gizi pas pagi harinya, jadi kakak sama
satu orang ahli gizi lain ada namanya kak lisbeth dek, nah kami pas belanja
bawa catatan bahan-bahan makanan yang harus dibeli beserta jumlahnya,
eee jadi kami gak ada spesifikasi bahan makanan yang akan dibeli ya cuma
berdasarkan jumlah aja belanjanya dek. ” (Informan 4)

“sistem penerimaan gak ada kami dek, seharusnya kan ada ya tapi disini
kami belanja langsung ke pasar, pihak ketiga cuma ngantar uang aja
aturannya kan mereka yang berperan dalam pengadaan bahan makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

tapi nyatanya enggak, ya jadi kami belinya berdasarkan jumlah aja


misalkan ikan untuk 100 pasien ya kami beliknya 100 ekor, kurang lebih
gitu dek” (Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

penerimaan bahan makanan yang dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai tidak sesuai dengan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, karena

pihak ketiga tidak ikut terlibat dalam penyediaan bahan makanan. Pihak ketiga hanya

berperan sebagai penyandang dana, sedangkan yang bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap pembelian bahan makanan adalah ahli gizi.

4.4.3 Penyimpanan Bahan Makanan

Penyimpanan bahan makanan yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai untuk menjamin keamanan bahan makanan kering atau basah, baik kualitas

maupan kuantitas. Hasil wawancara mendalam dengan Informan yang diuraikan di

bawah ini menggambarkan proses penyimpanan bahan makanan sebagai berikut

sebagaimana dinyatakan informan 3:

“kami gak punya gudang untuk penyimpanan bahan makanan jadi


prosesnya eee begitu bahan makanan udah dibeli ya langsung diolah gak
ada yang disimpan, eee kalau tentang sistem pencatatan bahan makanan
yang diterima maupun yang keluar ya kami belum ada dek kan gudang
penyimpanan bahan makanannya gak ada dek” (Informan 3)

Berdasarkan uraian dan penjelasan yang diberikan oleh informan 3 di atas

menunjukkan bahwa Instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai belum memiliki

gudang penyimpanan bahan makanan sehingga baik bahan makanan basah maupun

makanan kering dilakukan pembelian setiap hari. Selanjutnya informan 6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

menambahkan tentang kendala dalam belanja harian, seperti berikut :

“eee kendalanya ya kalau belanja harian dilihat dari segi waktu, terkadang
petugas belanja terlambat bangun sehingga waktu operasional untuk
mengolah makanan jadi terganggu, ya selain itu kalau belanja harian,
pembelian bahan makanan di pajak kadang tidak sesuai dengan menu
karena bahan makanan yang mau dibelanjakan bisa nanti tiba-tiba di pajak
gak ada. nah jadikan uda gak sesuai sama siklus menu yang sudah
ditetapkan eee pengendalian mutu makanan juga jadi kurang sempurna”
(Informan 6)

Berdasarkan uraian dan penjelasan yang diberikan oleh informan 9 di atas

menunjukkan bahwa Instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai memiliki

kendala dalam sistem belanja harian yaitu dari segi waktu, ketersediaan bahan

makanan di pasar serta dalam hal pengendalian mutu makanan. Kutipan di atas

ditambahkan oleh informan 6. Berikut ini kutipan dari informan sebagai berikut :

“jadi dek untuk ikan/daging/ayam kalau misalnya sudah dibersihkan dan


dipotong dimasukkan ke freezer, jadi kalau nyiapin makan siang atau
malam tinggal diambil aja dari freezer, nah kalau sayuran, tomat, bawang
itu biasa ditaruh disini (menunjuk ke rak penyimpanan bahan makanan.
untuk pengaturan suhu setau kakak gaada dek kakak pun gatau nanti bisa
tetap bisa berubah” (Informan 6)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian

bahan makanan seperti ikan, daging ataupun ayam disimpan di freezer, sedangkan

beberapa jenis bahan makanan seperti sayur-sayuran diletakkan di rak penyimpanan

bahan makanan dan tidak adanya pengaturan suhu untuk bahan makanan tertentu

tidak pernah diperiksa secara rutin.

4.4.4 Pengolahan Bahan Makanan

Pengolahan makanan yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

berdasarkan prosedur kerja yang telah ditetapkan untuk mengubah atau memasak

bahan makanan mentah menjadi makanan siap dimakan, berkualitas dan aman untuk

dikonsumsi sesuai dengan resep. Sebelum dilakukan proses pengolahan, terlebih

dahulu dilakukan kegiatan persiapan yaitu serangkaian kegiatan dalam penanganan

bahan makanan yaitu meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, memotong,

mengupas, mengocok, merendam dan sebagainya. Hal tersebut didukung oleh

penjelasan informan 9 sebagai berikut:

”jadi…pengolahan bahan makanan dibagi jadi 2 shift dek jadi pagi jam
05.00-12.00 WIB eee sama siang jam 14.00-18.00 WIB. pas ngolah
makanan kami pakai celemek aja dek, trus kadang pun masih ada yang gak
buka cincin pas ngolah makanan sebenarnya kan gaboleh apalagi kami
gapakai sarung tangan, gaya-gayaan orang itu dek yang pakai pernak-
pernik. yaa persiapannya kayak biasa dek ya kita misalkan aja sayur nah
pas datang kami potong-potong dulu baru kami cuci. selanjutnya eee bahan
makanan yang uda disiapin tadi diolah dek sesuai sama menu hari ke
berapa” (Informan 9)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pengolahan

atau pemasakan bahan makanan dibagi menjadi 2 shift yaitu pagi pukul 05.00-12.00

WIB dan siang pukul 14.00-18.00 WIB. Pada saat melakukan proses persiapan dan

pengolahan, juru masak hanya mengenakan alat pelindung diri seperti celemek.

Proses persiapan yang dilakukan adalah bahan makanan dipotong terlebih dahulu

baru dicuci. Persiapan dilakukan diatas meja persiapan yang ada di ruang persiapan

dan pengolahan. Setelah dilakukan proses persiapan, kemudian dilakukan pengolahan

bahan makanan tersebut yang disesuaikan dengan menu pada hari yang telah

ditentukan. Makanan untuk pasien diolah sesuai dengan kebutuhan seperti:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

mengetim, menumis, menggoreng, mengukus, memanggang, dan merebus. Selain itu,

dalam kegiatan pengolahan dilakukan dengan memperhatikan macam diet yang

dilayani pada pasien yang di rawat di rumah sakit. Pernyataan tersebut ditambahkan

oleh 2 informan lainnya sebagai berikut:

“yaa pas makanan diolah eee dibedain antara pasien yang berdiet dan tidak
berdiet, trus yaa pas ngolah makanan dilakukan sebaik mungkin biar bisa
selera makan pasien lebih meningkat gitu dek, karena terkadang disini
beberapa pasien ada yang milih makannya belik di warung-warung depan
rumah sakit ini mungkin karena ga selera atau bosen” (Informan 10)

“hmmm makanannya ya dibedain tiap pasien dek karna kan sakitnya beda-
beda, tapi kami tetap ngolah dibawah pengawasan ahli gizi dek tapi kalau
yang masuk shift pagi gak diawasi ahli gizi karena mereka datangnya
seringan kan jam 8, tapi kami buatnya tetap liat standar bumbu yang ada di
siklus menu” (Informan 11)

Selain itu, teknik mengolah makanan untuk pasien dengan jenis penyakit

tertentu dijelaskan oleh informan 12 sebagai berikut :

“hmmm…kalau untuk pasien yang diet khusus eee misalnya untuk pasien
Diabetes Mellitus (DM) makanannya diolah tanpa pemanis dek, untuk
pasien hipertensi dibuatlah tanpa garam trus pasien yang sakit ginjal
makanannya harus tinggi kalori tinggi protein sama diberi tambahan telur
rebus. trus kalau buah untuk pasien DM gak kami kasih, eee kalau pasien
yang sakit lambung gitu dikasih buah misalkan buah pisang atau
semangka, eee kalau untuk standar waktu sama teknik pengolahan setiap
jenis makanan yang adek tanya tadi itu gak ada, cuma berdasarkan
pengalaman ibu aja dek” (Informan 12)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Pengolahan

makanan pasien untuk diet khusus, seperti untuk diet Diabetes Mellitus (DM) diolah

tanpa pemanis, untuk diet hipertensi tanpa garam dan diet ginjal tanpa bahan

makanan dari tempe tetapi tinggi kalori tinggi protein serta diberikan tambahan telur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

rebus. Buah tidak diberikan untuk diet DM sedangkan untuk diet lambung diberikan

buah pisang dan semangka. Kutipan tersebut ditambahkan oleh informan 13 sebagai

berikut :

“untuk pasien hipertensi kami buat makanannya rendah garam, trus eeee
untuk pasien gagal ginjal makanannya gakboleh banyak garam juga,
gakboleh banyak makan makanan yang mengandung air, untuk sayuran
yang bisa dimakan pasien gagal ginjal itu labu jipang, labu kuning,
kentang, wortel, dia juga gaboleh makan buah yang terlalu banyak
mengandung air dek sama makanan yang mengandung santan trus tahu
tempe setau ibuk juga ga dianjurkan dek” (Informan 13)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa makanan

untuk pasien hipertensi harus dengan sedikit garam, sedangkan makanan untuk pasien

gagal ginjal harus berbeda dengan pasien lainnya yaitu tidak mengandung banyak

garam, santan, air dan untuk sayuran yang dapat dikonsumsi yaitu labu jipang, labu

kuning, kentang, wortel, serta jenis buah yang mengandung banyak air, tahu dan

tempe tidak dianjurkan.

