c. Keutamaan Hikmah
1) memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam melaksanakan dan membela
kebenaran ataupun keadilan,
2) menjadikan ilmu pengetahuan sebagai bekal utama yang terus
dikembangkan,
3) mampu berkomunikasi denga orang lain dengan beragam pendekatan dan
bahasan,
4) memiliki semangat juang yang tinggi untuk mensyiarkan kebenaran dengan
beramar makruf nahi munkar,
5) senantisa berpikir positif untuk mencari solusi dari semua persoalan yang
dihadapi,
6) memiliki daya penalaran yang obyektif dan otentik dalam semua bidang
kehidupan,
7) orang-orang yang dalam perkataan dan perbuatannya senantiasa selaras
dengan sunnah Rasulullah
3. Membiasakan Sikap Iffah
a. Pengertian ‘Iffah
Secara etimologis, ‘iffahadalah bentuk masdardari affa-ya’iffu-‘iffah yang
berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, iffah juga berarti
kesucian tubuh. Secara terminologis, iffahadalah memelihara kehormatan diri
dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Iffah
(al-iffah) juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara kesucian diri
(al-iffah ) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, ftnah, dan memelihara
kehormatan.
b. Iffah dalam Kehidupan
Iffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap berada dalam keadaan
kesucian. Hal ini dapat dilakukan dimulai memelihara hati (qalbu) untuk tidak
membuat rencana dan angan-angan yang buruk. Sedangkan kesucian diri
terbagi ke dalam beberapa bagian:
1) Kesucian Panca Indra; (QS. An-Nur [24] : 33)
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.
(QS. An-Nur [24] : 33)
2) Kesucian Jasad; (QS. Al-ahzab [33] : 59)
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: «Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka». yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab [33] : 59)
3) Kesucian dari Memakan Harta Orang Lain; (QS. An-Nisa [4] : 6)
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. ke
mudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara
harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah
kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah
kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang
siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri
(dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka
bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu
menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-
saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu). (QS. An-Nisa [4] : 6)
4) Kesucian Lisan
Dengan cara tidak berkata menyakitkan orang tua seperti firman Allah
Swt. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalampemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan «ah» dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia
(QS. Al Isra [17] : 23)
c. Keutamaan Iffah
Dengan demikian, seorang yang afif adalah orang yang bisa menahan diri
dari perkara-perkara yang dihalalkan ataupun diharamkan walaupun
jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah:. Artinya; “Apa yang ada padaku dari
kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya
siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan memelihara
dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta
maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup
dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan
memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian
yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus melakukan usaha-
usaha untuk membimbing jiwanya dengan melakukan dua hal
berikut:dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan
memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatupemberian
yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim). Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus
melakukan usaha-usaha untuk membimbing jiwanya dengan melakukan
dua hal berikut:
1) Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan
menjaga kehormatan diri sehingga tidak berharap mendapatkan apa
yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak meminta kepada makhluk,
baik secara lisan (lisnul maqal) maupun keadaan (lisanul hal)
2) Merasa cukup dengan Allah, percaya dengan pencukupan-Nya. Siapa
yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupinya. Allah
itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya. Bila hamba menyangka
baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia bersangka selain
kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang disangkanya. Untuk
mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslim untuk menjaga
kehormatan diri, di antaranya:
a) Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakan
sunnah Rasulullah,
b) Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman
yang jelas akhlaknya,
c) Selalau mengontrol diri dalam urusan makan, minum dan
berpakaian secara Islami,
d) Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yang
diperolehnya,
e) Menundukkan pandangan mata (ghadul bashar) dan menjaga
kemaluannya,
f) Tidak khalwat (berduaan) dengan lelaki atau perempuan yang
bukan
g) mahramnya,
h) Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang
fitnah.
’Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt. Oleh
sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga
memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan-keinginan yang
tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan saat telah dewasa.
Dari sifat ’iffahakan lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana’ah, jujur,
santun, dan akhlak terpuji lainnya.Ketika sifat ’iffahini sudah hilang dari
dalam diri seseorang, akan membawa pengaruh buruk dalam diri
seseorang, akal sehat akan tertutup oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak
mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana baik dan
buruk, yang halal dan haram.