Anda di halaman 1dari 123

SKRIPSI

HUBUNGAN GRANDPARENTING DENGAN FUNGSI


KOGNITIF PADA LANJUT USIA DENGAN
DEMENSIA DI DESA PENGAMBENGAN
TAHUN 2019

PENELITIAN ANALITIK KORELASIONAL

Oleh
BIMA ELSA PAULINA SITINJAK
NIM: 102011505

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JEMBRANA
2019
SKRIPSI

HUBUNGAN GRANDPARENTING DENGAN FUNGSI


KOGNITIF PADA LANJUT USIA DENGAN
DEMENSIA DI DESA PENGAMBENGAN
TAHUN 2019

PENELITIAN ANALITIK KORELASIONAL

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi


Sarjana Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jembrana

Oleh:

BIMA ELSA PAULINA SITINJAK


NIM: 102011505

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JEMBRANA
2019
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah
dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang
pendidikan di Perguruan Tinggi manapun

Negara,……………………

Yang menyatakan

Nama Bima Elsa Paulina Sitinjak

NIM 102011505

ii
SKRIPSI

HUBUNGAN GRANDPARENTING DENGAN FUNGSI


KOGNITIF PADA LANJUT USIA DENGAN
DEMENSIA DI DESA PENGAMBENGAN
TAHUN 2019

Oleh:

BIMA ELSA PAULINA SITINJAK


NIM: 102011505

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL ………..

Oleh:

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

I Ketut Andika Priastana, S.Kep., Ns., M.Kep dr. I Wayan Sujana, M.Kes
NIK. 16.07.00008 NIP. 197007072000121010

Mengetahui
Koordinator Program Studi Ilmu Keperawatan

Dwi Prima Hanis Kusumaningtiyas, S.Kep., Ns., M.Kep


NIK. 18.12.00014

iii
SKRIPSI

HUBUNGAN GRANDPARENTING DENGAN FUNGSI


KOGNITIF PADA LANJUT USIA DENGAN
DEMENSIA DI DESA PENGAMBENGAN
TAHUN 2019

Oleh :
BIMA ELSA PAULINA SITINJAK
NIM : 102011505

Telah Diuji
Pada tanggal …………….
PANITIA PENGUJI

Ketua : I Ketut Andika Priastana, S.Kep., Ns., M.Kep


NIK. 16.07.00008 ..........................
...
Anggota : 1. dr. I Wayan Sujana, M.Kes
..........................
NIP. 197007072000121010
...
2. I Made Rio Dwijayanto S.Kep., Ns., M.Kep
..........................
NIK. 16.06.00007
...

Mengetahui
Koordinator Program Studi Ilmu Keperawatan

Dwi Prima Hanis Kusumaningtiyas S.Kep., Ns., M.Kep


NIK. 18.12.00014

iv
MOTTO

“Sukses itu bagaikan DIAMOND perlu ditempa agar bisa BERSINAR”

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat dan anugrah-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Hubungan Grandparenting Dengan Penurunan Fungsi

Kognitif Pada Lanjut Usia Dengan Demensia”. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada program Studi

Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jembrana.

Dalam penyusunan skripsi ini, saya mendapatkan banyak bimbingan serta

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan hati yang tulus iklas

perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. I Ketut Putra Suarthana, MM. selaku ketua Yayasan Triatma Surya Jaya

yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk mengikuti

dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES

Jembrana.

2. Ns. I Ketut Andika Priastana, S.Kep, M.Kep. selaku ketua STIKES Jembrana

dan pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, arahan, serta motivasi

yang besar untuk menyelesaikan pendidikan program S1 Ilmu Keperawatan di

STIKES Jembrana.

3. Dwi Prima Hanis Kusumaningtiyas, S.Kep, Ns, M.Kep. selaku ketua Program

Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Jembrana yang telah banyak memberi

saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. I Wayan Sujana, M.Kes. selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

vi
5. Samsul Anam selaku kepala Desa Pengambengan yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan penelitian.

6. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik materiil maupun

spiritual.

7. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah ikut

memberi bantuan, dukungan, maupun saran-saran.

Semoga atas budi baik yang telah diberikan kepada saya senantiasa

mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Tuhan Yang Maha Esa. Demi

kesempurnaan skripsi ini maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

saya perlukan guna penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan saya kiranya skripsi

ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pengembangan keilmuan

keperawatan pada khususnya.

Negara, Juli 2019

Penulis

vii
ABSTRAK

HUBUNGAN GRANDPARENTING DENGAN FUNGSI


KOGNITIF PADA LANJUT USIA DENGAN
DEMENSIA DI DESA PENGAMBENGAN
TAHUN 2019

Penelitian Analitik Korelasional di Desa Pengambengan

Oleh: Bima Elsa Paulina Sitinjak

Pendahuluan: Demensia diartikan sebagai suatu penurunan kemampuan


intelektual yang dapat menyebabkan perubahan perilaku, sosial, serta gangguan pada
aktivitas sehari-hari, diagnosis demensia paling utama ditandai dengan kemunculan
gangguan kognitif, diikuti dengan gangguan fungsi eksekutif maupun sosial.
Penurunan fungsi kognitif dapat dicegah dengan mempertahankan keaktifan sehari-
hari melalui aktivitas fisik grandparenting. Grandparenting merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh kakek atau nenek dalam merawat cucu yang diasuh
dengan serangkaian pola asuh yang diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara grandparenting dengan fungsi kognitif pada lansia
demensia di Desa Pengambengan. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia dengan demensia di
Desa Pengambengan sebanyak 64 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini
adalah probability sampling jenis simple random sampling. Uji statistik yang
digunakan adalah spearman’s rho. Hasil: penelitian yang didapatkan adalah sebagian
besar grandparenting cukup 50,0% dengan fungsi kognitif ringan 44,8%. Dari uji
statistik didapatkan nilai korelasi sebesar 0,000 dan signifikan P value <0,05,
sehinggan H0 ditolak, jadi dapat disimpulkan adanya hubungan grandparenting
dengan fungsi kognitif demensia pada lanjut usia di Desa Pengambengan.
Kesimpulan: aktivitas grandparenting pada lanjut usia demensia akan sangat
membantu meningkatkan fungsi kognitif.

Kata kunci: grandparenting, fungsi kognitif, demensia.

viii
ABSTRACT

THE CORRELATION GRANDPARENTING WITH COGNITIVE


FUNCTIONS IN ELDERLY DEMENSIA
IN THE PENGAMBENGAN VILLAGE
ON 2019

Analytic Correlation Research In The Pengambengan Village

By: Bima Elsa Paulina Sitinjak

Introduction: Dementia is defined as a decrease in intellectual abilities that


can cause behavioral, social changes, and disruption to daily activities, the diagnosis
of dementia is mainly characterized by the emergence of cognitive disorders, followed
by impaired executive and social functions. Decreasing cognitive function can be
prevented by maintaining daily activity through grandparenting physical activity.
Grandparenting is a series of activities carried out by grandparents in caring for
grandchildren who are cared for with a series of adopted parenting styles. This study
aims to determine the relationship between grandparenting and cognitive function in
elderly demensia in Pengambengan village. Methods: This study used a cross
sectional method. The population in this study was all elderly people with a decline in
cognitive function of dementia in Pengambengan village as many as 64 people.
Sampling in this study is a probability sampling type of simple random sampling. The
statistical test used is spearman's rho. Results: the study obtained was largely
grandparenting enough 50,0% a decrease in mild cognitive function 44,8%. From the
statistical test, the correlation value was 0,000 and significant P value <0,05, so that
H0 was rejected, so it could be concluded that there was a grandparenting relationship
with a cognitive function of demensia in the elderly in Pengambengan Village.
Discussion: grandparenting activity in the elderly will greatly help increase demensia
cognitive function.

Keywords: grandparenting, cognitive function, demensia.

ix
DAFTAR ISI

Halaman Judul Dan Prasyarat Gelar ............................................................................. i


Lembar Pernyataan ....................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ......................................................................................................iii
Lembar Penetapan Panitia Penguji .............................................................................. iv
Motto .............................................................................................................................. v
Kata Pengantar ............................................................................................................. vi
Abstrak ........................................................................................................................... x
Daftar Isi ..................................................................................................................... xii
Daftar Tabel ................................................................................................................viii
Daftar Gambar ............................................................................................................xiii
Daftar Lampiran .......................................................................................................... xiv
Daftar Singkatan Dan Istilah ....................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................ 6
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 6
1.4.2 Teoritis ............................................................................................................ 6
1.4.3 Praktis ........................................................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Lansia ......................................................................................................... 8
2.2. Demensia............................................................................................................... 11
2.3. Penurunan Kognitif ............................................................................................... 17
2.4. Grandparenting ..................................................................................................... 24
2.5. Teori Keperawatan Sister Callista Roy ................................................................. 34
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................................... 47
3.2. Hipotesis .............................................................................................................. 49
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan penelitian ........................................................................................... 50
4.2. Populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel ............................................... 50
4.2.1. Populasi ....................................................................................................... 50
4.2.2. Sampel.......................................................................................................... 51
4.2.3. Besar sampel ............................................................................................... 52

x
4.2.4. Teknik pengambilan sampel ........................................................................ 53
4.3.Variabel penelitian dan definisi operasional variabel. .......................................... 54
4.3.1. Variabel penelitian ...................................................................................... 54
4.3.2. Definisi operasional ..................................................................................... 54
4.4. Instrumen penelitian.............................................................................................. 56
4.4.1 Variabel Independen ................................................................................... 56
4.4.2 Variabel Dependen...................................................................................... 56

4.5. Lokasi dan waktu penelitian ................................................................................. 57


4.6. Prosedur pengambilan atau pengumpulan data..................................................... 57
4.7. Cara analisa data ................................................................................................... 58
4.7.1. Univariat ...................................................................................................... 58
4.7.2. Bivariat ......................................................................................................... 58
4.8. Kerangka operasional/kerja .................................................................................. 59
4.9. Etika Penelitian......................................................................................................59
4.9.1 Prinsip Menghormati……………………………….……………………..60
4.9.2. Prinsip Etika Baik (Beneficence)………………………….……………....60
4.9.3 Adil (Justice)………………………….………………………………......60
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil penelitian .................................................................................................... 67
5.1.1. Pengantar ..................................................................................................... 61
5.1.2. Gambaran umum .......................................................................................... 61
5.1.3. Analisis univariat ........................................................................................ 63
5.1.4. Analisis bivariat ........................................................................................... 65
5.2. Hasil pembahasan ................................................................................................ 67
5.2.1. Pendidikan ................................................................................................... 66
5.2.2. Jenis kelamin................................................................................................ 69
5.2.3. Grandparenting ........................................................................................... 72
5.2.4. Penurunan kognitif ....................................................................................... 74
5.2.5. Hubungan grandparenting dan fungsi kognitif ............................................ 77
5.3. Keterbatasan penelitian ........................................................................................ 79
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 81
6.2. Saran .................................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Maping Jurnal Penelitian ........................................................................... 38

Tabel 4.1. Definisi Operasional ................................................................................... 55

Tabel 5.1. Hasil Penelitian Berdasarkan Pendidikan .................................................. 63

Tabel 5.2. Hasil Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................. 64

Tabel 5.3. Hasil Penelitian Berdasarkan Grandparenting ........................................... 64

Tabel 5.4. Hasil Penelitian Berdasarkan Penurunan Kognitif .................................... 65

Tabel 5.2. Tabulasi Data Bivariat ............................................................................... 65

Tabel 5.2 Analisis Bivariat ......................................................................................... 66

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Model Adaptasi Sister Callista Roy ....................................................... 37

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian ..................................................................... 37

Gambar 4.1. Kerangka Operasional Penelitian ........................................................... 59

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian .................................................................. 87


Lampiran 2. Rincian Biaya Penelitian ...................................................................... 88
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian ............................................................................. 89
Lampiran 4. Lembar Konsul..................................................................................... 94
Lampiran 5. Penjelasan dan Informasi ..................................................................... 98
Lampiran 6. Lembar Persetujuan Responden ........................................................... 99
Lampiran 7. Kuesioner ........................................................................................... 100
Lampiran 8. Raw Data ............................................................................................ 103
Lampiran 9. Uji Validitas ....................................................................................... 105
Lampiran 10. Hasil Karakteristik Responden .......................................................... 107
Lampiran 11. Hasil Analisis ..................................................................................... 108

xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AD : Alzheimer Disease
BDNF : Brain Derived Neurotrophic Factor
DIM : Demensia Multi Infark
IADL : Instrumental Activities of Daily Living Scale
Lansia : Lanjut usia
Manula : Manusia lanjut
MIC : Mild Cognitive Impairment
MMSE : Mini Mental State Exam
SSP : Sistem saraf pusat
Usila : Usia lanjut

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia mengalami suatu perubahan dari muda menjadi semakin tua.

Penuaan secara alamiah terjadi pada semua manusia, hal ini sering di sebut lanjut

usia atau lansia (Eni & Safitri, 2018). Lanjut usia merupakan bagian dari

pertumbuhan dan perkembangan manusia, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi

tua, melainkan fase berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya

menjadi tua (Eni & Safitri, 2018). Lanjut usia adalah seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas dimana pertambahan usia pada lansia akan

mengalami perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh (Kemenkes, 2014).

Konsep status kesehatan dalam lansia terdapat tiga hal utama, yaitu fungsi

biologis, sosial dan psikologis (kognitif dan afektif) (Kemenkes, 2014). Fungsi

biologis pada lansia mengalami kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf,

sehingga lansia seringkali terdiagnosis penyakit akibat kombinasi dari beberapa

gejala lain selain penyakit yang diderita (Bandiyah Siti, 2009). Pada fungsi sosial

lansia mengalami kesendirian karena kehilangan pekerjaan, kehilangan pasangan,

tinggal terpisah dari anak dan dari lingkungan masyarakat mengalami perubahan

karena penurunan fungsi fisik yang dialami maka akan berpengaruh pada

perubahan psikologis (Azizah, 2011). Perubahan aspek psikologis lansia seperti

kurang percaya diri, depresi, bahkan tidak siapnya lansia pada perubahan proses

menua yang terjadi (Bandiyah Siti, 2009) dan secara fisiologis terjadi perubahan

seperti mengakibatkan lemahnya beraktivitas, mulai mengalami kemunduran

fungsi kognitif, kekuatan otot yang menurun, hingga penurunan kesadaran (Fitrika,

Saputra, & Munarti, 2018).

1
2

Penurunan fungsi tubuh pada lanjut usia disebabkan karena kurangnya

aktivitas, asupan nutrisi yang kurang, polusi udara serta berkurangnya jumlah

sel secara anatomis pada tubuh lansia (Fitrika et al., 2018). Perubahan tersebut

mengakibatkan semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan

struktural dan fisiologis, begitu juga dengan otak. Otak akan mengalami

perubahan fungsi kognitif yaitu mengalami kesulitan dalam mengingat kembali

yang menyebabkan seorang lansia dalam mengambil keputusan serta bertindak

dalam aktivitas sehari-hari menjadi lamban. Meskipun gejala penurunan otak ini

merupakan hal yang dianggap sebagai suatu keadaan yang fisiologis dan

penurunan fungsi otak yang berhubungan dengan gangguan kognitif pada lansia

menyebabkan menurunnya kemampuan memori atau daya ingat (Fitrika et al.,

2018).

Penurunan kognitif lanjut usia ditandai dengan adanya penurunan fungsi

intelektual meliputi kehilangan ingatan, kemampuan penalaran, pertimbangan

serta penggunaan bahasa (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut (Gauthier,

2006) penurunan fungsi kognitif terdiri dari normal, mild cognitive impairment

(MCI) dan demensia, dimana demensia merupakan penyakit kronis yang

melibatkan hilangnya kemampuan kognitif dan fungsional secara progresif.

Proses tersebut terjadi pada lanjut usia yang mengakibatkan setiap tiga detiknya

mengalami demensia baru sehingga tingkat jumlah orang dengan demensia terus

meningkat tiap tahunnya (Suriastini, Turana, & Suryani, 2018).

Secara global lanjut usia akan meningkat di wilayah berkembang Afrika,

Asia dan Amerika Latin dengan proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2050

jumlah individu yang lebih tua dari 60 tahun sekitar 2 miliar dan mencapai 22%

dari populasi dunia (Andrew et al., 2018). Jumlah penduduk di seluruh dunia
3

orang dengan demensia diperkirakan sekitar 50 juta orang dan ada hampir 10

juta kasus baru setiap tahun, jumlah total penderita demensia diproyeksikan

mencapai 82 juta pada tahun 2030 dan 152 juta pada tahun 2050 (World Health

Organization, 2017).

Penduduk lanjut usia di Indonesia mengalami peningkatan, berdasarkan hasil

sensus nasional tahun 2014 jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta

orang atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia (Kemenkes, 2019).

Indonesia terdiri dari 34 provinsi, memasuki tahun 2017 beberapa provinsi di

Indonesia mengalami struktur penduduk lanjut usia dengan presentase mencapai

10%, lima provinsi tersebut diantaranya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),

Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Barat (Badan Pusat Statistik,

2017). Jumlah orang dengan demensia di tahun 2013 mencapai satu juta orang,

dan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi

empat juta orang pada tahun 2050 (Kemenkes, 2019).

Menurut Suriastini et al dalam laporan hasil studi demensia Bali pada tahun

2018 jumlah lansia dengan demensia di Bali sebesar 32,6%. Terdiri dari tiga

kelompok lanjut usia di Bali, yaitu kelompok lanjut usia muda 50% dengan usia

60-69 tahun, kelompok lanjut usia madya 35% dengan usia 70-79 tahun, dan

kelompok lanjut usia tua 15% dengan usia 80 tahun ke atas, dimana dari

sembilan kabupaten di Provinsi Bali, Kabupaten Jembrana termasuk dalam

empat besar orang dengan penurunan kognitif demensia dengan proporsi

demensia di antara 30%-40%. Deteksi dini penurunan kognitif harus segera

dilakukan sebab sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menanganinya, hal

tersebut penting dilakukan mengingat akan menyebabkan kerusakan kognitif


4

lainnya yang dapat berujung pada disabilitas pada lanjut usia (Suriastini et al.,

2018).

Deteksi dini penurunan kognitif pada lansia dapat dilakukan dengan cara

menggunakan tiga alat ukur. Alat ukur pertama Mini Mental State Exam

(MMSE) pertanyaan koesioner tersebut diberikan kepada lansia untuk

mengetahui secara objektif keadaan kognitif seseorang, alat ukur kedua AD8

merupakan delapan pertanyaan tentang kondisi lansia terkait dengan memori,

emosi, pengambilan keputusan, tingkah laku dan fungsi otak lainnya dilaporkan

dan alat ukur ketiga ialah Activity Daily Livining (IADL) enam pertanyaan

terkait dengan kemampuan melakukan aktivitas keseharian dilaporkan oleh

pendamping atau keluarga lansia (Suriastini, Turana, & Witoelar, 2016).

Penurunan fungsi kognitif dapat dicegah dengan mempertahankan pola

makan yang sehat dan mengonsumsi vitamin B12 dan vitamin E, olahraga

secara teratur, hindari minuman berakohol dan merokok serta yang paling

penting ialah mempertahankan keaktifan sehari-hari melalui aktivitas fisik.

Aktivitas fisik yang dapat dilakukan lansia seperti berjalan-jalan kecil, senam

lansia, mengasuh cucu dan lain sebagainya. Mengasuh cucu merupakan suatu

aktivitas fisik dimana setiap gerakan tubuh membutuhkan energi untuk

mengerjakannya (Azizah, 2011). Perilaku peran kakek nenek sebagai pengganti

peran orang tua dalam mengasuh anaknya dapat membuka kembali ingatan

pengalaman lansia dalam membesarkan anak, hal ini sangat penting karena

dapat membuka memori pengalaman masa lalu dan meningkatnya aktivitas

kognitif dan stimulasi otak yang lebih besar akibat dari aktivitas membaca atau

menganalisa manajemen dalam mengasuh cucu (McGregor, 2017). Mengasuh

cucu dapat memberikan komposisi dukungan yang bermakna serta adanya


5

kesejahteraan pada lanjut usia, sebab dari mengasuh cucu memberikan para

lanjut usia untuk merasakan emosi positif dari pengasuhan dengan menunjukkan

adanya hubungan antara kakek nenek dengan cucu (Wahyuni & Abidin, 2015).

Secara emosional akan mendukung untuk lebih meluapkan rasa kasih sayangnya

kepada cucu, kasih sayang yang diberikan bisa melalui kegiatan sehari-hari yang

dilakukan. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan seperti memberikan nasihat,

menjaga cucu, memberikan cerita dan bermain bersama cucu sesuai dengan

gaya pengasuhan yang dilakukan (Zohar & Garby, 2016).