4.4.5 Penyaluran Makanan

Penyaluran makanan di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai dilakukan setelah

selesai proses pengolahan. Proses penyaluran makanan pasien mencakup

pendistribusian makanan dari ruang pengolahan (dapur instalasi gizi) ke setiap ruang

rawat inap sesuai dengan jumlah, porsi, dan jenis makanan pasien serta penyajian

makanan kepada pasien setelah sampai di ruang rawat inap.

Pendistribusian makanan pasien yang dilakukan di RSUD Dr. R.M Djoelham

Binjai dilakukan secara sentralisasi, yaitu pembagian makanan dan disajikan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

alas makan di tempat pengolahan makanan atau dapur instalasi gizi. Proses

pendistribusian makanan dijelaskan oleh beberapa informan sebagai berikut :

“eee pertama makanan nya ditempatin ke meja penyajian, abistu dibagilah


sesuai porsinya nah abistu diletakkan di trolly, kami pakai cara sentralisasi
namanya eee maksutnya makanan pasien kami bagikan di dapur sebelum
dibawa ke ruangan ” (Informan 14)

“eee sentralisasi pokoknya sistemnya dek di rumah sakit ini” (Informan 15)

“hmmm…kalau untuk membagikan makanan kepada pasien disini kita pake


cara apatu namanya sentralisasi ya kalau gak salah(Informan 16)

Setelah Makanan pasien sampai di ruang rawat inap, maka perawat ruangan

membagikan setiap makanan kepada setiap pasien, sebagaimana yang dinyatakan

oleh informan 17 dan 18 sebagai berikut :

“eee pokoknya kami ngantar makanan ke perawat ruangan dek karena


mereka yang punya catatan penyakit pasien tiap ruangan eee jadi mereka
yang menyalurkan makanan langsung ke pasien, nah kalau untuk kasus
kesalahan diet kurang tau pulak lah tapi kalau pasien yang komplain ada
tapi biar lebih jelasnya adek tanya ke ka. instalasi gizi karna kakak kan gak
terlalu tau banyak dek kalau ada masalah-masalah kayak gitu” (Informan
17)

“yang ngasi makanan langsung ke pasien itu ya perawat per masing-masing


ruangan dek, kami cuma ngantarkan makannya dari dapur ke meja perawat-
perawat itu ya karena mereka yang punya data, gitu aja sih setau kakak tapi
ginilah dek kadang kalau kita kasi makanan pasien sama perawat ruangan
hemm orang tu kadang suka bawak pulang diam-diam dek misalkan tah
kalau kami kan sediain jeruk atau telur rebus gitu nah pasien kan jadinya
komplain ke instalasi gizi dek, jadi ya kurang koordinasi sebenarnya sama
perawat ruangan dek” (Informan 18)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa makanan pasien

dibagikan oleh perawat di masing-masing ruangan. Permasalahan yang sering timbul

adalah perawat ruangan tidak memberikan hidangan sampingan pasien seperti buah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

ataupun telur rebus, akibatnya pihak instalasi gizi sering mendapat komplain dari

pihak pasien . Hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi antara pihak instalasi

gizi dengan perawat ruangan.

4.5 Standar Pelayanan Gizi RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai

Pelayanan gizi di rumah sakit harus mempunyai standar yang mengacu

kepada PGRS (2013) meliputi:

1. Perencanaan asuhan gizi sesuai dengan standar pelayanan. Dalam standar ini

instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai melakukan pengkajian tentang

asuhan gizi, asuhan gizi tercatat dalam rekam medik, asuhan gizi direvisi sesuai

dengan respons pasien serta melakukan monitoring dalam pelayanan gizi.

2. Konseling gizi untuk mengetahui perubahan dan perkembangan pasien terkait

dengan pelayanan gizi. Pengamatan dalam konseling gizi menggunakan indikator

atau data dari riwayat diet, antropometri, pemeriksaan laboratorium, serta

pemeriksaan fisik dan klinis. Konseling gizi di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

belum terlaksana secara rutin.

3. Ketepatan diet yang disajikan. Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

belum melakukan rekapitulasi tentang persentase ketepatan diet yang disajikan

dengan diet order dan asuhan gizi.

4. Ketepatan penyajian makanan. Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

belum mengamati dan mengevaluasi persentase ketepatan dan keakuratan

makanan yang disajikan dengan standar yang ditetapkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

5. Ketepatan cita rasa makanan. Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

belum melakukan pengamatan tentang cita rasa (aroma, penampilan, rasa dan

tekstur) hidangan yang diterima atau sesuai dengan dietnya.

6. Sisa makanan. Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sudah melakukan

pengamatan dan observasi tentang persentase makanan yang dapat dihabiskan

pasien dari satu atau lebih waktu makan tetapi hanya pada pasien dengan diet

tertentu saja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Evaluasi Input

5.1.1. Evaluasi Tenaga

Menurut Depkes RI (2006), tenaga merupakan aset berharga dan sumber daya

yang penting, karena menjadi kunci dalam keberhasilan kegiatan pelayanan kesehatan

di rumah sakit. Sesuai dengan bidang kegiatannya, maka tenaga yang diperlukan

dalam kegiatan penyelenggaraan makanan di instalasi gizi meliputi tenaga profesi

gizi, tenaga profesi non-gizi serta tenaga pelaksana teknis.

Tenaga gizi yang menduduki jabatan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai berjumlah 22 orang dengan pendidikan Sarjana Muda Gizi (D.3)

berjumlah 8 orang, 1 orang bagian administrasi dengan pendidikan S1 Ekonomi dan 5

orang tenaga pengolah, 6 orang tenaga distribusi serta 2 orang tenaga kebersihan

dengan pendidikan terakhir SMP dan SMA. Dilihat dari tingkat pendidikan, petugas

pengelola gizi tersebut belum memenuhi ketentuan pada tabel 2.1 (Kebutuhan tenaga

kerja) berdasarkan rumah sakit tipe B untuk kategori tenaga menurut pendidikan

karena sebagian besar tenaga yang terdapat di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai mempunyai latar belakang pendidikan terakhir yaitu SMP dan SMA.

Sejalan dengan penjelasan Depkes RI(2006), tentang tugas, fungsi dan

wewenang di bidang gizi adalah pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan

tekhnis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik, baik di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

masyarakat maupun di rumah sakit dan unit pelaksana kesehatan lainnya,

berpendidikan dasar Akademi Gizi. Ketentuan ini mengacu pada tingkat beban kerja.

Saat ini, masalah ketenagaan merupakan masalah penting, baik jumlah

maupun mutunya yang sangat kurang untuk mengatasi masalah ini, banyak institusi

atau rumah sakit menggunakan tenaga ahli konsultan dan tenaga tidak ahli atau

harian.

Menurut Moehyi (1992), waktu kerja para pegawai harus diperhitungkan agar

dapat melakukan pekerjaan dengan efektif dan efisien. Jam kerja yang terlalu lama

akan membuat pekerja merasa kelelahan, jam kerja tidak melebihi kemampuan kerja

yaitu antara 6 sampai 7 jam perhari. Setiap pekerja terutama yang bekerja di ruang

pengolahan harus diberi cukup waktu istirahat karena temperatur agak tinggi dapat

mempercepat terjadinya kelelahan.

Namun selama observasi, tenaga distribusi makanan yang mendapatkan shift

pagi dan siang mempunyai tugas yang lebih berat dibandingkan tenaga distribusi

makanan yang mendapat shift sore. Hal ini disebabkan karena tenaga yang mendapat

shift pagi harus mendistibusikan makanan untuk pagi dan siang hari, sedangkan shift

sore hanya mendistribusikan makanan untuk sore hari saja.

Pada dasarnya, semua pengaturan shift dibidang gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai belum sesuai, selain itu permasalahan akan muncul ketika ada

tenaga yang tidak bisa hadir sehingga harus digantikan dengan tenaga lainnya bahkan

tidak digantikan sehingga beban tugas tenaga hari tersebut akan bertambah berat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Dalam waktu bekerja, waktu istirahat pegawai juga perlu diperhatikan.

Instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai menyediakan satu jam diantara jam

kerja untuk masing-masing pegawai. Biasanya istirahat untuk shift pagi pada pukul

13.00-14.00 WIB dan untuk shift sore pada pukul 18.00-19.00 WIB. Waktu satu jam

tersebut digunakan untuk beristirahat, sholat dan makan, Hal ini penting agar

terciptanya suasana kerja yang nyaman, efisien dan efektif.

Selain itu, pembinaan tenaga dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi

maupun mengadakan pendidikan dan pelatihan (diklat), baik formal maupun non-

formal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja, pengetahuan serta

keterampilan pegawai sehingga diharapkan terjadi perubahan sikap dan perilaku yang

positif terhadap pekerjaannya (Kemenkes RI (2013). Sejalan dengan Permenkes No.

26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi bahwa

Pembinaan dan pengawasan dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang

diberikan oleh Tenaga Gizi.

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai juga pernah mengirim ahli gizi untuk

mengikuti pelatihan di Dinas Kesehatan Kota Binjai yaitu terakhir pada tahun 2015.

Akan tetapi, untuk petugas lainnya seperti petugas pengolah dan distribusi makanan

belum pernah mendapatkan pelatihan, hal ini harus ditindaklanjuti agar pegawai yang

bertugas menjadi lebih berkualitas di bidangnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

5.1.2 Evaluasi Sarana dan Prasarana

Penyelenggaraan makanan dapat berjalan dengan lancar, bila ruang dapur,

peralatan, perlengkapan, serta sarana sanitasi tersedia dalam jumlah memadai

(Kemenkes RI, 2013).

Bangunan dapur di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tergolong kuat dan

lantainya terbuat dari keramik sehingga mudah dibersihkan, langit-langit tidak

mengalami kebocoran tetapi tidak dilengkapi dengan cerobong asap serta penerangan

dan ventilasi yang ada di ruang pantry kurang baik.

Menurut Kemenkes RI (2013), letak tempat penyelenggaraan makanan yang

baik yaitu mudah dicapai dari semua ruang perawatan, kebisingan dan keributan di

ruang pengolahan tidak mengganggu ruangan lain, mudah dicapai kendaraan dari

luar, tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah, kamar jenazah, ruang cuci dan

lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan, mendapat udara dan sinar yang

cukup.

Letak tempat penyelenggaraan makanan (dapur) di RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai sebagian sudah sesuai dengan standar tersebut. Hal ini terlihat dari letaknya

tidak berdekatan dengan tempat pembuangan sampah, kamar jenazah, ruang cuci dan

lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan, mudah dicapai kendaraan dari

luar.

Ruang/tempat yang terdapat di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai yang

digunakan untuk menunjang proses penyelenggaraan makanan hanya satu ruangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

yaitu dapur yang digunakan sebagai tempat penyajian makanan. Dapur kemudian

dibagi menjadi beberapa tempat yaitu tempat penyimpanan bahan makanan, tempat

pencucian alat makan, tempat penyajian makanan dan tempat pengolahan makanan.

Menurut Kemenkes RI (2013), tempat pencucian alat makan harus terletak

terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan dan peralatan masak. Di Instalasi

Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pencucian alat masak, alat makan dan bahan

makanan dilakukan di tempat yang sama, yaitu di 2 washtafel dan 1 bak air besar. Hal

ini kurang sesuai dengan Kemenkes RI (2013), karena semua alat dicuci di tempat

yang sama.

Tempat pencucian alat di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

berdekatan dengan rak penyimpanan alat. Tempat pencucian alat di Instalasi Gizi

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dilengkapi dengan air mengalir dalam jumlah

cukup dan disediakan sabun serta lap pengering yang bersih.

Hal tersebut sejalan dengan Kemenkes RI (2013), bahwa tempat pencucian

alat sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas pengering/rak dan penyimpanan sementara

yang bersih, dilengkapi air mengalir dalam jumlah cukup serta disediakan sabun dan

lap pengering yang bersih. Setelah dicuci, semua peralatan makan pasien dilap

dengan lap pengering yang bersih.

Ruang/tempat penerimaan bahan makanan digunakan untuk penerimaan

bahan makanan. Letak ruangan ini sebaiknya mudah dicapai kendaraan, dekat dengan

ruang penyimpanan serta persiapan bahan makanan. Tempat/ruang penerimaan bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

makanan ini digunakan untuk menerima dan mengecek kualitas serta kuantitas bahan

makanan. Luas ruangan tergantung dari jumlah bahan makanan yang akan diterima

(Kemenkes RI, 2013).

Di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tidak terdapat ruang

khusus penerimaan bahan makanan. Hal ini dikarenakan penerimaan bahan makanan

tidak menjadi salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan makanan di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai melainkan pembelian bahan makanan untuk pasien dilakukan

sendiri oleh ahli gizi ke pasar, oleh karena itu pihak instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai merasa tidak membutuhkan ruangan khusus untuk penerimaan

bahan makanan.

Sedangkan, fasilitas lainnya seperti ruang fasilitas pegawai yang digunakan

untuk tempat ganti pakaian pegawai, istirahat dan kamar mandi belum sepenuhnya

tersedia karena ruangan ini dirasa tidak terlalu dibutuhkan oleh pegawai karena

pegawai bisa beristirahat di dapur RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

Adapun peralatan yang dimiliki Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai berdasarkan proses penyelenggaraan makanan antara lain : Timbangan, rak

bahan makanan, lemari es, freezer, meja kerja, mixer, belender, timbangan meja,

talenan, bangku kerja, bak cuci, kompor, oven, penggorengan, mixer, toaster, meja

kerja, rak alat, bangku, meja pembagi, tempat sampah, pencuci botol.

Untuk peralatan dan perlengkapan, Instalasi Gizi Instalasi Gizi RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai belum memiliki peralatan untuk penyelenggaraan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

mencukupi. Sedangkan untuk ruang kantor (administrasi dapur) terdapat meja, kursi,

filling cabinet, lemari buku, alat peraga, alat tulis menulis, komputer, printer, lemari

kaca dan mesin ketik.

5.1.3 Evaluasi Biaya Operasional

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa sumber biaya

operasional yang diperoleh adalah berasal dari dana APBD (Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah) yang kemudian dialokasikan ke RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

Dalam Menyusun biaya makan pasien, tidak dibentuk suatu tim khusus, tetapi tetap

melibatkan jajarannya. Setelah anggaran disetujui oleh Pemerintah Kota Binjai, maka

pengadaan makan/minum pasien diserahkan kepada pihak ketiga (leveransir).

Sejalan dengan Aritonang (2012), jalur administrasi perencanaan anggaran

makan-minum pasien dimulai dari pihak RS yang meminta perencanaan anggaran

belanja makanan di instalasi gizi, kemudian pihak ini membuat perencanaan yang

sesuai dengan harga pasar dan jumlah pasien, lalu dilaporkan kepada bagian

perenccanaan. Selanjutnya, perencanaan diusulkan ke bagian keuangan RS untuk

dikoreksi. Biaya makan minum untuk pasien harus dibedakan menurut setiap kelas

perawatan. Hal tersebut berbeda dengan RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai yang biaya

makan-minum pasien sama rata untuk setiap ruangan baik VIP, Kelas I, Kelas II

maupun kelas III sebesar 20.000/hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

5.2. Evaluasi Proses

5.2.1. Evaluasi Perencanaan Bahan Makanan

Aspek manajemen pertama adalah menerapkan perencanaan, strategi

penyusunan perencanaan tersebut dilakukan oleh kepala instalasi gizi rumah sakit

tersebut, yaitu meliputi perencanaan mengeni tenaga yang bekerja khusus

berhubungan dengan penyelenggaraan makanan yang akan diolah, perencanaan

mengenai kebutuhan bahan-bahan makanan, dan perencanaan mengenai peralatan

yang digunakan dalam pengolahan makanan. Kepala instalasi gizi harus mempunyai

kemampuan manajemen yang baik sehingga kebutuhan yang diperlukan dapat

tersedia di dalam pengelolaan gizi pasien (Depkes RI, 2007).

Perencanaan anggaran dilakukan pada saat pembuatan kontrak kerja antara

pihak RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dengan pihak ketiga. Perencanaan anggaran

dilakukan setiap tahun yang dianggarkan oleh direktur Rumah Sakit dan disusun

berdasarkan unit cost setiap jenis bahan makanan.

Menurut Kemenkes RI (2013), penyusunan anggaran belanja adalah suatu

kegiatan penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan

makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani. Adanya rencana anggaran belanja

berfungsi untuk mengetahui perkiraan jumlah anggaran bahan makanan yang

dibutuhkan selama periode tertentu (1 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dsb). Kegiatan

perencanaan anggaran belanja bahan makanan diperlukan sebagai dasar penyusunan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

biaya untuk pengadaan bahan makanan dalam bentuk rencana anggaran bahan

makanan (RAB).

Perencanaan anggaran untuk penyelenggaraan makanan pasien di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai dibuat oleh kepala instalasi gizi, kemudian kepala instalasi gizi

meminta persetujuan ke Kepala Bidang Penunjang Medis, selanjutnya diperiksa oleh

Kepala Bidang Anggaran Rumah Sakit lalu diajukan ke Direktur untuk persetujuan.

Apabila sudah disetujui, perencanaan anggaran diajukan ke Pemerintah Kota Binjai.

Setelah disetujui, perencanaan anggaran dikembalikan ke RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai untuk digunakan dalam kegiatan penyelenggaraan makanan pasien selama 1

tahun.

Perencanaan anggaran bahan makanan yang dilakukan RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai sudah sesuai dengan kebutuhan bahan makanan yang dibutuhkan

selama periode tahun tertentu yaiitu periode 1 tahun. Perencanaan tersebut digunakan

untuk mengetahui perkiraan anggaran bahan makanan pasien selama periode 1 tahun

dengan mempertimbangkan jumlah pasien dan perkembangan harga.

Tahap selanjutnya adalah perencanaan menu. Dalam perencanaan menu di

Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai, kepala instalasi gizi bekerjasama

dengan 7 orang ahli gizi rumah sakit sehingga dapat mencapai tujuan diadakannya

perencanaan menu dalam penyelenggaraan makanan institusi adalah: (1) sebagai

pedoman dalam menjalankan tugas sehari-hari, (2) untuk mengatur variasi dan

kombinasi hidangan untuk menghindari dari kebosanan yang disebabkan pemakaian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

jenis makanan atau hidangan yang diulang-ulang, (3) menyusun menu sesuai dengan

anggaran yang tersedia, (4) dapat menghemat waktu dan tenaga, (5) menu yang

terencana dengan baik akan menjadi suatu alat penyuluhan gizi yang baik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan makanan

institusi adalah tersedianya menu yang baik secara kualitas maupun kuantitas, untuk

itu menu perlu direncanakan secara baik dan teratur. Siklus menu yang digunakan

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai adalah siklus menu 10 hari dan diperbaharui setiap

6 bulan sekali. Menu untuk makanan institusi dibuat berdasarkan ―Rotasi menu‖

dalam jarak 10 hari yang bertujuan untuk meminimalkan rasa bosan mengkonsumsi

makanan yang sejenis secara berulang. Dalam pembuatan perencanaan menu terdapat

standar porsi, standar resep dan standar bumbu. Yang menjadi pertimbangan dalam

perencanaan menu adalah kebutuhan gizi pasien yang disesuaikan dengan dietnya,

biaya dan kebiasaan makan pasien dalam hal kesukaan makan pasien terhadap menu

makanan.

Menurut Kemenkes RI (2013), perencanaan menu adalah suatu kegiatan

penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen/pasien dan

kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Hal yang dipertimbangkan

dalam perencanaan menu ada dua faktor yaitu faktor konsumen. meliputi

kecukupan/kebutuhan gizi, food habit dan preference, karakteristik/keadaan bahan

makanan tertentu dan faktor manajemen meliputi tujuan institusi, dana/anggaran,

ketersediaan bahana makanan di pasar, fasilitas fisik dan peralatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Dalam hal perencanaan menu, RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dinilai sudah

cukup baik, karena sudah terdapatnya siklus menu, standar porsi, standar resep serta

standar bumbu. Selain itu, dalam perencanaan menu juga mempertimbangkan

kebutuhan gizi pasien yaitu dengan cara memberikan makanan yang bervariasi dan

memenuhi prinsip gizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk, pauk, sayur

dan buah. Dalam perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) pasien dilakukan secara

khusus agar dalam pemberian makanan dapat sesuai dengan kebutuhan pasien

tersebut serta membantu proses penyembuhan dan pemulihan pasien. Susunan menu

yang dibuat juga memperhatikan peralatan untuk mengolah, biaya yang tersedia,

kesukaan makan pasien terhadap menu makanan dan variasi warna sehingga menu

yang disajikan lebih menarik. Dengan dasar menu baku tersebut direncanakanlah

pengadaan bahan makanan dengan jalan membeli langsung ke pasar. Perencanaan

makanan dilakukan berdasarkan keterangan yang diberikan oleh bidang perawatan

yaitu jumlah orang yang dirawat dari hari ke hari serta jenis makanan yang diperlukan

seperti makanan biasa, makanan saring, makanan lunak, makanan pantang/ diet dan

sebagainya.

Menurut Farida (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan

penyelenggaraan makanan institusi adalah tersedianya menu yang baik secara kualitas

maupun kuantitas. Susunan dalam perencanaan menu di RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai sudah baik karena memenuhi prinsip gizi seimbang yaitu mengandung zat gizi

yang diperlukan oleh tubuh seperti makanan pokok sebagai sumber karbohidrat, lauk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

pauk sebagai sumber protein hewani dan nabati, sayur mayur dan buah-buahan

sebagai sumber vitamin dan mineral. Namun, masih ditemukannya kasus kesalahan

pemberian diet pasien seperti yang terjadi pada tahun 2016 yakni pasien Diabetes

Mellitus (DM) yang awalnya tidak Gastroentritis (GE) menjadi GE akibat pihak

instalasi gizi RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai memberikan bumbu tambahan berupa

cabai agar makanan yang dihasilkan lebih berasa, pasien lain yang juga pernah

mengalami kasus tersebut adalah salah satu pasien Gastritis yang diberi Diet

Makanan Biasa (MB) oleh pihak instalasi gizi, hal ini dinilai tidak sesuai mengingat

pasien Gastritis seharusnya diberi diet M2 yaitu bubur untuk mempercepat masa

pemulihan pasien. Setelah dilakukan analisis oleh kepala instalasi gizi, kasus-kasus di

atas terjadi akibat kurangnya koordinasi antara perawat ruangan dengan pihak

instalasi gizi sehingga diharapkan koordinasi antara petugas dapat diperbaiki agar

kedepannya tidak terjadi hal-hal yang dapat memperpanjang lama rawatan pasien.

Tahapan terakhir dari perencanaan bahan makanan adalah perhitungan

kebutuhan bahan makanan. Tujuan dari perhitungan kebutuhan bahan makanan ini

adalah untuk menetapkan kebutuhan bahan makanan sesuai dengan menu yang telah

direncanakan serta jumlah pasien yang dilayani (Kemenkes RI, 2013). Perhitungan

kebutuhan bahan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dilakukan setiap 6

bulan sekali sesuai dengan kurun waktu perjanjian dengan rekanan, serta disesuaikan

dengan dana yang tersedia, menu dan jumlah pasien yang ada.

Untuk menghitung kebutuhan bahan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Binjai dilakukan oleh kepala instalasi gizi dan staf ahli gizi lainnya yang tergabung

dalam satu tim yang sama dengan perencanaan menu, hal ini telah sesuai dengan

ketentuan yang ada pada Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (Kemenkes RI,

2013) yang menyatakan bahwa perhitungan kebutuhan bahan makanan dilakukan

oleh ahli gizi dengan memperhitungkan ketersediaan dana, peraturan pemberian

makanan, jumlah dan jenis konsumen, standar porsi dan resep serta dilakukan setiap

kurun waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kurun waktu perjanjian jual beli

antara rumah sakit dengan rekanan setiap 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan ataupun setahun

sekali.

Berdasarkan persyaratan perhitungan kebutuhan bahan makanan yang telah

ditetapkan Kementerian Kesehatan, RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai telah

melaksanakan atau memenuhi semua persyaratan tersebut. Begitu juga halnya dengan

prosedur perhitungan kebutuhan bahan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

sesuai dengan prosedur yang ada pada Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit

(PGRS). Untuk menghitung kebutuhan bahan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai terlebih dahulu diketahui jumlah pasien yang ada atau dirawat dikalikan

dengan porsi (berdasarkan standar gizi/orang/hari) dengan memperhitungkan juga

bagian yang tidak dapat dimakan (misalnya : ayam; tulangnya) dikalikan dengan

jumlah hari dalam kurun waktu perjanjian pengadaan makanan dengan pemasok yaitu

enam bulan. Hasil dari perhitungan kebutuhan bahan makanan inilah yang digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pemesanan dan pembelian bahan

makanan. Perhitungan kebutuhan bahan makanan ini juga dilakukan oleh tim sama

halnya dengan perencanaan menu. Pelaksanaan manajemen penyelenggaraan

makanan dalam aspek perencanaan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

sudah berjalan sesuai dengan ketentuan.

5.2.2 Evaluasi Penerimaan Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi

memeriksa/meneliti, mencatat dan melaporkan macam, kualitas dan kuantitas bahan

makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan

(Kemenkes RI, 2013).

Menurut Kemenkes RI, 2013 prinsip dalam penerimaan bahan makanan yang

diterima haru sesuai dengan yang dipesan, mutu yang diterima harus seuai dengan

spesifikasi yang disepakati dalam perjanjian dan harga bahan makanan yang

tercantum dalam faktur pembelian harus sama dengan harga bahan makanan yang

tercantum dalam perjanjian jual beli. Langkah penerimaan bahan makanan adalah

makanan diperiksa sesuai dengan daftar pesanan dan spesifikasi bahan makanan,

bahan makanan basah langsung di distribusikan ke bagian pengolahan, bahan

makanan kering disimpan di gudang/penyimpanan bahan makanan kering, bahan

makanan yang tidak langsung dipergunakan saat itu dilakukan penyimpanan di ruang

pendingin (freezer/chiller).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

Penerimaan bahan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai belum

sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit

(PGRS) karena tidak terdapatnya petugas penerima bahan makanan dan pihak ketiga

hanya mengantarkan uang belanja ke pasar, sehingga bahan makanan dibeli secara

langsung ke pasar setiap hari oleh tenaga gizi. Dalam pembelian bahan makanan,

instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tidak memiliki langganan tetap untuk

setiap golongan bahan makanan, seperti golongan sayur-sayuran dan golongan lauk

pauk, bumbu-bumbu masakan, minyak goreng, terigu dan sebagainya. Jadi, apapun

kualitas bahan makanan yang tersedia di pasar tersebut akan diterima oleh tenaga.

Sebaiknya pada pembelian bahan makanan akan mudah dilakukan jika terdapat

langganan tetap untuk mengefisienkan waktu pembelian.

Selain itu, pemilihan kualitas bahan makanan hanya dilakukan berdasarkan

pengalaman dari tenaga yang bertugas pada pembelian dan tidak adanya spesifikasi

bahan makanan pada saat membeli. Akibatnya, kualitas bahan makanan yang dibeli

tidak tetap. Misalnya kualitas sayuran, terkadang sayuran yang dibeli terlalu tua dan

terkadang masih adanya tomat yang busuk. Hal ini dapat mempengaruhi berat bersih

bahan makanan yang biasa digunakan berkurang dari seharusnya dan berpotens

mengurangi cita rasa makanan. Petugas pembelian bahan makanan harus memiliki

pengetahuan tentang prioritas kebutuhan, cara membeli, tempat membeli dan

bagaimana bahan makanan tersebut ditangani setelah dibeli (Marotz, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

Proses pembelian bahan makanan juga tidak didahului dengan survei pasar,

sehingga harga yang ditawarkan penjual itu yang dibayar tanpa memantau harga

bahan makanan yang termurah dan termahal serta harga tiap-tiap spesifikasi bahan

makanan. Oleh karena itu, survei pasar perlu dilakukan untuk mengetahui harga

bahan yang sesuai dengan spesifikasi yang ada di pasaran sebagai dasar perencanaan

anggaran.

5.2.3 Evaluasi Penyimpanan Bahan Makanan

Memurut Kemenkes RI, 2013 sesuai dengan jenis bahan makanan gudang

bahan makanan dibedakan menjadi dua yaitu gudang bahan makanan kering syarat

penyimpanannya adalah bahan makanan harus ditempatkan secara teratur menurut

macam, golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan, menggunakan bahan

yang diterima terlebih dahulu (FIFO = First In First Out) untuk mengetahui bahan

makanan yang diterima diberi tanda tanggal penerimaan, pemasukan dan pengeluaran

bahan makanan serta berbagai pembukuan di bagian penyimpanan bahan makanan

termasuk kartu stok bahan makanan harus segera diisi dan gudang bahan makanan

segar.

Penyimpanan bahan makanan merupakan salah satu prinsip dari tujuh prinsip

(higiene dan sanitasi makanan), penyimpanan bahan makanan yang tidak baik dan

tidak terpisah antara jenis bahan makanan kering dan segar, terutama dalam jumlah

yang banyak (untuk catering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan

makanan tersebut (Sumantri, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

Dalam hal penyimpanan bahan makanan, instalasi gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai dinilai tidak sesuai dengan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit

(PGRS) karena tidak terdapatnya gudang penyimpanan bahan makanan kering

sehingga tidak adanya penggunaan sistem FIFO dan penulisan tanggal kedatangan

barang, sedangkan untuk makanan basah sebagian disimpan di dalam freezer tanpa

pengontrolan suhu dan pembersihan freezer belum dilakukan secara periodik.

Menurut Kemenkes RI (2013) suhu tempat penyimpanan bahan makanan basah

diperiksa 2x sehari, yaitu pada saat dibuka dan ditutup sehingga keamanan bahan

makanan didalamnya tetap terkontrol.

5.2.4 Evaluasi Pengolahan Bahan Makanan

Menurut Kemenkes RI (2013) dan Moehyi (1992) bahan makanan yang akan

dimasak harus dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan bahan makanan adalah

serangkaian kegatan dalam penanganan bahan makanan, yaitu meliputi berbagai

proses antara lain membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, merendam,

mengiris, memberi bentuk, memberi lapisan, menggiling, mencincang atau

melakukan berbagai hal lain yang diperlukan sebelum bahan makanan dimasak.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai, proses persiapan bahan makanan yang dilakukan masih belum

sesuai yaitu bahan makanan dipotong terlebih dahulu baru dicuci. Cara ini dapat

memungkinkan kehilangan zat gizi bahan makanan. Di dalam persiapan bahan

makanan harus memperhatikan prinsip mempertahankan dan mencegah kehilangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

kandungan zat gizi yang hilang dimasak, menyiangi, dan mencuci bahan makanan

kemudian memotongnya sesuai petunjuk resep, melaksanakan teknik persiapan dan

mencampur bumbu sesuai dengan petunjuk resep, mempersiapkan bahan makanan

dan bumbu sedikit mungkin waktunya dengan pemasakan (Widyawati, 2002).

Selain itu, dalam persiapan bahan makanan belum ada pembukuan standar

potong dan bentuk yang seharusnya dibukukan dan diinformasikan pada tenaga gizi.

Akibatnya akan menimbulkan rasa yang tidak sama pada proses pemasakan apabila

orang yang memasak berbeda serta mengurangi kekhasan cita rasa RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai. Apabila tidak ada standar potong maka akan menimbulkan porsi

yang tidak sesuai dengan yang diperhitungkan.

Tahap selanjutnya adalah pengolahan bahan makanan, yaitu suatu kegiatan

mengubah (memasak) bahan makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman

untuk dikonsumsi. Kegiatan mengolah makanan merupakan kegiatan yang terpenting

dalam proses penyelenggaraan makanan karena cita rasa makanan yang dihasilkan

akan ditentukan oleh proses pemasakan. Semakin banyak jumlah porsi makanan yang

harus dimasak, semakin sukar untuk mempertahankan cita rasa makanan seperti yang

diinginkan. Dalam kegiatan ini sangat penting artinya standar resep, standar bumbu,

standar prosedur pemasakan dan standar waktu (Kemenkes RI, 2013).

Pengolahan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham

Binjai meliputi menu diet dan non-diet dilakukan secara bersamaan. Menu diet

diambil lebih dahulu kemudian menu non-diet dilakukan pengolahan lebih lanjut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

Akan tetapi, tidak ada standar waktu dan teknik pengolahan untuk setiap jenis

makanan, hanya berdasarkan pengalaman juru masak saja. Hal ini beresiko

menyebabkan pengolahan bahan makanan terlalu matang, masih mentah atau

makanan tidak matang secara merata dan akan mengurangi cita rasa dan penampilan

makanan. Selain itu, pemasakan yang terlalu lama dapat menghilangkan beberapa zat

gizi seperti vitamin.

