EPILEPSI
OLEH:
Bima Elsa Paulina Sitinjak (102011505)
Nyoman Sri Widia Sari (102011517)
Ika Winda Hidayati (102011520)
SI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JEMBRANA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Tinjauan Teori
A. Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua
kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala –
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih
dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital, pasca infeksi,
tumor, penyakit vaskuler, penyakit degeneratif dan pasca trauma otak
(Soetomenggolo, 1999; Panayiotopoulos, 2005).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah suatu penyakit disebabkan oleh gangguan pada sistem
saraf atau pusat susunan saraf, yang timbul sewaktu – waktu dalam bentuk
serangan – serangan dimana penderita ambrukdisertai spasme atau kejang –
kejang otot, kehilangan kesadaran, dan mengeluarkan busa melalui mulut (kamus
kesehatan, Endang Rahayu, S.K.M).
Kejang demam yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri paling
sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. kejang demam sederhana
tidak berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya epilepsy. Pada berupa kasus
pasien yang memiliki riwayat kejang demam atau epilepsy dalam keluarga
beresiko lebih besar mengalami kejang non demam pada usia selanjutnya. (Buku
patofisiologi edisi 6 Price & Wilson)
B. Klasifikasi
Epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik atau simtomatik. Pada
epilepsi idiopati atau esensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi sentral. Pada
epilepsy simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak menyebabkan timbulnya
respon kejang. Penyakit – penyakit yang berkaitan dengan epilepsi sekunder
adalah cidera kepala, gangguan metabolism dan gizi (hipoglikemia,
fenilketonouia, defisiensi vitamin B6), faktor toksik (uremia, intoksikasi alcohol,
putus obat narkotik), ensefalitis, stroke, hipoksia atau neoplasma otak, dan
gangguan elektrolit, terutama hiponatremia dan hipokalsemia.
Kejang parsial terjadi didalam daerah otak tertentu dan biasanya berkaitan
dengan kelainan structural otak. Kejang parsial sederhana menyebabkan gejala
motorik, sensorik, autonomic, atau psikik tanpa adanya perubahan kesadaran yang
nyata saat kejang, dan biasanya berlangsung kurang dari 1 menit. Gejala
bergantung pada lokasi neuron hiperaktif diotak. Kejang parsial kompleks
ditandai dengan aktivitas kejang fokal dan perubahan kesadaran yang menggangu
kemampuan pasien mempertahankan kontak dengn lingkungan. Gejala bervariasi
tetapi biasanya mencangkup perilaku tidak bertujuan, seperti menarik – narik
baju, bertepuk tangan, mengecap – ngecapkan bibir, atau gerakan mengunyah,
yang berlangsung 1 sampai 3 menit. Pasien sadar tetapi tidak dapat mengingat
tindakan nya sewaktu kejang. Focus kejang jenis ini umumnya terletak di lobus
temporalis medial atau frontalis inferior. Kejang generalisata melibatkan daerah
yang luas di otak secara simultan dan simetris bila bilateral. Kejang ini biasanya
timbul tanpa didahului oleh aura, dan pasien tidak sadar dan tidak mengetahui
keadaan sekeliling nya saat kejang. Terdapat beberapa tipe kejang generalisata.
Kejang absence ditandai dengan hilangnya kesadaran secara mendadak, singkat,
dan tampak kehilangan control postur dan biasanya berlangsung beberapa detik.
Kejang motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan
kontraksi otot tonik – klonik sering disebut konvulsi. Kejang tonik – klonik
generalisata berasal dari kedua hemisfer serebrum secara simultan dan merupakan
kejang epilepsy yang klasik.
C. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:
Infeksi akut
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Alkoholisme
D. Manifestasi klinis
a. Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak di sekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengeluarkan busa
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat (Tucker, 1998 : 432 )
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya keadaan
epilepsi yang dialami pada penderita gejala yang timbul berturut – turut meliput di
saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba – tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya
kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi terkancing. Bola mata
berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung
berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang
diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listrik.
E. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta –
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh atau anggota
gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang
substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan
impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran. Selain itu, epilepsi
juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk
ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam – basa atau elektrolit, yang mengganggu
homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas
b. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
Menunjukkan adanya infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
II. Tinjauan Kasus
A. Pengkajian
Terdiri dari DS (data subjektif) dan DO (data objektif). Data subjektif merupakan
data yang diperoleh berdasarkan pengkajian terhadap pasien atau keluarga pasien
(apa yang dikatakan pasien atau keluarga pasien), sedangkan data objektif adalah
data yang diperoleh dari pemeriksaan.
Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena
klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai
mulut berbuih.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan pasien pada saat dikaji dan diperiksa.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit kejang sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit keturunan
seperti diabetes militus, penyakit jantung ?
Pengkajian kebutuhan dasar
a. Aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d. Makanan / cairan
e. Integritas ego
f. Neurosensori
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
i. Keamanan
Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
Pemeriksaan fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : Inspeksi apakah klien batuk,produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan penngkatan
frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien epilepsy
disertai dengan gangguan system pernapasan.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irregular. Pengkajian pada system
kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien epilepsy tahap lanjut
apabila klien sudah mengalami syok
3) Tingkat Kesadaran (Brain): Tingkat kesadaran klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk menilai
disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
4) Sistem neurologi
a. Tingkat kesadaran: terjadi penurunan kesadaran
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b. Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien, nilai
gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas motorik pada
klien eplepsi tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status
mental seperti adanya gangguan prilaku, alam perasaan dan persepsi
c. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien eplepsi tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan dalam kondisi normal
Saraf III, IV, dan VI. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
epilepsy mengeluh mengalam fotofobia,( sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya )
Saraf V. Biasanya tidak didapatkan paralysis otot wajah dan reflex
kornea biasanya tidak ada kelainan
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Pemeriksaan refleks Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan
pada tendon, ligamentum, dan periosteum, derajat reflex pada
respons normal
5) Sistem sensorik
Basanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan suhu normal,
tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh, perasaan
propriosetif normal, dan perasaan diskriminatif normal. Pada
rangsang cahaya merupakan tanda khas dari epilepsy. Pascakejang
sering dkeluhkan adanya nyeri kepala yang bersifat akut.
6) Sistem perkemihan (Bladder) : Pemeriksaan pada system kemih
didapatkan berkurangnya volume output urin, hal ini berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal
7) Sistem reproduksi: penurunan tingkat kesadaran dapat
menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual.
8) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada klien pada epilepsy menurun karena anoreksia dan adanya
kejang
9) (Bone): Pada fase akut setelah kejang biasanya didapatkan adanya
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 5 Tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Pendidikan : Belum sekolah
Pekerjaan : Belum bekerja
Suku Bangsa : Indones ia
Alamat : Jalan Kusuma Wijaya
Tanggal Masuk : 10 April 2018
Tanggal Pengkajian : 10 April 2018
No. Register : 102020
Diagnosa Medis : Epilepsi
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. NY
Umur : 32 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Ibu kandung
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Jalan Kusuma Wijaya
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS : Keluarga mengeluh An. A kejang
Saat ini : Keluarga mengeluh An. A kejang
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pada tanggal 10 April 2018 pukul 15.00 WITA keluarga An. A datang
ke IGD RSU Negara, ibu An. A mengeluh anaknya kejang di rumah
selama kurang lebih 5 menit dengan disertai kehilangan kesadaran, dan
tubuh anaknya menjadi kaku. Ibu An. A mengatakan anaknya pernah
kejang diusia 3 tahun sebanyak satu kali dan sudah ditangani dengan
cepat serta An. A sering kontrol ke poli saraf dan dari dokter spesialis
disarankan untuk tidak usah control kembali. Ibu An. A mengatakan
anaknya sempat muntah dirumah sebanyak 1 kali muntah tidak disertai
darah setelah muntah An. A mengalami sesak napas dan sisa makanan
masih ada di mulut bagian belakang. Ibu An. A mengatakan anaknya
sewaktu kejang mengalami kekakuan diseluruh tubuhnya dan tidak ada
respon saat diberikan rangsangan, Ibu An. A mengatakan anaknya
hanya terbaring diatas tempat tidur, aktivitas An. A dibantu oleh
keluarga. Keadaan umum An. A tampak lemah, tingkat kesadaran
menurun (sopor) GCS: mata 4, verbal 1, motorik 1, total 6. Dari
pemeriksaan TTV suhu: 37,0°C, respirasi: 40x/menit, nadi:
116x/menit. Pasien tampak pucat, pasien tampak kaku, kebutuhan
pasien tampak dibantu
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan 3 x sehari dengan porsi
cukup dan didampingi susu formula satu hari
sekali
Saat sakit : Pasien mengatakan pemenuhan nutrisi bubur kasar
setengah porsi habis setiap kali makan, kesulitan
menelan tidak ada, keadaan yang menggangu nutrisi
tidak ada.
c. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB teratur, 1 x sehari disetiap
pagi hari dengan feses lembek, tidak disertai darah
Saat sakit : Pasien mengatakan BAB teratur, 1 x sehari disetiap
pagi hari dengan feses lembek, tidak disertai
darah
2) BAK
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAK teratur 4 x sehari, urine
berwarna jernih kekuningan (500 ml), tidak disertai
darah dan nanah
Saat sakit : Pasien mengatakan BAK teratur 4 x sehari, urine
berwarna jernih kekuningan (500 ml), tidak disertai
darah dan pus
i. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan tidak berhubungan,
karena belum menikah
Saat sakit : Keluarga pasien mengatakan tidak berhubungan,
karena belum menikah. pasien tampak ditemani
oleh keluarganya yaitu ayah, dan ibunya.
b. Tanda-tanda Vital : TD : -
Nadi : 116 x/menit
Suhu : 37,0 ̊ C
RR : 40 x/menit
c. Keadaan fisik
1. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normocephalic, warna rambut hitam,
ketombe tidak ada,
Palpasi : Nyeri kepala tidak ada, benjolan tidak ada
2. Mata
Inspeksi : Posisi mata sejajar, konjungtiva berwarna merah
muda, tidak ada ikterik pada sklera, ada reflek pupil
terhadap cahaya
Palpasi : Nyeri pada mata tidak ada, tidak ada benjolan
3. Telinga
Inspeksi : Liang telinga ada serumen, aurikula tidak ada lesi,
tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Nyeri telinga tidak ada, benjolan tidak ada
6. Leher
Inspeksi : Tidak ada jaringan parut, tidak ada massa, tidak ada
kemerahan, tidak ada luka.
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, denyut karotis
teraba
7. Toraks (Paru)
Inspeksi : Bentuk dada normochest, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ada luka, tidak ada sianosis
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, tidak ada fraktur
iga, taktil fremitus seimbang.
Perkusi : Pada perkusi paru suara yang dihasilkan sonor
Auskultasi : Frekuensi dada 40 x/menit, terdapat suara nafas
tambahan ronchi pada paru kanan dan kiri.
8. Toraks (Jantung)
Inspeksi : Ada thrill, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,
tidak ada sianosis.
Palpasi : Ada nyeri, tidak ada benjolan, batas jantung kiri ics 2
sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 axila anterior kanan,
Perkusi : Pada perkusi paru suara yang dihasilkan redup
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada suara tambahan,
murmur tidak ada.
9. Payudara dan Aksila
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
kemerahan, tidak ada luka, tidak ada perubahan warna
kulit.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
10. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, warna kulit sama dengan warna kulit
lain, tidak ada pembengkakan, tidak, ada luka.
Auskultasi : Bising usus 12 x/menit, terdengar gelombang
peristaltik.
Perkus : Pada perkusi abdomen suara yang dihasilkan timpani,
pada hati suara yang dihasilkan pekak.
Palpasi : Tidak ada nyeri
11. Genetalia
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada ruam, tidak ada pendarahan,
tidak ada kutil, tidak ada wasir.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
12. Integumen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, edema tidak ada, tidak ada
sianosis, tidak ada luka.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
13. Ekstermitas
1). Atas
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
terbatas, tampak adanya kekakuan pada tangan kanan
dan kiri.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan.
2). Bawah
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
terbatas, tidak ada pembengkakan, tidak ada fraktur,
gaya berjalan tidak dapat diketahui karena tampak
adanya kekakuan pada kaki kanan dan kiri.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan, tidak ada edema.
Kekuatan otot:
dextra sinistra
5 , 5, 5 5, 5, 5
5, 5, 5 5, 5, 5
14. Neurologis
Status mental dan emosi
Masalah yang pernah di alami pasien yaitu dirumah terkadang pasien
marah dan sering bermain dengan teman dan kepada orang lain ketika
pasien merasa nyaman dan merasa senang, namun untuk masalah
marah tersebut dapat teratasi secara perlahan dengan merubah sikap
dan perilaku kearah yang lebh baik, ibu pasien sangat membantu
dalam hal ini. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah
mengalami kesulitan dalam mengingat hal hal yang sederhana.
11.20 WITA II Mendampingi pasien dan S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
membantu pasien saat berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
mobilisasi dalam nya belum pulih
pemenuhan ADL O: Kesadaran pasien belum penuh, pasien
tampak berbaring diatas tempat tidur
11.30 WITA II Melatih pasien dalam S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
pemenuhan kebutuhan berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
ADL secara mandiri sesuai nya belum pulih
kemampuan O: Kesadaran pasien belum penuh, pasien
tampak berbaring diatas tempat tidur
11.45 WITA II Mengajarkan pasien atau S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
keluarga tentang teknik berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
ambulasi nya belum pulih
O: Kesadaran pasien belum penuh, dan
pasien tampak berbaring diatas tempat tidur
12.00 WITA III Melakukan pengkajian S: Keluarga mengatakan khawatir sewaktu -
risiko jatuh klien waktu anaknya kejang dan kesadaran
anaknya masih menurun.
O: Pasien tampak lemas, dan kesadaran
pasien belum penuh, pasien tampak
berbaring diatas tempat tidur
12.33 WITA III Memonitor kekuatan, S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
keseimbangan dan berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
kelemahan saat klien nya belum pulih
berdiri, berjalan, atau O: Pasien tampak lemas, dan kesadaran
berpindah dari satu tempat pasien belum penuh, pasien tampak
ketempat lainnya berbaring diatas tempat tidur
08.50 WITA I Mengkaji status pernapasan S: Ibu pasien mengatakan anaknya rewel
dan masih sesak
O: Tampak ada sisa muntah pada mulut
bagian belakang belakang, tampak sesak,
Terdapat suara napas tambahan ronchi,
RR : 40 x/menit, tampak terpasang O2 2ltr
11.20 WITA II Mendampingi pasien dan S: Ibu An. A mengatakan jika An. A ingin
membantu pasien saat kekamar mandi ataupun minum susu sering
mobilisasi dalam bilang kepada ibu atau ayah nya.
pemenuhan ADL O: An. A tampak rewel dan jika diajak
berkomunikasi baik respon nya baik namun
terkadang rewel.
08.40 WITA
Menganjurkan minum air S: Keluarga mengatakan sudah memberikan
II hangat
air hangat sedikit demi sedikit
O: Pasien tampak tidak rewel dan mau
meminum air hangat sedikit demi sedikit
yang diberikan oleh orang tua
09.10 WITA II Melatih pasien dalam S: Ibu An. A mengatakan tetap melatih
pemenuhan kebutuhan anaknya, selalu memberikan pengawasan
ADL secara mandiri sesuai dan mendampingi
kemampuan O: pasien tampak dilatih berpindah, makan
minum sendiri dengan pengawasan.
11.30 WITA III Melakukan pengkajian S: Ibu An. A mengatakan An. A masih
risiko jatuh klien dibantu keluarga, namun anak nya sudah
tidak rewel seperti kemarin, An. A mampu
berjalan dari kamar ke kamar mandi dan
dari kamar ke luar untuk mencari suasana
yang enak bagi dirinya dengan didampingi,
Pasien tidak mengalami kejang, tidak ada
kekakuan pada tubuh
O: Pasien tidak jatuh ketika berdiri, tidak
jatuh ketika berjalan, tidak jatuh dari tempat
tidur, tidak jatuh saat berpindah dari satu ke
tempat lainnya.
11.45 WITA III Memonitor kekuatan, S: Ibu An. A mengatakan An. A sudah tidak
keseimbangan dan lemas dan tidak ada kekakuan otot.
kelemahan saat klien O: Pasien tidak jatuh ketika berdiri, tidak
berdiri, berjalan, atau jatuh ketika berjalan, tidak jatuh dari tempat
berpindah dari satu tempat tidur, tidak jatuh saat berpindah dari satu ke
ketempat lainnya tempat lainnya
08.30 WITA III Melakukan pengkajian risiko S: Ibu An. A mengatakan An. A masih tetap
jatuh klien diawasi keluarga, An. A mampu berjalan dari
kamar ke kamar mandi dan dari kamar ke luar
untuk mencari suasana yang enak bagi dirinya
dengan diawasi.
O: Pasien tidak jatuh ketika berdiri, tidak jatuh
ketika berjalan, tidak jatuh dari tempat tidur,
tidak jatuh saat berpindah dari satu ke tempat
lainnya.
V. EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl No
No Evaluasi Ttd
Jam Dx
1 Jumat, 13 I S : Keluarga mengatakan sesak anak nya berkurang, Keluarga
April 2018, pasien mengucapkan terima kasih setelah melakukan
Pukul 08.30
pemeriksaan TTV.
Wita
O : Sesak tampak berkurang, tidak terdapat suara napas tambahan
ronchi, tidak ada bantuan otot pernapasan, tidak terdapat sisa
muntah pada bagian yang menganggu jalan pernapasan, TD: -,
Nadi: 110x/menit, Suhu: 36,6 ̊ C, RR: 32x/menit
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien