PENDAHULUAN
Adanya penyakit atau kelainan pada gigi dan mulut akan mempengaruhi
kesehatan secara umum, walaupun tidak berdampak secara langsung
menyebabkan kematian. Kesehatan mulut dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
umum yang tentunya akan berdampak pada kualitas hidup secara signifikan atau
masalah kesehatan mulut akan mempengaruhi kualitas kehidupan manusia.
Penyakit gigi dan mulut pada kualitas hidup merupakan bidang penelitian yang
menilai fungsi psikologis, sosial dan konsekuensi ekonomi karena kelainan atau
gangguan mulut. Hampir semua penelitian memfokuskan pada kondisi hilangnya
gigi, kerusakan atau cacat kraniofasial sejak lahir, nyeri pada wajah dan kanker
mulut.
Jumlah gigi manusia yang normal adalah 20 gigi sulung dan 32 gigi tetap,
tetapi dapat dijumpai jumlah yang lebih atau kurang dari jumlah tersebut.
Kelainan jumlah gigi adalah dijumpainya gigi yang berlebih karena benih berlebih
atau penyebab lain. Kekurangan jumlah gigi disebabkan karena benih gigi yang
tidak ada atau kurang. Perkembangan gigi-geligi melalui proses kompleks yang
disebut juga odontogenesis, dalam mekanisme pembentukan gigi terbagi dalam
tahap morfologi dan fase fisiologis. Jika pada prosesnya tidak berjalan dengan
baik maka dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan pada gigi baik itu
kelebihan gigi atau kekurangan gigi (supernumerary teeth atau agenesis).
PEMBAHASAN
Anodontia
Masalah Anodontia yang dapat disebut juga sebagai anodontia vera adalah
kelainan genetik (keturunan) berupa tidak tumbuhnya gigi karena tidak adanya
benih gigi baik absennya semua gigi sulung maupun gigi sulung terbentuk
lengkap namun semua gigi permanen tidak terbentuk sama sekali. Anodontia
dibagi menjadi dua subbagian, yaitu tidak ada gigi sama sekali atau hanya ada
beberapa gigi yang tidak ada. Hal ini terkait dengan kelompok sindrom kulit dan
saraf yang disebut displasia ektodermal. Biasanya tidak ada penyebab pasti untuk
anodontia. Hasil cacat pada obstruksi lamina gigi selama embriogenesis
disebabkan oleh faktor lokal, sistemik dan genetik.
Anak akan belajar untuk bekerjasama dengan bersaing dengan anak lainnya
melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan akademik maupun dalam
pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Otonomi mulai
berkembang pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan dukungan
keluarga terdekat. Perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak yang terjadi
mempengaruhi gambaran anak terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial
lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau
lingkungannya mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak
semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak
dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai
tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman
dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of
industry).
Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan
berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak
tidak berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada fase ini akan
mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan
(reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa terhadap prestasi yang
dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam
melakukan sesuatu (Supartini, 2004:54).
Menurut Erikson, tugas utama anak usia sekolah adalah pada fase industry
versus inferiority. Pada masa ini, anak-anak mulai membentuk dan
mengembangkan rasa kompetensi dan ketekuanan. Anak usia sekolah termotivasi
oleh berbagai kegiatan yang membuatnya merasa berguna. Mereka berfokus pada
upaya menguasai berbagai keterampilan yang akan membuat mereka berfungsi di
dunia dewasa. Meskipun berjuang keras untuk sukses, anak pada usia ini selalu
dihadapkan pada kemugkinan gagal yang dapat menimbulkan perasaan inferior.
Anak-anak yang dapat mencapai sukses pada tahap sebelumnya akan termotivasi
untuk tekun dan bekerjasama dengan anak-anak yang lain untuk mencapai tujuan
umum (Erikson, E. H., 1963: 98; Prasiti, Sarah, 2011:12).
Anodontia merupakan kelainan genetik yang mulai ada sebelum bayi lahir.
Cara untuk mencegahnya adalah ibu hamil sebisa mungkin menghindari radiasi
dan segala hal yang mampu mengganggu fungsi kerja hormon. Selain itu, bayi di
dalam kandungan harus terhindar dari trauma dan infeksi agar benih gigi tidak
pecah.
Solusi yang dapat dokter gigi lakukan kepada pasien yang mengidap
anodontia adalah implant gigi dan full protesa apabila dimungkinkan. Implan gigi
ditanamkan ke rahang dan kemudian akan menyatu dengan tulang setelah
beberapa bulan. Implan gigi ini dapat dilakukan untuk menempatkan gigi yang
tidak tumbuh dan berperan sebagai pengganti akar dari gigi yang tidak tumbuh
serta menahan gigi pengganti. Implan gigi dapat memberikan hasil yang natural
karena memiliki stabilitas yang sangat bagus, serta dapat berdiri sendiri. Implan
tentu lebih baik jika dibandingkan dengan protesa (gigi tiruan lepasan), implan
lebih menyerupai gigi asli dan beban pengunyahan benar benar ada pada jaringan
tulang alveolar dimana gigi asli itu ada. Sedangkan gigi palsu model lepasan yang
pegangannya kawat, atau plat itu titik bebannya ada pada gusi saat pengunyahan
sehingga lama kelamaan akan bisa longgar dan tidak nyaman.
Setelah ditetapkan bahwa implan gigi dapat ditempatkan di lokasi yang
diinginkan, pasien akan kembali untuk melakukan prosedur bedah implan gigi.
Selama prosedur bedah berlangsung, pasien biasanya diberikan anestesi lokal
untuk mematikan area bedah serta obat penenang lainnya yang diperlukan untuk
kenyamanan dan kecemasan. Tahap pertama bedah mulut sering melibatkan
pencabutan gigi. Sering kali, tempat yang akan dipasang implan masih terdapat
sisa gigi yang telah rusak. Untuk mempersiapkan penempatan implan, gigi sisa
yang rusak perlu diekstraksi (diambil). Selanjutnya, cangkok tulang ditempatkan
untuk mencapai dasar tulang yang kokoh untuk implan. Prosedur ini memerlukan
waktu dua minggu sampai enam bulan untuk penyembuhan. Untuk kondisi yang
tidak memiliki gigi dan tulang yang hilang, akan diperlukan cangkok tulang yang
berbeda yang ditempatkan di atas tulang rahang yang ada. Prosedur ini biasanya
membutuhkan sekitar enam bulan atau lebih untuk penyembuhan.
Terdapat beberapa alat-alat untuk membuat gigi tiruan. Biasanya, gigi tiruan
dibentuk dari cetakan berbahan dasar batu. Batu ini memiliki perubahan elastisitas
sehingga menjadi keras ketika berada dalam mulut pasien. Batu ini terbentuk dari
gips cair. Selain itu, terdapat pallete dan pernis khusus. Ikat cetakan batu
berbentuk gigi tersebut dengan menggunakan pemegang besi atau biasa dikenal
dengan artikret. Selanjutnya, Salutkan kapur putih atau P.O.P di bawah dan di atas
besi artikret tersebut supaya tidak mudah terbuka. Tunggu sehingga ia menjadi
keras dan dibuka untuk proses protesa gigi.
Dental Bridge adalah salah satu jenis metode untuk memperbaikan gigi
yang umum digunakan saat ini. Sesuai namanya, Dental Bridge digunakan sebagai
“jembatan” yang mengisi kekosongan dari gigi yang hilang. Jembatan ini
ditopang oleh gigi alami atau gigi palsu. Dental Bridge terdiri atas dua buah
mahkota (cetakan sesuai dengan bentuk gigi) yang dipasang pada kawat besi dan
diletakkan pada kedua gigi pada ujung-ujung kekosongan. Kedua gigi yang
digunakan sebagai penopang Dental Bridge disebut sebagai “gigi perbatasan.”
Jembatan tersebut kemudian dipasang gigi palsu yang disebut sebagai pontics.
Gigi palsu tersebut dapat terbuat dari porselen, emas, logam, atau campuran dari
material-material tersebut.
Kondisi psikososial anak usia 5-12 tahun cenderung tidak stabil. Anodontia
memiliki pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari anak. Kondisi
psikososial anak penderita anodontia cenderung memburuk seiring dengan
bertambahnya usia. Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat ditarik adalah
anodontia berpengaruh pada kondisi psikososial anak.
Saran