Penambahan garam yang kurang terkontrol juga sering menyebabkan

makanan menjadi hambar atau terlalu asin. Pencampuran bahan-bahan makanan juga

tidak memperhatikan tingkat kematangan masing-masing bahan makanan. Sering

terjadi bahan makanan yang cepat matang dan bahan yang lebih lama matang

dimasukkan secara bersamaan sehingga tingkat kematangan masing-masing tidak

merata, hal ini dapat megurangi cita rasa makanan. Menurut Kemenkes RI (2013),

cita rasa yang dimaksud disini adalah kualitas hidangan dilihat dari aspek penampilan

dan rasa.

Hal yang juga menjadi perhatian adalah sebagian tenaga gizi di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai masih menjamah makanan dengan tangan atau secara langsung

tanpa menggunakan alat untuk mengambil makanan yang akan disajikan kepada

pasien, karena dalam Prinsip-Prinsip Higiene Sanitasi Makanan Ditjen PPM dan PLP

Depkes RI (2000) dinyatakan bahwa agar terhindar dan pencemaran, selama proses

pengolahan terdapat beberapa persyaratan, antara lain meliputi (a) semua kegiatan

pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

dari tubuh, (b) setiap petugas yang bekerja disediakan pakaian kerja minimal celemek

(apron) dan penutup rambut (hair cover), khusus untuk penjamah makanan

disediakan sarung tangan plastik yang sekali pakai (dispossable), penutup hidung dan

mulut (mounth and nose masker), (c) perlindungan kontak langsung dengan makanan

jadi menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu dan

sejenisnya.

5.2.5 Evaluasi Penyaluran Makanan

Makanan yang telah diolah di dapur, selanjutnya dilakukan pemorsian dan

penyajian oleh petugas penyaji yang berjumlah 6 orang yang dibagi menjadi 2 shift

kerja. Adapun salah satu tugas dan petugas panyalur makanan adalah mengecek diet

pasien ke masing-masing kelas perawatan. Kemudian menyiapkan dan menata

peralatan makan di atas rak-rak penyajian. Setelah itu makanan diletakkan pada

piring dan plato pasien.

Pada tahap pemorsian, makanan yang akan disajikan kepada pasien tidak

ditimbang terlebih dahulu, tetapi hanya dilakukan estimasi oleh petugas penyaluran.

Penyajian makanan disesuaikan dengan kelas perawatan, umur pasien dan diet pasien.

Untuk kelas I, Utama dan VIP untuk nasi, bubur nasi, nasi tim di tempatkan di piring

besar, lauk pauk dan buah di piring kecil, sedangkan sayur ditempatkan di mangkok

juga disertai dengan sendok dan garpu. Setelah itu makanan dibungkus plastik

wrapping dan diletakkan diatas nampan yang terbuat dari kayu berwarna cokelat.

Jenis makanan untuk kelas II dan III sama seperti kelas I, Utama dan VIP,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

hanya tempat penyajian yang berbeda yaitu untuk penempatan nasi, bubur nasi, nasi

tim, lauk pauk, sayur dan buah. Sedangkan untuk pasien anak untuk nasi, bubur nasi,

nasi tim, lauk pauk dan buah diletakan dalam satu plato yang juga disertai dengan alat

makan berupa sendok di dalamnya, sedangkan untuk sayur ditempatkan di mangkok

karena plato kurang, maka sebagian lagi penempatan nasi, bubur nasi, nasi tim di

tempatkan di piring besar, lauk pauk dan buah di piring kecil, dan sayur di tempatkan

di mangkok yang di letakan dalam nampan plastik yang diberi alas berupa taplak

putih juga disertai dengan alat makan berupa sendok. Setelah makanan disajikan dan

dikemas, petugas penyalur makanan diletakkan di atas trolley terbuka dan

membagikan makanan tersebut ke masing-masing kelas pasien.

Setelah makanan disajikan dan dikemas, tenaga distribusi meletakkannya di

atas trolley. Pendistribusian makanan kepada pasien dilakukan sesuai dengan jadwal

makan pasien (pagi, siang dan sore). Berdasarkan sistem pendistribusian makanan

menurut Kemenkes RI (2013), bahwa Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

menggunakan jenis pendistribusian sentralisasi, karena makanan pasien dibagi dan

disajikan dalam alat makan di tempat pengolahan makanan, akan tetapi makanan

yang diterima pasien tidak langsung didistribusikan ke ruang perawatan oleh tenaga

distribusi melainkan oleh perawat ruangan, hal ini menyebabkan munculnya kendala

seperti perawat ruangan terkadang menyisihkan makanan pasien untuk dibawa pulang

ke rumah misalnya telur rebus tambahan yang seharusnya diberikan untuk pasien

dengan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) tidak diberikan, selain itu buah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

yang disediakan instalasi gizi untuk makanan selingan pasien beberapa diantaranya

dibawa pulang oleh perawat ruangan sehingga pihak instalasi gizi sering mendapat

komplain dari pasien.

Adapun salah satu keuntungan dan kelemahan dari cara distribusi sentralisasi

menurut Kemenkes RI (2013) yaitu makanan dapat disampaikan langsung ke pasien

dengan sedikit kemungkinan kesalahan pemberian makanan dan adapun salah satu

kelemahan dari cara distribusi sentralisasi adanya tambahan biaya untuk peralatan,

perlengkapan serta pemeliharannya.

5.3. Standar Pelayanan Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

Pelayanan gizi yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai belum

melaksanakan seluruh indikator pelayanan gizi rumah sakit sebagaimana diuraikan

dalam Kemenkes RI (2013) yang meliputi : perencanaan gizi, konseling gizi,

ketepatan diet, ketepatan penyajian makanan, cita rasa makanan serta evaluasi sisa

makanan pasien.

Sejalan dengan hasil penelitian Dewi (2013) di RSUD Tugu Semarang bahwa

implementasi pelayanan gizi belum optimal karena pasien menyatakan bahwa

makanan kurang memuaskan, alat makan lengkap dan bersih namun belum

mendapatkan penjelasan tentang diet yang diberikan. Sama halnya dengan observasi

yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai menunjukkan bahwa sisa nasi,

lauk nabati dan sayur pasien masih cukup banyak serta penjelasan terhadap diet yang

akan diberikan kepada pasien tidak dilakukan. Oleh sebab itu, disimpulkan bahwa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

implementasi pelayanan gizi belum optimal berkaitan dengan komunikasi kebijakan

tidak jelas/tidak konsisten, tugas, wewenang, SOP dan mekanisme

pertanggungjawaban tugas tidak jelas/tidak dipahami oleh petugas.

Apabila makanan yang akan disajikan telah direncanakan dengan seksama dan

pasien dapat mengkonsumsi makanan yang disajikan, maka tujuan pelayanan

makanan rumah sakit telah tercapai. Kuantitas makanan yang dikonsumsi pasien

adalah indikator yang baik terkait status gizi dan kepuasan dari pelayanan makanan

(Kyungjo, 2010).

Sebagai proses pengembangan dalam penyelenggaraan makanan di rumah

sakit, telah diperkenalkan Proses Asuhan Gizi Terstandar atau Nutrition Care Process

(NCP) adalah suatu model baru dari asuhan gizi (ADA, 2008). NCP mulai

diimplementasikan sejak tahun 2006 di beberapa rumah sakit di Indonesia. NCP

terdiri dari 4 langkah sistematis, dimana terdapat tahapan diagnosis gizi yang

membedakan NCP dengan asuhan gizi sebelumnya. Dengan diagnosis gizi, asuhan

gizi menjadi seragam, sehingga asuhan gizi model baru ini mampu meningkatkan

kualitas pelayanan. Upaya pemenuhan kebutuhan gizi untuk pasien rawat inap

dilakukan melalui pelayanan pemberian makanan sesuai kebutuhan masing-masing

pasien. Agar pemenuhan zat gizi dapat optimal maka diperlukan keterlibatan dan

kerjasama antar berbagai profesi kesehatan sebagai pendukung tim asuhan gizi.

Selain itu, pelayanan gizi merupakan suatu proses yang kompleks mulai dari

rencana asuhan gizi dan proses asuhan gizi terstandar atau NCP dimana proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

intervensi dalam NCP berintegrasi dengan proses penyelenggaraan makanan mulai

dari perencanaan menu, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, persiapan bahan

makanan, pengolahan, pemorsian, pendistribusian, dan penyajian makanan. Pada

akhirnya kedua aspek tersebut akan bermuara pada pengukuran kepuasan konsumen

dalam pelayanan gizi. Semua itu merupakan sebuah kesatuan yang saling

berkesinambungan yang harus dilakukan untuk mencapai kualitas pelayanan rumah

sakit yang baik bagi pasien (Chou, 2009).

Pelayanan gizi yang berbasis NCP tidak akan bisa berjalan optimal apabila

tidak didukung oleh proses penyelenggaraan makanan yang baik. Oleh karena itu

perlu dilakukan pengkajian mengenai langkah apa saja yang harus dilakukan untuk

dapat mengoptimalisasikan penyelenggaraan makanan untuk menunjang aplikasi

NCP bagi pasien sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan gizi di

rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam pelaksanaan

penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dapat

disimpulkan bahwa :

6.1.1 Input

1. Jumlah tenaga yang ada di instalasi gizi belum mencukupi. Pada tahun 2015,

pelatihan terhadap ahli gizi pernah dilakukan, sementara untuk tenaga

pengolah dan tenaga distribusi makanan belum dilakukan dengan optimal.

2. Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan penyelenggaraan makanan di rumah

sakit ini masih belum mencukupi, karena banyak alat-alat yang tidak ada.

Fasilitas ruangan untuk penyelenggaraan sangat kurang karena banyak

ruangan yang bergabung dalam satu tempat.

3. Sumber biaya operasional untuk penyelenggaraan makanan berasal dari

APBD.

6.1.2 Proses

1. Aspek manajerial atau perencanaan dilakukan melalui proses perencanaan

anggaran belanja, perencanaan menu dan perencanaan kebutuhan bahan

makanan, telah diatur oleh Kepala Instalasi Gizi sehingga setiap kegiatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

perencanaan dapat terlaksana dengan baik.

2. Aspek logistik dalam penerimaan dan penyimpanan bahan makanan belum

mengacu kepada konsep atau acuan umum yang berlaku di rumah sakit.

Proses penerimaan dari rekanan (leveransir) belum dilakukan sesuai dengan

kesepakatan. Penyimpanan bahan makanan khususnya bahan makanan kering

tidak dilakukan oleh pihak instalasi gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

3. Aspek operasional dalam proses pengolahan bahan makanan diawali dengan

proses persiapan bahan makanan, cara kerja yang efektif dan kesesuaian

tempat serta pengaturan ruang pengolahan serta pendistribusian makanan

sesuai dengan jadwal penyajian makanan, jenis diet pasien, namun kurangnya

kelengkapan petugas saat penyajian (sarung tangan, sepatu boot dan penutup

kepala) menjadi faktor yang perlu diperbaiki dalam proses penyajian makanan

di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

6.1.3 Output

1. Masih adanya kesalahan dalam pemberian diet pasien dan masih banyaknya

sisa makanan pasien.

6.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan untuk peningkatan pelaksanaan

penyelenggaraan makanan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sebagai berikut.

6.2.1 Input

1. Untuk tenaga kesehatan yang belum terampil diharapkan agar mengikuti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

pelatihan tentang gizi yang diberikan oleh Dinas Kesehatan sehingga kegiatan

pelaksanaan penyelenggaraan makanan dapat berjalan dengan baik.

6.2.2. Proses

1. Diharapkan petugas Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai, mulai

dari perencanaan sampai petugas pendistribusian agar memperhatikan dan

melaksanakan SOP dalam setiap melaksanakan pekerjaan, baik dalam

perencanaan, penerimaan, peyimpanan, pengolahan dan penyaluran.

2. Diharapkan data dan catatan pada bon permintaan diet dari ruangan ke

instalasi gizi supaya diisi dan dicatat secara lengkap serta ditandatangani oleh

dokter ruangan dan kepala ruangan agar tidak terjadi kesalahan dalam

pemberian diet pasien yang dapat memperburuk kondisi pasien atau

memperlambat proses penyembuhan pasien.

6.2.3. Output

1. Diharapkan Kepala Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai mampu

mengelola penyelenggaraan gizi rumah sakit dengan baik agar mendapatkan

feedback yang baik dari pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

American Dietic Association (ADA). 2008. Nutrion Diagnosis & Intrvention


Standardized Language For The Nutrition Care Process. Ministry of Health
Services

Aritonang. 2011. Penyelenggaraan Makanan (Manajemen Sistem Pelayanan Gizi


Swakelola) dan Jasa Boga di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Yogyakarta:
Leutika

Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara


Publisher

Chou, C. 2009. Audits and More : A Nutrition and Food Service Audit Manual.
British Columbia: Ministry of Health Services

Depkes RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

_________. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

_________. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

_________. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

_________. 2009. Seri Perencanaan Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana


Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dewi E, Shinta, Kartasurya. 2013. Analisis Implementasi Pelayanan Gizi di RSUD


Tugurejo Semarang. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

Ditjen PPM dan PLP Depkes RI, 2000. Prinsip-Prinsip Higiene Sanitasi Makanan.
Jakarta

Farida. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya

Fatimah, N. 2002. Malnutrisi di Rumah Sakit dalam Gizi Medik Indonesia.


Jakarta: Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia

Ferry A, Umar MD, Nunung F. 2007. Tanggung Jawab Rumah Sakit terhadap
Pemberian Diet Pasien Rawat Inap Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999
(Suatu penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh. Medan: Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 65

Griffin, R. 2006. Business. 8th Edition. NJ: Prentice Hall

Hartono, A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Ivancevich JM, R Konopaske dan MT Matteson. 2007. Perilaku dan Manajemen


Organisasi. Jakarta: Erlangga

Jufri J, A Hamzah, B Bahar. 2012. Manajemen Pengelolaan Makanan di Rumah


Sakit Umum Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jenepoto. Tesis. Makassar:
Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Penyelenggaraan Gizi Rumah Sakit,


Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Kyungjo, K. 2010. Assessment of Food Service Quality and Identification of


Improvement Strategies Using Hospital Food Service Quality Model. Nutr
Rest Pract

Lipoeto N, Megasari N, Putra AE. 2006. Malnutrisi dan Asupan Kalori pada Pasien
Inap di Rumah Sakit. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 56 No. 11.

Marotz. 2005. Health, Safety, And Nutrition, Sixth Edition. US: Thomson Delmar
Learning Inc.

Moehji, S. 1992. Pengaturan Makanan dan Diet Untuk Penyembuhan Penyakit.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

Permenkes. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 Tahun 2013 tentang


Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktek Tenaga Gizi. Jakarta: Biro
Hukum Departemen Kesehatan Republik Indonesia

________. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Biro Hukum Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Persagi dan AsDI. 2011. Pengembangan Konsep Nutrition Care Process (NCP).
Jakarta: Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)

Prakoso, M.I. 1998. Manajemen Instalasi Gizi di Rumah Sakit, Instalasi Gizi
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta.

Pucket, RP. 2004. Food Service Manual For Health Institutions. Chicago: America
Chicago Press

Robbins, S dan M. Coulter. 2007. Management. 8th Edition. NJ: Prentice Hall

Sianturi, V. 2011. Analisis Diet pada Pasien Pascabedah Sectio Caesarea di RSUD
Sidikalang. Skripsi. Medan: Program Sarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara

Simanjuntak, M. 2014. Analisis Manajemen Penyelenggaraan Makanan di


Instalasi Gizi RSUD Lubuk Pakam. Tesis. Medan: Program Pascasarjana
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Sumantri, A. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Widjaja et al. 2000. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama

Widyawati, R. 2002. Higiene Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: Grasindo

Wiyono, D. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Teori Strategi dan


Aplikasi, Vol 2. Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

Soegiono, M. 1998. Pedoman Gizi Klinik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

Lampiran 1

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Dengan ini bersedia menjadi informan penelitian “Evaluasi Manajemen

Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi RSUD DR. RM. Djoelham Binjai”

dengan syarat tidak mencantumkan nama asli yang bersangkutan.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya

Medan, Mei 2016

(………………….)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi

RSUD DR. RM. Djoelham Binjai

Tanggal wawancara :

I. KARAKTERISTIK INFORMAN
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan :
Jabatan :
Lama Kerja :
II. INPUT (ditanyakan kepada Kepala Instalasi Gizi)
1. Tenaga
a) Bagaimana tenaga di Instalasi gizi?Apakah sudah mencukupi
sesuai dengan beban kerja yang ada?
- Berapa jumlah tenaga TRD?
- Berapa jumlah tenaga RD?
b) Bagaimana latar belakang pendidikan tenaga yang ada di instalasi?
Apakah sudah sesuai dengan ketentuan?
Jika tidak sesuai, mengapa hal tersebut bisa terjadi?
c) Apakah pernah dilakukan pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan tenaga di instalasi gizi?
- Jika sudah, kepan terakhir dilakukan?
- Jika belum, kenapa?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

2. Sarana dan Prasarana


a) Bagaimana dengan sarana dan prasarana yang tersedia di instalasi
gizi? Apakah sudah lengkap?
- Jika tidak, mengapa hal tersebut bisa terjadi?
b) Bagaimana cara mengatasi kekurangan sarana dan prasarana?
3. Biaya
a) Bagaimana dengan ketersediaan dana untuk pengelolaan gizi?
Darimana saja sumber dana yang diperoleh?
b) Bagaimana proses pengadaan untuk bahan gizi?
c) Apakah ada kendala dalam pemenuhan kebutuhan bahan gizi?
- Jika ada, apa yang dilakukan?
- Jika tidak ada, upaya apa yang dilakukan jika terjadi
masalah tersebut?
III. PROSES

1. Perencanaan : (ditanyakan kepada Kepala Instalasi Gizi serta petugas


perencanaan lainnya yang bertugas melakukan perencanaan kebutuhan
makanan untuk pasien)

a) Bagaimana proses perencanaan makanan pasien?


b) Apa saja item perencanaan yang dilakukan Kepala Instalasi Gizi?
c) Bagaimana prosedur perencanaan dan bagaimana langkah-
langkahnya?
d) Bagaimana Kepala Instalasi Gizi memperoleh data pasien dan
kebutuhan bahan makanan dari petugas sebagai bahan perencanaan?
e) Setelah dilakukan perencanaan, bagaimana proses pengajuan kepada
manajemen rumah sakit (bagian keuangan dan perlengkapan)?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

2. Penerimaan : (ditanyakan kepada petugas penerimaan bahan


makanan di Instalasi Gizi)

a) Bagaimana langkah-langkah penerimaan bahan makanan yang


dilakukan?
b) Bagaimana petugas menerapkan prinsip kesesuaian jumlah dan
spesifikasi bahan makanan antara yang dipesan dan diterima?
c) Bagaimana petugas melakukan pencatatan dan pelaporan bahan
makanan yang diterima?

3. Penyimpanan : (ditanyakan kepada petugas penyimpanan bahan


makanan di Instalasi Gizi )

a) Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan petugas penyimpanan


bahan makanan?
b) Bagaimana petugas penyimpanan mengatur bahan makanan basah dan
bahan makanan kering?
c) Bagaimana petugas mengontrol suhu ruang penyimpanan sehingga
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan?
d) Bagaimana petugas menjaga higiene dan sanitasi ruang penyimpanan?
e) Bagaimana pengaturan rak-rak penyimpanan sehingga memudahkan
saat mengeluarkan bahan makanan sesuai prinsip FIFO?

4. Pengolahan : (ditanyakan kepada petugas pengolah makanan di


Instalasi Gizi)

a) Bagaimana prosedur dalam pengolahan bahan makanan?


b) Bagaimana petugas pengolah makanan menjaga kebersihan diri
sehingga makanan tidak terkontaminasi?
c) Bagaimana persyaratan untuk petugas pengolah makanan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

d) Bagaimana teknik mengolah makanan untuk pasien dengan jenis


penyakit tertentu?
e) Bagaimana prosedur penataan peralatan yang digunakan untuk
pengolahan makanan

5. Penyaluran: (ditanyakan kepada petugas penyalur makanan dari


dapur ke ruangan serta yang menyajikan makanan kepada pasien)

a) Bagaimana proses penyaluran makanan dari dapur ke ruangan pasien?


b) Bagaimana kerjasama antara petugas penyaji makanan kepada pasien
dengan petugas-petugas di dapur instalasi gizi?
c) Bagaimana peralatan yang digunakan untuk membawa makanan dari
dapur ke ruangan?
d) Bagaimana jadwal penyajian makanan untuk pasien?
e) Bagaimana prosedur penyaluran makanan sehingga bebas dari
kontaminasi bahan pencemar?

III. Kualitas Makanan Rumah Sakit (ditanyakan kepada pasien)


1. Bagaimana menurut pasien tentang penampilan makanan
- Besar porsi
- Warna makanan
- Penyajian
2. Bagaimana menurut pasien rasa makanan
- Aroma
- Bumbu
- Kematangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


118

Lampiran Observasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

Lampiran Hasil Observasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Instalasi

Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

Indikator Yang diobservasi Ya Tidak Keterangan


Input A. A. Ruang Penerimaan
Timbangan 100-300 kg
Rak bahan makanan beroda
Kereta angkut
Alat-alat kecil seperti pembuka botol,
penusuk beras, pisau dan sebagainya
B. Ruang Penyimpanan bahan
makanan kering dan segar
Timbangan 
Rak bahan makanan 
Lemari es 
Freezer 
Tempat bahan makanan dari plastik 
atau stainless steel
C. Ruang Persiapan bahan
makanan
Meja kerja 
Meja daging 
Mesin sayuran 
Mesin kelapa 
Mesin pemotong dan pengggiling 
daging
Mixer 
Belender 
Timbangan meja 
Talenan 
Bangku kerja 
Penggiling bumbu 
Bak cuci 
D. Ruang pengolahan makanan
Ketel uap 10-250 lt 
Kompor 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


119

Oven 
Penggorengan 
Mixer 
Belender 
Lemari es 
Meja pemanas 
Pemanggang sate 
Toaster 
Meja kerja 
Bak cuci 
Kereta dorong 
Rak alat 
Bangku 
Meja pembagi 
E. Ruang pencuci dan
penyimpanan alat
Bak cuci 
Rak alat 
Tempat sampah 
Lemari 
F. Dapur susu
Meja kerja 
Meja pembagi 
Sterilisator 
Tempat sampah 
Pencuci botol 
Mixer 
Belender 
Lemari es 
Tungku 
Meja pemanas 
G. Ruangan pegawai
Kamar mandi 
Locker 
Meja 
Kursi 
Tempat sampah 
Tempat sholat 
Tempat tidur 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

H. Ruang perkantoran
Meja 
Kursi 
Filling cabinet 
Lemari buku 
Lemari es 
Alat peraga 
Alat tulis menulis 
Komputer 
Printer 
Lemari kaca 
Mesin ketik 
AC 
Proses A. A. Perencanaan bahan makanan
Ada peraturan pemberian makanan 
RS
Ada standar kecukupan gizi pasien 
Ada ketersediaan bahan makanan di 
pasar
Ada dana/anggaran 
Ada karakteristik bahan makanan 
Ada food habit dan preferences 
Ada fasilitas fisik dan peralatan 
Ada macam dan jumlah tenaga 
B. Penerimaan bahan makanan
Tersedia rincian pesanan bahan 
makanan berupa macam dan jumlah
yang akan diterima
Tersedia spesifikasi bahan makanan 
yang telah ditetapkan
C. Penyimpanan bahan makanan
Adanya ruang penyimpanan bahan 
makanan kering dan makanan segar
Tersedianya fasilitas ruang 
penyimpanan bahan makanan sesuai
peraturan
Tersedia kartu stok bahan 
makanan/buku catatan keluar
masuknya bahan makanan
D. Pengolahan bahan makanan
Tersedianya menu, pedoman menu 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


121

dan siklus menu


Tersedianya bahan makanan yang 
akan dimasak
Tersedianya peralatan pemasakan 
bahan makanan
Tersedianya aturan dalam menilai 
hasil pemasakan
Tersedianya prosedur tetap 
pemasakan
E. Penyaluran bahan makanan
Tersedianya peraturan pemberian 
makanan rumah sakit
Tersedianya standar porsi yang 
ditetapkan rumah sakit
Adanya peraturan pengambilan 
makanan
Adanya daftar permintaan makanan 
pasien
Tersedianya peralatan untuk distribusi 
makanan dan peralatan makan
Adanya jadwal pendistribusian 
makanan yang ditetapkan
Output Seluruh input dan proses sudah sesuai 
dengan PGRS
Dari hasil observasi yang dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

menunjukkan masih kurang tersedianya sarana, prasarana dan peralatan untuk

pelaksanaan penyelenggaraan makanan. Selain itu, tidak tersedianya rincian dan

spesifikasi bahan makanan, tidak adanya ruang penyimpanan bahan makanan kering

dan makanan basah, tidak tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan dan

prosedur tetap pemasakan, hal tersebut berdampak buruk pada kualitas makanan yang

dihasilkan oleh RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


125

Gambar 1. Kondisi Fisik Ruang Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


126

Gambar 2. Kondisi Fisik Ruang Instalasi Gizi RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


127

Gambar 3. Rak Penyimpanan Bahan Makanan Instalasi Gizi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


128

Gambar 4. Tahap Persiapan Bahan Makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


129

Gambar 5. Tahap Pengolahan Bahan Makanan

Gambar 6. Tahap Penyaluran Bahan Makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


130

Gambar 7. Tahap Penyaluran Bahan Makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


131

Gambar 8. Tahap Pendistribusian Bahan Makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


133

Gambar 9. Pembukuan Daftar Diet Pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


134

Gambar 10. Makanan Pasien Bangsal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


135

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


136

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai