Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Anodontia terhadap Psikososial dan Keseharian

Anak Usia 5-12 Tahun


Gisha Salwa Azizah Warsan

Program Studi Pendidikan Sarja Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Brawijaya Malang, Jalan Veteran Malang 65145
E-mail : kuliahgisha@gmail.com No. HP: 082134389228

Abstrak: Kesehatan mulut dapat mempengaruhi kondisi


kesehatan umum yang tentunya akan berdampak pada
kualitas hidup secara signifikan atau masalah kesehatan
mulut akan mempengaruhi kualitas kehidupan manusia.
Penyakit gigi dan mulut pada kualitas hidup merupakan
bidang penelitian yang menilai fungsi psikologis, sosial dan
konsekuensi ekonomi karena kelainan/gangguan mulut.
Pengaruh kesehatan mulut pada kualitas hidup individu
mencerminkan norma sosial yang kompleks, nilai-nilai
budaya, kepercayaan dan tradisi. Dampak psikologis dan
sosial dari suatu penyakit dalam kehidupan sehari-hari
penting untuk kita pahami. Perkembangan gigi-geligi
melalui proses kompleks yang disebut juga odontogenesis,
dalam mekanisme pembentukan gigi terbagi dalam tahap
morfologi dan fase fisiologis. Jika pada prosesnya tidak
berjalan dengan baik maka dapat menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan pada gigi baik itu kelebihan gigi
atau kekurangan gigi (supernumerary teeth atau agenesis).
Supernumerary teeth dan Agenesis dapat mempengaruhi
kualitas hidup pada anak, penulis menulis artikel ini untuk
menambah wawasan, data, serta bahan acuan untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah ini.
Kata kunci : anodontia, psikososial, anak usia 5-12 tahun,
kualitas hidup

PENDAHULUAN

Adanya penyakit atau kelainan pada gigi dan mulut akan mempengaruhi
kesehatan secara umum, walaupun tidak berdampak secara langsung
menyebabkan kematian. Kesehatan mulut dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
umum yang tentunya akan berdampak pada kualitas hidup secara signifikan atau
masalah kesehatan mulut akan mempengaruhi kualitas kehidupan manusia.
Penyakit gigi dan mulut pada kualitas hidup merupakan bidang penelitian yang
menilai fungsi psikologis, sosial dan konsekuensi ekonomi karena kelainan atau
gangguan mulut. Hampir semua penelitian memfokuskan pada kondisi hilangnya
gigi, kerusakan atau cacat kraniofasial sejak lahir, nyeri pada wajah dan kanker
mulut.

Pengaruh kesehatan mulut pada kualitas hidup individu mencerminkan norma


sosial yang kompleks, nilai-nilai budaya, kepercayaan dan tradisi. Dampak
psikologis dan sosial dari suatu penyakit dalam kehidupan sehari-hari penting
untuk kita pahami. Setiap penyakit yang dapat mengganggu aktivitas kehidupan
sehari-hari mungkin memiliki efek buruk pada kualitas umum kehidupan. Oleh
karena itu, gagasan yang berhubungan dengan kualitas hidup dalam kaitannya
dengan kesehatan gigi dan mulut mulut atau biasa disebut Oral Hygiene Related –
Quality Of Life (OHRQOL) adalah produk dari banyak observasi dan penelitian
tentang dampak penyakit mulut pada berbagai aspek kehidupan.

Jumlah gigi manusia yang normal adalah 20 gigi sulung dan 32 gigi tetap,
tetapi dapat dijumpai jumlah yang lebih atau kurang dari jumlah tersebut.
Kelainan jumlah gigi adalah dijumpainya gigi yang berlebih karena benih berlebih
atau penyebab lain. Kekurangan jumlah gigi disebabkan karena benih gigi yang
tidak ada atau kurang. Perkembangan gigi-geligi melalui proses kompleks yang
disebut juga odontogenesis, dalam mekanisme pembentukan gigi terbagi dalam
tahap morfologi dan fase fisiologis. Jika pada prosesnya tidak berjalan dengan
baik maka dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan pada gigi baik itu
kelebihan gigi atau kekurangan gigi (supernumerary teeth atau agenesis).