Setelah dilakukan studi pendahuluan di Desa Pengambengan pada bulan

Februari dan April 2019 didapatkan data jumlah lansia usia 60-80 tahun

sebanyak 141 orang, setelah dilakukan wawancara menggunakan instrumen

Mini Mental Stase Exam (MMSE) pada lansia, dan Activity Daily Living

(IADL), AD8 yang dilaporkan oleh pendamping atau keluarga terdekat lansia,

didapatkan hasil lansia dengan demensia sebanyak 93 orang. Data tersebut di

kelompokkan kembali menjadi lansia penurunan fungsi kognitif demensia

dengan grandparenting prasekolah sebanyak 64 orang.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan

mengenai hubungan grandparenting dengan penurunan fungsi kognitif lanjut

usia dengan demensia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: “Adakah hubungan grandparenting dengan

penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia dengan demensia di Desa

Pengambengan tahun 2019?”


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan

grandparenting dengan fungsi kognitif pada lanjut usia dengan demensia

di Desa Pengambengan tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui karakteristik responden berdasarkan pendidikan, jenis

kelamin pada lanjut usia demensia di Desa Pengambengan tahun 2019.

2) Mengetahui grandparenting pada lansia demensia di Desa

Pengambengan tahun 2019.

3) Mengetahui fungsi kognitif pada lansia demensia di Desa

Pengambengan tahun 2019.

4) Menganalisis hubungan grandparenting dengan fungsi kognitif pada

lanjut usia dengan demensia di Desa Pengambengan tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1) Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan dalam rangka

meningkatkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan, terutama

pengetahuan tentang hubungan tingkat grandparenting dengan fungsi

kognitif pada lansia dengan demensia.

2) Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya, sebagai bahan informasi untuk

penelitan terkait tentang hubungan grandparenting dengan tingkat


7

fungsi kognitif pada lansia dengan demensia.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu bagi

profesi keperawatan dalam hal pentingnya grandparenting dengan

fungsi kognitif lanjut usia dengan demensia.

2) Bagi lanjut usia

Dapat dijadikan pedoman untuk meningkatkan minat lanjut usia

dalam melakukan aktivitas grandparenting.

3) Bagi tempat penelitian

Diharapkan dapat memberikan gambaran tentang keadaan lanjut

usia yang mengalami demensia dengan pencegahan melakukan

aktivitas grandparenting.

4) Bagi institusi kesehatan

Memberikan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan

yang diberikan kepada lansia khususnya dalam mengatasi masalah

demensia dengan peningkatan grandparenting dengan fungsi kognitif

pada lanjut usia.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian lansia

Banyak istilah yang dikenal masyarakat untuk menyebut orang lanjut

usia, antara lain lansia yang merupakan singkatan dari lanjut usia. Istilah

lain adalah manula yang merupakan singkatan dari manusia lanjut usia,

dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat istilah usila singkatan dari usia

lanjut. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998

tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia

(lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

(Kemenkes, 2014).

Lansia merupakan kelompok penduduk yang selalu berada dalam setiap

populasi penduduk dengan ciri-ciri berusia 60 tahun atau lebih. Pada lansia

terjadi suatu perubahan meliputi kondisi fisik, serta kondisi psikososial.

Secara fisik perubahan terjadi pada sistem respirasi auditorik, visual,

kardiovaskular, dan penunjang sehingga menyebabkan adaptasi pada lansia.

Adapun beberapa permasalahan psikososial lansia yang sering dialami

seperti kesepian, duka cita (bereavement), depresi, gangguan cemas

(Nugraha & Kuswardhani, 2018).

Kesimpulannya lanjut usia atau lansia bukanlah suatu penyakit, namun

merupakan tahap suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi. Lansia adalah seseorang dengan ciri-

ciri usia 60 tahun ke atas serta dalam diri lansia mengalami suatu perubahan

dari segi fisik, dan psikososial.

8
9

2.1.2 Batasan-batasan lanjut usia

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda.

Penggolongan lansia menurut WHO dalam (Bandiyah Siti, 2009):

1) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45-59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) kelompok usia 60-74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) kelompok usia 76-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) kelompok usia di atas 90 tahun

2.1.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Menurut Bandiyah Siti (2009) terdapat perubahan-perubahan pada

lanjut usia yaitu perubahan fisik yang meliputi sel, sistem pernafasan,

sistem saraf, sistem pendengaran, penglihatan, sistem kardiovaskuler,

sistem genito urinaria, sistem endokrin dan metabolik, sistem pencernaan,

sistem muskuloskeletal, sistem kulit dan jaringan ikat, sistem reproduksi

dan kegiatan seksual, dan sistem pengaturan tubuh, serta perubahan mental

dan perubahan psikososial. Adapun perubahan yang terjadi pada lansia

ialah:

1) Perubahan fisik

Sebagian besar perubahan fisik pada lanjut usia terjadi penurunan

ke arah yang kurang baik. Proses dan kecepatannya sangat berbeda

untuk masing-masing individu, seperti terjadinya penurunan jumlah sel

otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, mengurangnya sistem

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan sensitivitas

rangsangan suhu. Perubahan fisik pada lansia ini meliputi perubahan

bagian dalam tubuh, perubahan fungsi fisiologi, dan perubahan

seksual.
10

2) Perubahan mental

Penyebab psikologis berasal dari kesadaran tentang merosotnya

dan perasaan akan rendah diri jika dibandingkan dengan orang yang

lebih muda dalam arti kekuatan, kecepatan dan keterampilan. Hasil

studi para psikolog telah memperkuat kepercayaan dalam masyarakat,

bahwa kecenderungan tentang menurunnya berbagai hal secara

otomatis akan menimbulkan kemunduran kemampuan mental. Faktor

yang mempengaruhi perubahan mental ada kesehatan umum, tingkat

pendidikan, serta lingkungan.

3) Ingatan (memori)

Seiring bertambahnnya usia pada lanjut usia ingatan (memori) akan

menurun, seperti kemampuan untuk mengingat nama seseorang,

sederetan angka untuk waktu yang cukup pendek sebagian lanjut usia

hanya dapat mengingat enam angka saja untuk waktu yang sama.

Lanjut usia mengalami kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan

mengingat mereka, karena tempat penyimpanan arsip dalam ingatan

berisi informasi yang dikumpulkan dalam jangka waktu dua kali lebih

lama daripada ingatan orang berusia muda (Christopher & Catharine,

2002).

4) Perubahan psikososial

Pensiun (purna tugas) lanjut usia akan mengalami kehilangan-

kehilangan termasuk dalam lingkungan sosial yang dirasakan lanjut

usia. Lanjut usia akan merasakan atau sadar akan kematian,

perubahan dalam biaya hidup, kehilangan status (dulu mempunyai

jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap segala fasilitasnya),


11

kehilangan teman atau relasi, kehilangan pekerjaan atau kegiatan yang

rutin dilakukan.

2.1.4 Proses menua

(Bandiyah Siti, 2009) mendefinisikan menua (menjadi tua) merupakan

proses secara perlahan-lahan hilangnya kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normal

sehingga tidak dapat bertahan dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Hal ini terjadi secara alami dan terus menerus dimulai sejak lahir pada

semua mahluk hidup.

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram

oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel akan mengalami

perpindahan ini merupakan teori genetik dan somatik. Pada teori

immunology slow virus sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya

usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menimbulkan kerusakan

organ tubuh. Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya

digunakan oleh tubuh. Terjadinya regenerasi jaringan yang tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, stres dan menyebabkan

sel-sel tubuh lelah terpakai. Adapun faktor yang mempengaruhi hal

tersebut ialah hereditas atau keturunan, asupan nutrisi makanan, status

kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stres.

2.2 Demensia

2.2.1 Pengertian demensia

Insani et al (2019) mengatakan demensia diartikan sebagai suatu

penurunan kemampuan intelektual yang dapat menyebabkan perubahan


12

perilaku, gangguan pada kehidupan sosial, serta gangguan pada aktivitas

sehari-hari, diagnosis demensia paling utama ditandai dengan kemunculan

gangguan kognitif, diikuti dengan gangguan fungsi eksekutif maupun

sosial. Seseorang yang mengalami demensia akan mengalami penurunan

pada kemampuan proses berpikir, hal ini menyebabkan individu tidak

mampu untuk menjalani hidupnya secara mandiri.

Demensia (demensia senile, sindroma otak kronis) lebih merupakan

gejala dan bukannya suatu kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat

progresif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses

penuaan. Hal tersebut ditandai dengan penurunan umum fungsi intelektual

yang bisa meliputi kehilangan ingatan, kemampuan penalaran abstrak,

pertimbangan suatu tindakan, bahasa dan terjadinya perubahan kepribadian

maka akan menyebabkan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-

hari terganggu dan semakin memburuk. Gejala dari penurunan umum

fungsi intelektual biasanya tidak jelas pada saat awitan dan kemudian

berkembang secara perlahan sampai akhirnya menjadi sangat jelas dan

menganggu. Terdapat tiga jenis demensia nonreversible yang paling sering

adalah penyakit alzheimer disease (AD), demensia multi infark, dan

campuran penyakit alzheimer dan demensia multi infark (Brunner &

Suddarth, 2001).

Gejala demensia meliputi kehilangan ingatan, perubahan kepribadian,

disorientasi, tidak dapat melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan kesulitan

berkomunikasi. Gejala umum dari demensia ialah kehilangan ingatan sulit

berkonsentrasi. Kemampuan untuk menyimpan informasi baru mengalami

kemunduran karena adanya perubahan dalam otak yang terjadi akibat


13

penyakit alzheimer. Tahap awal masalah kemunduran yang terjadi pada

ingatan jangka pendek salah satu contohnya penderita lanjut usia pergi

karena ada suatu perintah dan kemudian lanjut usia lupa kemana

tujuannya. Pada tahap lanjut, lansia akan lupa dengan nama-nama orang

yang didekatnya. Banyak penderita demensia menujukkan disorientasi erat

kaitannya dengan kehilangan ingatan kemampuan diri pada tujuan atau

waktu tertentu. Penderita banyak menunjukkan tanda-tanda disorientasi

tidak tahu dimana mereka berada atau tahun berapa, bulan berapa dan hari

apa sekarang serta terjadinya perubahan sosial dan hilangnya minat

terhadap kegiatan yang biasanya dilakukan karena pergantian suasana hati

yang tidak jelas. Dari hal tersebut menimbulkan hambatan berkomunikasi

seperti menjadi lebih sulit menemukan kata-kata yang tepat (Christopher

& Catharine, 2002).

2.2.2 Klasifikasi demensia

Menurut Brunner & Suddarth, (2001) demensia nonireversible dibagi

menjadi tiga :

1) Penyakit Alzheimer

Penyakit alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif

primer atau demensia senile jenis alzheimer. Penyakit ini

menyebabkan sedikitnya 50% semua demensia diderita lansia. Ini

merupakan kondisi penyakit neurologis degeneratif, progresif,

ireversibel, yang muncul secara tiba-tiba dan ditandai dengan

penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan afek.

Penyakit alzheimer bukan merupakan penyakit yang hanya diderita

oleh lansia. Pada 1% sampai 10% kasus, awitannya pada usia baya dan
14

karenanya disebut demensia awitan dini. Tetapi, baik demensia awitan

dini maupun awitan lanjutan (awitan di atas usia 65 tahun) dianggap

identik baik secara klinis maupun patologis.

2) Demensia multi-infark

Demensia multi infark adalah gangguan mental organik dengan

insidensi paling sering kedua setelah penyakit alzhaimer. Sekitar 20%

kasus demensia termasuk dalam penyakit ini, ditandai dengan

penurunan fungsi mental yang tidak seragam. Pembuluh darah

cenderung menyempit ketika beranjak tua. Prosesnya hampir sama

dengan pipa air yang berkerak diperkuat dengan seseorang yang

mengalami tekanan darah tinggi untuk jangka waktu yang panjang

diperburuk dengan kebiasaan merokok. Kerusakan selebri terjadi bila

pasokan darah ke otak terganggu. Infark, kematian jaringan otak,

terjadi dengan kecepatan yang luar biasa. Infark selebri kecil-kecil

multipel, yang secara klinis bermanifestasi sebagai stroke kecil,

mengakibatkan demesia multi infark. Pada penyakit alzheimer terjadi

penurunan yang progresif, sebaliknya progresif demensia multi infark

tidak beraturan (Brunner & Suddarth, 2001).

3) Campuran penyakit alzheimer menurut Anam, (2015)

Koeksistensi patologi vaskuler sering terjadi. Dilaporkan sekitar

24-28% orang dengan penyakit alzheimer dari klinik demensia yang

diotopsi. Pada umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih tua

dengan penyakit komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit

Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan penyakit alzheimer dan

50% orang dengan DLB memiliki patologi penyakit alzheimer.


15

2.2.3 Penyebab Demensia

Demensia dapat terjadi karena sejumlah penyebab yang paling umum,

ialah karena gangguan metabolik atau hormonal. Sebagai contoh

kekurangan B12, kelenjar tiroid yang bekerja tidak sempurna atau terjadi

reaksi negatif terhadap pengobatan dapat mengganggu keseimbangan dari

kandungan garam dan kimiawi dalam darah dan otak. Jika demensia

disebabkan oleh sesuatu seperti ini biasanya dapat ditangani dengan baik.

Ada banyak penyakit keturunan pada sistem saraf yang dapat juga

menyebabkan demensia. Stroke atau vaskuler demensia juga dapat

menyebabkan demensia karena otak merupakan organ tubuh yang banyak

menerima suplai darah melalui suatu jaringan yang padat dan sangat aktif.

Bagian otak yang tidak lagi mendapatkan suplai darah menjadi kekurangan

O2 dan beberapa sel otak mati. Pembuluh darah cenderung menyempit

ketika beranjak lansia, penyakit pembuluh darah ini biasanya terjadi pada

orang yang mengalami tekanan darah tinggi untuk jangka waktu yang

panjang dan diperburuk dengan kebiasaan merokok serta penggunaan

bermacam-macam obat sekaligus serta cidera kepala yang sering dialami

akan menyebabkan demensia pada kehidupan selanjutnya.

2.2.4 Pencegahan demensia

Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan terjadinya risiko

demensia diantaranya ialah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa

mengoptimalkan fungsi otak (Anam, 2015),
seperti:

1) Meningkatkan komunikasi

2) Meningkatkan keamanan fisik

3) Mengurangi ansietas dan agitasi


16

4) Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri

5) Menyediakan kebutuhan sosialisasi keintiman

6) Meningkatkan nutrisi yang adekuat

7) Meningkatkan aktivitas dan istirahat yang seimbang

2.2.5 Alat ukur demensia

Alat ukur yang dapat digunakan pada orang dengan demensia ialah

dengan tiga alat ukur menggunakan tiga instrumen yaitu MMSE, AD8, dan

IADL menentukan status demensia untuk lanjut usia yang menjawab

sendiri saat wawancara serta menggunakan AD8 dan IADL dari orang atau

keluarga yang terdekat, menurut (Suriastini et al., 2018) :

1) Mini Mental Stase Examination (MMSE)

Merupakan alat skrining untuk mengorientasikan dan fungsi

kognitif dari individu. Mini Mental State Examination (MMSE)

menggunakan 30 variabel ukur dengan total skor 30. MMSE adjusted

berdasarkan umur dan tingkat pendidikan, dimana tingkat pendidikan

dan umur seseorang akan berpengaruh terhadap standar skor dalam

menentukan apakah seseorang tersebut mengalami gangguan atau

tidak.

2) AD8

Total skor AD8 adalah 8 indikator pertanyaan tentang kondisi dari

lanjut usia terkait dengan penurunan memori, emosi, pengambilan

keputusan, tingkah laku dan fungsi otak lainnya yang dilaporkan

keluarga. Seseorang dikatakan mengalami gangguan atau tidak normal

apabila total skor kurang dari 7 dan dikatakan normal atau tidak

mengalami gangguan apabila total skornya mencapai 7 atau 8.


17

3) Intrumental Activities Of Daily Living Scale (IADL)

Alat ukur IADL diterapkan untuk menilai gangguan fungsional

dalam melakukan aktivitas instrumental sehari-hari, dengan

mengunakan 6 variabel pengukuran dengan total skor adalah 6.

Individu dikatakan mengalami gangguan atau tidak normal apabila

memiliki total skor dibawah 6 dan dikatakan normal atau tidak

mengalami gangguan apabila memiliki total skor 6.

Tahap selanjutnya adalah menentukan apakah berdasarkan penilaian

MMSE, AD8, dan IADL tersebut seseorang dikatakan mengalami

gangguan demensia atau tidak. Penentuan sebagai berikut:

1) Dikatakan normal atau tidak mengalami gangguan demensia, apabila

salah satu hasil pengukuran dari MMSE, AD8, dan IADL masuk

kategori normal.

2) Dikatakan mengalami gangguan, apabila semua hasil pengukuran dari

MMSE, AD8, dan IADL masuk kategori mengalami gangguan atau

tidak normal.

2.3 Penurunan kognitif

2.3.1 Pengertian penurunan kognitif

Kognitif adalah salah satu fungsi tingkat tinggi pada otak manusia

yang terdiri dari beberapa aspek seperti halnya persepsi visual dan

kemampuan berhitung, persepsi, penggunaan bahasa, pemahaman proses

informasi, memori, fungsi eksekutif, dan pemecahan masalah sehingga

jika terjadi gangguan fungsi kognitif dalam jangka waktu yang panjang

dan tidak dilakukan penanganan yang optimal dapat mengganggu aktifitas


18

sehari-hari. Penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab terbesar bagi

lanjut usia, para lansia akan mengalami ketergantungan terhadap orang

lain untuk merawat diri sendiri akibat dari ketidakmampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari. Hal ini dikarenakan semakin meningkat

umur seseorang maka mengakibatkan perubahan-perubahan anatomi,

seperti menyusutnya otak dan perubahan biokimiawi di sistem saraf pusat

(SSP) sehingga dengan adanya perubahan anatomi tersebut maka akan

menyebabkan penurunan fungsi kognitif (Manurung et al., 2016).

(Gauthier, 2006) mengatakan penurunan fungsi kognitif terdiri dari

normal, mild cognitive impairment (MCI) dan demensia. Mild cognitive

impairment (MCI) merupakan kondisi gangguan kognitif yang melampaui

batas perubahan yang diharapkan akibat dari penuaan normal, namun

kemampuan fungsional umum masih berfungsi normal, tidak separah

demensia. MCI didefinisikan sebagai cacat kognitif yang tidak

mengganggu kehidupan sehari-hari. Menurut (S. S. Rini, Kuswardhani, &

Aryana, 2018) gangguan kognitif merupakan salah satu masalah kesehatan

lansia dan merupakan kejadian demensia dengan adanya penurunan fungsi

intelektual, merupakan masalah paling serius ketika proses penuaan yang

akan mengakibatkan lansia sulit untuk hidup mandiri.

2.3.2 Perubahan fungsi kognitif

Lansia yang mengalami penurunan fungsi otak sesuai dengan

bertambahnya umur dan sel otak akan mengecil (atrofi) sehingga

fungsinya menurun dalam rangkaian sistem, sehingga dapat menimbulkan

kelainan misalnya seperti kelainan presepsi, perhatian, bahasa, memori,

emosi dan fungsi eksekutif. Gejalanya antara lain disorientasi, gangguan


19

bahasa (afasia), penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih

berat sehingga lansia tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak

mengenal anggota keluarganya dan tidak dapat mengingat tindakan yang

sudah dilakukan sehingga dapat mengulanginya lagi. Selain itu penderita

dapat mengalami gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah

tersesat di lingkungannya. Hal ini diperberat dengan kondisi lansia yang

mengalami kemunduran kapasitas fisiologis, misalnya kekuatan otot,

kapasitas aerobik, koordinasi neuromotorik dan fleksibilitas sehingga

lansia tersebut memiliki risiko terhadap cedera saat melakukan aktivitas

fisik yang terbatas. Gangguan kognitif pada lansia erat hubungannya

dengan lokasi kelainan dibagian anatomi otak. Masing-masing memiliki

fungsi anatomi yang dapat mempengaruhi proses kognitif (Eni & Safitri,

2018).

2.3.3 Faktor - faktor penurunan fungsi kognitif

Menurut (Sundariyanti, Ratep, & Westa, 2014) faktor-faktor

penurunan fungsi kognitif ialah:

1) Umur

Umur yang tinggi dimulai dari umur 40 tahun, semakin bertambah

umur maka semakin besar prevalensi dan semakin berat gangguan

fungsi kognitif yang dialami lansia. Lansia yang berumur 60-80 tahun

mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif sebesar 3,4 kali

lebih berisiko dibandingkan dengan lansia yang berumur < 60 tahun.

Hal ini disebabkan karena usia merupakan faktor utama terjadinya

gangguan fungsi kognitif.


20

2) Keturunan

Keturunan merupakan faktor yang paling berperan bagi penurunan

kognitif seperti halnya penyakit hipertensi, lansia lebih dari 60 tahun

akan mengalami payah jantung kongestif, infark miokard, stroke

diseksi aorta dalam lima tahun bila hipertensi tidak diobati.

Peningkatan tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penuaan

pada struktur otak, meliputi penurunan substansia di lobus prefrontal,

penurunan hipokampus, meningkatkan hiperintensita substansia putih

di lobus. Angina pektoris, infark miokardium, penyakit jantung

koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan

memburuknya fungsi kognitif.

3) Gaya hidup

Merokok pada kebiasaan gaya hidup seseorang menyebabkan

ketagihan dan akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh

lainnya bekerja untuk tidak normal. Mengkonsumsi alkohol, orang-

orang yang meminum alkohol terlalu sering dan terlalu banyak akan

memiliki tekanan darah tinggi yang menimbulkan risiko penurunan

fungsi kognitif.

4) Pendidikan

Pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lansia dapat

mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif

seseorang. Tingkat pendidikan seseorang yang berpendidikan rendah

mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif atau demensia

dua kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang memiliki

pendidikan tinggi.
21

5) Jenis kelamin

Perempuan dominan terkena penurunan fungsi kognitif

dikarenakan terjadinya menopause, dimana menopause merupakan

konsekuensi dari penuaan. Pengaruh menopause dan hilangnya hormon

ovarium merupakan salah satu faktor penurunan memori. Hipokampus

pada wanita mengeluarkan hormon seperti estrogen sebagai faktor

tropic selama dewasa, kekurangan estrogen selama menopause

mengakibatkan neuron menjadi lebih rapuh dan memperburuk

kemunduran memori (Fitzpatrick & Kuller, 2015).

2.3.4 Deteksi dini penurunan kognitif

Mild Cognitive Impairment (MCI), MCI dalam perjalanan klinisnya

berisiko tinggi menjadi demensia atau Alzheimer dengan rasio 10-12% per

tahun. Diperkirakan dengan rasio tersebut dalam 3-4 tahun separuh dari

subjek MCI akan menjadi demensia atau Alzheimer. Prevalensi kejadian

MCI pada negara industri sekitar 10-25% yang terjadi pada populasi diatas

65 tahun. Semakin dini dideteksi, maka kemungkinan terapi menjadi lebih

efektif. Dalam klinik neurologi, pengamatan dari fungsi kognitif

didapatkan dari pengamatan perilaku yang secara meluas. Pengamatan

perilaku tersebut dilakukan dimulai dari yang sederhana hingga yang

kompleks sehingga didapatkan kesimpulan dan gambaran tentang keadaan

susunan saraf. Penilaian fungsi kognitif dengan pemeriksaan

neuropsikologis merupakan kunci utamanya. Pemeriksaan fungsi kognitif

yang cukup popular diantaranya adalah Tes Mini Mental State

Examination (MMSE) (Rasyid et al., 2017).


22

2.3.5 Kegiatan yang menstimulasi otak

Segudang kegiatan yang dapat dilakukan untuk menstimulasi otak.

Namun secara garis besar, ada 3 kegiatan utama yang dapat dijadikan

kegiatan menstimulasi otak pada lanjut lansia, seperti aktivitas fisik,

stimulasi mental, dan aktivitas sosial. Aspek kegiatan spiritualitas juga

merupakan suatu hal penting yang dapat membantu menstimulasi otak

pada lansia, namun kegiatan spiritualitas dapat menjadi bagian aktifitas

sosial dan stimulasi mental (Turana, 2013).

1) Aktivitas fisik

Saat lansia melakukan aktivitas fisik secara langsung seperti

melakukan olahraga teratur dapat meningkatkan protein di otak yang

disebut brain derived neurotrophic factor (BDNF). Protein BDNF ini

sangat berperan penting menjaga sel saraf agar tetap bugar dan sehat.

Kadar BDNF yang rendah menyebabkan penyakit kepikunan, kadar

BDNF rendah berhubungan dengan gejala penyakit kepikunan awal.

Fakta menunjukkan olahraga dapat meningkatkan kadar BDNF, fakta

inilah yang bisa menjelaskan bahwa lansia yang banyak melakukan

aktivitas fisik yang menyenangkan mempunyai fungsi kognitif yang

lebih baik, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktifitas

yang menstimulasi mental seperti permainan puzzle, membuat

kerajinan tangan, mengasuh cucu, diskusi, dan bernyanyi dapat

menghambat penurunan fungsi kognitif.

2) Aktifitas sosial

Aktifitas sosial dan keterikatan sosial dibuktikan berpengaruh

terhadap fungsi kognitif pada lansia. Lansia yang berpartisipasi aktif


23

dalam kegiatan sosial dan interaksi dengan orang lain, diketahui dapat

membantu menstimulasi fungsi kognitif dan memperlambat terjadinya

kepikunan. Keterikatan sosial meliputi pemeliharaan dan pembinaan

berbagai hubungan sosial, serta partisipasi aktif dalam kegiatan sosial.

Pengukuran keterikatan sosial di nilai berdasarkan indikator dari

kehadiran pasangan hidup, kontak tatap muka dengan tiga atau lebih

teman setiap bulan, kontak tanpa tatap muka dengan sepuluh atau lebih

keluarga atau teman setiap tahun, keikutsertaan dalam pelayanan

agama, keanggotaan organisasi, dan aktivitas sosial rutin.

3) Aktivitas spiritual

Aktivitas spiritual sering dihubungkan dengan terjaganya fungsi

kognitif pada usia lanjut. Lansia dengan rutin menghadiri acara-acara

keagamaan, maka dapat membantu terjadinya pemulihan fungsi

kognitif dan mencegah kepikunan. Hal tersebut dapat memberikan arti

hidup, rasa berarti, dan harapan hidup pada lansia, sehingga dapat

menstimulasi fungsi kognitif mereka.

4) Aktivitas mental

Stimulasi mental dapat memperbaiki atau menjaga fungsi kognitif

lansia. Dapat menstimulasi secara terus menerus pada mental dengan

berbagai aktifitas otak, seperti permainan yang dapat memperbaiki

hubungan antar sel-sel otak sehingga terdapat cadangan fungsi kognitif

untuk lansia. Stimulasi mental dapat dilakukan saat kegiatan kelompok

lansia. Permainan kelompok dapat dibuat untuk menstimulasi atensi,

memori, fungsi eksekutif, kelancaran berbahasa, dan lain-lain.


24

2.4 Grandparenting

Grandparent atau kakek nenek merupakan sebutan untuk orang yang sudah

tua kakek nenek dari ayah ataupun kakek nenek dari ibu yang sudah memiliki

cucu. Keberadaan keluarga besar (extended family) dapat membantu dalam

pengasuhan anak di sebuah keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki tugas

dari peran masing-masing, yaitu ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai

peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, pemberi rasa aman bagi

setiap anggota keluarga dan sebagai anggota masyarakat kelompok sosial

tertentu, lalu anak berperan sebagai pelaku psikososial. Kemudian peran ibu

sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya, ialah mengurus rumah tangga,

sebagai pengasuh, pelindung, pendidik anak-anaknya, serta sebagai salah satu

kelompok dari peranan sosialnya. Tanggung jawab mengasuh anak seharusnya

merupakan tanggung jawab orang tua (Wahyuni & Abidin, 2015).

Seiring perubahan kehidupan keluarga saat ini, peran ibu mulai berubah

dengan memiliki peran ganda, yaitu menjadi wanita karier dan ibu rumah

tangga. Adanya keputusan kedua orang tua untuk berkarier, maka tanggung

jawab mengasuh anak diberikan kepada orang tua yang telah memasuki usia

dewasa akhir (lansia). Adanya anggota keluarga lain dalam keluarga besar

(extended family) seperti nenek dapat memungkinkan pengasuhan cucu diasuh

olehnya. Nenek akan menjadi figur pengganti orang tua selama mengasuh cucu

(Wahyuni & Abidin, 2015). Grandparenting adalah bagian penting dari siklus

hidup bagi kebanyakan orang, baik sebagai pengalaman pribadi maupun untuk

pengaruh terhadap orang tua dan cucu. Sebagian besar hubungan lintas generasi

adalah dengan keluarga anggota di usia yang lebih tua hubungan ini cenderung

dengan anak-anak, cucu, dan cicit. Hubungan ini dapat bermanfaat bagi yang
25

lebih tua dan generasi yang lebih muda, misalnya orang tua yaitu kakek nenek

memberikan rasa keberlanjutan untuk cucu mereka dan hubungan dengan anak

atau masa lalu orang tua (McGregor, 2017).

2.4.1 Dinamika dalam grandparenting

Menurut Wahyuni & Abidin (2015) dalam mengasuh cucu terdapat

lansia yang tinggal bersama anak, maupun tidak tinggal bersama. Adanya

dukungan lansia agar anak mengejar cita-cita membuatnya menerima

mengasuh cucu. Situasi kondisi anak dalam membagi waktu urusan rumah

tangga dan mengejar pendidikan untuk karier juga memunculkan inisiatif

lansia mengasuh cucu. Selain itu, usia lanjut memiliki riwayat kesehatan

yang baik, sehingga pengasuhan cucu juga dapat dipertimbangkan dari

faktor kekuatan.

Kehadiran cucu merupakan harapan yang ditunggu-tunggu dalam

kehidupan kakek, nenek, dan orang tua. Cucu merupakan prioritas utama

dibanding anak, namun terdapat lanjut usia yang menjadikan anak serta

cucu sebagi prioritas dalam hidupnya. Kehadiran cucu juga membuat

lanjut usia terhibur, akan tetapi juga dapat menimbulkan kesepian.

Penyebab dari kesepian tersebut juga dikarenakan kepergian pasangan

hidup, yaitu kematian pasangan, atau pasangan yang meninggalkan

keluarga tanpa ada tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan. Ketiadaan

pasangan hidup ketika anak-anak telah berkeluarga juga memengaruhi

dalam menerima pengasuhan cucu. Lansia akan merasakan kesepian jika

cucu meninggalkannya meskipun dalam jangka waktu yang tidak lama.

Pada saat mengasuh cucu tidak terlepas dari adanya pola asuh yang

diterapkan lansia. Pola asuh akan memengaruhi tumbuh kembang anak


26

serta menentukan kepribadian anak di masa dewasanya. Pola asuh juga

dapat memberikan peningkatan pada lanjut usia yang mengalami

penurunan fungsi kognitif, dikarenakan pola asuh yang diterapkan oleh

lansia bisa saja sama dengan yang diterapkannya pada anaknya dahulu hal

tersebut dapat memacu membuka ingatan jangka panjang saat mengurus

anak pada lansia.

Serangkaian pengalaman bersama cucu membawa dampak secara fisik

maupun non fisik bagi lansia, orang tua seperti menjadi lelah dikarenakan

faktor penurunan secara fisik pada lansia, akan tetapi terdapat pula lansia

yang merasa senang dengan mengasuh cucu sehingga tidak merasakan

keluhan secara fisik. Keseharian bersama cucu menimbulkan kedekatan

diantara keduanya, baik secara emosional, maupun pemahaman akan

kebutuhan cucu, dari mengasuh cucu dapat memberikan ingatan yang

pernah dilakukan saat mengasuh anaknya dan dapat membuka memori

ingatan di masa lalu.

2.4.1 Peran kakek nenek

Menurut Muthmainnah (2012) keluarga merupakan lembaga yang

paling penting dalam membentuk kepribadian anak. Sebagai kakek nenek

yang mengasuh cucu maka peran orang tua akan kembali seperti menjadi

orang tua saat mengasuh anaknya. Orang tua memiliki peran paling besar

untuk mempengaruhi anak pada saat anak melihat kegiatan yang dilakukan

oleh orang tuanya. Orang tua adalah sosok yang penting untuk mengenal

anak dengan peran pengasuhannya, sama halnya dengan kakek nenek yang

memiliki peran dimasa lalu menjadi seorang orang tua saat mengasuh
27

anaknya di masa kecil. Adapun peran orang tua dalam proses

perkembangan anak ialah:

1) Mendampingi

Setiap anak memerlukan perhatian dari orang tuanya ataupun

kakek nenek yang mengasuh mereka. Sebagian orang tua bekerja dan

pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Bahkan ada juga orang tua yang

menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja, sehingga hanya

memiliki sedikit waktu bertemu dan berkumpul dengan keluarga, maka

dari itu peran kakek nenek bagi cucu ialah adanya kewajiban untuk

mendampingi, mengawasi dan menemani cucu ketika di rumah

maupun diluar rumah. Kakek nenek bisa memberikan pendampingan

dan pengawasan dalam perhatian yang berkualitas dengan menemani

cucu, seperti mendengar cerita, bermain bersama dan lain-lain namun

tetap mengawasi seperti halnya suatu pengawasan yang dibangun

dengan dasar komunikasi dan keterbukaan.

2) Komunikasi

Komunikasi menjadi hal penting dalam hubungan orang tua dan

anak karena komunikasi merupakan hubungan dari suatu keinginan,

harapan dan respon masing-masing pihak. Melalui komunikasi antara

kakek, nenek dan cucu maka dapat menyampaikan harapan, masukan

dan dukungan pada anak. Motivasi menjadikan individu menjadi

semangat dalam mencapai tujuan. Serta dalam komunikasi orang tua

atau kakek nenek dapat memberikan motivasi agar anak selalu

berusaha mempertahankan dan meningkatkan apa yang sudah dicapai.

Begitu pula sebaliknya, anak dapat bercerita dan menyampaikan


28

pendapatnya. Adanya keterbukaan dan tujuan baik menjadikan

kenyamanan dalam kehidupan keluarga seperti contoh saat bermain

orang tua atau kakek nenek dan anak akan menjalin suatu komunikasi

lewat cerita yang saling menghargai.

3) Menghargai

Anak hendaknya diperlakukan sebagai pribadi yang dihargai

sebagaimana orang tua menghargai orang yang sejajar dengan kita. Ini

menjadi penting karena akan meningkatkan harga diri dan rasa percaya

dirinya (konsep diri). Selain juga secara langsung mengajarkan untuk

bersikap menghargai orang lain, karena anak adalah peniru yang

menirukan orang yang mengasuhnya. Anak belajar dari apa yang

dilihat, didengar, dan dirasakan(Isnanto, 2011).

4) Sosial

Makhluk sosial yang memiliki kebutuhan sosial, yaitu berinteraksi

dengan orang lain, mendapatkan perhatian serta kehangatan dari orang-

orang yang ada di sekitarnya. Dilihat dari segi aspek sosial emosional

melalui kegiatan bermain anak dapat dilatih untuk memahami adanya

aturan main dan mau menaatinya. Selain itu, anak dapat dilatih untuk

bersikap kooperatif dan menunjukkan antusiasme dalam melakukan

permainan kompetitif secara positif. Hubungan kakek nenek dengan

cucu akan memberikan suasana kepuasan emosional bagi lanjut usia

serta cucu yang diasuh.

2.4.2 Grandparenting style

Menurut Woodbridge et al (2011) Grandparenting merupakan

pengasuhan kakek nenek terhadap cucu, pengasuhan dilakukan karena


29

orang tua bekerja, meninggal ataupun perceraian yang mejadikan kakek

nenek mengasuh cucunnya. Secara psikologis kakek dan nenek

memberikan kasih sayang kepada cucunya dengan gaya dari masing-

masing individu lansia, tergantung dari kedekatan yang ada pada kakek

nenek dan cucu yang diasuh serta keberadaan rumah atau berdekatan

tempat tinggal dengan cucu dapat memudahkan interaksi pengasuhan.

Menurut Baumrind (1991) dalam (Ani, 2017) gaya pengasuhan

merupakan bentuk-bentuk perlakukan orang tua saat mereka berinteraksi

dengan anak atau remaja. Gaya ini terdiri dari tiga kategori yaitu

authoritarian, authoritative, permisif. Maccoby dan Martin (1983) dalam

(Ani, 2017) memperluas dimensi gaya pengasuhan Baumrind dengan

menambahkan uninvolved sehingga membentuk tipologi empat gaya

pengasuhan. Empat gaya pengasuhan diantaranya ialah:

1) Gaya pengasuhan authoritarian

Gaya pengasuhan authoritarian merupakan gaya pengasuhan yang

membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak anak untuk

mengikuti petunjuk yang diberikan dan menghormati pekerjaan dan

usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua. Orang tua yang

authoritarian menetapkan batasan-batasan dan kendali yang tegas dan

kurang memberikan peluang kepada anak untuk berdialog secara

verbal, sehingga orang tua yang authoritarian memegang kendali

penuh dalam mengontrol anak-anaknya. Orang tua authoritarian

berusaha membentuk, mengontrol, dan mengevaluasi anak dengan

sejumlah standart atau aturan. Aturan tersebut biasanya bersifat


30

mutlak, mengutamakan kepatuhan dan menggunakan pemaksaan dalam

membentuk tingkah laku yang diinginkan.

2) Gaya pengasuhan authoritative

Orang tua authoritative mendorong anak untuk mandiri tetapi

tetap memberi batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka,

juga memberi kesempatan kepada anak untuk berdialog secara verbal.

Orang tua yang authoritative bersikap terbuka, fleksibel dan

memberikan kesempatan kepada anaknya untuk dapat tumbuh dan

berkembang dengan peraturan yang rasional. Hal ini menyebabkan

orangtua mempunyai hubungan yang dekat dengan anak-anaknya dan

selalu mendorong anaknya untuk ikut terlibat dalam membuat

peraturan dan melaksanakan peraturan dengan penuh kesadaran.

3) Gaya pengasuhan permisif

Orang tua permisif tidak pernah memberi hukuman dan menerima

apa yang dilakukan anak tanpa memberikan intervensi. Orang tua tipe

ini memberikan respon pada anak dengan cara menerima apapun

tindakan anak. Orang tua memberikan sedikit tuntutan terhadap

tanggung jawab anak, sehingga anak juga kurang memiliki rasa

tanggung jawab. Orang tua permisif tidak menegakkan aturan secara

ketat, cenderung mengacuhkan dan memanfaafkan tingkah laku

bermasalah anak. Orang tua permisif menerapkan sedikit sekali disiplin

dan sekalipun mereka menerapkan disiplin kepada anak, mereka

bersikap tidak konsisten dalam penerapannya. Orang tua memberikan

kebebasan penuh kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai dengan

keinginan anak.
31

4) Gaya pengasuhan uninvolved

Gaya pengasuhan dimana orang tua tidak mau terlalu terlibat

dalam pengasuhan, pengasuhan ini berfokus pada penyediaan

kebutuhan materi atau fisik terhadap anaknya, pemenuhan psikis

anaknya terabaikan. Gaya pengasuhan ini lebih berdampak buruk

dibandingkan dengan gaya pengasuhan yang lainnya.

2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan

Dalam mengasuh anak, para orang tua belajar dari model gaya

pengasuhan yang pernah didapat dari orang tua mereka sendiri. Menurut

pendapat Candra (2017) ada beberapa faktor yang mempengaruhi gaya

pengasuhan orang tua, yaitu:

1) Usia orang tua

Jika menikah terlalu muda atau tua, tidak akan dapat menjalankan

peran-peran secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan

psikososial.

2) Keterlibatan orang tua

Kedekatan ibu dan anak sama pentingnya dengan kedekatan ayah

dan anak walaupun secara kodrat akan ada perbedaan, tetapi tidak

mengurangi makna penting dalam hubungan tersebut.

3) Pendidikan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua akan mempengaruhi dalam

menjalankan pengasuhan. Supaya lebih siap dalam menjalankan

peranya, orang tua terlibat aktif dalam upaya pendidikan anak,

mengamati sesuatu yang berorientasi pada masalah anak, menjaga


32

kesehatan anak, serta menyediakan waktu untuk anak dan memantau

perkembanganya.

4) Pengalaman dalam mengasuh anak

Hasil penelitian menunjukan bahwa orang tua yang telah

berpengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap

menjalankan peran pengasuhan.

5) Stres orang tua

Stres yang dialami orang tua akan berpengaruh terhadap

kemampuan orang tua dalam mengasuh anak, terutama dalam strategi

menghadapi masalah yang dialami anak.

2.4.4 Pengaruh grandparenting

Menurut McGregor (2017) gaya pengasuhan mencerminkan

bagaimana orang tua mendisiplinkan dan menyosialisasikan anak,

sedangkan keterikatan adalah dorongan kelangsungan hidup biologis awal

antara bayi dan pengasuh utama (ibu). Pengalaman keterikatan secara

langsung memengaruhi pembentukan rasa diri dan respons perilaku yang

beroperasi dalam hubungan yang signifikan. Gaya pengasuhan, di sisi lain,

menggambarkan suasana emosional positif yang diciptakan sebagai upaya

orang tua untuk mensosialisasikan anak-anak.

Menurut McGregor (2017) tiga gaya pengasuhan utama membedakan

antara pengaruh langsung yang dihasilkan dari kontak dan interaksi dengan

cucu dan pengaruh tidak langsung yang dimediasi oleh perilaku orang tua:

1) Pengaruh langsung

Pengaruh langsung termasuk pengasuhan bayi, pemberian hadiah,

menjadi teman dan kepercayaan, bertindak sebagai dukungan


33

emosional atau penghibur pada saat stres keluarga, meneruskan sejarah

keluarga atau tradisi nasional, bertindak sebagai model peran untuk

penuaan, bertindak sebagai mentor, hal ini berbeda sesuai dengan usia

cucu. Situasi berbeda muncul ketika kakek nenek mengambil peran

atau menjadi orang tua kakek nenek pengasuh tanpa adanya orang tua,

karena pemisahan orang tua atau perceraian atau alasan lainnya.

2) Pengaruh tidak langsung

Pengaruh tidak langsung adalah lansia yang menjadi pihak ketiga

termasuk dukungan orang tua secara finansial dan emosional,

memberikan saran, informasi dan model keterampilan pengasuhan

anak. Gaya pengasuhan kakek nenek bertindak sebagai orang tua akan

mempengaruhi cara cucu mereka bertindak.

2.4.5 Hubungan grandparenting dengan penurunan fungsi kognitif

Woodbridge et al (2011) keterlibatan kakek nenek erat dalam peran ibu

dalam hubungan dengan anak-anak mereka sendiri adalah faktor penentu.

Cucu melihat dirinya berinteraksi dengan kakek nenek memiliki

pemahaman yang lebih tinggi terhadap sejarah, rasa aman yang lebih

banyak serta sangat mencintai kakek nenek mereka. Kakek nenek

merasakan lebih banyak emosi positif dari kebahagiaan dan kebanggaan

cucu dan juga mendukung mereka lebih banyak. Kakek nenek secara

emosional akan mendukung cucu mereka dengan perasaan kasih sayang

dan juga memberi mereka dukungan instrumental dengan menjaga,

memberi tahu cerita, dan bermain dengan mereka. Model didasarkan pada

persamaan struktural pemodelan menunjukkan bahwa faktor kontinuitas

dan makna adalah prediktor investasi pribadi dan emosi positif.


34

Temuan ini sejajar dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan

keunikan peran kakek nenek menyediakan hubungan antara masa lalu dan

masa depan dan pembaruan keluarga dan sebagai tonggak yang menandai

umur panjang. Pada studi oleh Walsh, (2012) mengatakan dalam

mengklaim bahwa pengalaman kakek-nenek sangat berarti bagi lansia dan

menawarkan banyak manfaat dengan cara mengingat sendiri pengalaman

dalam membesarkan anak. Faktor-faktor ini yang menghambat penurunan

fungsi kognitif dan demensia, aktivitas fisik dapat meningkatkan

vaskularisasi di otak, peningkatan level dopamin, dan perubahan molekuler

pada faktor neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi neuroprotective atau

sebagai penghambat rusaknya jaringan otak.

2.5 Teori Keperawatan Sister Callista Roy: Model Adaptasi (Model

Konseptual Keperawatan)

Sister Callista Roy adalah anggota susteran Saint Joseph, Carondelet

dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1939 di Los Angles California. Model

adaptasi Roy pertama kali diterbitkan dalam bentuk artikel di jurnal Nursing

Outlook pada tahun 1970 dengan judul “Adaptation: A Conceptual Framework

for Nursing“ (Roy, 1970) dalam (Alligood, 2017). Model adaptasi Roy telah

menginspirasi pengembangan banyak teori middle-range keperawatan dan

berbagai adaptasi instrumen. Menurut Roy manusia merupakan sistem adaptif

yang holistik dan merupakan fokus dari keperawatan. Lingkungan internal dan

eksternal terdiri dari semua fenomena yang mengelilingi sistem adaptif manusia

dan memengaruhi suatu perkembangan dan perilaku manusia. Manusia

berinteraksi secara terus menerus dengan lingkungan serta bertukar informasi,


35

materi dan energi sehingga manusia memengaruhi dan dipengaruhi oleh

lingkungannya.

Menurut Roy definisi sehat ialah menjadi manusia yang utuh dan terpadu.

Lingkungan merupakan suatu sumber stimulus yang dapat mengancam ataupun

meningkatkan keberadaan seseorang. Untuk bertahan hidup sistem adaptasi

manusia harus berespon secara positif terhadap adanya stimulus lingkungan.

Manusia dapat berespon secara efektif ataupun infektif terhadap stimulus

lingkungan. Adaptasi akan meningkatkan kelangsungan hidup, pertumbuhan,

reproduksi, penguasaan dan transformasi dari manusia dan lingkungan.

Tiga jenis stimulus lingkungan dijelaskan dalam model adaptasi Roy.

Stimulus fokal merupakan rangsangan yang langsung dan berhadapan dengan

individu dan membutuhkan paling banyak perhatian dan energi adaptif.

Stimulus kontekstual merupakan semua stimulus lain yang muncul pada situasi

yang dapat berkonstribusi positif atau negatif pada adanya kekuatan stimulus

fokal. Stimulus residual memengaruhi stimulus fokal, tetapi efeknya tidak

langsung diketahui dari tiga jenis stimulus ini bersama-sama membentuk tingkat

adaptasi. Tingkat adaptasi seseorang dapat bersifat terpadu, terkompensasi atau

terabaikan.

Mekanisme koping mengacu pada suatu proses dari dalam atau proses yang

dapat dipelajari dari luar yang digunakan seseorang untuk menghadapi stimulus

lingkungan. Mekanisme koping dikategorikan secara luas sebagai subsistem

regulator atau kognator. Subsitem regulator berespon secara otomatis melalui

proses koping neurologis, kimiawi dan endokrin. Subsitem kognator berespon

melalui proses kognitif-emosi dari dalam ataupun yang mencangkup


36

pemrosesan, pembelajaran, penilaian dan emosi terhadap suatu persepsi dan

informasi.

Perilaku yang terwujud dari adaptasi yang dapat dilihat dalam empat mode

adaptif. Mode fisiologis mengacu pada suatu respon fisik seseorang terhadap

lingkungan dan kebutuhan yang mendasari integritas psikologis. Mode konsep

diri mengacu pada pemikiran, keyakinan, ataupun perasaan seseorang tentang

dirinya sendiri pada waktu tertentu. Kebutuhan dasar dari mode konsep diri

adalah integritas atau spiritual. Konsep diri merupakan kumpulan dari keyakinan

mengenai diri sendiri yang terbentuk dari diri fisik (sensasi tubuh dan citra

tubuh) dan diri personal (konsistensi diri, ideal diri dan moral etik spiritual diri).

Mode fungsi peran mengacu pada peran primer, sekunder, dan tersier yang

ditampilkan seseorang di masyarakat. Kebutuhan dasar dari mode adaptif fungsi

peran merupakan integrasi sosial atau bagaimana seseorang mengetahui apa

perilaku yang harus ditunjukkan atau apa yang diharapkan dari dirinya ditengah

masyarakat. Mode adaptif interdependensi mengacu pada hubungan antara

orang-orang. Kebutuhan dasar dari mode adaptif interdependensi adalah

integritas sosial atau untuk memberi dan menerima cinta, rasa hormat dan nilai

dari orang terdekat dan sistem pendukung sosialnya.

Tujuan keperawatan untuk meningkatkan respon adaptif. Ini dapat dicapai

melalui enam langkah proses keperawatan yaitu: pengkajian perilaku,

pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan, penetapan tujuan, intervensi dan

evaluasi. Intervensi keperawatan berfokus pada pengelolaan stimulus

lingkungan dengan “mengubah, meningkatkan, menurunkan, memindahkan atau

mempertahankan stimulus lingkungan (Alligood, 2017).


37

Gambar 2.1 Model Adaptasi Sistem Callista Roy (Alligood, 2017)

2.6 Kerangka Teori Penelitian

Lanjut usia

Penurunan fungsi kognitif

Menurut (Eni & Safitri, Faktor yang


2018) gejala penurunan mempengaruhi penurunan
fungsi kognitif: fungsi kognitif (Harry et
al., 2014)
- Disorientasi Demensia
- Gangguan
- Umur
penggunaan bahasa
- Mudah bingung - Keturunan
- Penurunan fungsi Aktivitas fisik - Gaya hidup
memori - Pendidikan
- GRANDPARENTING
- Perhatian - Jenis kelamin
- Persepsi
- Intelektual
Teori Calissta Roy:
model adaptasi

Terjadi peningkatan
fungsi kognitif

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian Hubungan Grandparenting Dengan Fungsi


Kognitif pada Lanjut Usia dengan Demensia di Desa Pengambengan tahun
2019
38

Tabel 2.1 Mapping Jurnal Penelitian

No Judul artikel Metode Hasil Penelitian


Penulis (Desain, Sampel, Variabel, Instrumen,
Tahun Analisis)
1. Relationship Of Cognitive Desain:Deskriptif korelasi yaitu suatu Hasil:fungsi kognitif pada pasien lanjut usia berada pada kategori
Function Toward penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi tidak terdapat kelainan kognitif berjumlah 52 responden (55,3%),
Disciplinary Behaviour Of antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi pada pasien lanjut usia berada
Anti Hipertension Drug pendekatan cross sectional study dan metode pada kategori baik berjumlah 56 responden (59,6%). Penelitian ini
Consumption Among Elderly penelitian analaitik. dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara fungsi kognitif
Patients At Polyclinic Of terhadap kepatuhan minum obat anti hipertensi pada pasien lanjut
Internal Medicine Of Meraxa Sampel:94 responden dengan kriteria umur usia di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit BLUD Meuraxa
Hospital Banda Aceh; Yenny diatas 60 tahun yang diperoleh secara Kota Banda Aceh Tahun 2017, diperoleh nilai p-value 0,002 < 0,05.
Fitrika, Kiki Yudi Saputra, proporsional sampling, metode pengambilan Kata.
Masyitah Munarti; 2018. sampel dilakukan dengan cara random
sampling. Kesimpulan: terdapat hubungan positif antara fungsi kognitif
terhadap kepatuhan minum obat anti hipertensi pada pasien lanjut
Variabel:Variabel dependen adalah kepatuhan usia di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit BLUD Meuraxa
minum obat dan variabel independen adalah Kota Banda Aceh Tahun 2017.
fungsi kognitif.
Instrumen:Kuesioner atau wawancara.

Analisis: -

2. Menggugah Lahirnya Desain: - Hasil:


Kebijakan Kelanjutusiaan;
Wayan Suriastini, Yuda Sampel: - Kesimpulan :Proporsi demensia responden lanjut usia Provinsi Bali
Turana, Luh Ketut Suryani, I mencapai 32% ebih.L tinggi dari proporsi demensia Provinsi Daerah
Wayan Sukadana, Bondan Variabel:Menggugah Lahirnya Kebijakan Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mencapai 20%,
Sikoki, Firman Witoelar, Kelanjutusiaan
Cokorda Bagus Jaya
Lesmana, Endra Dwi Instrumen:MMSE, AD8, dan IADL
Mulyanto, Roni Hermoko, I menentukan status demensia untuk lanjut usia
G. A. A. Apsari Anandari; yang menjawab sendiri saat wawancara serta
2018. menggunakan AD8 dan IADL dari
39

pengasuhnya

Analisis: -
3. Great-Grandparents’ Role Desain: Penelitian ini menerima persetujuan Hasil: hasil penelitian menyoroti kebutuhan praktis untuk
Perception And Its dari Komite Etik para peneliti Universitas. mendorong hubungan langsung antara dua generasi.
Contribution To Their
Quality Of Life; Ahuva Sampel: Sampel terdiri dari 103 kakek-nenek Kesimpulan: mengungkapkan itu dimensi kedekatan emosional
Even-Zohar & Ayala (Tzurit) buyut Israel-Yahudi, berusia 66 hingga 94 adalah seorang mediator antara dimensi perilaku dan kualitas hidup
Garby; 2016 tahun tahun buyut. Selain itu, nenek buyut yang sudah menikah yang tinggal
dekat dengan cicit mereka kontak sering dengan mereka. Hasil
Variabel: Buyut mengurus cicit dan kualitas penelitian menyoroti kebutuhan praktis untuk mendorong hubungan
hidup langsung antara dua generasi.

Instrumen:The Multidimensional Experience


of Grandparenthood dan Kuesioner
dikembangkan oleh Kualitas Organisasi
Kesehatan Dunia
Life Group (The WHOQOL Group, 1998)

Analisis: Hubungan antara dimensi peran


kakek-nenek adalah dibangun menggunakan
AMOS berdasarkan pemodelan persamaan
struktural (SEM).
4 Korelasi Depresi Terhadap Desain: Rancangan studi dengan potong Hasil: Korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan
Penurunan Fungsi Kognitif lintang analitik (community based study) antara depresi dengan penurunan fungsi kognitif (dengan nilai P =
Pada Pasien Lanjut Usia Di 0,001) dengan nilai korelasi 0,368 (antara 0,25 sampai 0,50)
Kota Denpasar; IB Aditya Sampel:87 sampel lansia di kota Denpasar menunjukkan derajat korelasi sedang
Nugraha, RA Tuty dengan usia 60-98 tahun
Kuswardhan., 2018 Kesimpulan: Pada penelitian ini telah menunjukkan hubungan
Variabel: Depresi dan penurunan fungsi antara kejadian depresi dengan penurunan fungsi kognitif
kognitif

Instrumen: Geriatric Depression Scale


(GDS),dan Mini Mental State Examination
(MMSE)
40

Analisis:Dilakukan uji statistik dengan uji


korelasi Spearman.
5 Gambaran Fungsi Kognitif Desain:Deskriptif dengan desain potong Hasil: Hasil penelitian didapatkan bahwa dengan pemeriksaan
Pada Lansia Di Desa Koka lintang MMSE 77.4% yang memiliki fungsi kognitif normal berjumlah,
Kecamatan Tombulu; 20.8% dengan probable gangguan kognitif, dan 1.8% dengan
Chandra H. Manurung, Sampel: definite gangguan kognitif, lalu hasil dengan pemeriksaan Mini Cog
Winifred Karema, Junita Sampel dalam penelitian ini berjumlah 53 didapatkan 64.2% yang memiliki fungsi kognitif normal, 28.3%
Maja P. S.; 2016 orang dengan probable gangguan kognitif dan 7.5% dengan definite
gangguan kognitif.
Variabel: Kesimpulan: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar
Gambaran fungsi kognitif lansia di Desa Koka Kecamatan Tombulu memiliki gambaran fungsi
Instrumen:Mini Mental State Examination kognitif yang normal.
(MMSE)dan Mini Cog.

Analisis:-
6 Faktor – Faktor yang Desain:Desain analitik potong lintang dengan Hasil:Sejumlah 30 sampel lansia yang berusia 61-94 tahun
Berhubungan dengan metode pengambilan sampel adalah total mengikuti studi ini dengan median usia 73,73 tahun. Sebanyak 20
Gangguan Kognitif pada sampling sampel didapatkan ada gangguan kognitif dan 10 sampel memiliki
Lansia di Panti Sosial Tresna fungsi kognitif normal. Skor MoCA-INA berkisar antara 11 – 27
Werdha Wana Seraya Sampel:Sebanyak 30 sampel terkumpul, dengan rata-rata skor 19. Dari berbagai variabel yang dianalisis,
Denpasar; Sandra Surya dengan 10 sampel dengan fungsi kognitif gangguan pendengaran(p=0,000), tingkat kemandirian (p=0,005),
Rini, Tuty Kuswardhani, normal dan 20 sampel memiliki gangguan frailty (p=0,017) berhubungan dengan gangguan kognitif secara
Suka Aryana; 2018. kognitif. bermakna.

Variabel:Variabel gangguan pendengaran, Kesimpulan:Terdapat 20 orang (67%) mengalami gangguan


tingkat kemandirian dan fungsi kognitif kognitif. Gangguan pendengaran, frailty, tingkat kemandirian
merupakan variabel yang berhubungan dengan gangguan kognitif
Instrumen:Variabel gangguan pendengaran pada studi ini.
dinilai dengan kuisioner Hearing Handicap
Inventory for the Elderly-Screening, Frailty
diukur dengan menggunakan Fried Frailty
Index, tingkat kemandirian dinilai dengan
Activity Daily Living Barthel dan fungsi
kognitif dengan kuisioner Montreal Cognitive
41

Assessment Indonesia.
Analisis:Analisis data menggunakan SPSS 17
dengan uji fisher’s exact
7 Gangguan Kognitif terhadap Desain:Cross sectional Hasil: Hasil penelitian yang didapatkanberdasarkan analisa
Resiko Terjadinya Jatuh pengumpulan data lansia pada masalah gangguan kognitif mental
Pada Lansia; Enggong Eni, Sampel: Semua lansia yang mengalami berat pada resiko jatuh tinggi lebih banyak.
Aisyah Safitri; 2018. gangguan kognitif sedang dan berat di seluruh
ruangan sebanyak 51 orang, teknik Kesimpulan: Hasil uji (korelasi) diperoleh nilai sig = 907 yang
pengambilan sampel menggunakan total berarti bahwa ada hubungan yang erat antara gangguan kognitif dan
sampling resiko terjadinya jatuh pada lansia.

Variabel: Gangguan kognitif dan resiko


terjadinya jatuh

Instrumen:Mini Mental State Examination


(MMSE)

Analisis: Dari hasil pengolahan data


mengunakan uji Corelasi dengan tingkat
signifikan =907.
8 Hubungan Faktor Risiko Desain:potong lintang menggunakan data hasil Hasil: Tidak terdapat hubungan jenis kelamin denganfungsi kognitif
Dengan Fungsi Kognitif Tes MoCA-Ina pada lanjut usia di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang
Pada Lanjut Usia Kecamatan Panjang.
Padang Panjang Timur Kota Sampel: 97 orang, prinsip yang dipakai untuk Ada hubungan tingkat pendidikan dengan fungsi kognitif pada lanjut
Padang Panjang; Iqbal Al mengambil sampeladalah probability sampling usia di Kecamatan PadangPanjang Timur Kota Padang Panjang,
Rasyid, Yuliarni Syafrita, dengan cara Simple Random Sampling. dimana lanjut usia yang memiliki pendidikan rendah lebih berisiko
Susila Sastri; 2017 mengalami gangguan kognitif dibandingkan lanjut usia yang
Variabel: Faktor risiko dengan fungsi kognitif memiliki pendidikan tinggi. Tidak terdapat hubungan riwayat
penyakitdengan fungsi kognitif pada lanjut usia di Kecamatan
Instrumen:Mini Mental State Examination Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang.
(MMSE), cara penilaian lainnya adalah dengan
Montreal Cognitive Assesment (MoCA) Kesimpulan:Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara usia dan tingkat pendidikan terhadap fungsi
Analisis: analisis data dengan chi-square kognitif lanjut usia. Pada jenis kelamin dan riwayat penyakit tidak
terdapat hubungan bermakna
42

9 Pengalaman Hidup Lansia Desain:Mengajukan sejumlah pertanyaan Hasil: Menunjukkan bahwa keberadaan keluarga besar (extended
Yang Mengasuh Cucu: Studi wawancara (interview guide) kepada tiap-tiap family) dapat membantu dalam pengasuhan anak di sebuah keluarga,
Kualitatif Fenomenologis subjek seperti lansia yang mengasuh cucu. Lansia dalam menyikapi
Dengan Interpretative perubahan di usia lanjutnya dapat menerima dengan baik, namun
Phenomenological Analysis; Sampel: Tiga orang dengan karakteristik lanjut terdapat yang menolak jika diberi penyakit.
Yunita Tri Wahyuni, Zaenal usia (lansia) yang berjenis kelamin perempuan,
Abidin Fakultas; 2015 berusia 60 tahun keatas, mengasuh cucu, dan Kesimpulan: Ketiga subjek yang mengasuh cucu di usia lanjut
berdomisili di dua kota, yaitu Kota Malang dan memiliki kesadaran bahwamereka telah mengalami perubahan dalam
Kota Semarang hidupnya, termasuk penurunan secara fisik.

Variabel: Pengalaman lansia mengasuh cucu

Instrumen:Menggunakan model wawancara


semi-terstruktur sebab sebelum melakukan
wawancara merencanakan pertanyaan
wawancara terlebih dahulu untuk membantu
memandu pengumpulan data secara sistematis.
Sebelum wawancara berlangsung, peneliti
memberi lembar informasi beserta lembar
persetujuan (Informed Consent)

Analisis: Interpretative Phenomenological


Analysis (IPA) sebagai
pendekatan analisis untuk memahami
pengalaman hidup subjek
10 My Grandchild Has A Desain:Menggunakan kualitatif purposive Hasil: Peran penting kakek-nenek ketika seorang anak cacat,
Disability’: Impact On sampling, wawancara semi-terstruktur. menggambarkan bahwa pengalaman kakek nenek dan peran peran
Grandparenting Identity, mungkin bersifat universal dengan hanya konteks dan persalinan
Roles And Relationships; Sampel: 2 kakek-nenek dari anak-anak dengan yang bervariasi.
Sandra Woodbridge, Laurie cacat intelektual dan atau fisik yang tinggal di
Buys, Evonne Miller; 2011 Brisbane, Australia Kesimpulan: Kakek nenek sangat berperan dalam mengasuh cucu.

Variabel: My grandchild has a disability and


impact on grandparenting identity, roles,
43

relationships
Instrumen:wawancara semi-terstruktur

Analisis: Analisis tematik mengidentifikasi


tiga tema utama yang menjadi ciri pandangan
kakek-nenek: pembentukan identitas kakek-
nenek, gaya kakek-nenek, dan penetapan peran
11 Perbedaan Stimulasi Dan Desain:studi cross sectional Hasil: Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan
Perkembangan Personal Sampel: 20 anak yang dibesarkan oleh kakek dalam stimulasi antara kakek-nenek dan orang tua (p = 0,007) dan
Sosial Anak Usia Sekolah nenek dan 30 anak yang dibesarkan oleh orang perkembangan sosial pribadi antara kakek-nenek dan orang tua anak-
Antara Anak Yang Diasuh tua di SD Negeri Gading I / 177 dan SD Negeri anak (p = 0,000). Tidak ada korelasi stimulasi kakek-nenek (p =
Grandparent Dan Orang Tua; Gading IV Surabaya.. 0.209) dan stimulasi orang tua (p = 0.244) dengan
Anjar Ani; 2017 perkembangan sosial pribadi anak-anak usia sekolah.
Variabel: Variabel independen adalah
stimulasi dan variabel dependen adalah Kesimpulan: Tidak ada korelasi antara stimulasi kakek nenek dan
pengembangan sosial pribadi. orang tua dengan perkembangan sosial pribadi anak usia sekolah.
Penelitian lebih lanjut disarankan untuk menganalisis faktor-faktor
Instrumen:Data dikumpulkan dengan yang mempengaruhi stimulasi dan perkembangan sosial pribadi
menggunakan kuesioner anak-anak usia sekolah antara anak-anak kakek-nenek dan orang tua.

Analisis:Menggunakan Chi-Square dan


Spearman rho dengan signifikansi p <0,05

12 Gaya Pengasuhan Orang Tua Desain:Penelitian ini jenis penelitian deskriptif Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87 responden (52,41%)
Pada Anak Usia 4-6 Tahun di kuantitatif. yang memiliki latar belakang pendidikan dari sekolah dasar tidak
Kecamatan Probolinggo lulus, lulusan sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah
Kabupaten Lampung Timur; Sampel: Teknik pengambilan sampel menengah atas, menggunakan pola asuh permisif. 68 responden
Ariyanti Novelia Candra; menggunakan cluster rendom sampling sampel (40,97%) yang memiliki latar belakang pendidikan dari sekolah
2017 yaitu 166 orang tua dari 3 desa terpilih dari 12 menengah atas, diploma III, sarjana dan pascasarjana menggunakan
desa. gaya pengasuhan yang otoritatif. 11 responden (6,62%) yang
memiliki latar belakang pendidikan dari sekolah elemtary tidak
Variabel: Gaya pengasuhan lulus, lulus dari sekolah dasar dan sekolah menengah pertama
menggunakan pola asuh otoriter.
Instrumen:Wawancara serta koesioner gaya
44

pengasuhan Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukan bahwa gaya pengasuhan


permisif lebih banyak digunakan oleh orang tua dengan latar
Analisis:Data dianalisis dengan menggunakan belakang pendidikan tidak tamat SD, SD dan SMP.
prosentase formula

13 Hubungan antara Aktivitas Desain: Observasi cross sectional Hasil: penelitian denganuji SpearmanRhomenunjukkan bahwanilai
Fisik dan Kejadian Demensia signifikan
pada Lansia di UPT Sampel: 24 orang yang mengalami dimensia = 0,00 (p 0,05>0,000). Terdapat hubungan yangbermakna antara
Pelayanan Sosial Lanjut Usia aktivitasfisik
Jember; Adi Darma Effendi Variabel: Tingkatdemensiapada lansia dengan kejadian demensia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial
Fakultas, Alif Mardijana, aktivitas fisik dan kejadian demensia pada Lanjut Usia Jember.
Rosita Dewi; 2014 lansia Kesimpulan: Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik seperti
jalan kaki, lari kecil berpengaruh pada lobus frontalis otak, area yang
Instrument: Mini-Mental Status Exam berperan pada konsentrasi mental, perencanaan dan pengambilan
Clinical Dementia Rating keputusan.

Analisis: Uji statistik spearman rho

14 Implikasi pola asuh kakek- Desain:metode kualitatif dimana peneliti Hasil: pengasuhan oleh kakek dan nenekmenjadi kurang berhasil
nenek terhadap sifat dan inginmelaporkan pendapat informansecara rinci dalammengintegrasikan anak sebagai actor sosial yang diharapkan,
prestasi anak; Sinto Arini; dan disusun dalamsebuah latar ilmiah terutamadalam sikap anak dan kehidupanpendidikannya yang diukur
2018 (Creswell, 2003). dariperolehan prestasi akademik dannon-akademik.

Sampel:Pengumpulan data dilakukan Kesimpulan:Terdapat perbedaan daripengasuhan oleh kakek dan


denganteknik pengumpulan data primer nenekdengan pengasuhan oleh orang tua.Dalam pengasuhan oleh
yaitumelalui wawancara mendalam.Informan kakek dannenek muncul masalah adanyakekecewaan dalam diri
yang diwawancaraiberjumlah enam orang. Tiga anak-anakdan juga adanya jarak antar
orangmerupakan anak laki-laki yang tinggaldan generasi.Hal itu menyebabkanpengasuhan oleh kakek dan
diasuh oleh kakek dan neneksecara nenekmenjadi kurang berhasil dalammengintegrasikan anak sebagai
penuh.Rentang usia anakyaitu sekitar 12 actor sosial yang diharapkan, terutamadalam sikap anak dan
sampai 18 tahun kehidupanpendidikannya yang diukur dariperolehan prestasi
akademik dannon-akademik.
Variabel: pola asuh kakek-nenek terhadap sifat
dan prestasiAnak
45

Instrumen:wawancara mendalam

Analisis:dilakukan dengan menggunakan


perspektif structural fungsional.
15 Great-grandparents’ role Desain: Penelitian ini menerima persetujuan Hasil: hasil penelitian menyoroti kebutuhan praktis untuk
perception and its dari Komite Etik para peneliti Universitas. mendorong hubungan langsung antara dua generasi.
contribution to their quality
of life. Ahuva Even-Zohar & Sampel: Sampel terdiri dari 103 kakek-nenek Kesimpulan: mengungkapkan itu dimensi kedekatan emosional
Ayala (Tzurit) Garby. 2016 buyut Israel-Yahudi, berusia 66 hingga 94 adalah seorang mediator antara dimensi perilaku dan kualitas hidup
tahun tahun buyut. Selain itu, nenek buyut yang sudah menikah yang tinggal
dekat dengan cicit mereka kontak sering dengan mereka. Hasil
Variable: buyut mengurus cicit dan kualitas penelitian menyoroti kebutuhan praktis untuk mendorong hubungan
hidup langsung antara dua generasi.

Instrumen:The Multidimensional Experience


of Grandparenthood dan Kuesioner
dikembangkan oleh Kualitas Organisasi
Kesehatan Dunia
Life Group (The WHOQOL Group, 1998)

Analisis: hubungan antara dimensi peran


kakek-nenek adalah dibangun menggunakan
AMOS berdasarkan pemodelan persamaan
struktural (SEM).
16 Assessment of dementia in Desain: Diagnosis ini adalah kemudian Hasil: menunjukkan bahwa penilaian demensia pada skizofrenia
elderly schizophrenics with dikonfirmasi pada pertemuan konsensus tidak diperlukan instrumentasi yang berbeda dari yang digunakan
structuredrating scales. Philip dengan dokter senior. dalam kondisi lain tetapi yang bergantung pada bagan medis saja
D. Harvey, Michael akan menyebabkan bias sistematis dalam hasil.
Davidson, Peter Powchik, Sampel: 35 skizofren kronis-pasien rawat inap
Michael Parrella, Leonard di fasilitas psikiatri negara bagian. Kesimpulan: Suatu penilaian yang memadai mungkin hanya
Whiteand Richard C. Mohs. Variable: Penilaian demensia pada skizofrenia melibatkan kontak pengasuh, tetapi pengasuh antar-dilihat setelah
1991 lansia dengan skala penilaian terstruktur periode waktu yang substansial telah berlalu antara perilaku yang
menarik (yaitu demensia gejala) dan kontak pengasuh-pasien akan,
Instrumen: Mini-Mental Status Exam Clinical seperti dalam penilaian retrospektif.
46

Dementia Rating (CDR; Berg, 1988), andthe


Alzheimer’s Disease Assessment Scale-
LateVersion (ADAS-L; Mohs, 1989). These
ratingscales are described below.

Analisis: Penilai secara mandiri membaca


grafik pasien dan menghasilkan diagnosis
DSM-IIIR, dengan subjek dalam studi ini
termasuk jika mereka bertemu DSM-IIIR
kriteria untuk skizofrenia
17 Hubungan tingkat Desain: cross sectional Hasil: menggunakan analisis uji statistik pearson chi-square
pendidikan dengan kejadian didapatkan nilai p = 0,733 > a = 0,05.
demensia pada lansia di balai Sampel:sampel dalam penelitian
penyantunan lanjut usia senja inimenggunakan teknik sampling jenuh yaitu Kesimpulan:
cerah paniki kecamatan sebanyak 27 orang penelitian ini yaitu tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan
mapanget manado; Danny Variabel: tingkat pendidikan dengan kejadian kejadian demensia pada lansia di Balai Penyantunan Lanjut Usia
Indra Setiawan, Hendro dimensia pada lansia Senja Cerah Paniki Kecamatan Mapanget Manado.
Bidjuni, Michael Karundeng;
2014 Instrument: MMSE (Mini MentalStage
Examination) dan ACE-R(Addenbrooke’s
Cognitive ExaminationRevision) untuk fungsi
kognitif sertamenggunakan GPPAQ (The
General PracticePhysical Activity
Questionnaire) untuk aktifitasfisik..

Analisis: uji pearson chi square


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka mengenai hubungan grandparenting dengan

penurunan fungsi kognitif lanjut usia dengan demensia, maka di kembangkan

kerangka pemikiran teoritis yang mendasari penelitian

Grandparenting Penurunan fungsi kognitif

Faktor Eksternal
- Pendidikan
- Jenis kelamin
- Risiko umur 40 tahun
- Keturunan
- Gaya hidup
-

Keterangan:
: variabel yang diteliti (diukur)
: variabel yang tidak diteliti (tidak diukur)

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Grandparenting Dengan Fungsi Kognitif Pada
Lansia Dengan Demensia di Desa Pengambengan Tahun 2019

47
48

Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan kognitif adalah salah satu fungsi tingkat

tinggi pada otak manusia terdiri dari beberapa aspek seperti halnya persepsi

visual dan kemampuan berhitung, persepsi, penggunaan bahasa, pemahaman

proses informasi, memori, fungsi eksekutif, dan pemecahan masalah sehingga

jika terjadi gangguan fungsi kognitif dalam jangka waktu yang panjang dan

tidak dilakukan penanganan yang optimal dapat mengganggu aktifitas sehari-

hari. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan kognitif

yaitu faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal terdiri dari risiko umur

yang tinggi dimulai dari umur 40 tahun, keturunan merupakan faktor yang

paling berperan bagi penurunan kognitif seperti halnya penyakit hipertensi

hipertensi yang berumur lebih dari 60 tahun akan mengalami payah jantung

kongestif, infark miokard, stroke diseksi aorta dalam lima tahun bila hipertensi

tidak diobati, sedangkan faktor eksternalnya ialah gaya hidup seperti merokok

(penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian

tubuh lainnya bekerja untuk tidak normal), mengkonsumsi alkohol untuk

mengurangi terjadinya penurunan fungsi kognitif maka dilakukan aktivitas fisik

pada lansia dengan grandparenting.

Grandparent atau kakek nenek merupakan sebutan untuk orang yang sudah

tua kakek nenek dari ayah ataupun kakek nenek dari ibu yang sudah memiliki

cucu, menunjukkan bahwa ketika grandparenting dialami sebagai bermakna,

dan sebagai kelanjutan dari keluarga, meningkatkan motivasi untuk membuat

investasi pribadi yang lebih besar dalam peran. Kakek nenek merasakan lebih

banyak emosi positif dari kebahagiaan dan kebanggaan cucu dalam mengasuh

cucu sesuai dengan gaya pengasuhan yang diterapkan. Kakek nenek secara

emosional akan mendukung cucu mereka dengan perasaan kasih sayang dan
49

juga memberi mereka dukungan instrumental dengan menjaga, memberi tahu

cerita, dan bermain dengan mereka. Memberikan para lansia kepribadian dan

emosi positif. Temuan ini sejajar dengan penelitian sebelumnya yang

menunjukkan keunikan peran kakek nenek sebagai menyediakan hubungan

antara masa lalu dan masa depan, bahwa pengalaman kakek-nenek sangat berarti

bagi lansia dan menawarkan banyak manfaat dengan cara mengingat sendiri

pengalaman dalam membesarkan anak. Faktor-faktor ini yang menghambat

penurunan fungsi kognitif dan demensia. Aktivitas fisik dapat meningkatkan

vaskularisasi di otak, peningkatan level dopamin, dan perubahan molekuler pada

faktor neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi neuroprotective atau sebagai

penghambat rusaknya jaringan otak.

3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Ada hubungan grandparenting

dengan penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia dengan demensia di Desa

Pengambengan Tahun 2019”.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif yang merupakan metode penelitian untuk meneliti populasi atau

sampel dengan tujuan untuk menguji hipotesis tertentu yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2015). Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

korelasi yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan

antar variabel independen (Grandparenting) dan variabel dependen (Penurunan

Fungsi Kognitif Lanjut Usia). Penelitian ini perlu dilakukan analisis terhadap

data yang dikumpulkan dan mengetahui seberapa besar hubungan antar variabel

yang ada (Nursalam, 2015).

Pendekatan penelitian dengan pendekatan Cross-sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel

independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2015).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2015). Populasi target adalah populasi yang

menjadi sasaran akhir penelitian (Nursalam, 2015), populasi target dalam

penelitian ini sebanyak 93 orang lansia dengan demensia usia ≥ 60 tahun.

50
51

Populasi terjangkau ialah populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan

dapat dijangkau oleh peneliti (Nursalam, 2015), populasi terjangkau

dalam penelitian ini sebanyak 64 orang mengalami demensia di Desa

Pengambengan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian jumlah dari populasi dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi, untuk dapat menjadi sampel harus memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi (Nursalam, 2015).

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti, sedangkan kriteria

ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2015).

Adapun kriteria inklusi penelitian sebagai berikut:

1) Lansia usia 60-80 tahun

2) Lansia dengan grandparenting prasekolah

3) Mampu berkomunikasi secara verbal dengan baik

4) Lanjut usia bersedia menjadi responden

Kriteria ekslusi penelitian sebagai berikut:

1) Lansia dengan penyakit kronis seperti riwayat hipertensi dalam 5 tahun

terakhir, stroke, infark miokard (sesuai dengan riwayat kesehatan)

2) Lansia yang memiliki riwayat perokok dan mengonsumsi alkohol

selama 1 tahun terakhir.

3) Lansia yang pindah tetap dari tempat penelitian

4) Meninggal dunia saat penelitian.


52

4.2.3 Besar sampel

Besar sampel dalam penelitian ini diambil dari keseluruhan jumlah

populasi lansia dengan demensia di Desa Pengambengan. Menurut

Nursalam (2015) jika populasi < 1000 maka, penentuan besar sampel

dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑁
𝑛
1 + 𝑁(d2 )

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat signifikasi (p)

Perhitungan besar sampel pada penelitian adalah:

n= N

1 + N (d)2

n= N

1 + 64 (0,05)2

n= 64

1 + 64 (0,0025)2

n= 64

1,16

n = 55,1 (56 orang)

Jadi besar sampel minimal adalah 56 orang.


53

Peneliti juga mengantisipasi apabila adanya responden yang drop out

pada sampel penelitian, dengan rumus:

1
𝑛′ =
1−𝑓

Keterangan:

n' = Besar sampel yang diteliti

f = Konstanta nilai 10%

perhitungan sampel droup out adalah:

n' = 1

1–f

n' = 1

1 – 0,1

n' = 1

0,9

n = 1,11 (2 orang)

Jadi besar sampel pada penelitian ini 56 + 2 = 58 orang.

4.2.4 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi jumlah dari populasi untuk dapat

mewakili populasi, teknik sampling ialah cara-cara yang di tempuh dalam

pengambilan suatu sampel, yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

subjek penelitian (Nursalam, 2015). Metode pengambilan sampel pada

penelitian ini dengan menggunakan Probability sampling dengan Simple

Random Sampling, yaitu suatu penetapan sampel dengan teknik diambil

secara acak dengan menetapkan nama atau nomor sampel lalu dipilih

sesuai dengan jumlah yang diharapkan. (Sugiyono, 2015).


54

4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.3.1 Variabel penelitian

Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya

(Nursalam, 2015). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

grandparenting (independen) dan variabel terikatnya adalah penurunan

fungsi kognitif lanjut usia (dependen)

4.3.2 Definisi operasional variabel

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

Definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:


55

Tabel 4.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Kategori


Operasional
Independen Aktivitas fisik 1. Mendampingi Grandparenting Ordinal Kurang:
Grandparenting lanjut usia 2. Komunikasi Scale 25-13
yang dapat 3. Menghargai
membantu 4. Sosial Cukup:
meningkatkan 39-26
mobilitas,
kognitif yang Baik
dilakukan 52-40
lansia dalam
aktivitas fisik
mengasuh cucu

Dependen Fungsi pada 1. Orientasi Kuisioner (Mini Ordinal Penurunan


Fungsi kognitif otak yang 2. Registrasi Mental State kognitif
mempengaruhi 3. Atensi dan Exam) berat = <10
aktivitas konsentrasi MMSE
sehari-hari 4. Mengingat Penurunan
dalam 5. Bahasa fungsi
kemampuan 6. Konstruksi kognitif
berpikir, visual sedang:
mengingat, dan 10-20
komunikasi
yang terjadi Penurunan
pada lansia. fungsi
kognitif
ringan:
21-24.

Confounding Jenjang 1. Raport atau Koesioner Ordinal Sangat


Pendidikan pendidikan ijazah rendah:
formal terakhir Tidak
yang telah sekolah
diselesaikan
oleh responden Rendah:
SD

Menengah:
SMP

Tinggi
SMA

Sangat
tinggi:
Perguruan
tinggi
Jenis kelamin Karakteristik 1. Kartu Tanda Koesioner Nominal Laki-laki 1
responden Penduduk demografi
berdasarkan Perempuan
biofisik 2
56

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua. Kuesioner

merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan variabel yang

telah ditentukan. Adapun instrumen yang digunakan yaitu:

1) Instrumen Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah grandparenting yang

dapat diukur dengan grandparenting scale. Koesioner ini telah dilakukan

uji validitas dan reliabilitas pada 30 responden yang memiliki

karakteristik yang sama dengan sampel penelitian ini. Hasil yang

didapatkan dalam uji validitas adalah r hitung ≥ r tabel yaitu (0,361). Uji

reliabilitas yang dihasilkan adalah r hitung ≥ r tabel (0,895 ≥ 0,60). Maka

dinyatakan koesioner ini valid dan reliabel.

2) Instrumen Variabel Dependen

Hasil uji validitas telah dilakukan pada 30 lansia di Dusun Jiranan

Desa Jatisari yang sesuai dengan kriteria inklusi. Instrumen dinyatakan

valid jika memiliki nilai r yang lebih besar dari r tabel (0,361). Nilai

r tabel 0,361. Hasil yang didapatkan dalam uji validitas adalah r hitung ≥

r tabel yaitu (0,361)

Uji reliabilitas yang menilai konsistensi MMSE dengan rumus Alfa

Cronbach. Hasil uji didapatkan nilai yaitu 0,82 pada lansia yang dirawat

di panti jompo dengan jumlah 372 lansia dan 0,84 pada lansia di

komunitas dengan jumlah 34 lansia. Koefision nilai reabilitas pada rumus

Alfa Cronbach yaitu 0,69-0,78. Reliabilitas yang dihasilkan adalah r

hitung ≥ r tabel (0,82 ≥ 0,60). Maka dinyatakan koesioner ini valid dan

reliabel (Fitria, 2017).


57

4.5 Lokasi dan waktu penelitian

Tempat penelitian telah dilakukan di Desa Pengambengan, Kecamatan

Negara, Kabupaten Jembrana. Penelitian ini dilakukan bulan April-Mei 2019.

4.6 Prosedur pengambilan atau pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara yaitu dengan

mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari

kuesioner yang diberikan kepada lansia dengan demensia untuk mengidentifikasi

grandparenting dengan penurunan kognitif pada lansia dengan demensia,

sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi pendahuluan dengan

mendapatkan data lansia dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana, kemudian

mendapatkan data dari Wilayah Kerja Puskesmas II Negara setelah itu

mendapatkan data dari kantor Desa Pengambengan dan mendatangi responden

secara langsung untuk mengetahui lansia yang mengalami demensia

menggunakan kuesioner MMSE, AD8, dan IADL.

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mengurus surat-surat

ijin kepada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Provinsi Bali

selanjutnya peneliti mengurus surat rekomendasi dari Kepala Kesatuan Bangsa

dan Politik (Kesbangpol) menyerahkan surat izin beserta tembusan penelitian ke

Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Jembrana, Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana, Kepala Puskesmas II Negara dan Kepala

Desa Pengambengan untuk memohon izin melakukan penelitian tersebut. Peneliti

kemudian mengidentifikasi sampel yang akan diteliti sesuai dengan teknik

pengambilan sampel yang telah ditentukan. Peneliti mengunjungi lansia dengan

demensia ke rumah dan menjelaskan maksud dan tujuan dari peneliti, kemudian
58

peneliti memberikan lembar informed consent dan lembar kuesioner kepada

responden. Peneliti mengobservasi data kuesioner yang telah diisi oleh responden

dan peneliti. Pengumpulan data dihentikan apabila jumlah responden sudah

memenuhi besar sampel yang telah ditentukan oleh peneliti.

4.7 Cara Analisis Data

4.7.1 Univariat

Analisa univariat digunakan untuk mengidentifikasi grandparenting

dengan kategori baik, cukup, kurang. Selain itu untuk mengidentifikasi

fungsi kognitif pada lansia dengan kategori penurunan kognitif ringan,

penurunan kognitif sedang, dan penurunan kognitif berat. Setiap variabel

dari variabel bebas (grandparenting) dan variabel terikat (penurunan fungsi

kognitif) akan dicantumkan dalam bentuk distribusi frekuensi.

4.7.2 Bivariat

Analisa data bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan kedua

variabel. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

statistik non parametrik yang digunakan untuk menguji data jenis

kategorikal, dimana dalam penelitian ini variabel bebas yaitu

grandparenting yang memiliki skala ordinal dan variabel terikat dalam

penelitian penurunan fungsi kognitif memilik skala ordinal. Pengolahan

data dilakukan secara komputerisasi menggunakan program SPSS 22 for

windows. Analisis statistik yang digunakan adalah menggunakan uji

Spearman Rank Test, derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95%

(α=0,05). Jika α (p<0,05), artinya terdapat hubungan yang bermakna

(signifikan) dari kedua variabel yang diteliti. Bila p-value lebih besar dari α
59

(p>0,05), artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara kedua variabel

yang diteliti

4.8 Kerangka operasional kerja

Menentukan lansia demensia


menggunakan kuesioner MMSE, AD8,
dan IADL

Menentukan sampel yang sesuai


dengan kriteria inklusi

Memberikan kuesioner Grandparenting


scale dan MMSE kepada semua sampel

Menggumpulkan hasil dari


pengisian kuesioner

Melakukan pengolahan data dan


analisis data

Penyajian data dan penulisahan hasil


penelitian

Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian Hubungan Grandparenting Dengan


Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Dengan Demensia di Desa
Pengambengan Tahun 2019

4.9 Etika penelitian

4.9.1 Prinsip menghormati martabat manusia (respect for persons)

Dalam penelitian ini peneliti meminta suatu persetujuan kepada

responden dengan memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian

dengan tujuan agar responden mengerti maksud, tujuan serta dampak dari

penelitian. Responden bersedia atau tidak bersedia berhak menandatangani

lembar persetujuan dari penelitian, peneliti menghormati hak dan setiap


60

keputusan dari responden. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini ±

25 menit, peneliti melakukan pengumpulan data dalam satu kali pertemuan

untuk masing-masing responden, sehingga peneliti menekankan bahwa

jikalau responden merasa tidak nyaman mengikuti jalannya proses

penelitian ini maka responden berhak dan dapat menghentikan

partisipasinya (Supardi & Rustika, 2013).

4.9.2 Prinsip etik berbuat baik (beneficence + non maleficence)

Dalam proses penelitian ini, sebelum pengisian koesioner peneliti telah

memberikan penjelasan tentang manfaat penelitian serta keuntungan bagi

responden dan peneliti melalui lembar informasi. Prinsip ini memberi

manfaat bagi orang lain dan bukan untuk membahayakan orang lain.

Peneliti bertanggung jawab untuk melindungi responden dari

ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologi. Peneliti dalam penelitian

ini sudah mendapatkan izin untuk melakukan penelitian seperti yang sudah

dijelaskan pada tahap persiapan (Supardi & Rustika, 2013).

4.9.3 Prinsip etik keadilan

Peneliti akan memberikan perlakuan yang sama dan tidak

membedakan-bedakan responden, baik dalam pembagian beban maupun

manfaat dalam penelitian ini. Penelitian ini memberikan jaminan mengikut

sertakan kepada semua responden yang akan dapat menerima manfaat

dalam penelitian (Supardi & Rustika, 2013).


BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Pengantar

Pada penelitian ini, sampelnya adalah lansia dengan penurunan fungsi

kognitif demensia yang melakukan aktivitas grandparenting dalam

kehidupan sehari-hari dengan besar sampel sebanyak 58 orang. Penelitian

ini dilaksanakan dari tanggal 10 Mei 2019, setelah mendapatkan ijin

penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Bali, Kantor

Kesatuan Bangsa Dan Politik Kabupaten Jembrana, Puskesmas II Negara,

Kepala Desa Pengambengan, dan Klian Banjar Desa Pengambengan.

Peneliti melakukan pendekatan dengan para lansia selaku responden yang

melakukan aktivitas grandparenting prasekolah melalui datang kerumah

lansia secara langsung seijin Klian Banjar Desa Pengambengan.

Pendekatan antara peneliti dan responden dilakukan agar responden

mengetahui maksud dan tujuan penelitian guna mendapatkan persetujuan

sebagai responden penelitian. Peneliti meminta reponden untuk

menandatangani informed consent, selanjutnya reponden diberikan

pertanyaan sesuai dengan kuesioner penelitian. Hambatan dalam penelitian

ini tidak ada karena peneliti sudah mengetahui rumah responden, lansia

bersedia menjadi responden dan reponden dapat ditemui saat penelitian.

5.1.2 Gambaran umum lokasi penelitian

1) Letak geografis

Desa Pengambengan berjarak sekitar 7 km dari Kecamatan Negara.

Jarak Desa Pengambengan dengan Kabupaten Jembrana sekitar 9 km

61
62

dan dapat ditempuh selama kurang lebih setengah jam dengan

menggunakan kendaraan bermotor, sedangkan dari ibukota Provinsi

Bali (Denpasar) berjarak sekitar 115 km yang dapat ditempuh dengan

waktu selama kurang lebih empat jam dengan kendaraan bermotor.

Secara administratif batas Desa Pengambengan adalah sebelah utara

berbatasan dengan Desa Tegal Badeng, sebelah selatan berbatasan

dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan laut, sebelah timur

berbatasan dengan Lingkungan Awen Kelurahan Lelateng.

2) Kependudukan

Berdasarkan data statistik tahun 2018, jumlah penduduk Desa

Pengambengan tercatat 3.829 kepala keluarga (KK) yang terdiri atas

12.754 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Desa

Pengambengan terdiri dari 6385 jiwa penduduk laki-laki dan 6.369

jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar penduduk Desa

Pengambengan memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu

berjumlah 1882 orang atau 26,5 % dan tingkat pendidikan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) berjumlah 2101 orang atau 29,5 %, dengan

mayoritas etnis Melayu yang tinggal menetap di Desa Pengambengan

dan penduduk Desa Pengambengan hidup dari sektor perikanan yaitu

sebagai nelayan.

3) Lokasi Penelitian

Desa Pengambengan merupakan wilayah kerja Puskesmas II

Negara yang terdiri dari 5 banjar yaitu banjar Ketapang, Ketapang

Muara, Kombading, Kelapa Balian, dan Munduk.


63

4) Posyandu lansia Desa Pengambengan

Wilayah kerja UPT Puskesmas II Negara meliputi Desa

Pengambengan. Adapun pelayanan pada puskesmas ini ialah adanya

puskesmas peduli lansia yang dilaksanankan di puskesmas ataupun

posyandu mengenai kesehatan lansia. Pada posyandu lansia

dilaksanakan setiap bulan ke desa-desa wilayah kerja puskesmas II

Negara bersama puskesmas keliling.

5.1.3 Karakteristik responden

1) Pendidikan dan jenis kelamin

Jenjang pendidikan merupakan pendidikan formal terakhir yang

telah diselesaikan oleh responden. Distribusi frekuensi berdasarkan

jenjang pendidikan pada lansia dengan demensia di Desa

Pengambengan. Pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel.

Tabel 5.1 Tabel karakteristik responden penelitian berdasarkan pendidikan


No Pendidikan Frekuensi Presentase (%)

1 Tidak sekolah 20 34.5


2 SD 17 29.3
3 SMP 13 22.4
4 SMA 8 13.8
5 Perguruan tinggi 0 0
Total 58 100
Dari tabel 5.1 di atas dapat diketahui, berdasarkan pendidikan tidak

sekolah sebanyak 20 (34.5%), SD sebanyak 17 (29,3%), SMP

sebanyak 13 (22,4%), SMA sebanyak 8 (13,8%), responden perguruan

tinggi 0 (0%).

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan karakteristik responden berdasarkan

biofisik. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pada lansia


66

dengan demensia di Desa Pengambengan. Pada penelitian ini dapat

dilihat pada tabel.

Tabel 5.2 Tabel karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)

1 Laki-laki 16 27,6
2 Perempuan 42 72,4
Total 58 100
Dari tabel 5.2 dapat diketahui, jenis kelamin laki-laki sebanyak 16

(27,6%) dan sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 42

(72,4%).

5.1.4 Hasil pengukuran variabel yang diamati

1) Grandparenting

Grandparenting pada lanjut usia dengan penurunan fungsi kognitif

demensia dinilai berdasarkan kuesioner grandparenting scale

diantaranya ialah mendampingi, komunikasi, menghargai dan sosial.

Tabel 5.3 Tabel hasil penelitian berdasarkan grandparenting pada responden


lansia demensia di Desa Pengambengan tahun 2019.
No Grandparenting Frekuensi Presentase (%)
1 Kurang 3 5,2
2 Cukup 29 50,0
3 Baik 26 44,8
Total 58 100
Dari tabel 5.3 di atas dapat diketahui, berdasarkan total

keseluruhan responden tersebut, hasil grandparenting kurang 3 (5,2%),

grandparenting cukup sebanyak 29 (50,0%) dan responden

grandparenting baik 26 (44,8%).

2) Fungsi kognitif

Hasil fungsi kognitif pada lanjut usia dengan demensia di Desa

Pengambengan terdapat tiga kategori, yaitu penurunan fungsi kognitif

ringan, sedang, dan berat yang dinilai berdasarkan kuesioner MMSE


66

yang meliputi orientasi, registrasi, atensi, mengingat, bahasa dan

kontrsuksi visual.

Tabel 5.4 Tabel hasil penelitian berdasarkan fungsi kognitif pada responden
lansia demensia di Desa Pengambengan tahun 2019
No Fungsi Kognitif Frekuensi Presentase (%)

1 Berat 8 13,8
2 Sedang 24 41,4
3 Ringan 26 44,8
Total 58 100
Dari tabel 5.4 di atas dapat diketahui responden penurunan fungsi

kognitif pada lansia dengan demensia di Desa Pengambengan

penurunan fungsi kognitif ringan sebanyak 26 (44,8%) responden,

sedang 24 (41,4%) dan responden berat 8 (13,8%) responden.

3) Hubungan grandparenting dengan fungsi kognitif

Hubungan grandparenting dengan penurunan fungsi kognitif dapat

dilihat

Tabel 5.5 Tabulasi data bivariat hubungan grandparenting dengan fungsi kognitif
lansia demensia.
Penurunan Fungsi Kognitif Total
Ringan Sedang Berat
Baik 26 0 0 26

Grandparenting Cukup 0 24 5 29

Kurang 0 0 3 3

Total 26 24 8 58
Berdasarkan tabel 5.5 mengenai hasil tabulasi data, dapat diketahui

pada grandparenting baik dengan penurunan fungsi kognitif ringan

sebanyak 26 orang sedangkan grandparenting baik dengan penurunan

fungsi kognitif sedang dan berat 0. Grandparenting cukup dengan

penurunan fungsi kognitif ringan 0, penurunan fungsi kognitif sedang 24

orang, dan dengan penurunan fungsi kognitif berat 5 orang.

Grandparenting kurang dengan penurunan fungsi kognitif ringan dan

sedang sebanyak 0, sedangkan dengan penurunan fungsi kognitif berat


66

sebanyak 3 orang. Hasil tabulasi data yang paling dominan ialah pada

grandparenting baik dengan penurunan fungsi kognitif ringan sebanyak 26

orang.

Analisis korelasi digunakan untuk menggambarkan kekuatan

grandparenting dengan fungsi kognitif pada lanjut usia dengan demensia.

Data untuk variabel independent dan variabel dependent menggunakan

skala ordinal sehingga uji statistic non parametric yaitu spearman rho

dengan tingkat kemaknaan atau signifikan 0,05 dengan menggunakan

SPSS 22 for windows, karena nilai p<0,05 Ho ditolak, maka adanya

hubungan antara grandparenting dengan penurunan fungsi kognitif pada

lanjut usia dengan demensia. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.6 Tabel analisis bivariat menggunakan spearman rho


Uji Spearman Rank Tes Hasil
n 58
r (coefficient correlation) 0,960
P value 0,000
Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan uji spearman rho

hasil uji statistik antara grandparenting dengan penurunan fungsi kognitif

pada lanjut usia dengan demensia di Desa Pengambengan, didapatkan hasil

nilai r hitung 0,960 > r tabel 0,2586 dan nilai Sig. (2-tailed) atau p value

(0,000< 0,05), maka H0 ditolak sehingga ada hubungan grandparenting

dengan penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia dengan demensia di

Desa Pengambengan.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pendidikan

Fungsi kognitif pada lansia demensia di Desa Pengambengan yang

melakukan aktivitas grandparenting hasil fungsi kognitif mayoritas berada

pada pendidikan tidak sekolah.


80

Menurut Y. Rini, (2015) jenjang pendidikan terbagi menjadi jenjang

pendidikan dasar, menengah dan rendah, dimana pendidikan adalah segala

sesuatu yang dapat memberikan wadah pengembangan potensi,

kecerdasan, ahlak mulia dan kepribadian. Kepribadian dibentuk untuk

menjadi seseorang yang disiplin, pantang menyerah, kreatif, serta mandiri.

Teori lain dari Sundariyanti et al., (2014) menjelaskan bahwa pendidikan

secara tidak langsung mampu mempengaruhi fungsi kognitif seseorang.

Kognitif merupakan salah satu fungsi tingkat tinggi dari seseorang yang

terdiri dari berbagai aspek, seperti berhitung, persepsi, bahasa, memori,

pemecahan masalah dan lain sebagainya. Teori tersebut menjelaskan, jika

seseorang dengan pendidikan rendah maka risiko terjadinya penurunan

fungsi kognitif demensia dua kali lebih besar daripada seseorang yang

memiliki pendidikan tinggi.

Penelitian dari Noas et al., (2018) menyatakan bahwa kemampuan

kognitif seseorang khususnya pada lansia dengan penurunan fungsi

kognitif, dipengaruhi faktor personal dan lingkungan. Lingkungan seperti

adanya ketersediaan informasi yang dapat meningkatkan wawasan lansia.

Sejalan dengan penelitian dari Sahar et al., (2018) mengatakan faktor

personal pada lansia terkait dengan persepsi lansia mengenai suatu

informasi yang diberikan dari lingkungan sekitarnya, pada lingkungan

sosial dapat memberikan suatu informasi yang meningkatkan pengetahuan

seperti halnya lansia dapat bertukar informasi dengan temannya, saling

bertemu, mendukung, dan membutuhkan. Hal ini dapat diterima langsung

oleh lansia sehingga hubungan sosial dapat memberikan suatu

peningkatakan wawasan pada lansia dan memberikan suatu hubungan


80

yang positif. Lansia memiliki kelemahan dalam mengingat jangka pendek,

tetapi tidak dengan memori jangka panjang dengan kemampuan mengingat

masa lampau.

Penelitian tersebut dikuatkan oleh penelitian dari Maryam & Hartini,

(2015), pada penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Dan

Activity Daily Living Dengan Demensia Pada Lanjut Usia Di Panti

Werdha” pada penelitian ini, mayoritas berada pada pendidikan rendah dan

sangat berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif demensia. Hal

tersebut dikarenakan pendidikan tinggi dapat meminimalkan kejadian

penyakit di otak serta mencegah timbulnya demensia dikarenakan sel-sel

saraf mampu bekerja dan melatih kemampuan kogntif lansia.

Hasil penelitian lain dari Setiawan et al., (2014) yang berjudul

“Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Demensia pada Lansia

Di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Paniki Kecamatan

Mapanget Manado” hasil pada penelitian tersebut tidak ditemukan

hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian demensia pada

lansia, Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kejadian demensia seperti stimulasi intelektual, keterlibatan sosial atau

aktifitas fisik yang adekuat yang meningkatkan synaptogenesis neural,

yang mengurangi risiko terjadinya demensia.

Peneliti menemukan setelah dilakukan analisis atau kajian, ternyata

angka kejadian pendidikan rendah merupakan mayoritas pada penelitian

ini. Pendidikan mampu mempengaruhi fungsi kognitif seseorang, karena

pendidikan merupakan dasar seseorang untuk memahami dan mengenal

hal lainnya. Pendidikan mengajarkan seseorang untuk lebih mampu


80

menyimpan banyak memori dan daya tangkap yang dapat mengasah otak.

Jenjang pendidikan seseorang yang ditempuh juga berbeda, terdapat

pendidikan dasar, menengah dan atas yang memiliki kemampuan berbeda.

Sejalan dengan teori yang telah dipaparkan bahwa seseorang yang

memiliki hubungan lingkungan sosial dengan orang disekitarnya, maka

dapat mempengaruhi persepsi lansia dan meningkatkan wawasan yang

diperoleh lansia. Pada penelitian ini mayoritas pada pendidikan rendah dan

dipengaruhi oleh adanya faktor personal, lingkungan. Lingkungan seperti

persepsi diri dan hubungan sosial, sehingga menurut peneliti hal ini yang

mengkibatkan terjadinya penurunan fungsi kognitif ringan.

5.2.2 Jenis kelamin

Penurunan fungsi kognitif pada lansia demensia di Desa

Pengambengan yang melakukan aktivitas grandparenting mayoritas pada

jenis kelamin perempuan. Penduduk lansia Desa Pengambengan mayoritas

perempuan.

Menurut Fitzpatrick & Kuller, (2015) angka usia harapan hidup

perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut menjadikan jenis

kelamin perempuan merupakan faktor yang berisiko terkena penurunan

fungsi kognitif. Seseorang akan mengalami proses penuaan, pada

perempuan konsekuensi dari penuaan akan mengalami menopause.

Pengaruh menopause dan hilangnya hormone ovarium merupakan salah

satu faktor penurunan memori. Hipokampus pada wanita mengeluarkan

hormon seperti estrogen sebagai faktor tropik selama dewasa, kekurangan

estrogen selama menopause mengakibatkan neuron menjadi lebih rapuh

dan memperburuk kemunduran memori.


80

Pernyataan dari teori di atas sejalan dengan penelitian dari Rasyid et

al., (2017) dimana dalam penelitiannya reponden perempuan lebih banyak

dari pada responden laki-laki, hal ini terjadi karena usia harapan hidup

perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Bertambahnya usia harapan

hidup mengakibatkan peningkatan jumlah lanjut usia, sehingga dengan

tingginya usia harapan hidup perempuan, maka jumlah lanjut usia tersebut

berisiko tinggi terjadinya penurunan fungsi kognitif.

Hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh (Akaputra, Hestin, &

Prasanty, 2018) hasil analisis membuktikan terjadinya penurunan fungsi

kognitif pada laki-laki dikarenakan penurunan fungsi tubuh dan gaya hidup

yang tidak baik, yaitu merokok. Hal ini disebabkan karena kandungan

nikotin yang terdapat dalam rokok dapat mempengaruhi fungsi kognitif

pada seseorang. Semakin banyak mengkonsumsi rokok semakin sering

reseptor asetilkolinergik nikotinik mengalami depolarisasi (desensitisasi)

yang menyebabkan reseptor tersebut mengalami kelelahan. Hal ini

menyebabkan perokok pada derajat merokok sedang dan berat lebih banyak

mengalami gangguan fungsi kognitif.

Peneliti menemukan setelah dilakukan analisis atau kajian ternyata

angka kejadian penurunan fungsi kognitif lansia demensia mayoritas

perempuan. Penduduk lansia di Desa Pengambengan mayoritas jenis

kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini yang mengakibatkan

penurunan fungsi kognitif terjadi pada perempuan. Seseorang akan

mengalami proses penuaan, perubahan dari penuaan pada wanita salah

satunya akan mengalami menopause. Pengaruh menopause dan hilangnya

hormone ovarium merupakan salah satu faktor penurunan memori.


80

Hipokampus pada wanita mengeluarkan hormon seperti estrogen sebagai

faktor tropik selama dewasa, kekurangan estrogen selama menopause

mengakibatkan neuron menjadi lebih rapuh dan memperburuk kemunduran

daya ingat. Hal ini lah yang menyebabkan seorang perempuan dapat

mengalami penurunan fungsi kognitif.

5.2.3 Grandparenting

Grandparenting pada penelitian ini mayoritas berada pada

grandparenting cukup. Berdasarkan pertanyaan yang telah dilakukan dari

keempat aspek yaitu mendampingi, komunikasi, menghargai, dan sosial

rata-rata jawaban dari responden ialah setuju dengan grandparenting scale.

Hal ini dikarenakan pertanyaan tersebut rata-rata sesuai dengan pengasuhan

yang responden berikan kepada cucu usia prasekolah.

Imelda et al., (2019) mengatakan pola asuh orang tua yang baik

dengan selalu mengekspresikan kasih sayang (memeluk, mencium,

memberi pujian) melatih emosi, komunikasi bersama dan melakukan

pengontrolan pada anak akan berakibat anak merasa diperhatikan dan akan

lebih percaya diri, sehingga hal ini akan membentuk pribadi anak yang

baik.

Menurut Muthmainnah, (2012) peran orang tua yaitu mendampingi,

komunikasi, menghargai, dan sosial. Pada peran mendampingi kakek nenek

dapat memberikan pendampingan dan pengawasan dalam perhatian yang

berkualitas dengan menemani cucu, seperti mendengar cerita, bermain

bersama dan lain-lain namun tetap memberikan pendampingan.

Komunikasi di berikan agar kakek nenek dan cucu dapat berkomunikasi

dengan baik dan saling memberi pujian dan menghargai. Menghargai juga
80

diajarkan karena anak adalah peniru yang menirukan orang yang

mengasuhnya, serta pada sosial dapat diberikan melalui kegiatan bermain

anak yang dapat memberikan hubungan positif baik pada kakek nenek

maupun cucu. Maka dari aspek tersebut adanya suatu aktivitas psikologis

yang dilakukan lansia dalam grandparenting.

Penelitian yang dilakukan oleh Triwibowo & Puspitasari, (2014)

dengan judul penelitian “Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif

Pada Lansia Di Desa Tanjungan Kec. Kemlagi Kab. Mojokerto”

mengatakan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan terus

menerus mempunyai hubungan dengan tingginya fungsi kognitif yang akan

meningkatkan fungsi kognitif. Penelitian ini didukung oleh penelitian dari

Darma et al., (2014) dimana pada penelitian ini aktivitas fisik berperan

dalam fungsi kognitif dikarenakan hal tersebut sangat berpengaruh pada

lobus frontalis otak yang sangat berperan pada konsentrasi, perencanaan

serta pengambilan suatu keputusan. Aktivitas fisik juga dapat meningkatkan

aliran darah ke otak sehingga pembuluh darah terstimulasi dan akses otak

untuk mendapatkan energi dan oksigen meningkat. Meningkatnya aliran

darah ke otak menyebabkan stimulasi ke suatu area otak yang membantu

pembentukan memori. Selain itu, meningkatnya serotonin, dopamine, dan

BDNF akibat suatu aktivitas fisik yang akan memperkuat ikatan antar sel

saraf. BDNF (Brain Derived Nerve Factor) bertanggung jawab atas

pembentukan dan daya tahan saraf terhadap kerusakan dan stres yang

banyak ditemukan di daerah hipokampus.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Walsh, (2012) mengatakan

pengalaman kakek-nenek sangat berarti bagi lansia dan menawarkan


80

banyak manfaat dengan cara mengingat sendiri pengalaman dalam

membesarkan anak. Faktor-faktor ini yang menghambat penurunan fungsi

kognitif dan demensia, aktivitas fisik dapat meningkatkan vaskularisasi di

otak, peningkatan level dopamin, dan perubahan molekuler pada faktor

neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi neuroprotective atau sebagai

penghambat rusaknya jaringan otak.

Peneliti menemukan setelah dilakukan analisis atau kajian ternyata

mayoritas angka kejadian berada pada grandparenting cukup. Hal ini

dikarenakan adanya suatu pengalaman yang pernah dirasakan pada saat

lansia mengurus anaknya, karena lansia dengan demensia memori jangka

panjang nya lebih kuat daripada memori jangka pendek. Hal inilah yang

mampu membuat lansia mengaktifkan kembali ingatan dimasa lalu untuk

dapat mengasah ingatan jangka pendek yang dapat merangsang kerja dari

banyaknya sinaps antara sel-sel saraf yang akan semakin kompleks

kemampuan menerima, mengolah, menyimpan dan menjawab rangsang

yang diterima oleh sel-sel saraf. Maka dengan demikian jika lansia yang

aktivitas mengasuh cucu aktif dan normal maka fungsi kognitifnya normal

karena dengan melakukan aktivitas bersama cucu seperti bermain,

berkomunikasi, menjaga atau mendampingi dapat meningkatkan aliran

darah ke otak dan meningkatkan neurotransmiter otak.

5.2.4 Fungsi Kognitif

Penurunan fungsi kognitif pada lansia demensia pada penelitian ini

mayoritas berada pada penurunan fungsi kognitif ringan. Berdasarkan

pertanyaan yang telah dilakukan dengan menggunakan kuesioner MMSE,


80

bahwa sebagian besar lansia mengalami penurunan fungsi kognitif pada

aspek memori.

Menurut Christopher & Catharine, (2002) tahap awal masalah

kemunduran yang terjadi pada ingatan jangka pendek salah satu contohnya

penderita lanjut usia pergi karena ada suatu perintah dan kemudian lanjut

usia lupa kemana tujuannya. Pada tahap lanjut, lansia akan lupa dengan

nama-nama orang yang didekatnya. Insani et al (2019) mengatakan

demensia diartikan sebagai suatu penurunan kemampuan intelektual yang

dapat menyebabkan perubahan perilaku, sosial, serta gangguan pada

aktivitas sehari-hari, diagnosis demensia paling utama ditandai dengan

kemunculan gangguan kognitif yang sering dirasakan ialah penurunan

memori atau ingatan diikuti dengan gangguan fungsi eksekutif maupun

sosial. Kognitif adalah salah satu fungsi tingkat tinggi pada otak manusia

yang terdiri dari beberapa aspek seperti halnya kemampuan berhitung,

persepsi, penggunaan bahasa, pemahaman proses informasi, memori, fungsi

eksekutif, dan pemecahan masalah. Menurut World Health Organization,

(2017) demensia adalah sindrom terjadinya penurunan memori, berpikir,

perilaku, dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari pada individu.

Sri et al., (2017) mengatakan seseorang dengan demensia akan

mengalami atropi pada otaknya sehingga secara keseluruhan dari

fungsional otak akan terganggu. Terjadinya perubahan pada otak seseorang

yang berkaitan dengan penurunan ingatan berada pada kemampuan jaringan

otak yaitu transmisi informasi dari satu ke suatu hal lainnya melalui

neurotransmitter, reseptor dan sinaps. Penurunan tersebut secara langsung

akan menyebabkan penurunan fungsi kognitif ringan, sedang, dan berat.


80

Teori tersebut sejalan dengan penelitian Ratep & Westa, (2014) dari

hasil penelitian menggunakan kuesioner MMSE umur yang semakin

meningkat akan diikuti dengan perubahan dan penurunan fungsi anatomi,

seperti semakin menyusutnya otak, dan perubahan biokimiawi di SSP

(sitem saraf pusat) sehingga dengan sendirinya bisa menyebabkan

terjadinya penurunan fungsi kognitif. Hasil penelitian tersebut sejalan

dengan penelitian Basuki et al., (2018) pada penelitian tersebut mengatakan

bahwa untuk mengurangi angka kejadian penurunan fungsi kognitif dengan

melakukan elderly cognitive care, dimana perlakuan tersebut dapat melatih

kembali seseorang lansia dalam bersosialisasi baik dengan orang lain

maupun keluarga. Hal tersebut menjadikan semakin banyak seorang lansia

melakukan aktivitas fisik bersama ataupun dalam kelompok yang bersifat

aktif di sekitar lingkungannya, maka semakin kecil kemungkinan lansia

mengalami penurunan fungsi kognitif.

Peneliti menemukan setelah dilakukan analisis atau kajian ternyata

angka kejadian mayoritas penurunan fungsi kognitif ringan pada penelitian

ini. Hal ini disebabkan karena aktivitas grandparenting, sehingga menurut

peneliti hal ini yang mengakibatkan penurunan fungsi kognitif ringan

karena faktor yang mempengaruhi dari aktivitas fisik yang dilakukan yakni

grandparenting yang dapat mengaktifkan kembali memori lansia dengan

bersosialisasi atau membangun hubungan aktivitas bersama cucu, maka hal

ini dapat mencegah demensia karena informasi sensorik dari luar dapat

dengan mudah dialirkan ke otak.

5.2.5 Hubungan grandparenting dengan penurunan fungsi kognitif pada lanjut

usia dengan demensia


80

Pernyataan dari hasil menunjukkan grandparenting cukup dengan

penurunan fungsi kognitif ringan. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan

umum bahwa adanya hubungan grandparenting dengan penurunan fungsi

kognitif pada lansia dengan demensia.

Teori Keperawatan Sister Callista Roy mengatakan lingkungan internal

dan eksternal yang dapat memengaruhi suatu perkembangan dan perilaku

manusia. Tiga jenis stimulus lingkungan dijelaskan dalam model adaptasi

Roy. Mekanisme koping mengacu pada suatu proses dari dalam atau proses

yang dapat dipelajari dari luar yang digunakan seseorang untuk menghadapi

stimulus lingkungan. Mekanisme koping dikategorikan secara luas sebagai

subsistem regulator atau kognator. Subsitem kognator berespon melalui

proses kognitif-emosi dari dalam ataupun yang mencangkup pemrosesan,

pembelajaran, penilaian dan emosi terhadap suatu persepsi dan informasi.

(Alligood, 2017).

Teori tersebut diperkuat oleh penelitian dari Darma et al., (2014)

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan

kejadian demensia. Aktivitas fisik seperti jalan kaki, lari kecil berpengaruh

pada lobus frontalis otak, area yang berperan pada konsentrasi mental,

perencanaan, dan pengambilan keputusan. Aktivitas fisik ringan yang

dilakukan seperti berjalan kaki, mengasuh cucu dan senam dapat membantu

tubuh mencegah penurunan daya kerja otak dapat meningkatkan fungsi

kognitif. Otak seseorang mampu membentuk sel saraf (neuron) baru, proses

tersebut disebut dengan neurogenesis, neuron baru tersebut bertahan hidup

dan mengintegrasikan diri kedalam struktur otak. Sejalan dengan penelitian

Darma et al., (2014) dimana pada penelitian ini aktivitas fisik berperan
80

dalam fungsi kognitif dikarenakan hal tersebut sangat berpengaruh pada

lobus frontalis otak yang sangat berperan pada konsentrasi, perencanaan

serta pengambilan suatu keputusan. Aktivitas fisik juga dapat meningkatkan

aliran darah ke otak sehingga pembuluh darah terstimulasi dan akses otak

untuk mendapatkan energi dan oksigen meningkat. Meningkatnya aliran

darah ke otak menyebabkan stimulasi ke suatu area otak yang membantu

pembentukan memori. Selain itu, meningkatnya serotonin, dopamine, dan

BDNF akibat suatu aktivitas fisik yang akan memperkuat ikatan antar sel

saraf. BDNF (Brain Derived Nerve Factor) bertanggung jawab atas

pembentukan dan daya tahan saraf terhadap kerusakan dan stres yang

banyak ditemukan di daerah hipokampus.

Pada penelitian Putra et al., (2008) mengatakan ada hubungan antara

terapi kenangan dengan fungsi kognitif karena dalam terapi kenangan

tersebut dapat memberikan impuls pada memori dimana adanya kenangan

masa lalu saat merawat dan mengasuh anaknya dimasa lalu dapat membuka

kembali ingatan memori dan dapat memacu meningkatkan fungsi kognitif.

Memori adalah proses penyimpanan impuls sensorik penting untuk dipakai

pada masa yang akan datang sebagai pengatur aktivitas motorik dan

pengolahan berpikir. Sebagian besar penyimpanan ini terjadi dalam korteks

serebri.

Peneliti menemukan setelah dilakukan analisis atau kajian ternyata

angka kejadian grandparenting cukup dengan penurunan fungsi kognitif

ringan mayoritas pada penelitian ini dikarenakan kakek nenek merasakan

lebih banyak emosi positif dari kebahagiaan dan kebanggaan mengasuh

cucu dari aktivitas psikologis yang dilakukan. Kakek nenek secara


80

emosional akan mendukung cucu mereka dengan perasaan kasih sayang

dan juga memberi mereka dukungan instrumental dengan menjaga,

memberi tahu cerita, dan bermain dengan mereka. Aktivitas fisik seperti

berjalan dengan cucu, mengajarkan cucu, bermain catur dan lain sebagainya

dapat meningkatkan vaskularisasi di otak, peningkatan level dopamin, dan

perubahan molekuler pada faktor neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi

neuroprotective atau sebagai penghambat rusaknya jaringan otak.

Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas grandparenting berperan dalam

fungsi kognitif pada lanjut usia dengan demensia. Kaitannya dalam

aktivitas grandparenting, terdapat unsur membuka memori yang lama saat

mengasuh anaknya terdahulu dengan kenangan yang ada. Faktor kegiatan

juga dapat mempengaruhi kejadian penurunan aktivitas fisik. Seseorang

melakukan aktivitas fisik bersama atau kelompok yang bersifat sosialisasi

dengan orang-orang yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal,

maka fungsi kognitif meningkat. Proses penyimpanan informasi juga

merupakan fungsi dari sinaps. Oleh karena itu, pada setiap macam sinyal

sensorik tertentu yang melewati serentetan sinaps akan lebih mampu

menjalarkan sinyal yang sama, proses penyimpanan impuls sensorik

penting untuk digunakan pada masa yang akan datang sebagai pengatur

aktivitas motorik dan pengolahan berpikir. Grandparenting cukup

mempunyai konstribusi dengan fungsi kognitif ringan pada lansia yang

mengalami demensia, maka dari itu jika lansia melakukan aktivitas

grandparenting maka dapat menghindari penurunan fungsi kognitif

demensia.

5.3 Keterbatasan penelitian


80

Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur

ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:

1) Penelitian ini hanya meneliti akivitas grandparenting dan fungsi kognitif

demensia yang dihitung berdasarkan kuesioner tanpa memperhatikan faktor

penganggu yang lain seperti pendidikan, jenis kelamin, risiko umur 40 tahun,

keturunan dan gaya hidup, karena peneliti tidak mampu untuk

memperhatikan faktor penganggu disebabkan keterbatasan waktu, tenaga dan

biaya.

2) Instrumen pengumpulan data grandparenting yang diuji validitas dan

reabilitas masih dibuat secara mandiri dan masih memungkinkan terjadi

kelemahan dalam mendapatkan data yang lebih detail sehinggan tidak dapat

digunakan untuk mengamati sampai ke bagian yang detailnya.

3) Metode penelitian yang digunakan kuantitatif dengan desain penelitian

korelasional dan pendekatan cross sectional, dimana penelitian ini hanya

melakukan observasi satu kali pertemuan saja dan hal tersebut menunjukkan

bahwa fakta yang ditemui di lokasi penelitian bukan merupakan fakta yang

sesungguhnya.
83

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis mengenai hubungan grandparenting dengan

penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia demensia di Desa Pengambengan,

dapat diambil kesimpulan:

1) Lanjut usia dengan demensia sebagian besar berada pada tingkat pendidikan

tidak sekolah dan untuk jenis kelamin didominasi oleh perempuan.

2) Grandparenting prasekolah pada lansia sebagian besar berada pada

grandparenting cukup.

3) Fungsi kognitif pada lansia sebagian besar berada pada kategori ringan.

4) Ada hubungan grandparenting dengan fungsi kognitif pada lanjut usia

dengan demensia.

6.2 Saran

1) Bagi lansia

Fungsi tingkat tinggi pada otak salah satunya ialah kognitif yang terdiri

dari aspek seperti persepsi visual, kemampuan berhitung, bahasa, dan

pemahaman proses informasi dan konsentrasi. Jika hal tersebut mengalami

penurunan maka solusi yang dapat diberikan dengan aktivitas grandparenting

yang mencangkup aktivitas fisik, aktivitas psikologis dan kenangan saat

memberikan pengasuhan pada anaknya.

2) Bagi masyarakat

Seluruh masyarakat, khususnya di Kabupaten Jembrana diharapkan

mampu memahami lebih dalam mengenai demensia khususnya penurunan


83

fungsi kognitif yang dialami lanjut usia dan meningkatkan kepedulian sosial

bagi lansia dengan demensia sehingga kasus demensia dapat ditekan.

3) Bagi keperawatan

Proses pelayanan keperawatan tidak hanya pada fisik tetapi juga pada

psikologis tingkat memori lanjut usia dengan menenkankan aktivitas fisik

grandparenting sehingga menekankan tingkat penurunan fungsi kognitif pada

lanjut usia dengan demensia.

4) Bagi tenaga kesehatan

Mampu memberikan pelayanan dan dukungan sebaik-baiknya pada lansia

dengan demensia serta dapat memberikan penyuluhan kepada setiap

kelompok masyarakat.

5) Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian selanjutnya dapat menggunakan desain penelitian berbeda

dengan jumlah sampel yang lebih banyak serta dilakukan analisis lebih lanjut

untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap grandparenting

dengan penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia demesia serta penelitian ini

dapat dilanjutkan dengan meneliti berbagai faktor perancu seperti usia, jenis

kelamin, pendidikan, gaya hidup terhadap penurunan fungsi kognitif.


83

DAFTAR PUSTAKA

Akaputra, R., Hestin, R. R., & Prasanty, D. (2018). Correlation of Smoking And
Education Towards Civitas Academica Cognitive Function in University Of
Muhammadiyah Jakarta. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 14, 48–55.
Retrieved from https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK

Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka. (H. A. Y. S &
I. Kusman, Eds.) (Edisi Indo). Singapore.

Anam, P. (2015). perhimpunan dokter spesialis saraf indonesia (Vol. 40). Jakarta
Pusat: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Andrew, R. W., Stella, O. U., Laura, B., & Megan, R. A. (2018). The Population 65
Years and Older in the United States : 2016.

Ani, A. (2017). Perbedaan Stimulasi dan Perkembangan Personal Sosial Anak Usia
Sekolah Antara Anak yang Diasuh Grandparent dan Orang Tua. Surabaya.

Azizah. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Penduduk Lanjut Usia.

Bandiyah Siti. (2009). lanjut usia dan keperawatan gerontik. (S. Ari, Ed.).
Yogyakarta: nuha medika.

Basuki, H. O., Haryanto, J., & Kusumaningrum, T. (2018). The Effect of Elderly
Cognitive Care On The Cognitive Function And Physical Activity Of Elderly.
Indonesian Journal of Health Research, 1(2), 37–48.
https://doi.org/10.32805/ijhr.2018.1.2.16

Brunner, & Suddarth. (2001). keperawatan medikal bedah. ( suzanne c. Smeltzer &
brenda g. Bare, Eds.) (8th ed.). jakarta.

Candra, A. N. (2017). Gaya Pengasuhan Orang Tua Pada Anak Usia 4-6 Tahun di
Kecamatan Probolinggo Kabupaten Lampung Timur.

Christopher, M., & Catharine, G. (2002). pikun dan pelupa. (Amalia, Ed.). Jakarta:
Dian Rakyat.

Darma, E., Mardijana, A., & Dewi, R. (2014). Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dan
Kejadian Demensia Pada Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. E-
Jurnal Pustaka Kesehatan, 2.

Eni, E., & Safitri, A. (2018). Gangguan Kognitif terhadap Resiko Terjadinya Jatuh
Pada Lansia. Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 8, 363–371.

Fitria, M. (2017). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Fungsi Kognitif Dan
Fungsi Afektif Lansia Di Dusun Sumberejo Kecamatan Geger Kabupaten
Madiun.
84

Fitrika, Y., Saputra, Y. K., & Munarti, M. (2018). Relationship Of Cognitive Function
Toward Disciplinary Behaviour Of Anti Hipertension Drug Consumption
Among Elderly Patients At Polyclinic Of Internal Medicine Of Meraxa Hospital
Banda Aceh. SEL Jurnal Penelitian Kesehatan, 5. 10–18.

Fitzpatrick, A., & Kuller, L. (2015). Midlife And Late Life Obesity And The Risk Of
Dementia, 66(3), 336–342. https://doi.org/10.1001/archneurol.2008.582

Gauthier. (2006). Mild Cognitive Impairment. Lancet.

Imelda, P., Rina, K., & Yolanda, B. (2019). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Bekerja
Dengan Perkembangan Anak Usia Prasekolah 4-5 Tahun Di TK GMIM Bukit
Moria Malalayang. E-Journal Keperawatan (e-Kp), 7(1), 1–9.

Isnanto, T. (2011). Mengasuh Anak Dengan Bijak. In Seri Bacaan Orang Tua (pp. 1–
30). Jakarta.

Kamilia, T. I., Udiyono, A., & Kusariana, N. (2019). Gambaran Gangguan Kognitif
Dan Fungsional (IADL) Pada Lansia Di Kelurahan Kramas, Kecamatan
Tembalang, Kota Semarang. Kesehatan Masyarakat, 7. Retrieved from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/22866/20907

Kemenkes. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Situasi dan
analisis Lanjut Usia. Jakarta Selatan. https://doi.org/10.1016/S0169-
409X(97)00122-1

Kemenkes. (2019). Menkes: Lansia Yang Sehat, Lansia Yang Jauh Dari Demensia,
(2004), 2–3.

Kennard. (2006). Reminiscance Therapy And Activities For People With Dementia.
Retrieved from www.alzheimer.about.com/cs/treat
mentoptions/a/reminiscence.html

Manurung, C., Karema, W., & Maja, J. (2016). Gambaran fungsi kognitif pada lansia
di Desa Koka Kecamatan Tombulu. Jurnal E-Clinic (ECl), 4, 2–5.

Maryam, R. S., & Hartini, T. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Activity
Daily Living.

McGregor, E. (2017). Attachment, parenting, and childhood adversity 11.


https://doi.org/10.1016/B978-0-12-804051-5.00011-1

Muthmainnah. (2012). Peran Orang Tua dalam Menumbuhkan Pribadi Anak yang
Androgynius Melalui Kegiatan Bermain. Pendidikan Anak, 1, 103–112.

Noas, A., Hendro, B., & Franly, O. (2018). Hubungan Demensia dengan
Kebermaknaan Hidup pada Lanjut Usia di BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi
Utara. E-Journal Keperawatan, 6, 1–7.
85

Nugraha, I. B. A., & Kuswardhani, R. A. T. (2018). Korelasi Depresi Terhadap


Penurunan Fungsi Kognitif Pada Pasien Lanjut Usia di Kota Denpasar, 49(2),
194–196. https://doi.org/10.15562/medi.v49i2.128

Nursalam. (2015). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. (L. P. Puji, Ed.) (4th
ed.). Surabaya: Salemba Medika.

Putra, G., Indrawati, R., & Mishbahatul, E. (2008). Reminiscence Therapy with
Therapeutic Methods Group Activity Improve Elderly’s Cognitive Function. E-
Journal UNAIR, 125–133.

Rasyid, I. Al, Syafrita, Y., & Sastri, S. (2017a). Hubungan Faktor Risiko dengan
Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang Timur Kota
Padang Panjang, 6(1), 49–54. Retrieved from http://jurnal.fk.unand.ac.id

Rasyid, I., Syafrita, Y., & Sastri, S. (2017b). Hubungan Faktor Risiko Dengan Fungsi
Kognitif Pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang
Panjang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(1), 6(1), 49–54.

Ratep, N., & Westa, W. (2014). Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status
Kognitif Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kubu Ii , Januari-Februari
2014.

Rini, S. S., Kuswardhani, T., & Aryana, S. (2018). Faktor – Faktor yang Berhubungan
dengan Gangguan Kognitif pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana
Seraya Denpasar. Journal of Internal Medicine, 2.

Rini, Y. (2015). Pendidikan Hakekat Tujuan dan Proses. E-Journal Pendidikan, 1.

Setiawan, D., Bidjuni, H., & Karundeng, M. (2014). Hubungan Tingkat Pendidikan
Dengan Kejadian Demensia Pada Lansia Di Balai Penyantunan Lanjut Usia
Senja Cerah Paniki Kecamatan Mapanget Manado. Journal Keperawatan, 2.
Retrieved from ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/5207

Sri, S., Setiawan, & Mudadsir, S. (n.d.). Hubungan Usia Demensia Dan Kemampuan
Fungsional Pada Lansia, (1), 34–41. Retrieved from http://jurnal.poltekkes-
solo.ac.id/index.php/JPT/article/download/296/264

Sugiyono. (2015). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sundariyanti, I. H., Ratep, N., & Westa, W. (2014). Gambaran Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Status Kognitif Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas
Factors That Affect The Cognitive States In Elderly.

Suriastini, Turana, Y., & Witoelar, F. (2016). Angka Prevalensi Demensia: Perlu
Perhatian Kita Semua. Survey Meter, 1–4.

Suriastini, W., Turana, Y., & Suryani, L. K. (2018). Menggugah Lahirnya Kebijakan
Kelanjutusiaan Menggugah Lahirnya Kebijakan Kelanjutusiaan. Laporan Hasil
Studi Demensia Bali.
86

Triwibowo, H., & Puspitasari, K. (2014). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Fungsi
Kognitif Pada Lansia Di Desa Tanjungan Kec. Kemlagi Kab. Mojokerto. E-
Journal STIKes William Booth Surabaya, Vol 3, No. Retrieved from
http://ejournal.stikeswilliambooth.ac.id/index.php/S1Kep/article/view/50

Turana, Y. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia Di Indonesia. Buletin Jendela,


23.

Wahyuni, Y. T., & Abidin, Z. (2015). Pengalaman Hidup Lansia Yang Mengasuh
Cucu: Studi Kualitatif Fenomenologis Dengan Interpretative Phenomenological
Analysis. Jurnal Empati, 4(4), 8–14.

Walsh, F. (2012). Successful Aging and Family Resilience. Annual Review of


Gerontology and Geriatrics, 32.

Windani, C., Ningsih, E., & Pratiwi, S. (2013). Description Of Dementia In The
Elderly Status In The Work Area Health Center Ibrahim Adjie Bandung.
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 3(1), 1–11. Retrieved from
http://journal.unhas.ac.id/index.php/icon/article/view/3736/2711

Woodbridge, S., Buys, L., & Miller, E. (2011). My grandchild has a disability :
Impact on grandparenting identity, roles and relationships. Journal of Aging
Studies, 25(4), 355–363. https://doi.org/10.1016/j.jaging.2011.01.002

World Health Organization; Dementia. (2017). Retrieved from


https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/dementia

Zohar, E. A., & Garby, A. (2016). Great-Grandparents’ Role Perception and Its
Contribution to Their Qlity of Life. Journal of Intergenerational Relationships,
14(3), 197–219. https://doi.org/10.1080/15350770.2016.1195246
87

RENCANA KEGIATAN
Lampiran 1

Bulan
No Kegiatan Nopember Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan dan pengajuan judul X
penelitian
2 Konsultasi dan bimbingan proposal X X X X X X X X X X XX X X
penelitian (BAB I, II, III & IV)
3 Ujian Proposal Penelitian X
4 Revisi hasil ujian & proposal X X
penelitian
5 Uji Etik Proposal X
6 Pelaksanaan Penelitian X X X X
7 Penulisan laporan hasil penelitian & X X X X X
proses bimbingan laporan penelitian
(BAB IV, V, VI)
8 Ujian Skripsi X
9 Revisi hasil ujian skripsi XX
10 Pengumpulan Skripsi X X
88

Lampiran 2

RINCIAN BIAYA

NO Kegiatan Rencana Biaya Realisasi


1 Persiapan
a. Pra Proposal Rp. 50.000
b. Penyusunan Proposal Rp. 600.000
c. Ujian Proposal Rp. 750.000
2 Pelaksanaan
a. Pengurusan Izin Rp. 165.000
b. Perbanyakan Instrumen Rp. 100.000
c. Transport dan Rp. 500.000
Akomodasi Rp. 200.000
d. Pengolahan Data
3 Tahap Akhir
a. Penyusunan Skripsi Rp. 250.000
b. Perbanyakan Skripsi Rp. 250.000
c. Ujian Skripsi Rp. 750.000
Total Rp. 3.615.000
89

Lampiran 3
Surat Izin Penelitian
90
91
92
93
94

Lampiran 4
95
97
98

Lampiran 5

PENJELASAN DAN INFORMASI


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Bima Elsa Paulina Sitinjak
NIM : 102011505
Program Studi : Mahasiswa S1-Ilmu Keperawatan
Pada saat ini akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Grandparenting
dengan Penurunan Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Dengan Demensia di Desa
Pengambengan Tahun 2019”
Berikut beberapa hal yang perlu saya informasikan terkait dengan keikutsertaan
Bapak/Ibu sebagai responden dalam penelitian ini :
1. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui Hubungan Mengasuh Cucu
Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Dengan Demensia di
Desa Pengambengan Tahun 2019.
2. Manfaat dari hasil penelitian ini ialah untuk lanjut usia yang mengalami
penurunan kognitif dengan demensia melalui pengasuhan.
3. Selama proses penelitian berlangsung peneliti akan menanyakan kepada
responden mengenai kesediaaan mengikuti penelitian, jika responden merasa
tidak nyaman dan di rugikan atas penelitian ini, responden dapat
mengundurkan diri.
4. Keikutsertaan kakek dan nenek sebagai responden dalam penelitian, yaitu
tanpa adanya paksaan atau tekanan dari peneliti ataupun pihak lain.
5. Dalam penelitian ini peneliti akan memberikan perlakuan yang sama atau adil
dengan tidak membedakan antara kakek nenek dari semua golongan kepada
semua responden sebelum, selama maupun setelah keikutsertaan dalam
penelitian.
6. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini ialah selama proses penelitian
berlangsung kurang lebih 25 menit dan akan dilakukan dalam satu kali
pertemuan.
7. Penelitian ini peneliti tidak akan mencantumkan nama dan menyebarluaskan
data yang diperoleh dari kakek atau nenek sebagai responden dalam
penelitian.
8. Mengenai adanya informasi yang belum dimengerti oleh bapak atau ibu, maka
dapat menghubungi peneliti (Bima Elsa Paulina Sitinjak) No Hp
081338944232 dengan alamat Desa Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara,
Kabupaten Jembrana
Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Saya berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Atas kesediaannya saya mengucapkan terimakasih.
Negara,....................................
Peneliti

Bima Elsa Paulina Sitinjak


99

Lampiran 6

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca dan memahami isi dari penjelasan mengenai tujuan dan manfaat
penelitian ini, maka saya bersedia/tidak bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jembrana
yaitu :

Nama : Bima Elsa Paulina Sitinjak

NIM : 102011505

Judul : Hubungan Grandparenting Dengan Penurunan Fungsi


Kognitif Pada Lanjut Usia Dengan Demensia di Desa
Pengambengan Tahun 2019

Penelitian ini tidak merugikan saya dan keluarga saya ataupun orang terdekat saya.
Persetujuan ini saya buat secara sukarela tanpa adanya pemaksaan maupun tekanan
dari pihak manapun. Demikian pernyataan yang saya buat untuk dapat digunakan
sebagaiman mestinya.

Negara,.....................................

Peneliti Responden

Bima Elsa Paulina Sitinjak ...............................................

Saksi

.................................................
100

Lampiran 7

KUESIONER
HUBUNGAN GRANDPARENTING DENGAN PENURUNAN

FUNGSI KOGNITIF PADA LANJUT USIA DENGAN

DEMENSIA DI DESA PENGAMBENGAN

TAHUN 2019

Nomor Responden :
Nama Responden :
Pendidikan terakhir :
Jenis kelamin : perempuan laki-laki

Petunjuk Pengisian Kuesioner :


Beri tanda centang (√) pada salah satu jawaban yang tepat setelah anda membaca
pernyataan yang diberikan

A. Kuesioner Grandparenting Scale


No Pernyataan Sangat Tidak Setuju Sangat
Tidak Setuju Setuju
Setuju
1 Saya menghabiskan waktu bersama cucu
saya

2 Saya berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi


di rumah bersama cucu saya seperti
membaca, bercerita dan bermain

3 Ketika cucu saya di ajak berpergian dengan


orang tidak dikenal seperti berbelanja,
menonton film dan lain-lain saya
melarangnya

4 Ketika cucu berbicara saya mendengarkan


dan memperhatikan

5 Sering mengucapkan kata-kata positif


kepada cucu seperti: “KAMU HEBAT,
KAMU PINTAR, KAMI BANGGA
DENGANMU, KAMI
MENYAYANGIMU”

6 Membiasakan cucu menggunakan kata


“TOLONG, PERMISI, TERIMA KASIH”
101

7 Ketika cucu sedang berbicara, saya


memotong pembicaraan cucu

8 Mengizinkan cucu untuk memberikan


tanggapan saat berkomunikasi

9 Memberikan izin kepada cucu untuk berbaur


dengan lingkungan

10 Mengizinkan cucu untuk memainkan


permainan lawan jenisnya seperti: “CUCU
PEREMPUAN BERMAIN BOLA,
KELERENG, LAYANGAN.
SEDANGKAN CUCU LAKI-LAKI
BERMAIN MASAK-MASAKAN

11 Ketika saya ditinggal cucu saya merasa


kesepian
12 Saya merasa aktif kembali karena hubungan
saya dengan cucu

13 Saya merasa cucu telah membawa


kepuasaan pribadi dalam hidup saya
102

B. Kuesioner Mini Mental State Exam (MMSE)

No Pertanyaan Nilai

1. Sekarang tahun, bulan, tanggal, hari, musim apa?

2. Kita berada dimana? Negara, propinsi, kota, wisma, lantai/ kamar


3. Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang, mawar) tiap benda 1 detik, lansia
mengulangi ketiga nama benda tadi.
4. Kurangi 100 dengan 7, nilai untuk tiap jawaban yang benar dan mengeja terbalik
kata “WAHYU”
5. Lansia disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas
6. Lansia diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan: (pensil, arloji)
7. Lansia diminta mengulang rangkaian kata :

”tanpa kalau dan atau tetapi”

8. Lansia diminta melakukan perintah:

“ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan
di lantai”

9. Lansia diminta membaca dan melakukan perintah

“Angkatlah tangan kiri anda”

10. Lansia diminta menulis sebuah kalimat (spontan)

11. Lansia diminta meniru gambar di bawah ini


103

Lampiran 8

Raw Data

No Kode Pendidikan Jenis Kelamin Grandparenting Penurunan Fungsi


Responden Kognitif
1 01 2 1 3 3
2 02 2 2 3 3
3 03 2 2 3 3
4 04 1 1 2 2
5 05 1 2 3 3
6 06 2 2 3 3
7 07 2 2 1 1
8 08 2 2 3 3
9 09 1 2 1 1
10 10 2 1 3 3
11 11 1 2 3 3
12 12 1 2 1 1
13 13 3 1 3 3
14 14 1 2 2 2
15 15 1 2 2 2
16 16 2 2 3 3
17 17 3 2 3 3
18 18 3 2 3 3
19 19 3 2 2 1
20 20 3 1 3 3
21 21 3 2 3 3
22 22 2 1 2 2
23 23 1 1 2 2
24 24 3 1 3 3
25 25 2 2 3 3
26 26 2 2 3 3
27 27 3 2 2 2
28 28 3 2 2 2
29 29 2 1 2 2
30 30 3 2 2 1
31 31 2 2 2 2
32 32 2 2 2 2
33 33 3 2 3 3
34 34 2 2 3 3
35 35 1 1 2 2
36 36 1 2 2 2
37 37 2 1 3 3
38 38 2 2 3 3
39 39 2 1 2 2
40 40 1 2 2 2
41 41 1 2 2 1
42 42 2 2 3 3
43 43 2 2 2 2
44 44 2 2 3 3
45 45 2 2 2 2
46 46 1 2 2 2
47 47 2 2 2 2
48 48 2 2 2 2
49 49 2 2 2 2
50 50 3 2 2 2
51 51 2 2 2 2
104

52 52 2 2 2 1
53 53 2 1 2 2
54 54 2 1 2 2
55 55 1 2 2 1
56 56 1 1 3 3
57 57 2 2 3 3
58 58 2 1 3 3
Keterangan :

Pendidikan :

1. Rendah: Tidak sekolah


2. Sedang: SD, SMP
3. Tinggi: SMA

Jenis Kelamin :

1. Laki-laki
2. Perempuan

Grandparenting :

1. Kurang: 25-13
2. Cukup: 39-26
3. Baik: 52-40

Penurunan Fungsi Kognitif:

1. Berat: <10
2. Sedang: 10-2-
3. Ringan: 21-24
105

Lampiran 9

Hasil Uji Validitas

Correlations
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 Total
P1 Pearson Correlation 1 .484** .221 .564** .626** .490** .221 .233 .732** .481** .326 .412* .481** .706**
Sig. (2-tailed) .007 .241 .001 .000 .006 .241 .214 .000 .007 .079 .024 .007 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P2 Pearson Correlation .484** 1 .424* .652** .426* .430* .424* .365* .501** .660** .286 .206 .660** .748**
Sig. (2-tailed) .007 .019 .000 .019 .018 .019 .047 .005 .000 .125 .275 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P3 Pearson Correlation .221 .424* 1 .495** .426* .146 1.000 .098 .217 .422* .342 .362* .422* .653**
**

Sig. (2-tailed) .241 .019 .005 .019 .440 .000 .607 .249 .020 .064 .050 .020 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P4 Pearson Correlation .564** .652** .495** 1 .313 .505** .495** .342 .376* .608** .420* .408* .608** .788**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .005 .092 .004 .005 .065 .041 .000 .021 .025 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P5 Pearson Correlation .626** .426* .426* .313 1 .321 .426* .331 .472** .373* .113 .407* .373* .638**
Sig. (2-tailed) .000 .019 .019 .092 .083 .019 .074 .008 .042 .551 .026 .042 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P6 Pearson Correlation .490** .430* .146 .505** .321 1 .146 .548** .477** .527** .221 .145 .527** .615**
Sig. (2-tailed) .006 .018 .440 .004 .083 .440 .002 .008 .003 .241 .445 .003 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P7 Pearson Correlation .221 .424 1.000**
*
.495** .426* .146 1 .098 .217 .422* .342 .362* .422* .653**
Sig. (2-tailed) .241 .019 .000 .005 .019 .440 .607 .249 .020 .064 .050 .020 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P8 Pearson Correlation .233 .365* .098 .342 .331 .548** .098 1 .153 .414* .286 .088 .414* .507**
Sig. (2-tailed) .214 .047 .607 .065 .074 .002 .607 .418 .023 .125 .643 .023 .004
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
106

P9 Pearson Correlation .732** .501** .217 .376* .472** .477** .217 .153 1 .527** .221 .145 .527** .615**
Sig. (2-tailed) .000 .005 .249 .041 .008 .008 .249 .418 .003 .241 .445 .003 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P10 Pearson Correlation .481** .660** .422* .608** .373* .527** .422* .414* .527** 1 .423* .423* 1.000** .837**
Sig. (2-tailed) .007 .000 .020 .000 .042 .003 .020 .023 .003 .020 .020 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P11 Pearson Correlation .326 .286 .342 .420* .113 .221 .342 .286 .221 .423* 1 .248 .423* .544**
Sig. (2-tailed) .079 .125 .064 .021 .551 .241 .064 .125 .241 .020 .187 .020 .002
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
P12 Pearson Correlation .412* .206 .362* .408* .407* .145 .362* .088 .145 .423* .248 1 .423* .547**
Sig. (2-tailed) .024 .275 .050 .025 .026 .445 .050 .643 .445 .020 .187 .020 .002
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** **
P13 Pearson Correlation .481 .660 .422* .608** .373* .527 **
.422 .414*
*
.527 1.000**
**
.423* .423* 1 .837**
Sig. (2-tailed) .007 .000 .020 .000 .042 .003 .020 .023 .003 .000 .020 .020 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Total Pearson Correlation .706** .748** .653** .788** .638** .615** .653** .507** .615** .837** .544** .547** .837** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .004 .000 .000 .002 .002 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.895 13
107

Lampiran 10

Hasil Karakteristik Responden

Frequency Table

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki - laki 16 27.6 27.6 27.6

Perempuan 42 72.4 72.4 100.0

Total 58 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 20 34,5 34,5 34,5

SD 17 29,3 29,3 29,3

SMP 13 22,4 22,4 22,4

SMA 8 13,8 13,8 13,8

Perguruan tinggi 0 0 0 0

Total 58 100.0 100.0


108

Lampiran 11

Hasil Analisis

Statistics

penurunan
grandparenting fungsi kognif

N Valid 58 58

Missing 0 0

Frequency Table
Grandparenting

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 3 5.2 5.2 5.2

Cukup 29 50.0 50.0 55.2

Baik 26 44.8 44.8 100.0

Total 58 100.0 100.0

penurunan fungsi kognif

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Berat 8 13.8 13.8 13.8

sedang 24 41.4 41.4 55.2

ringan 26 44.8 44.8 100.0

Total 58 100.0 100.0


109

Correlations

grandparen penurunan
ting fungsi kognif

Spearman's rho grandparenting Correlation Coefficient 1.000 .960**

Sig. (2-tailed) . .000

N 58 58

penurunan fungsi Correlation Coefficient .960** 1.000


kognif
Sig. (2-tailed) .000 .

N 58 58

Grandparenting * penurunan fungsi kognif Crosstabulation

Count

penurunan fungsi kognif

berat sedang ringan Total

grandparenting kurang 3 0 0 3

cukup 5 24 0 29

baik 0 0 26 26

Total 8 24 26 58

Anda mungkin juga menyukai