Laki laki, 56 tahun datang ke IGD RS PKT dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri
o Tujuan :
Dapat menegakkan diagnosis kerja sehingga dapat melakukan pemeriksaan penunjang dan
penanganan dengan tepat.
Bahan o Tinjauan
o Riset o Kasus o Audit
Bahasan: Pustaka
Cara o Presentasi
o Diskusi o Email o Pos
Membahas: Kasus
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
1. Diagnosis : STEMI Inferior + RV Infark onset 3 jam
HT stage II
2. Gambaran Klinis :
Laki laki, 56 tahun datang ke IGD RS PKT dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak
kurang lebih 2,5 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan pasien seperti ditindih, terus menerus,
menjalar ke lengan kiri tembus ke bahu kiri. Keluhan muncul tiba-tiba, saat pasien sedang
menonton TV. Keluhan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Karena tidak kunjung membaik
pasien memutuskan ke IGD RS PKT.
Keluhan juga disertai dengan keringat dingin, sesak (-), nyeri ulu hati (-), demam (-),
mual (-), muntah (-), BAB/BAK tidak ada keluhan.
3. Riwayat pengobatan:
1. Subyektif
Keluhan Utama
Nyeri dada sebelah kiri
RPS
Laki laki, 56 tahun datang ke IGD RS PKT dengan keluhan nyeri dada sebelah
kiri sejak kurang lebih 2,5 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan pasien seperti
ditindih, terus menerus, menjalar ke lengan kiri tembus ke bahu kiri. Keluhan
muncul tiba-tiba, saat pasien sedang menonton TV. Keluhan tidak dipengaruhi
oleh aktivitas. Karena tidak kunjung membaik pasien memutuskan ke IGD RS
PKT.
Keluhan juga disertai dengan keringat dingin, sesak (-), nyeri ulu hati (-),
demam (-), mual (-), muntah (-), BAB/BAK tidak ada keluhan.
2. Obyektif
• Tanda vital :
Tekanan darah 142/70 mmHg
Nadi 72 x/menit
Respirasi 21 x/menit
Suhu 36.6
VAS : 7-8
• Kepala/leher
KA (-/-), SI (-/-)
Pupil isokor (2mm/2mm)
4
• Thorax
• Pulmo
Inspeksi : Retraksi dada (-/-)
Palpasi : Gerakan nafas simetris
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Whezing (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 anterior axillar line sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, gallop (-). Murmur (-)
• Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bunyi usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : soefl, organomegali (-), nyeri tekan (-)
• Ekstremitas
Oedema negatif di semua ekstremitas
akral teraba hangat
CRT <2"
Pemeriksaan Penunjang
• Lab darah
Hb 13,8 g/dl
Leukosit 11.420
Hct 42.8%
PLT 361.000
GDS 140 mg/dl
• Serum elektrolit
Na 142
K 3.7
Cl 108
• Fungsi Ginjal
5
Ureum darah : 25 mg/dl
Creatinin darah : 1.0 mg/dl
• Fungsi hepar
SGOT 21 U/L
SGPT 13.6 U/L
• Enzim Jantung
CKMB 22
• EKG
6
7
3. Assessment
HT stage II
4. Planning
Sebelum Fibrinolitik
- Fibrinolitik streptokinase 1,5 juta unit selama 60 menit
- Lovenox bolus 30 mg saat fibrinolitik, 15 menit kemudian 0,6 cc SC
- Morfin 2 mg
- Aspilet loading 320 mg
- CPG loading 300 mg
- Diazepam 1x5 mg
- Simvastatin 1x20 mg
- Laxadin 1x1
8
Saat Fibrinolitik
Sesudah Fibrinolitik
(01.00)
S : nyeri dada berkurang (skala 1-2), sesak (-)
O : TD 100/55 mmHg, nadi 54x/menit, RR 20x/menit, suhu 36.4
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
EKG post fibrinolitik
9
A : STEMI inferior + RV infark onset 3 jam killip I
AV Blok derajat I
Syok kardiogenik
P : Dobutamin 3 mcg/kgbb/jam, target MAP >65 mmHg
Jika MAP < 65 mmhg atau TDS < 100 mmHg :
- Loading cairan 200 cc Nacl 0.9%
- Up titrasi dobutamin menjadi 5 mcg/kgbb/jam, max 10 mcg/kgbb/jam
Koreksi KCL 15 meq dalam 500 cc Nacl 0.9%
Besok rencana diberikan :
- Trombo aspilet 1x80 mg
- CPG 1x75 mg
- Simvastatin 1x 20 mg
- Diazepam 1x 5 mg (k/p)
- Lovenox 2x0.6 cc
- Captopril 3x6.25 mg (tunda)
- Laxadin 2xCI
- Rencana referral untuk PCI
10
TINJAUAN PUSTAKA : SINDROM KORONER AKUT
DEFINISI
Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah
karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak
yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya
akan menimbulkan stenosis berat atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa
emboli. Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan
dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil
dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif,
sedangkan pada elevasi ST adalah trobus komplet/oklusif. 1,2,3
EPIDEMIOLOGI
The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan lebih dari 1 juta
orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun.