PEMBAHASAN

Anodontia

Masalah Anodontia yang dapat disebut juga sebagai anodontia vera adalah
kelainan genetik (keturunan) berupa tidak tumbuhnya gigi karena tidak adanya
benih gigi baik absennya semua gigi sulung maupun gigi sulung terbentuk
lengkap namun semua gigi permanen tidak terbentuk sama sekali. Anodontia
dibagi menjadi dua subbagian, yaitu tidak ada gigi sama sekali atau hanya ada
beberapa gigi yang tidak ada. Hal ini terkait dengan kelompok sindrom kulit dan
saraf yang disebut displasia ektodermal. Biasanya tidak ada penyebab pasti untuk
anodontia. Hasil cacat pada obstruksi lamina gigi selama embriogenesis
disebabkan oleh faktor lokal, sistemik dan genetik.

Ketiadaan genetik gigi permanen dapat muncul sebagai hipodonsia,


biasanya kehilangan 1 atau 2 gigi permanen, atau oligodontia yang merupakan
ketidakhadiran bawaan dari 6 gigi atau lebih. Ketiadaan kongenital dari semua
gigi bungsu, atau molar ketiga, relatif umum. Anodontia adalah ketiadaan gigi
bawaan dan dapat terjadi pada beberapa atau semua gigi; sedangkan anodontia
parsial (atau hipodonsia), melibatkan dua geligi atau hanya gigi geligi permanen
(Dorland 1998). Sekitar 1% dari populasi memiliki oligodontia. Banyak
denominasi dikaitkan dengan anomali ini: anodontia parsial, hipodonsia,
oligodontia, ketidakhadiran kongenital, anodontia, aplasia bilateral.
Ketidakhadiran kongenital setidaknya satu gigi permanen adalah anomali gigi
yang paling umum dan dapat berkontribusi pada gangguan mengunyah makanan,
gangguan bicara, masalah estetika, dan maloklusi (Shapiro dan Farrington 1983).
Individu dengan kondisi ini dianggap sebagai yang paling agresif secara sosial
dibandingkan dengan orang tanpa anodontia (Shaw 1981). Terjadinya anodontia
lebih sedikit daripada hipodonsia yang memiliki prevalensi 0,1-0,7% pada gigi
sulung dan 3-7,5% pada gigi permanen.

Kondisi Psikososial Anak Usia Lima Sampai Duabelas Tahun

Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai


krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan kesehatan membutuhkan
peningkatan pemisahan dari orangtua dan kemampuan menemukan penerimaan
dalam kelompok yang sepadan serta merundingkan tantangan- tantangan yang
berada diluar (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000: 125). Pendekatan Erikson
dalam membahas proses perkembangan anak adalah dengan menguraikan lima
tahapan perkembangan psikososial, yaitu: percaya versus tidak percaya (0–1
tahun), Otonomi versus rasa malu dan ragu (1–3 tahun), Inisiatif versus rasa
bersalah (3–5 tahun), Industry versus inferiority (5–12 tahun), Identitas versus
kerancuan peran (12–18 tahun).

Anak akan belajar untuk bekerjasama dengan bersaing dengan anak lainnya
melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan akademik maupun dalam
pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Otonomi mulai
berkembang pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan dukungan
keluarga terdekat. Perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak yang terjadi
mempengaruhi gambaran anak terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial
lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau
lingkungannya mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak
semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak
dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai
tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman
dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of
industry).

Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan
berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak
tidak berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada fase ini akan
mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan
(reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa terhadap prestasi yang
dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam
melakukan sesuatu (Supartini, 2004:54).

Menurut Erikson, tugas utama anak usia sekolah adalah pada fase industry
versus inferiority. Pada masa ini, anak-anak mulai membentuk dan
mengembangkan rasa kompetensi dan ketekuanan. Anak usia sekolah termotivasi
oleh berbagai kegiatan yang membuatnya merasa berguna. Mereka berfokus pada
upaya menguasai berbagai keterampilan yang akan membuat mereka berfungsi di
dunia dewasa. Meskipun berjuang keras untuk sukses, anak pada usia ini selalu
dihadapkan pada kemugkinan gagal yang dapat menimbulkan perasaan inferior.
Anak-anak yang dapat mencapai sukses pada tahap sebelumnya akan termotivasi
untuk tekun dan bekerjasama dengan anak-anak yang lain untuk mencapai tujuan
umum (Erikson, E. H., 1963: 98; Prasiti, Sarah, 2011:12).

Sekolah dan interaksi sosial memainkan peran penting selama masa


kehidupan seorang anak. Dunia sosial anak berkembang pesat ketika mereka
memasuki sekolah dan mendapatkan persahabatan baru dengan teman sebaya.
Melalui interaksi sosial, anak-anak mulai mengembangkan rasa bangga atas
prestasi dan kemampuan mereka. Selama tahap awal, interaksi seorang anak
berpusat terutama pada pengasuh, anggota keluarga, dan orang lain di rumah
tangga langsung mereka. Ketika tahun-tahun sekolah dimulai, ranah pengaruh
sosial meningkat secara dramatis.

Teman sekelas memainkan peran dalam kemajuan anak-anak saat melalui


tahap industri versus tahap inferioritas. Melalui kecakapan bermain dan sekolah,
anak-anak mampu mengembangkan rasa kompetensi dan kebanggaan dalam
kemampuan mereka. Dengan merasa cakap, anak-anak juga mampu membentuk
konsep diri yang kuat.

Menurut Erikson, tahap ini sangat penting dalam mengembangkan


kepercayaan diri. Selama sekolah dan kegiatan sosial lainnya, anak-anak
menerima pujian dan perhatian untuk melakukan berbagai tugas seperti membaca,
menulis, menggambar, dan memecahkan masalah. Selama interaksi sosial dengan
teman sebaya, beberapa anak mungkin menemukan bahwa kemampuan mereka
lebih baik daripada teman-teman mereka atau bahwa bakat mereka sangat dihargai
oleh orang lain. Ini bisa menimbulkan perasaan percaya diri. Dalam kasus lain,
anak-anak dapat menemukan bahwa mereka tidak cukup mampu seperti anak-
anak lain, yang dapat mengakibatkan perasaan minder.

Pengaruh Anodontia terhadap Psikologis dan Keseharian Anak

Adanya penyakit oral dapat memberikan dampak pada kualitas hidup


meliputi berbagai keadaan termasuk fungsi mengunyah, makan, bicara serta
psikologis seseorang. Selanjutnya dapat memberikan dampak berupa menurunnya
interaksi sosial, rasa sejahtera, harga diri dan perasaan berguna. Indikator kualitas
hidup dalam kaitannya dengan kesehatan mulut menggunakan pengukuran
seberapa besar masalah gigi dan mulut mempengaruhi fungsi normal kehidupan
seseorang.

Penelitian oleh Biazevic et al di Brazil, menggunakan instrumen oral health


impact profile (OHIP) untuk meneliti kualitas hidup dan dampak psikologis dalam
kaitannya dengan kesehatan mulut mengatakan bahwa penyakit oral berdampak
terhadap kualitas hidup. Penderita kelainan anodontia dalam dimensi
ketidakmampuan psikologis dan keterbatasan sosial paling banyak menjawab
pernah merasa malu dan merasa sulit untuk melakukan pekerjaan. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena rendahnya tingkat pengetahuan, sosial ekonomi
dan kesadaran masyarakat termasuk kondisi normal pertumbuhan gigi dan
perhatian terhadap kesehatan gigi mulut. Anodontia mempunyai dampak terhadap
perkembangan psikologis karena adanya penyimpangan estetis yang
ditimbulkannya dan menyebabkan gangguan pada fungsi pengunyahan dan bicara.

Solusi atas Pengaruh yang Disebabkan oleh Anodontia

Anodontia merupakan kelainan genetik yang mulai ada sebelum bayi lahir.
Cara untuk mencegahnya adalah ibu hamil sebisa mungkin menghindari radiasi
dan segala hal yang mampu mengganggu fungsi kerja hormon. Selain itu, bayi di
dalam kandungan harus terhindar dari trauma dan infeksi agar benih gigi tidak
pecah.

Solusi yang dapat dokter gigi lakukan kepada pasien yang mengidap
anodontia adalah implant gigi dan full protesa apabila dimungkinkan. Implan gigi
ditanamkan ke rahang dan kemudian akan menyatu dengan tulang setelah
beberapa bulan. Implan gigi ini dapat dilakukan untuk menempatkan gigi yang
tidak tumbuh dan berperan sebagai pengganti akar dari gigi yang tidak tumbuh
serta menahan gigi pengganti. Implan gigi dapat memberikan hasil yang natural
karena memiliki stabilitas yang sangat bagus, serta dapat berdiri sendiri. Implan
tentu lebih baik jika dibandingkan dengan protesa (gigi tiruan lepasan), implan
lebih menyerupai gigi asli dan beban pengunyahan benar benar ada pada jaringan
tulang alveolar dimana gigi asli itu ada. Sedangkan gigi palsu model lepasan yang
pegangannya kawat, atau plat itu titik bebannya ada pada gusi saat pengunyahan
sehingga lama kelamaan akan bisa longgar dan tidak nyaman.
Setelah ditetapkan bahwa implan gigi dapat ditempatkan di lokasi yang
diinginkan, pasien akan kembali untuk melakukan prosedur bedah implan gigi.
Selama prosedur bedah berlangsung, pasien biasanya diberikan anestesi lokal
untuk mematikan area bedah serta obat penenang lainnya yang diperlukan untuk
kenyamanan dan kecemasan. Tahap pertama bedah mulut sering melibatkan
pencabutan gigi. Sering kali, tempat yang akan dipasang implan masih terdapat
sisa gigi yang telah rusak. Untuk mempersiapkan penempatan implan, gigi sisa
yang rusak perlu diekstraksi (diambil). Selanjutnya, cangkok tulang ditempatkan
untuk mencapai dasar tulang yang kokoh untuk implan. Prosedur ini memerlukan
waktu dua minggu sampai enam bulan untuk penyembuhan. Untuk kondisi yang
tidak memiliki gigi dan tulang yang hilang, akan diperlukan cangkok tulang yang
berbeda yang ditempatkan di atas tulang rahang yang ada. Prosedur ini biasanya
membutuhkan sekitar enam bulan atau lebih untuk penyembuhan.

Setelah tulang sudah dipastikan kuat, implan siap dilakukan. Pada


penunjukan penempatan implan, implan gigi ditempatkan ke tulang dengan bor
khusus dan peralatan. Healing cap ditempatkan di atas implan, gusi dijahit, dan
fase penyembuhan dimulai. Selama fase penyembuhan ini, gigi tiruan sementara
dapat dibuat untuk menggantikan gigi yang hilang. Waktu penyembuhan
tergantung pada kualitas tulang. Waktu penyembuhan biasanya berkisar antara
dua hingga enam bulan. Selama waktu ini, implan menjadi terintegrasi dengan
tulang. Penting untuk menghindari tekanan pada implan saat proses
penyembuhan. Periksa implan Anda rutin pada dokter gigi untuk memastikan
tidak ada infeksi dan proses penyembuhan berjalan dengan baik. Setelah proses
penyembuhan, implan diuji untuk menentukan apakah itu berhasil diambil oleh
tulang sekitarnya. Setelah itu, abutment terhubung ke implan gigi melalui sekrup.
Abutment akan berfungsi untuk menahan gigi pengganti atau mahkota. Dokter
gigi akan mengambil cetakan dari penyangga ini di mulut dan memiliki implan
mahkota yang dibuat khusus agar pas. Implan mahkota disemen atau diamankan
dengan sekrup ke abutment.

Terdapat beberapa alat-alat untuk membuat gigi tiruan. Biasanya, gigi tiruan
dibentuk dari cetakan berbahan dasar batu. Batu ini memiliki perubahan elastisitas
sehingga menjadi keras ketika berada dalam mulut pasien. Batu ini terbentuk dari
gips cair. Selain itu, terdapat pallete dan pernis khusus. Ikat cetakan batu
berbentuk gigi tersebut dengan menggunakan pemegang besi atau biasa dikenal
dengan artikret. Selanjutnya, Salutkan kapur putih atau P.O.P di bawah dan di atas
besi artikret tersebut supaya tidak mudah terbuka. Tunggu sehingga ia menjadi
keras dan dibuka untuk proses protesa gigi.

Dental Bridge adalah salah satu jenis metode untuk memperbaikan gigi
yang umum digunakan saat ini. Sesuai namanya, Dental Bridge digunakan sebagai
“jembatan” yang mengisi kekosongan dari gigi yang hilang. Jembatan ini
ditopang oleh gigi alami atau gigi palsu. Dental Bridge terdiri atas dua buah
mahkota (cetakan sesuai dengan bentuk gigi) yang dipasang pada kawat besi dan
diletakkan pada kedua gigi pada ujung-ujung kekosongan. Kedua gigi yang
digunakan sebagai penopang Dental Bridge disebut sebagai “gigi perbatasan.”
Jembatan tersebut kemudian dipasang gigi palsu yang disebut sebagai pontics.
Gigi palsu tersebut dapat terbuat dari porselen, emas, logam, atau campuran dari
material-material tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Kondisi psikososial anak usia 5-12 tahun cenderung tidak stabil. Anodontia
memiliki pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari anak. Kondisi
psikososial anak penderita anodontia cenderung memburuk seiring dengan
bertambahnya usia. Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat ditarik adalah
anodontia berpengaruh pada kondisi psikososial anak.

Saran

Penulis menyarankan kepada para orang tua untuk membenamkan rasa


percaya diri yang mendalam kepada anak agar mereka tidak mudah terpengaruh
oleh cacian kawan-kawannya di sekolah. Penulis juga menyarankan metode
implan gigi. Banyak keuntungan yang dapat didapatkan dari implan gigi,
diantaranya adalah meningkatkan kemampuan berbicara, memberi rasa nyaman,
dan memudahkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, tingkat keberhasilan
implan gigi mencapai 98%.
Anak juga bisa dibuatkan full protesa jika anak sudah dapat diajak untuk
bekerja sama. Full protesa dapat dibuat semasa gigi sulung dan disesuaikan
setelah masa gigi tetap. Pada hipodonsia gigi insisivus dua atas tetap dipasang
removable protesa dan dapat diganti dengan bridge protesa bila apeks gigi
insisivus satu atas sebelahnya sudah tertutup sempurna (tertutup sempurna
biasanya 3-6 tahun setelah erupsi). Sedangkan gigi premolar yang hipodonsia
dilakukan penutupan ruangan secara ortodonti atau dibuat removable protesa yang
diganti dengan fixed protesa dikemudian hari.
DAFTAR RUJUKAN
Suyanto. 2010. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jurnal Keperawatan, Vol.1,
No. 1. https://doi.org/10.22219/jk.v1i1.390. (Diakses pada tanggal 11
September 2018 jam 20.08)
Laskaris, George. 2007. General and Oral Pathology for the Dental Hygienist.
London: The Publicist
Safirah, Sarasyati. 2015. Analisis Faktor Perilaku Anak Usia Sekolah.
http://repository.unair.ac.id/29636/3/14.%20BAB%202%20.pdf. (Diakses
pada 11 September 2018 jam 22.21)
Behrman, Robert M, Kliegman, Ann M.Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Volume 3 Edisi 15 .Jakarta: EGC.
Birnbaum, Warren. 2007. Diagnosis Kelainan dalam Mulut. Jakarta: EGC
Susanto, A. 2007. Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka
Sumawinata, N. (2004). Senaria Istilah Kedokteran. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai