Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI

OLEH:
Bima Elsa Paulina Sitinjak (102011505)
Nyoman Sri Widia Sari (102011517)
Ika Winda Hidayati (102011520)

SI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JEMBRANA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Tinjauan Teori
A. Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua
kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala –
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih
dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital, pasca infeksi,
tumor, penyakit vaskuler, penyakit degeneratif dan pasca trauma otak
(Soetomenggolo, 1999; Panayiotopoulos, 2005).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah suatu penyakit disebabkan oleh gangguan pada sistem
saraf atau pusat susunan saraf, yang timbul sewaktu – waktu dalam bentuk
serangan – serangan dimana penderita ambrukdisertai spasme atau kejang –
kejang otot, kehilangan kesadaran, dan mengeluarkan busa melalui mulut (kamus
kesehatan, Endang Rahayu, S.K.M).
Kejang demam yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri paling
sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. kejang demam sederhana
tidak berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya epilepsy. Pada berupa kasus
pasien yang memiliki riwayat kejang demam atau epilepsy dalam keluarga
beresiko lebih besar mengalami kejang non demam pada usia selanjutnya. (Buku
patofisiologi edisi 6 Price & Wilson)
B. Klasifikasi
Epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik atau simtomatik. Pada
epilepsi idiopati atau esensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi sentral. Pada
epilepsy simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak menyebabkan timbulnya
respon kejang. Penyakit – penyakit yang berkaitan dengan epilepsi sekunder
adalah cidera kepala, gangguan metabolism dan gizi (hipoglikemia,
fenilketonouia, defisiensi vitamin B6), faktor toksik (uremia, intoksikasi alcohol,
putus obat narkotik), ensefalitis, stroke, hipoksia atau neoplasma otak, dan
gangguan elektrolit, terutama hiponatremia dan hipokalsemia.
Kejang parsial terjadi didalam daerah otak tertentu dan biasanya berkaitan
dengan kelainan structural otak. Kejang parsial sederhana menyebabkan gejala
motorik, sensorik, autonomic, atau psikik tanpa adanya perubahan kesadaran yang
nyata saat kejang, dan biasanya berlangsung kurang dari 1 menit. Gejala
bergantung pada lokasi neuron hiperaktif diotak. Kejang parsial kompleks
ditandai dengan aktivitas kejang fokal dan perubahan kesadaran yang menggangu
kemampuan pasien mempertahankan kontak dengn lingkungan. Gejala bervariasi
tetapi biasanya mencangkup perilaku tidak bertujuan, seperti menarik – narik
baju, bertepuk tangan, mengecap – ngecapkan bibir, atau gerakan mengunyah,
yang berlangsung 1 sampai 3 menit. Pasien sadar tetapi tidak dapat mengingat
tindakan nya sewaktu kejang. Focus kejang jenis ini umumnya terletak di lobus
temporalis medial atau frontalis inferior. Kejang generalisata melibatkan daerah
yang luas di otak secara simultan dan simetris bila bilateral. Kejang ini biasanya
timbul tanpa didahului oleh aura, dan pasien tidak sadar dan tidak mengetahui
keadaan sekeliling nya saat kejang. Terdapat beberapa tipe kejang generalisata.
Kejang absence ditandai dengan hilangnya kesadaran secara mendadak, singkat,
dan tampak kehilangan control postur dan biasanya berlangsung beberapa detik.
Kejang motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan
kontraksi otot tonik – klonik sering disebut konvulsi. Kejang tonik – klonik
generalisata berasal dari kedua hemisfer serebrum secara simultan dan merupakan
kejang epilepsy yang klasik.
C. Etiologi

Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum


2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,


ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik
akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan
sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk. Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca – awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut : Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik
maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan
ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36
bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena
gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36
bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk
terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan
bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama. Perubahan bisa terjadi pada awal
saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan pertama dan kedua
kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti
infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas
berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit,
persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin
sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan
pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan
fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga
memberikan kontribusi terjadinya epilepsy.

Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi


Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal

Cedera lahir intrakranial

Infeksi akut

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,


hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)

Malformasi kongenital

Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik

Infeksi akut

Trauma

Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik

Trauma

Gejala putus obat dan alcohol

Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma

Alkoholisme

Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak

Penyakit serebrovaskular

Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )

Alkoholisme

D. Manifestasi klinis
a. Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak di sekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengeluarkan busa
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat (Tucker, 1998 : 432 )
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya keadaan
epilepsi yang dialami pada penderita gejala yang timbul berturut – turut meliput di
saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba – tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya
kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi terkancing. Bola mata
berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung
berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang
diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listrik.

E. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta –
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh atau anggota
gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang
substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan
impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran. Selain itu, epilepsi
juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk
ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam – basa atau elektrolit, yang mengganggu
homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas
b. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
Menunjukkan adanya infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
II. Tinjauan Kasus

A. Pengkajian

Terdiri dari DS (data subjektif) dan DO (data objektif). Data subjektif merupakan
data yang diperoleh berdasarkan pengkajian terhadap pasien atau keluarga pasien
(apa yang dikatakan pasien atau keluarga pasien), sedangkan data objektif adalah
data yang diperoleh dari pemeriksaan.

Biasanya data fokus yang didapatkan adalah :


Data Subjektif :
1. Keluarga pasien mengatakan pasien jatuh, tubuh menjadi kaku.
2. Keluarga pasien mengatakan kehilangan kesadaran.
3. Pasien mengatakan tidak mengingat kejadian kejang.
Data Objektif :
1. Pasien tampak menggigit lidah sendiri
2. Pasien tampak sesak, inkontinesia urine, pasien tampak kebingungan
3. Takikardia, hiperpireksia, hipertensi dan hiperglikemia
Kejang lama >30 menit menyebabkan
1. Deplesi katekolamin, hipotensi, hipoglikemia, disritmia menurunnya
perfusi otak dan edema serebrum, dan kemungkinan henti napas atau
jantung.

Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena
klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai
mulut berbuih.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan pasien pada saat dikaji dan diperiksa.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit kejang sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit keturunan
seperti diabetes militus, penyakit jantung ?
Pengkajian kebutuhan dasar
a. Aktivitas

Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.

Tanda : kelemahan otot, somnolen.

b. Sirkulasi

Gejala : palpitasi.

Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.

c. Eliminasi

Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.

d. Makanan / cairan

Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.

Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi


gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).

e. Integritas ego

Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.

Tanda : depresi, ansietas, marah.

f. Neurosensori

Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,


pusing, kesemutan.

Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.

g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.

Tanda : gelisah, distraksi.


h. Pernafasan

Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.

Tanda : dispnea, takipnea, batuk.

i. Keamanan

Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan,


perdarahan spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.

Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.

Pemeriksaan fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : Inspeksi apakah klien batuk,produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan penngkatan
frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien epilepsy
disertai dengan gangguan system pernapasan.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irregular. Pengkajian pada system
kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien epilepsy tahap lanjut
apabila klien sudah mengalami syok
3) Tingkat Kesadaran (Brain): Tingkat kesadaran klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk menilai
disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
4) Sistem neurologi
a. Tingkat kesadaran: terjadi penurunan kesadaran
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b. Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien, nilai
gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas motorik pada
klien eplepsi tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status
mental seperti adanya gangguan prilaku, alam perasaan dan persepsi
c. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien eplepsi tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan dalam kondisi normal
Saraf III, IV, dan VI. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
epilepsy mengeluh mengalam fotofobia,( sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya )
Saraf V. Biasanya tidak didapatkan paralysis otot wajah dan reflex
kornea biasanya tidak ada kelainan
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Pemeriksaan refleks Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan
pada tendon, ligamentum, dan periosteum, derajat reflex pada
respons normal
5) Sistem sensorik
Basanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan suhu normal,
tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh, perasaan
propriosetif normal, dan perasaan diskriminatif normal. Pada
rangsang cahaya merupakan tanda khas dari epilepsy. Pascakejang
sering dkeluhkan adanya nyeri kepala yang bersifat akut.
6) Sistem perkemihan (Bladder) : Pemeriksaan pada system kemih
didapatkan berkurangnya volume output urin, hal ini berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal
7) Sistem reproduksi: penurunan tingkat kesadaran dapat
menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual.
8) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada klien pada epilepsy menurun karena anoreksia dan adanya
kejang
9) (Bone): Pada fase akut setelah kejang biasanya didapatkan adanya
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.

Skala ukuran kekuatan otot


Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh

B. Diagnosa Keperawatan pada pasien epilepsi


Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien dengan epilepsi
adalah sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme pada
jalan nafas, obstruksi trakeobronkial.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan.
3. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis.
4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali dan
masa otot.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan aliran darah keotak.
7. Resiko jatuh berhubungan dengan usia >2 tahun, pengawasan dari orang
tua kurang, penurunan ketajaman penglihatan
8. Difisiensi pengetahuan berhuubungan dengan kurang terpaparnya
informasi mengenai kejang.
C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme pada
jalan nafas, obstruksi trakeobronkial.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Suara nafas bersih, tidak ada suara nafas tambahan (ronchi, whezzing,
dan lain sebagainya)
b. Pernapasan cuping hidung tidak ada
Rencana tindakan
a. Kaji status pernapasan
Rasional: takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan otot dada tidak
simetris sering terjadi ketidaknyamanan gerakan dada.
b. Berikan posisi senyaman mungkin (semifowler)
Rasional: membantu pengeluaran secret apabila ada dan memperbaiki
ventilasi
c. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan dalam tubuh.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pada jalan nafas,
obstruksi trakeobronkial.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
ketidakefektifan pola nafas klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Sesak nafas berkurang
b. Respirasi dalam rentang normal ( 16-20 x/menit)
Rencana tindakan :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional: Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels,
wheezing.
Rasional: Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas /
kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : Duduk tinggi/semi powler memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk efektif.
Rasional : Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Kolaborsi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : Mencegah hipoksia dan memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
3. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Kerusakan
memori klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Ingatan (memori) mampu untuk mendapatkan kembali secara kognitif
dan menyampaikan kembali informasi yang disimpan sebelumnya.
b. Kondisi neurologis kesadaran mampu mengingat lebih baik
Rencana tindakan :
a. Kaji faktor penyebab gangguan pasien
Rasional: Untuk mengetahui penyebab yang pasti dialami dalam masalah
gangguan.
b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan pasien yang optimal
Rasional: Sumber pendidikan dan informasi dapat membantu
memfasilitasi pasien mengenai pengetahuan dan edukasi.
c. Tingkatkan komunikasi verbal
Rasional: Dengan berkomunikasi mampu mengatasi adanya kerusakan
pada memori.
d. Berikan instruksi berulang dan sederhana
Rasional: Dengan memberikan instruksi yang berulang dan sederhana
memudahkan pasien untuk mengingat.
e. Berikan pujian positif atas hasil yang telah dicapai
Rasional: Dengan pujian positif membantu menyemangatkan pasien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu teknik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Rencana tindakan :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
Rasional: dengan menentukan pengkajian nyeri secara komprehensif
maka dapat mengetahui perkembangan nyeri dan ada atau tidaknya
komplikasi
b. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
Rasional: dengan tekhnik distraksi dan relaksasi pasien mampu
mengontrol nyeri secara non farmakologi
c. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional: Mengetahui perkembangan nyeri melalui rekasi non verbal
d. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
Rasional: Menurunkan rasa nyeri dan mepercepat penyembuhan.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali dan
masa otot.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Hambatan
mobilitas fisik klien dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik.
b. Menunjukkan penghematan energi (menyadari keterbatasan energi,
menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
Rencana tindakan :
a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Rasional: Untuk mengetahui kemampuan mobilisasi pasien.
b. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan
Rasional: Membantu memenuhi kebutuhan pasien secara bertahap.
c. Dampingi pasien dan bantu pasien saat mobilisasi dalam pemenuhan
ADL
Rasional: Dengan pendampingan kebutuhan ADL membantu mencegah
resiko yang tidak di inginkan.
d. Ajarkan pasien atau keluarga tentang teknik ambulasi
Rasional: Membantu memenuhi ADL secara bertahap.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan aliran darah keotak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan
b. Tingkat kesadaran membaik.
c. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
d. Menunjukan perhatian, konsentrasi dan orientasi
Rencana tindakan :
a. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
Rasional: mencegah terjadinya resiko penurunan jaringan otak
b. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
Rasional: untuk mengetahui adanya tanda ketidakefektifan perfusi jaringan
c. Monitor adanya trombopeblitis
Rasional: untuk mengetahui adanya penyumbatan sirkulasi darah
7. Resiko jatuh berhubungan dengan usia >2 tahun, pengawasan dari orang
tua kurang, penurunan ketajaman penglihatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Resiko jatuh
dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Dapat mempertahankan orientasi pada tempat, waktu dan orang
b. Tidak jatuh ketika berdiri
c. Tidak jatuh ketika berjalan
d. Tidak jatuh dari tempat tidur
e. Tidak jatuh saat berpindah dari satu ke tempat lainnya.
Rencana tindakan :
a. Lakukan pengkajian risiko klien
Rasional: Mengetahui seberapa besar kemungkinan risiko terjadi.
b. Komunikasikan dengan keluarga faktor – faktor yang menyebabkan
pasien jatuh
Rasional: Dengan memberikan informasi, membantu keluarga dan pasien
meminimalkan faktor resiko jatuh terjadi
c. Monitor kekuatan, keseimbangan dan kelemahan saat klien berdiri,
berjalan, atau berpindah dari satu tempat ketempat lainnya
Rasional: Untuk mengetahui kekuatan, keseimbangan didalam tubuh.
d. Pasang pengaman bed, pastikan kursi roda dan bed terkunci
Rasional: Meminimalkan resiko jatuh terjadi.
e. Instruksikan pasien untuk meminta bantuan saat berjalan atau
berpindah
Rasional: Mengkaji kekuatan ekstermitas bawah sebagai tumpuan badan.
8. Difisiensi pengetahuan berhuubungan dengan kurang terpaparnya
informasi mengenai kejang dalam keluarga
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Difisiensi
pengetahuan dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Mampu menyebutkan pengertian, tanda gejala, penyebab, dan
penanganan
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional: mengetahui seberapa paham pasien dan keluarga mengenai
pengertian, tanda gejala, penyebab, dan penanganan penyakit.
b. Beri informasi tentang penyakit pengertian, tanda gejala, penyebab,
dan penanganan
Rasional: Memberikan edukasi pada pasien dan menambah wawasan.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1997
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Penilaian keperawatan adalah mungukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan memenuhi kebutuhan klien.
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. TN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS EPILEPSI
DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT UMUM NEGARA
TANGGAL 10 – 13 APRIL 2018

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 5 Tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Pendidikan : Belum sekolah
Pekerjaan : Belum bekerja
Suku Bangsa : Indones ia
Alamat : Jalan Kusuma Wijaya
Tanggal Masuk : 10 April 2018
Tanggal Pengkajian : 10 April 2018
No. Register : 102020
Diagnosa Medis : Epilepsi
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. NY
Umur : 32 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Ibu kandung
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Jalan Kusuma Wijaya
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS : Keluarga mengeluh An. A kejang
Saat ini : Keluarga mengeluh An. A kejang
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pada tanggal 10 April 2018 pukul 15.00 WITA keluarga An. A datang
ke IGD RSU Negara, ibu An. A mengeluh anaknya kejang di rumah
selama kurang lebih 5 menit dengan disertai kehilangan kesadaran, dan
tubuh anaknya menjadi kaku. Ibu An. A mengatakan anaknya pernah
kejang diusia 3 tahun sebanyak satu kali dan sudah ditangani dengan
cepat serta An. A sering kontrol ke poli saraf dan dari dokter spesialis
disarankan untuk tidak usah control kembali. Ibu An. A mengatakan
anaknya sempat muntah dirumah sebanyak 1 kali muntah tidak disertai
darah setelah muntah An. A mengalami sesak napas dan sisa makanan
masih ada di mulut bagian belakang. Ibu An. A mengatakan anaknya
sewaktu kejang mengalami kekakuan diseluruh tubuhnya dan tidak ada
respon saat diberikan rangsangan, Ibu An. A mengatakan anaknya
hanya terbaring diatas tempat tidur, aktivitas An. A dibantu oleh
keluarga. Keadaan umum An. A tampak lemah, tingkat kesadaran
menurun (sopor) GCS: mata 4, verbal 1, motorik 1, total 6. Dari
pemeriksaan TTV suhu: 37,0°C, respirasi: 40x/menit, nadi:
116x/menit. Pasien tampak pucat, pasien tampak kaku, kebutuhan
pasien tampak dibantu

3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Ibu An. A mengatakan upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
dengan langsung membawa ke RSU Negara karena jarak rumah An.
A dengan rumah sakit dekat.
b. Status Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
Ibu pasien mengatakan pernah mengalami penyakit epilepsi, demam,
flu, batuk.
2. Pernah dirawat
Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit
Umum Negara dengan penyakit epilepsi selama 5 hari.
3. Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat dan
debu.
4. Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Pasien tidak mempunyai riwayat merokok, kopi, alcohol, dll.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
maupun penyakit menular.
6. Diagnosa Medis dan therapy
Diagnosa : Epilepsi
Therapy : 1. Paracetamol 10 mg
2. Oksigen 2 Liter/menit
3. Diazepam 0,3 mg intravena (jika kejang)

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Keluarga pasien mengatakan keadaan sehat itu dapat beraktivitas dengan
baik dan dengan mengtur pola makan yang sehat, olah raga, menghindari
makanan yang cepat saji dan hindari minuman keras. Keluarga pasien
mengatakan keadaan sakit merupakan keadaan tubuh yang lemah dan
tidak dapat melakukan kegiatan apapun.

b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan 3 x sehari dengan porsi
cukup dan didampingi susu formula satu hari
sekali
Saat sakit : Pasien mengatakan pemenuhan nutrisi bubur kasar
setengah porsi habis setiap kali makan, kesulitan
menelan tidak ada, keadaan yang menggangu nutrisi
tidak ada.
c. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB teratur, 1 x sehari disetiap
pagi hari dengan feses lembek, tidak disertai darah
Saat sakit : Pasien mengatakan BAB teratur, 1 x sehari disetiap
pagi hari dengan feses lembek, tidak disertai
darah
2) BAK
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAK teratur 4 x sehari, urine
berwarna jernih kekuningan (500 ml), tidak disertai
darah dan nanah
Saat sakit : Pasien mengatakan BAK teratur 4 x sehari, urine
berwarna jernih kekuningan (500 ml), tidak disertai
darah dan pus

d. Pola aktivitas dan latihan


1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
2) Latihan
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit dapat
melakukan aktivitas dengan mandiri, tanpa bantuan
dengan orang lain dan alat bantu
Saat sakit : Keluarga pasien mengatakan lemah, pasien
mengatakan tidak mampu untuk bergerak bebas,
sebagian aktivitas pasien dibantu oleh orang lain
dan dibantu menggunakan alat.
e. Pola kognitif dan Persepsi
Keluarga pasien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakitnya dan
sudah mengetahui mengenai penanggulangannya.

f. Pola Persepsi-Konsep diri


Keluarga pasien mengatakan tentang perasaan mengenai dirinya anaknya
bahwa anaknya merasa lemah dan rewel, keluarga pasien mengatakan
anaknya sewaktu sadar tidak tahu dirinya di rumah sakit

g. Pola Tidur dan Istirahat


Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur ± 6 jam dalam sehari, tidur
malam mulai jam 11 dan bangun jam 5 pagi.
Saat sakit : Pasien mengatakan tidur ± 6 jam dalam sehari, tidur
malam mulai jam 11 dan bangun jam 5 pagi, namun
terkadang rewel karena tidak betah di rumah sakit
h. Pola Peran-Hubungan
Keluarga pasien mengatakan peran anaknya dalam keluarganya sebagai
anak yang menjalankan tugas dari orang tua.

i. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan tidak berhubungan,
karena belum menikah
Saat sakit : Keluarga pasien mengatakan tidak berhubungan,
karena belum menikah. pasien tampak ditemani
oleh keluarganya yaitu ayah, dan ibunya.

j. Pola Toleransi Stress-Koping


keluarga pasien mengatakan An. A tidak nyaman dengan kondisi saat ini,
untuk menghilangkan ketidak nyamanan dilakukan dengan cara
berbincang dan bermain bersama keluarga dan saling memberikan kasih
sayang dan perhatian bersama keluarga.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pola nilai kepercayaan baik, keluarga pasien mengajarkan anaknya
melakukan persembahyangan secara Hindu diatas tempat tidur.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Berat
Tingkat kesadaran : Sopor
GCS : verbal : 1 Psikomotor : 1 Mata : 4

b. Tanda-tanda Vital : TD : -
Nadi : 116 x/menit
Suhu : 37,0 ̊ C
RR : 40 x/menit

c. Keadaan fisik
1. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normocephalic, warna rambut hitam,
ketombe tidak ada,
Palpasi : Nyeri kepala tidak ada, benjolan tidak ada

2. Mata
Inspeksi : Posisi mata sejajar, konjungtiva berwarna merah
muda, tidak ada ikterik pada sklera, ada reflek pupil
terhadap cahaya
Palpasi : Nyeri pada mata tidak ada, tidak ada benjolan

3. Telinga
Inspeksi : Liang telinga ada serumen, aurikula tidak ada lesi,
tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Nyeri telinga tidak ada, benjolan tidak ada

4. Hidung dan Sinus


Inspeksi : Tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan, tidak
ada luka.
Palpasi : Nyeri hidug tidak ada, benjolan tidak ada
5. Mulut dan Faring
Inspeksi : Mukosa bibir kering dan pucat, tidak ada luka pada
mukosa oral, tidak ada pembengkakan pada gusi
Palpasi : Nyeri daerah bibir tidak ada, benjolan tidak ada

6. Leher
Inspeksi : Tidak ada jaringan parut, tidak ada massa, tidak ada
kemerahan, tidak ada luka.
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, denyut karotis
teraba

7. Toraks (Paru)
Inspeksi : Bentuk dada normochest, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ada luka, tidak ada sianosis
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, tidak ada fraktur
iga, taktil fremitus seimbang.
Perkusi : Pada perkusi paru suara yang dihasilkan sonor
Auskultasi : Frekuensi dada 40 x/menit, terdapat suara nafas
tambahan ronchi pada paru kanan dan kiri.

8. Toraks (Jantung)
Inspeksi : Ada thrill, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,
tidak ada sianosis.
Palpasi : Ada nyeri, tidak ada benjolan, batas jantung kiri ics 2
sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 axila anterior kanan,
Perkusi : Pada perkusi paru suara yang dihasilkan redup
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada suara tambahan,
murmur tidak ada.
9. Payudara dan Aksila
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
kemerahan, tidak ada luka, tidak ada perubahan warna
kulit.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
10. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, warna kulit sama dengan warna kulit
lain, tidak ada pembengkakan, tidak, ada luka.
Auskultasi : Bising usus 12 x/menit, terdengar gelombang
peristaltik.
Perkus : Pada perkusi abdomen suara yang dihasilkan timpani,
pada hati suara yang dihasilkan pekak.
Palpasi : Tidak ada nyeri

11. Genetalia
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada ruam, tidak ada pendarahan,
tidak ada kutil, tidak ada wasir.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.

12. Integumen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, edema tidak ada, tidak ada
sianosis, tidak ada luka.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.

13. Ekstermitas
1). Atas
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
terbatas, tampak adanya kekakuan pada tangan kanan
dan kiri.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan.
2). Bawah
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
terbatas, tidak ada pembengkakan, tidak ada fraktur,
gaya berjalan tidak dapat diketahui karena tampak
adanya kekakuan pada kaki kanan dan kiri.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan, tidak ada edema.
Kekuatan otot:
dextra sinistra
5 , 5, 5 5, 5, 5

5, 5, 5 5, 5, 5

14. Neurologis
Status mental dan emosi
Masalah yang pernah di alami pasien yaitu dirumah terkadang pasien
marah dan sering bermain dengan teman dan kepada orang lain ketika
pasien merasa nyaman dan merasa senang, namun untuk masalah
marah tersebut dapat teratasi secara perlahan dengan merubah sikap
dan perilaku kearah yang lebh baik, ibu pasien sangat membantu
dalam hal ini. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah
mengalami kesulitan dalam mengingat hal hal yang sederhana.

Pengkajian saraf kranial


Saraf I: Tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
Saraf II: Tes ketajaman penglihatan dalam kondisi normal
Saraf III, IV, dan VI: pasien mengeluh mengalam fotofobia ( sensitive
yang berlebihan terhadap cahaya )
Saraf V: tidak didapatkan paralysis otot wajah dan reflex kornea ,
tidak ada kelainan
Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah tampak
simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya kerusakan pendengaran baik
telinga kanan maupun kiri.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Pemeriksaan refleks
1. Biceps : Tidak dapat dikaji karena adanya kekakuan di otot
2. Triceps : Tidak dapat dikaji karena adanya kekakuan di otot
3. Achilles percussion : Tidak dapat dikaji karena adanya kekakuan
di otot
4. Knee percussion : Tidak dapat dikaji karena adanya kekakuan
di otot
5. Babinsky : Tidak dapat dikaji karena adanya
kekakuan di otot
6. Kaku kuduk : Tidak dapat dikaji karena adanya kekakuan
di otot
7. Brudsinsky I : Tidak dapat dikaji karena adanya kekakuan
di otot
8. Brudsinsky II : Tidak dapat dikaji karena adanya kekakuan
di otot
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Darah rutin:
Hb : 12 gr/dL
Ht : 37,6%
Leukosit : 1000 ml3
RBC : 51 106/μL
Cairan otak
Kejernihan : jernih
Pady : 73mg%
Protein : 122
4. Pemeriksaan radiologi:
-
5. Hasil konsultasi:
-

4. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain


-
5. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Terdapat mukus Ketidakefektifan
1. Ibu An. A mengatakan anaknya bersihan jalan
sempat muntah dirumah sebanyak 1 nafas
kali tidak disertai darah setelah
muntah
2. Ibu An. A mengatakan sisa makanan
masih ada di mulut bagian belakang
3. Ibu An. A mengatakan An. A
mengalami sesak napas
DO :
1. Tampak ada sisa muntah pada mulut
bagian belakang belakang An. A
2. An. A tampak sesak
3. RR : 40 x/menit
4. Terdapat suara napas tambahan
ronchi

DS : Penurunan kendali Hambatan


1. Ibu An. A mengeluh anaknya kejang masa otot. mobilitas Fisik
kurang lebih 5 menit dengan disertai
kehilangan kesadaran
2. Ibu An. A mengatakan tubuh
anaknya menjadi kaku
3. Ibu An. A mengatakan An. A hanya
berbaring diatas tempat tidur
4. Ibu An. A mengatakan aktivitas An.
A dibantu keluarga
DO :
1. Tubuh An. A mengalami kekakuan
2. Pasien tampak pucat
3. Pasien tampak lemas
4. Aktivitas tampak dibantu keluarga
5. Tingkat kesadaran stupor

DS : - Adanya kekakuan Resiko jatuh


DO : otot
1. Pasien tampak kaku
2. Pasien mengalami kejang
3. Tingkat kesadaran stupor
II. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF
BERDASARKAN PRIORITAS

NO TANGGAL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TTD


DITEMUKAN TERATASI
1 10 April 2018, Ketidakefektifan bersihan jalan napas 13 April 2017
Pukul 08.20 Wita berhubungan dengan terdapat mucus
ditandai dengan Ibu An. A mengatakan
anaknya sempat muntah dirumah
sebanyak 1 kali tidak disertai darah
setelah muntah, Ibu An. A mengatakan
sisa makanan masih ada di mulut bagian
belakang, Ibu An. A mengatakan An. A
mengalami sesak napas, Tampak ada
sisa muntah pada mulut bagian belakang
belakang An. A , An. A tampak sesak,
RR : 40 x/menit, Terdapat suara napas
tambahan ronchi

2 10 April 2018, Hambatan mobilitas fisik berhubungan 13 April 2017


Pukul 08.20 Wita dengan penurunan kendali otot ditandai
dengan Ibu An. A mengeluh anaknya
kejang kurang lebih 5 menit dengan
disertai kehilangan kesadaran, Ibu An. A
mengatakan tubuh anaknya menjadi
kaku, Ibu An. A mengatakan An. A
hanya berbaring diatas tempat tidur, Ibu
An. A mengatakan aktivitas An. A
dibantu keluarga, Tubuh An. A
mengalami kekakuan, Pasien tampak
pucat, Pasien tampak lemas, Aktivitas
tampak dibantu keluarga, Tingkat
kesadaran stupor
3 10 April 2018, Resiko jatuh berhubungan dengan 13 April 2017
Pukul 08.20 Wita adanya kekakuan otot ditandai dengan
Pasien tampak kaku, Pasien mengalami
kejang, Tingkat kesadaran stupor
III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Rencana Perawatan Ttd


Hari/ No
Tujuan dan Kriteria
Tgl Dx Intervensi Rasional
Hasil
Selasa I Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan
10-04 keperawatan selama 3x24 2. Beri posisi yang umum pasien
2018 jam diharapkan jalan nyaman semifowler 2. Membantu pengeluaran
napas kembali efektif 3. Kaji status secret atau mukus apabila
dengan kriteria hasil : pernapasan ada dan memperbaiki
1. Muntah berkurang- 4. Anjurkan minum ventilasi
hilang air hangat 3. Takipnea, pernapasan
2. Sisa makanan pada 5. Kolaborasi dengan dangkal dan gerakan otot
mulut berkurang- dokter dalam dada tidak simetris sering
hilang pemberian O2 terjadi ketidaknyamanan
3. Sesak berkurang 2lt/menit gerakan dada.
4. Pasien tampak rileks 4. Air hangat membantu
5. RR dalam rentang menegeluarkan secret
normal ( 22 – 34 atau mucus pada jalan
x/menit ) napas
6. Suara napas tambahan 5. Pemberian O2 sesuai
ronchi berkurang- indikasi dapat membantu
hilang melancakan jalan napas
Selasa II Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
1. 1. Untuk mengetahui
10-04 keperawatan selama 3 x 24 pasien dalam kemampuan mobilisasi
2018 jam diharapkan hambatan
mobilisasi 2. Membantu
mobilitas fisik pasien
teratasi dengan kriteria 2. Latih pasien dalam memenuhi
hasil : pemenuhan kebutuhan pasien
1. Pasien tidak
kebutuhan ADL secara bertahap.
mengalami kejang
2. Kekakuan pada tubuh secara mandiri 3. Dengan
berkurang-hilang sesuai kemampuan pendampingan
3. Terjadinya
3. Dampingi pasien kebutuhan ADL
peningkatan kesadaran
4. Pasien mampu dan bantu pasien membantu
melakukan ADL saat mobilisasi mencegah resiko
secara mandiri dalam pemenuhan yang tidak di
ADL inginkan.
4. Ajarkan pasien 4.Membantu memenuhi
atau keluarga ADL secara bertahap.
tentang teknik
4.
ambulasi

Selasa III Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan 1. Untuk mengetahui


10-04 keperawatan selama 3 x 24 pengkajian risiko kemampuan mobilisasi
2018 jam diharapkan resiko jatuh
klien pasien.
dapat teratasi dengan
kriteria hasil : 2. Komunikasikan 2. Membantu memenuhi
1. Tidak jatuh ketika dengan keluarga kebutuhan pasien
berdiri faktor – faktor secara bertahap.
2. Tidak jatuh ketika yang menyebabkan 3. Dengan pendampingan
berjalan pasien jatuh kebutuhan ADL
3. Tidak jatuh dari tempat 3. Monitor kekuatan, membantu mencegah
tidur keseimbangan dan resiko yang tidak di
4. Tidak jatuh saat kelemahan saat inginkan.
berpindah dari satu ke klien berdiri, 4. Membantu memenuhi
tempat lainnya. berjalan, atau ADL secara bertahap.
berpindah dari satu 5. Mengkaji kekuatan
tempat ketempat ekstermitas bawah
lainnya sebagai tumpuan
4. Pasang pengaman badan.
bed, pastikan kursi
roda dan bed
terkunci
5. Instruksikan pasien
untuk meminta
bantuan saat
berjalan atau
berpindah
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl/Jam No Tindakan Keperawatan Evaluasi proses Ttd


Dx
Selasa, 10 I Mengkaji TTV S : Keluarga pasien mengucapkan terima
April 2018, kasih setelah melakukan pemeriksaan
Pukul 08.30 TTV
Wita O : TD : -
Nadi : 116 x/menit
Suhu : 37,0 ̊ C
RR : 40 x/menit

Memasang pengaman bed,


08.33 WITA III S: –
pastikan kursi roda dan bed
O: Pasien tampak tidur di bed dengan
terkunci
terpasang pengaman bed.

Memberikan posisi yang


08.40 WITA I S: –
nyaman semifowler
O: Pasien tampak sesak

08.50 WITA I Mengkaji status pernapasan S: –


O: Tampak ada sisa muntah pada mulut
bagian belakang belakang, tampak sesak,
Terdapat suara napas tambahan ronchi,
RR : 40 x/menit

08.55 WITA I Berkolaborasi dengan S: –


dokter dalam pemberian O: Pasien tampak menghirup O2 2lt/menit,
O2 2lt/menit pasien tampak terpasang O2 2lt/menit.
09.10 WITA II Menganjurkan minum air S: Keluarga mengatakan akan memberikan
hangat
air hangat sedikit demi sedikit
O: Pasien tampak lemas, kesadaran belum
penuh dan belum diberikan air hangat.

11.00 WITA II Mengkaji kemampuan S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya


pasien dalam mobilisasi berbaring diatas tempat tidur, Ibu An. A
mengatakan aktivitas An. A dibantu
keluarga
O: Pasien tampak berbaring diatas tempat
tidur

11.20 WITA II Mendampingi pasien dan S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
membantu pasien saat berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
mobilisasi dalam nya belum pulih
pemenuhan ADL O: Kesadaran pasien belum penuh, pasien
tampak berbaring diatas tempat tidur

11.30 WITA II Melatih pasien dalam S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
pemenuhan kebutuhan berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
ADL secara mandiri sesuai nya belum pulih
kemampuan O: Kesadaran pasien belum penuh, pasien
tampak berbaring diatas tempat tidur

11.45 WITA II Mengajarkan pasien atau S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
keluarga tentang teknik berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
ambulasi nya belum pulih
O: Kesadaran pasien belum penuh, dan
pasien tampak berbaring diatas tempat tidur
12.00 WITA III Melakukan pengkajian S: Keluarga mengatakan khawatir sewaktu -
risiko jatuh klien waktu anaknya kejang dan kesadaran
anaknya masih menurun.
O: Pasien tampak lemas, dan kesadaran
pasien belum penuh, pasien tampak
berbaring diatas tempat tidur

12.33 WITA III Memonitor kekuatan, S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
keseimbangan dan berbaring diatas tempat tidur, dan kesadaran
kelemahan saat klien nya belum pulih
berdiri, berjalan, atau O: Pasien tampak lemas, dan kesadaran
berpindah dari satu tempat pasien belum penuh, pasien tampak
ketempat lainnya berbaring diatas tempat tidur

12.55 WITA III Mengomunikasikan dengan S: Keluarga mengatakan mengerti dengan


keluarga faktor – faktor pesan yang disampaikan oleh perawat, dan
yang menyebabkan pasien akan terus mengawasi anaknya agar tidak
jatuh terjadi hal yang tidak diinginkan
O: Keluarga tampak mengerti dengan yang
disampaikan dan bias mengulang kembali
pesan yang telah diberikan.

13.00 WITA III Menginstruksikan pasien S: Keluarga mengatakan akan mengatakan


untuk meminta bantuan kepada anaknya jika perlu bantuan untuk
saat berjalan atau meminta tolong
berpindah kepada keluarga O: pasien tampak lemas.
Hari/Tgl/Jam No Tindakan Keperawatan Evaluasi proses Ttd
Dx
Rabu, 11 I Mengkaji TTV S : Keluarga pasien mengucapkan terima
April 2018, kasih setelah melakukan pemeriksaan
Pukul 08.30 TTV
Wita O : TD : -
Nadi : 116 x/menit
Suhu : 37,0 ̊ C
RR : 39x/menit

Memasang pengaman bed,


08.33 WITA III S: Ibu pasien mengatakan anaknya tidak
pastikan kursi roda dan bed
tergangu dengan adanya pengaman bed
terkunci
O: Pasien tampak tidur di bed dengan
terpasang pengaman bed, dan bed dalam
keadaan terkunci

Memberikan posisi yang


08.40 WITA I S: Ibu pasien mengatakan dengan posisi
nyaman semifowler
yang diberikan anaknya tidak terlalu rewel
O: Pasien tampak sesak

08.50 WITA I Mengkaji status pernapasan S: Ibu pasien mengatakan anaknya rewel
dan masih sesak
O: Tampak ada sisa muntah pada mulut
bagian belakang belakang, tampak sesak,
Terdapat suara napas tambahan ronchi,
RR : 40 x/menit, tampak terpasang O2 2ltr

Menganjurkan minum air


09.10 WITA I S: Keluarga mengatakan sudah memberikan
hangat
air hangat sedikit demi sedikit
O: Pasien tampak lemas dan rewel,
kesadaran An. A sudah membaik diberikan
air hangat.
11.00 WITA II Mengkaji kemampuan S: Ibu An. A mengatakan An. A hanya
pasien dalam mobilisasi berbaring diatas tempat tidur, dan terkadang
digendong, Ibu An. A mengatakan aktivitas
An. A dibantu keluarga
O: Pasien tampak berbaring diatas tempat
tidur

11.20 WITA II Mendampingi pasien dan S: Ibu An. A mengatakan jika An. A ingin
membantu pasien saat kekamar mandi ataupun minum susu sering
mobilisasi dalam bilang kepada ibu atau ayah nya.
pemenuhan ADL O: An. A tampak rewel dan jika diajak
berkomunikasi baik respon nya baik namun
terkadang rewel.

12.00 WITA III Memonitor kekuatan, S: Keluarga mengatakan anaknya dijaga


keseimbangan dan setiap saat dan anaknya sering rewel, untuk
kelemahan saat klien berjalan, berdiri, atau berpindah anaknya
berdiri, berjalan, atau masih di bantu
berpindah dari satu tempat O: Pasien tampak lemas, dan kesadaran
ketempat lainnya pasien membaik, pasien tampak berbaring
diatas tempat tidur dan tampak dibantu
orang tua dalam pemenuhan aktivitas

12.33 WITA III Menginstruksikan pasien S: Keluarga mengatakan sudah mengajarkan


untuk meminta bantuan anaknya jika ingin sesuatu untuk minta
saat berjalan atau tolong dan jangan dilakukan sendiri tanpa
berpindah kepada keluarga sepengetahuan orang tua
O: pasien tampak rewel dan lemas.
Hari/Tgl/Jam No Tindakan Keperawatan Evaluasi proses Ttd
Dx
Kamis, 12 I Mengkaji TTV S : Keluarga pasien mengucapkan terima
April 2018, kasih setelah melakukan pemeriksaan
Pukul 08.30 TTV
Wita O : TD : -
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 36,6 ̊ C
RR : 32 x/menit

Mengkaji status pernapasan


08.33 WITA I S: Keluarga mengatakan sesak anak nya
berkurang.
O: Sesak tampak berkurang, tidak terdapat
suara napas tambahan ronchi, tidak ada
bantuan otot pernapasan, tidak terdapat sisa
muntah pada bagian yang menganggu jalan
pernapasan, RR : 32 x/menit

08.40 WITA
Menganjurkan minum air S: Keluarga mengatakan sudah memberikan
II hangat
air hangat sedikit demi sedikit
O: Pasien tampak tidak rewel dan mau
meminum air hangat sedikit demi sedikit
yang diberikan oleh orang tua

Mendampingi pasien dan S: Ibu An. A mengatakan An. A selalu


08.50 WITA II
membantu pasien saat didampingi dan dibantu meski pun An. A
mobilisasi dalam sudah mampu sedikit demi sedikit seperti
pemenuhan ADL berjalan berpindah tempat, makan, minum.
O: Kesadaran pasien membaik, pasien
tampak tidak rewel, pasien tampak berjalan,
makan, minum dengan didampingi
08.55 WITA II Mengkaji kemampuan S: Ibu An. A mengatakan An. A masih
pasien dalam mobilisasi dibantu keluarga, namun anak nya sudah
tidak rewel seperti kemarin, An. A mampu
berjalan dari kamar ke kamar mandi dan
dari kamar ke luar untuk mencari suasana
yang enak bagi dirinya dengan didampingi,
Pasien tidak mengalami kejang, tidak ada
kekakuan pada tubuh
O: Pasien tampak tidak rewel, dan mampu
berjalan meski dibantu keluarga.

09.10 WITA II Melatih pasien dalam S: Ibu An. A mengatakan tetap melatih
pemenuhan kebutuhan anaknya, selalu memberikan pengawasan
ADL secara mandiri sesuai dan mendampingi
kemampuan O: pasien tampak dilatih berpindah, makan
minum sendiri dengan pengawasan.

11.30 WITA III Melakukan pengkajian S: Ibu An. A mengatakan An. A masih
risiko jatuh klien dibantu keluarga, namun anak nya sudah
tidak rewel seperti kemarin, An. A mampu
berjalan dari kamar ke kamar mandi dan
dari kamar ke luar untuk mencari suasana
yang enak bagi dirinya dengan didampingi,
Pasien tidak mengalami kejang, tidak ada
kekakuan pada tubuh
O: Pasien tidak jatuh ketika berdiri, tidak
jatuh ketika berjalan, tidak jatuh dari tempat
tidur, tidak jatuh saat berpindah dari satu ke
tempat lainnya.
11.45 WITA III Memonitor kekuatan, S: Ibu An. A mengatakan An. A sudah tidak
keseimbangan dan lemas dan tidak ada kekakuan otot.
kelemahan saat klien O: Pasien tidak jatuh ketika berdiri, tidak
berdiri, berjalan, atau jatuh ketika berjalan, tidak jatuh dari tempat
berpindah dari satu tempat tidur, tidak jatuh saat berpindah dari satu ke
ketempat lainnya tempat lainnya

12.00 WITA III Mengomunikasikan dengan S: Keluarga mengatakan mengerti dengan


keluarga faktor – faktor pesan yang disampaikan oleh perawat, dan
yang menyebabkan pasien akan terus mengawasi anaknya agar tidak
jatuh terjadi hal yang tidak diinginkan
O: Keluarga tampak mengerti dengan yang
disampaikan dan bias mengulang kembali
pesan yang telah diberikan.

Hari/Tgl/Jam No Tindakan Keperawatan Evaluasi proses


Dx
Jumat, 13 April I Mengkaji TTV S : Keluarga pasien mengucapkan terima
2018, Pukul kasih setelah melakukan pemeriksaan TTV
08.30 Wita O : TD : -
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 36,6 ̊ C
RR : 32 x/menit

08.30 WITA I S: Keluarga mengatakan sesak anak nya


Mengkaji status pernapasan
berkurang.
O: Sesak tampak berkurang, tidak terdapat
suara napas tambahan ronchi, tidak ada bantuan
otot pernapasan, tidak terdapat sisa muntah
pada bagian yang menganggu jalan pernapasan,
RR : 32 x/menit
08.30 WITA II Mengkaji kemampuan pasien S: Ibu An. A mengatakan An. A masih dibantu
dalam mobilisasi keluarga, namun anak nya sudah tidak rewel
seperti kemarin, An. A mampu berjalan dari
kamar ke kamar mandi dan dari kamar ke luar
untuk mencari suasana yang enak bagi dirinya
dengan didampingi, Pasien tidak mengalami
kejang, tidak ada kekakuan pada tubuh
O: Pasien tampak tidak rewel, dan mampu
berjalan meski diawasi keluarga.

08.30 WITA III Melakukan pengkajian risiko S: Ibu An. A mengatakan An. A masih tetap
jatuh klien diawasi keluarga, An. A mampu berjalan dari
kamar ke kamar mandi dan dari kamar ke luar
untuk mencari suasana yang enak bagi dirinya
dengan diawasi.
O: Pasien tidak jatuh ketika berdiri, tidak jatuh
ketika berjalan, tidak jatuh dari tempat tidur,
tidak jatuh saat berpindah dari satu ke tempat
lainnya.
V. EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl No
No Evaluasi Ttd
Jam Dx
1 Jumat, 13 I S : Keluarga mengatakan sesak anak nya berkurang, Keluarga
April 2018, pasien mengucapkan terima kasih setelah melakukan
Pukul 08.30
pemeriksaan TTV.
Wita
O : Sesak tampak berkurang, tidak terdapat suara napas tambahan
ronchi, tidak ada bantuan otot pernapasan, tidak terdapat sisa
muntah pada bagian yang menganggu jalan pernapasan, TD: -,
Nadi: 110x/menit, Suhu: 36,6 ̊ C, RR: 32x/menit
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien

2 Jumat, 13 II S : Ibu An. A mengatakan An. A masih dibantu keluarga, namun


April 2018, anak nya sudah tidak rewel seperti kemarin, An. A mampu
Pukul 08.30
berjalan dari kamar ke kamar mandi dan dari kamar ke luar untuk
Wita
mencari suasana yang enak bagi dirinya dengan didampingi,
Pasien tidak mengalami kejang, tidak ada kekakuan pada tubuh.
O : Pasien tampak tidak rewel, dan mampu berjalan meski
diawasi keluarga.
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
3 Jumat, 13 III S : Ibu An. A mengatakan An. A masih tetap diawasi keluarga,
April 2018, An. A mampu berjalan dari kamar ke kamar mandi dan dari
Pukul 08.30
kamar ke luar untuk mencari suasana yang enak bagi dirinya
Wita
dengan diawasi.
O : Pasien tidak jatuh ketika berdiri, tidak jatuh ketika berjalan,
tidak jatuh dari tempat tidur, tidak jatuh saat berpindah dari satu
ke tempat lainnya.
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien

Anda mungkin juga menyukai