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak
ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4,5,6 PJK juga merupakan penyebab
kematian utama (20%) penduduk Amerika. 1
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan
11
pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan
Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan
pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT
tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri diempat rumah
sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler
menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%.
PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya.
dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. 2,3
PATOFISIOLOGI
12
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan
terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti
aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk thrombus yang akan menghambat
pembuluh darah. Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi STEMI.
Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya UA atau NSTEMI..10 Studi
angioskopi telah membuktikan bahwa trombus penyebab angina tidak stabil adalah
trombus putih kaya platelet, berbeda dengan trombus merah kaya fibrin dan eritrosit
yang lebih menonjol pada infark miokard akut. 1,2,
13
DIAGNOSIS
1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya
tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
2. EKG normal atau nondiagnostik, dan
3. Marka jantung normal
1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau
inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru/persangkaan baru.
3. Peningkatan marka jantung
Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya SKA, mulai dari teknik
non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasive seperti
arteriografi koroner.8 Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan
V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus
direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat
mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat
darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.11
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/
14
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.11
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan
perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai
ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai
ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥ 40 tahun adalah ≥ 0,2 mV,
pada pria usia <40 tahun adalah ≥ 0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai ambang
elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah ≥ 0,15 mV dan ≥ 0,1
mV di lead lain (bila tidak ditemukan adanya LVH atau LBBB). 12 Bagi pria dan wanita,
nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥ 0,05 mV, kecuali
pria usia < 30 tahun nilai ambang ≥ 0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di
sadapan V7-V9 adalah ≥ 0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang
berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien
STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA
dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet)
baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh
karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.11
V1-V4 Anterior
V7-V9 Posterior
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan
LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada
sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3.
15
Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang
mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.11
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi
segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi
segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen
ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥ 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥
0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga
elevasi segmen ST yang tidak persisten (< 20 menit), dan dapat terdeteksi di > 2
sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2 mV mempunyai spesifitas
tinggi untuk untuk iskemia akut.11 Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan
kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai perubahan EKG yang
nondiagnostik.11
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
16
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin
I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru,
hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit,
kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai
spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.11
17
menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin SKA
hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1
jam. Jika marka jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negatif maka
pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral
18
Jenis Nyeri Dada EKG Enzim Jantung
UAP -Angina pada waktu -Depresi segmen T Tidak meningkat
istirahat/ aktivitas -Inversi gelombang
ringan T
-Crescendo angina -Tidak
-Hilang dengan ada gelombang Q
nitrat
NSTEMI -Lebih berat dan -Depresi segmen T Meningkat minimal
lama (>30 menit) -Inversi gelombang 2 kali nilai batas
-Tidak hilang T atas normal
dengan pemberian -Tidak
nitrat ada gelombang Q
-Perlu opium untuk
menghilangkan
nyeri
STEMI -Lebih berat dan -Hiperakut T Meningkat minimal
lama (>30 menit) -Elevasi segmen T 2 kali nilai batas
-Tidak hilang -Inversi gelombang atas normal
dengan pemberian T
nitrat -Gelombang Q
-Perlu opium untuk
menghilangkan
nyeri
PENATALAKSANAAN
1. Fase sebelum masuk rumah sakit (prehospital stage), yang kemungkinan tanpa
komplikasi atau sudah ada komplikasi, harus diperhatikan dengan seksama.
19
2. Fase masuk rumah sakit (hospital stage) yang dimulai di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
dengan tujuan terapi untuk: (1) pencegahan terjadinya IMA, (2) pembatasan luasnya
infark, dan (3) pemeliharaan fungsi jantung (miokard).1,5,6
Kemudian dilanjutkan perawatan di ruang intensif kardiovaskular (ICCU), dengan lebih
lanjut memperhatikan sasaran terapi berupa: (1) pencapaian secara komplit dan cepat
reperfusi aliran darah daerah infark; dan (2) menurunkan risiko berulannya IMA dengan
berbagai terapi medikamentosa. 1,5,6
Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama, baik untuk diagnosis dan
pengobatan. Yang dimaksud dengan kontak medis pertama adalah saat pasien pertama
diperiksa oleh paramedis, dokter atau pekerja kesehatan lain sebelum tiba di rumah sakit,
atau saat pasien tiba di unit gawat darurat, sehingga seringkali terjadi dalam situasi rawat
jalan.
Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada yang
berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan pemberian
nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan
kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien
dengan dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui
perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien
tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran EKG yang atipikal pada
pasien dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan
perlunya tindakan segera. Sebisa mungkin, penanganan pasien STEMI sebelum di rumah
sakit dibuat berdasarkan jaringan layanan regional yang dirancang untuk memberikan
terapi reperfusi secepatnya secara efektif, dan bila fasilitas memadai sebanyak mungkin
pasien dilakukan IKP. Pusat-pusat kesehatan yang mampu memberikan pelayanan IKP
20
primer harus dapat memberikan pelayanan setiap saat (24 jam selama 7 hari) serta dapat
memulai IKP primer sesegera mungkin di bawah 90 menit sejak panggilan inisial.
Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam penanganan pasien
STEMI harus mencatat dan mengawasi segala penundaan yang terjadi dan berusaha untuk
mencapai dan mempertahankan target kualitas berikut ini:
1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama ≤10 menit
2. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:
• Untuk fibrinolisis ≤30 menit
• Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang dengan awitan kurang
dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah sakit yang mampu melakukan IKP)
21
DELAY (KETERLAMBATAN)
Pencegahan delay amat penting dalam penanganan STEMI karena waktu paling berharga
dalam infark miokard akut adalah di fase sangat awal, di mana pasien mengalami nyeri
yang hebat dan kemungkinan mengalami henti jantung. Defibrilator harus tersedia apabila
ada pasien dengan kecurigaan infark miokard akut dan digunakan sesegera mungkin begitu
diperlukan. Selain itu, pemberian terapi pada tahap awal, terutama terapi reperfusi, amat
bermanfaat. Jadi, delay harus diminimalisir sebisa mungkin untuk meningkatkan luaran
klinis. Selain itu delay pemberian pengobatan merupakan salah satu indeks kualitas
perawatan STEMI yang paling mudah diukur. Setiap delay yang terjadi di sebuah rumah
sakit saat menangani pasien STEMI perlu dicatat dan diawasi secara teratur untuk
memastikan kulaitas perawatan tetap terjaga.
Delay pasien
Adalah keterlambatan yang terjadi antara awitan gejala hingga tercapainya kontak medis
pertama. Untuk meminimalisir delay pasien, masyarakat perlu diberikan pemahaman
mengenai cara mengenal gejala-gejala umum infark miokard akut dan ditanamkan untuk
segera memanggil pertolongan darurat. Pasien dengan riwayat PJK dan keluarganya perlu
mendapatkan edukasi untuk mengenal gejala IMA dan langkah-langkah praktis yang perlu
diambil apabila SKA terjadi.
Penilaian kualitas pelayanan yang cukup penting dalam penanganan STEMI adalah waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil EKG pertama. Di rumah sakit dan sistem medis
darurat yang menangani pasien STEMI, tujuan ini sebaiknya dicapai dalam 10 menit atau
kurang.
22
Delay antara kontak medis pertama dengan terapi reperfusi
Dikenal juga sebagai delay sistem, komponen ini lebih mudah diperbaiki melalui
pengaturan organisasi dibandingkan dengan delay pasien. Delay ini merupakan indikator
kualitas perawatan dan prediktor luaran. Bila terapi reperfusi yang diberikan adalah IKP
primer, diusahakan delay (kontak medis pertama hingga masuknya wire ke arteri yang
menjadi penyebab) ≤90 menit (≤60 menit bila kasus risiko tinggi dengan infark anterior
besar dan pasien datang dalam 2 jam). Bila terapi reperfusi yang diberikan adalah
fibrinolisis, diusahakan mengurangi delay (waktu kontak pertama dengan tindakan)
menjadi ≤30 menit.
Di rumah sakit yang mampu melakukan IKP, target yang diinginkan adalah ‘door-to-
balloon’ delay ≤60 menit antara datangnya pasien ke rumah sakit dengan IKP primer. Delay
yang terjadi menggambarkan performa dan kualitas organisasi rumah sakit tersebut.
Dari sudut pandang pasien, delay antara awitan gejala dengan pemberian terapi reperfusi
(baik dimulainya fibrinolisis atau masuknya wire ke arteri penyebab) merupakan yang
paling penting, karena jeda waktu tersebut menggambarkan waktu iskemik total, sehingga
perlu dikurangi menjadi sesedikit mungkin.
23
Tahap Hospital
1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada
miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan
sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/menit secara kanul hidung.
1,5,6
2. Nitrogliserin(NTG)
Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 –
0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit
dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan
tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg.
24
3. Morphine
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa
sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan
after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 –
4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual,
4. Aspirin
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster,
asma bronkial) . Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan
mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi
pectoris 1,5,6
25
perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi.
Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark
miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia
berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan
stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan
pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari.
Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis
tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16%
menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik
trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.
1,5,6
1. Heparin
26
Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman
(tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT).
Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin,
namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999)
ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu
1,5,6
4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg
Diberikan pada UAP atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan
dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability;
dose – independent clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat
aktivasi platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand;
kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor
Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar
1,5,6
efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya
Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin.
3. Warfarin
27
Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama
hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI , bila diberikan
bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-
3).1,5,6,7
Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap
semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin. Ada 3 perparat, yaitu
Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga
secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara
intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral
1,5,6,7
jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas
Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk
mengurangi akibat disrupsi plak pada tindakan IKP. Banyak penelitian besar telah
dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin,
maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu
diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet
(trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila
jumlah platelet < 50.000 ml 1,5,6,7
Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat
langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien
APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna
terhadap mortalitas 1,5,6,7
6. Trombolitik
28
Dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat
menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% , namun tidak
3
menguntungkan bagi kasus UAP dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen
activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari
Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90
menit. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri koroner
dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai
waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar
membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan
dan risiko perdarahannya sama saja 1,5,6,7
Antagonis Kalsium
29
Intercep Study tidak melihat penurunan mortalitas dengan obat tersebut 4, namun dapat
digunakan pada UAP/NSTEMI jika ada kontraindikasi penghambat Beta adrenergik.
Diltiazem jangan diberikan pada disfungsi ventrikel kiri dan atau gagal jantung
kongestif (GJK)
Boleh diberikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi 75 tahun),
sebab risiko kematian cukup tinggi dengan trombolitik
30
DAFTAR PUSTAKA
1) Harrisons, Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed, Philadelphia, McGraw Hill, 2000,
1387–97.
4) R.A. Nawawi, Fitriani, B. Rusli, Hardjoeno. Nilai Troponin T (cTnT) Penderita Sindrom
Koroner Akut (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,
Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 123-126
6) Raymond J. Gibbons, M.D., and Valentin Fuster, M.D., Ph.D. Therapy for Patients with
Acute Coronary Syndromes —New Opportunities. New England Medical Journal. April
6,2006
7) Kyuhyun Wang, M.D., Richard W. Asinger, M.D., and Henry J.L. Marriott, M.D. ST-
Segment Elevation in Conditions Other Than Acute Myocardial Infarction. New
England
Medical Journal. 2003
8) Bryg RJ. 2009. Coronary artery disease. WebMD [serial online] 2009 [cited 2018 Aug
coronary-artery-disease?page=3
31
9) DeLuna B. 2006. The heart walls and coronary circulation. Chapter 1. [cited 2018 Aug
10) Deckelbaum L. Heart attacks and Coronary artery disease. Chapter 11. [cited 2018
Aug
12) Ibanez, Borja, et. al. European Heart Journal : 2017 ESC Guidelines for the
management
of acutemyocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. 39th
Edition. 2018
32