Anda di halaman 1dari 77

PENGARUH PEMBERIAN MSG (Monosodium

Glutamate) PADA TIKUS Sprague-Dowley BETINAUSIA


REPRODUKTIF SELAMA 2 MINGGU TERHADAP
KADAR ENZIM PENANDA KERUSAKAN SEL HATI
(AST/ALT)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH :

ERISKA MUHARANI
NIM: 1113103000056

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

viii
PENGARUH PEMBERIAN MSG (Monosodium
Glutamate) PADA TIKUS Sprague-Dowley BETINAUSIA
REPRODUKTIF SELAMA 2 MINGGU TERHADAP
KADAR ENZIM PENANDA KERUSAKAN SEL HATI
(AST/ALT)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH :

ERISKA MUHARANI
NIM: 1113103000056

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 21 September 2016

Materai

Rp.6000

Eriska Muharani

iii
PENGARUH PEMBERIAN MSG (Monosodium Glutamate)PADA TIKUS
Sprague-DowleyBETINA USIA REPRODUKTIF
SELAMA 2 MINGGU TERHADAP KADAR ENZIM PENANDA
KERUSAKAN SEL HATI (AST/ALT)

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh
Eriska Muharani
NIM: 1113103000056

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Lucky Briliantina, M.Biomed Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD


NIP : 196905112003121001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016 M / 1437 H

iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul PENGARUH PEMBERIAN MSG (Monosodium
Glutamate) PADA TIKUSSpragueDowley BETINA USIA REPRODUKTIF
SELAMA2 MINGGU TERHADAP KADAR ENZIM KERUSAKAN SEL
HEPAR (AST/ALT) yang diajukan oleh Eriska Muharani (NIM:
1113103000056), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada 2016. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi
Pendidikan Dokter.
Ciputat, 21 September 2016
DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Lucky Briliantina, M.Biomed

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Lucky Briliantina, M.Biomed Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, Ph. D


NIP. 196905112003121001

Penguji I Penguji II

dr. Flori Ratna Sari, Ph. D Dr. Endah Wulandari, S. Si, M. Biomed
NIP.197707272006042001 NIP.197110092005012005

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kepala PSPD FKIK UIN

Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP.196508081988031002 NIP. 197805072005011005

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum wr. Wb

Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin, Puji dan Syukur saya haturkan kehadirat


Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam juga tak
hentinya selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta kepada keluarga,
para sahabat dan seluruh ummatnya sampai akhir zaman.

Penelitian ini tentunya tidak akan dapat saya selesaikan dengan baik jika tanpa
bimbingan, bantuan, dukungan serta do’a dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, serta seluruh dosen-dosen Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter yang selalu memberi bimbingan, arahan
ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program studi
Pendidikan Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Lucky Brilliantina, M.Biomed dan Bapak Chris Adhiyanto, S.Si,
M.Biomed, Ph.D selaku dosen pembimbing penelitian saya ini, yang
selalu membimbing, mengarahkan, memberi semangat saya dalam
menyelesaikan penelitian ini dengan baik, serta para dewan penguji
3. Kedua orang tua saya yang tercinta, Edi Susanto, S.sos, S.H dan Dra.
Rosyidah, yang tak henti-hentinya memberikan saya cinta, kasih sayang,
motivasi, dukungan serta do’a untuk kelancaran semua ikhtiar yang saya
lakukan.

vi
4. Untuk kedua adik tersayang, Reska Mayang Sari dan Erika Sukma Sari
yang selalu menjadi penyemangat semua usaha serta memberikan
dukungan dan do’a selalu, serta kakak-kakak sepupu tercinta.
5. Drg Laifa selaku penanggung jawab (PJ) Laboratorium Riset. Ibu DR.
Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia, Ibu
Nurlaely Mida Rachmawati, Ph.D selaku PJ Animal House yang telah
memberikan izin atas penggunaan lab pada penelitian ini.
6. Untuk teman seperjuangan pada penelitian ini, Filzah Widha Wasilah,
Sandy Rahmando dan M. Iqbal Syauqi yang telah banyak membantu
7. Sahabat-Sahabat terbaik saya sepanjang masa yang selalu berusaha baik
dalam motivasi dan do’a, Halimatul Sa’diah, Liska Ayulia, Kak Eka
Rahma, Nur Azizah, dan Aprillita Noor Amelia.
8. Seluruh Mahasiswa PSPD 2013, teman-teman dan sahabat-sahabat saya
yang selalu memberi saya semangat dan motivasi.
9. Untuk pihak laboran yang terlibat ibu Ayi, ibu Lilis, pak Rachmadi, serta
pak satpam dan bu satpam FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Serta semua pihak yang sangat mendukung saya, yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.

Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran atas kurang dan kekeliruan dalam penelitian
ini, agar penelitian ini dapat terus dilanjutkan dan bermanfaat untuk berbagai
pihak. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Ciputat, 21 September 2016

Penulis

vii
ABSTRAK

Eriska Muharani, Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Pengaruh


pemberian MSG (Monosodium Glutamate) selama 2 mingguterhadap kadar
enzim penanda kerusakan hati (AST/ALT) pada tikus jenisSprague-Dowley
Usia reproduktif (8-12 Minggu).2016.
Monosodium Glutamate (MSG) merupakan suatu penyedap makanan yang
mempunyai senyawa L-Glutamic Acid yang dapat membentuk radikal bebas pada
konsumsi yang berlebihan, akumulasi senyawa ini akan mengakibatkan terjadinya
stress oksidatif dan akan menyebabkan kerusakan pada tingkat seluler organ
hepar. Kerusakan sel hepar dapat ditandai dengan peningkatan kadar transaminase
pada serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pada pemberian MSG
pada dosis 2,4 g/kgBB, 3,6 g/kgBB dan 4,8 g/kgBB selama 2 minggu terhadap
terjadinya kerusakan sel hepar dengan melihat adanya peningkatan pada kadar
transaminase serum (AST/ALT). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
peningkatan kadar serum AST dan ALT pada setiap kelompok perlakuan dengan
p value >0,05. Dapat disimpulkan bahwa MSG dapat meningkatkan kadar AST
dan ALT sebagai tanda kerusakan pada sel hepar, namun tidak adanya perbedaan
peningkatan antar kelompok yang signifikan.

Kata Kunci : MSG (Monosodium Glutamate), AST, ALT, TikusSprague-Dowley

ABSTRACT

Eriska Muharani, Medical and Medical Profession Study Program. Effect of


Monosodium Glutamate during 2 weeks on increase enzym level as a marker
damage of hepatocyte (AST/ALT) in Sprague-Dowley reproductive rats.2016.

Monosodium Glutamate (MSG) is a flavoring food has a biochemical compound


L-glutamic acid that can be form a free radicals in excessive consumption, the
accumulative of free radicals can result oxidative stress and causing hepatocellular
injury. Hepatocellular injury marked by increased transaminase serum. This study
was carried out to investigate the effect of MSG at dose 2,4 g/kgBB, 3,6 g/kgBB,
and 4,8 g/kgBB in 2 weeks on hepatocellular damage and can be seen in increase
AST and ALT serum level. The result showed a good increase of AST and ALT
serum level in each treatment group with the p value>0,05. In conclusion the
administration of MSG could higher serum of AST and ALT as a marked of
hepatocellular damage, but there was no significant difference in improvement
between treatment group.

Key words : MSG (Monosodium Glutamate), AST, ALT, Sprague-Dowley rat

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .....................................................................................ii


LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
ABSTRAK ...............................................................................................viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 3
1.3. Hipotesis ......................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................ 4
1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
1.5.1. Bagi Institusi Pemerintah ...................................................... 4
1.5.2. Bagi Keilmuan ..................................................................... 4
1.5.3. Bagi Masyarakat ................................................................... 5
1.5.4. Bagi Peneliti .......................................................................... 5
1.5.5. Bagi Peneliti Lain ................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 6


2.1 Monosodium Glutamat (MSG) ....................................................... 6
2.1.1 Sejarah ................................................................................ 6
2.1.2 Struktur Kimia ..................................................................... 6
2.1.3 Metabolisme asam glutamat ................................................ 8
2.1.4 Manfaat Asam glutamat ...................................................... 10
2.1.5 Efek Toksis MSG ................................................................ 12
2.2 Organ Hepar .................................................................................... 14
2.2.1 Anatomi Hepar .................................................................... 14
2.2.2 Histologi Hepar ................................................................... 16
2.2.3 Fungsi Hepar sebagai organ detoksifikasi ........................... 18
2.2.4 Biotransformasi Hepar......................................................... 20
2.2.5 Biokimia Hepar ................................................................... 22
2.2.6 AST dan ALT ...................................................................... 23

ix
2.3 Kerangka Teori ................................................................................ 25
2.4 Kerangka Konsep ............................................................................ 26
2.5 Defenisi Operasional ....................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 28
3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 28
3.2 Lokasi dan waktu penelitian ............................................................ 28
3.3 Populasi dan sampel ........................................................................ 29
3.4 Cara kerja penelitian ........................................................................ 30
3.4.1 Pengelompokan hewan coba ............................................... 30
3.4.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................... 31
3.4.3 Pemberian MSG .................................................................. 32
3.4.4 Pengambilan Serum ............................................................. 32
3.4.5 Pembuatan dan Pelarutan Sampel dan AST/ALT ............... 33
3.5 Pengelolaan dan analisis data .......................................................... 33
3.6 Alur Penelitian................................................................................. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 36


4.1. Hasil ............................................................................................. 36
4.1.1. Data Berat Badan Tikus....................................................... 36
4.1.2. AST (Aspartat Aminotransferase)/SGOT ........................... 37
4.1.3. ALT (Alanain Aminotranferase)/SGPT .............................. 39
4.2. Pembahasan.................................................................................... 40
4.2.1. AST (Aspartat Aminotransferase)/SGOT ........................... 40
4.2.2. ALT (Alanain Aminotranferase)/SGPT ............................. 41
4.3. Keterbatasan penelitian .................................................................. 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 44


5.1. Kesimpulan .................................................................................... 44
5.2. Saran ............................................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 45


LAMPIRAN ............................................................................................. 48

x
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data berat badan tikus ................................................................ 36


Tabel 4.2 Hasil Uji One Way Anova AST ................................................. 38
Tabel 4.3 Hasil Analisis Uji Post-hoc LSD AST ....................................... 39
Tabel 4.4 Hasil Uji One Way Anova ALT ................................................. 41
Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Post-hoc LSD ALT ....................................... 42
Tabel 4.6 Hasil Uji Analisis oneway Anova pada Peroksidasi Lipid ........ 47

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Asam Glutamat......................................................... 7


Gambar 2.2 Struktur Monosodium Glutamat ............................................ 7
Gambar 2.3 Jaras Pengecapan .................................................................... 8
Gambar 2.4 Reaksi Katalisis L-Glutamat .................................................. 11
Gambar 2.5 Anatomi Hepar ....................................................................... 15
Gambar 2.6 Overview Histological Componen Hepar .............................. 16
Gambar 2.7 Photomicrograph of Hepar ..................................................... 17
Gambar 2.8 Pemeriksaan Biokimia Hati .................................................... 22
Gambar 4.1 Grafik Hasil Kadar Konsentrasi Absorban AST .................... 37
Gambar 4.2 Grafik Hasil Kadar Konsentrasi Absorban ALT .................... 40
Gambar 4.3 Hasil Kadar Konsentrasi Absorban MDA sampel .................. 46
Gambar 6.1 Sampel Tikus ........................................................................... 59
Gambar 6.2 Pengukuran Berat Badan Tikus ............................................... 59
Gambar 6.3 Pemberian MSG ...................................................................... 59
Gambar 6.4 Proses Sacrificed Menggunakan eter ...................................... 59
Gambar 6.5 Pengambilan Sampel darah melalui Cardiac Puncture .......... 59
Gambar 6.6 Proses Sentrifugasi .................................................................. 59
Gambar 6.7 Alat Sentrifugasi ...................................................................... 60
Gambar 6.8 Proses Pengambilan Hasil Sentrifugasi ................................... 60
Gambar 6.9 Proses Pemindahan Serum ...................................................... 60
Gambar 6.10 Sampel Serum ....................................................................... 60
Gambar 6.11 Ice Box ................................................................................... 60
Gambar 6.12 Alat dan Bahan Pemeriksaan AST dan ALT ........................ 60
Gambar 6.13 Proses Pembuatan Campuran Bahan ..................................... 61
Gambar 6.14 Pencampuran Sampel dan Kit AST/ALT .............................. 61
Gambar 6.15 Proses Pembacaan Sampel dengan Spektrofotometer UV .... 61
Gambar 6.16 Menimbang Dosis MSG yang dibutuhkan ............................ 61
Gambar 6.17 Alat dan Bahan untuk Melarutkan MSG ............................... 61
Gambar 6.18 Pencampuran Bahan .............................................................. 61
Gambar 6.19 Proses Peralutan MSG........................................................... 62

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Tikus Sehat ................................................. 52


Lampiran 2 Identifikasi MSG (Monosodium Glutamat)............................ 53
Lampiran 3 Data Berat Badan Tikus ........................................................... 54
Lampiran 4 Data Awal Kelompok Penelitian ............................................. 56
Lampiran 5 Hasil Uji Statistik..................................................................... 57
Lampiran 6 Grafik dan Hasil Statistik Peroksidasi Lipid ........................... 63
Lampiran 7 Gambar Proses Penelitian ........................................................ 66
Lampiran 8 Cara Perhitungan ..................................................................... 70
Lampiran 9 Riwayat Penulis ....................................................................... 71

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan kesehatan di Indonesia sangat berkaitan erat dengan


terpenuhinya nutrisi sebagai sumber gizi yang di konsumsi oleh masyarakat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementrian
Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, 14 % anak mengalami kelebihan berat
badan pada anak dibawah usia 5 tahun dan pada usia kelompok 6-13 tahun yang
mengalami kegemukkan sebanyak 9,2%, Menteri Kesehatan tahun 2012 ibu
Nafsiah Mboi mengkonfirmasi untuk masalah gizi yang harus di antisipasi adalah
mulai meningkatnya prevalensi balita dengan kelebihan berat badan. Dan dalam
kurun waktu 3 tahun (2007-2010) prevalensi anak kelebihan berat badan
meningkat dari 12,2 % menjadi 14,3% 1.
Permasalahan gizi yang terjadi salah satunya merupakan meningkatnya
frekuensi makan anak yang didukung dengan makanan yang mempunyai rasa
enak dan gurih yang mempunyai komposisi dari bahan penyedap biasa dinamakan
MSG (Monosodium Glutamate), merupakan salah satu senyawa yang pada
dasarnya sangat mudah ditemukan dan banyak diproduksi oleh alam beberapa
diantaranya mengandung dalam kadar yang cukup tinggi seperti : daging, brokoli,
jamur, telur, ayam, kentang, kecap, saus, keju dan masih ada beberapa lainnya,
termasuk dalam hal ini penyedap alami seperti : vanili atau daun pandan, namun
yang menjadi salah satu perhatian adalah banyaknya makanan cepat saji ataupun
makanan dan bumbu makanan instan yang beredar dengan masa waktu kadaluarsa
yang cukup lama, bahan-bahan yang terkandung dalam makanan dan bumbu
makanan tersebut tentu tidak lepas dari peran MSG sebagai pemberi citarasa enak
atau umami, MSG yang mengandung sekitar 78% Asam Glutamat dan 22 %
Natrium3,6,20. MSG mempunyai fungsi dasar sebagai neurotransmitter yang
berfungsi sebagai mediator untuk menyalurkan transmisi ke post sinaptik, serta
peran pada metabolisme energi dan asam amino.

1
Berdasarkan hasil penelitian untuk batasan metabolisme (30mg/kg/hari),
rata-rata dalam sehari dibatasi penambahan MSG maksimal 2,5-3,5g (untuk Berat
Badan 50-70 kg) dengan perhitungan dosis untuk satu sendok teh pemakaian rata-
rata berisi 4-6 gram MSG2 dan tidak disarankan untuk dikonsumsi dalam dosis
tinggi sekaligus, sedangkan masyarakat umum Indonesia rata-rata mempunyai
kebiasaan dalam penggunaan bahan penyedap rasa tanpa melihat takaran
maksimal yang dianjurkan.
Kurang adanya pencantuman komposisi MSG yang jelas dan terinci bisa
menjadi bahan perhatian dalam pendistribusian bahan penyedap tersebut, karena
bisa jadi ada suatu kekhawatiran bahwa efek MSG ini memang bersifat lambat.
Glutamat pada MSG (Monosodium Glutamate) memberikan beberapa efek reaksi
pada keadaan seluler, diantaranya peningkatan sintesis enzim suksinil CoA ligase
yang berakibat menurunnya suksinil CoA sebagai regulator sel pada karena
dikonsumsi oleh enzim tersebut, sehingga dapat meningkatkan aktifitas α-KGDH
selain itu juga Glutamat dapat membentuk Gliseraldehid 3 fosfat dehidroginase
(yang merupakan enzim yang berperan pembentukan ATP pada jalur glukosa)
yang dapat mengkatalisis NADH-dependent superoxide sebagai barrier untuk
enzim α-KGDH menurun dan mengakibatkan aktivitas α-KGDH semakin
meningkat menyebabkan faktor-faktor perusak sel hepar meningkat. Selain itu
reseptor glutamat juga membantu dalam masuknya Ca2+ dengan berlebihan dan
akan mengaktivasi NO sintase serta protein kinase C dan membentuk radikal
bebas dan menyebabkan terjadinya stress oksidatif22. Proses stress oksidatif yang
terjadi menyebabkan kerusakan pada sel hepar, diantaranya dengan merusak
membran lipid dan mitokondria dari sel tersebut sehingga komponen senyawa-
senyawa intrasel dilepas keluar dan beredar di aliran darah, salah satunya adalah
AST dan ALT, dimana kedua enzim tersebut secara normal berada didalam
intrasel sebagai enzim yang salah satunya berfungsi dalam pembuatan protein-
protein intrasel. Kadar AST dan ALT didalam serum dapat menunujukkan adanya
kerusakan tingkat sel pada hepar dan adanya proses stress oksidatif diduga juga
dapat merusak komponen enzim tersebut. Menurut penelitian Tawfik dan Al-Badr
pada tahun 2012 juga menyebutkan tikus dengan pemberian MSG dosis 0,6 dan

2
1,6 mg/gBB selama 14 hari memberikan hasil kenaikan pada beberapa kadar
senyawa biokimia pada darah, salah satunya pada kadar ALT serum4.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa adanya perubahan histologi
pada pemberian MSG 400 mg/BB/hari pada tikus jantan berupa nekrosis,
hemoragik pada sel hepar, dan kongesti sinusoid yang ditandai oleh meningkatnya
jumlah sel kupffer pada hepar5. Hasil penelitian yang lainnya juga melaporkan
pengaruh MSG pada pemberian dosis 2 mg/BB/hari selama 75 hari secara oral
terhadap mencit, menemukan adanya perubahan histologi pada hepar yang
meliputi kerusakan inti hepatosit, terjadinya inflamasi, peningkatan diameter
hepatosit yang bisa berpengaruh terhadap kadar biokimia fungsi hati tersebut7.
Penelitian lain juga melaporkan bahwa pemberian MSG pada dosis 0,04 mg/kgBB
dan 0,08 mg/kgBB pada tikus dewasa secara oral selama 14 hari berturut-turut
dapat menghambat berkembangnya sel-sel pada organ hepar, bahkan pada dosis
tersebut yang diberikan selama 14 hari secara oral diketahui meningkatkan kadar
asetilkolin yang menyebabkan kadar enzim kolinesterase pada plasma juga
meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dari vena sentral yang berisi sel-sel
darah merah yang lisis, terjadinya nekrosis.
MSG mempunyai efek toksis terhadap sel hepar dengan mempengaruhi
integritas selular, merusak permeabilitas membrane, dan homeostasis volume sel.
Kerusakan Iskemik atau gangguan farmakologik dari transport selular dapat
dikarenakan adanya pembengkakan parenkim dari sel8.

1.2 Rumusan Masalah

- Adakah pengaruh pemberian MSG selama 2 minggu terhadap aktivitas


AST yang ada di sel hepar?
- Adakah pengaruh pemberian MSG selama 2 minggu terhadap aktivitas
ALT yang ada di sel hepar?

1.3 Hipotesis
- Adanya perubahan peningkatan pada kadar AST yang dihasilkan oleh
hepar tikus akibat pemberian MSG selama 2 minggu

3
- Adanya perubahan peningkatan pada kadar ALT yang dihasilkan oleh
hepar tikus akibat pemberian MSG selama 2 minggu

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
- Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian MSG selama 2
minggu pada tikus jenis sprague-dowley betina usia reproduktif
terhadap kadar AST dan ALT.

1.4.2 Tujuan Khusus


- Untuk mengetahui adanya perubahan tingkat AST/ALT yang
dihasilkan oleh kerusakan hepatosit dengan pemberian MSG secara
induksi selama 2 minggu pada tikus usia muda 8-12 minggu..

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :
1.5.1 Untuk Institusi Pemerintah
Diharapkan bahwa penelitian ini dapat memberikan kejelasan dan
sedikit informasi tentang adanya perubahan yang terjadi pada kadar
AST/ALT hasil dari kerusakan organ hepar tikus muda usia 8-12
minggu pada pemberian MSG secara induksi sehingga bisa menjadi
referensi dalam pemberian batas konsumsi pada bumbu/bahan
penyedap rasa makanan buatan salah satunya MSG bagi masyarakat
secara umum dan kehati-hatian konsumsi berlebihan pada individu
yang mempunyai riwayat kelainan pada organ heparnya.

1.5.2 Untuk Keilmuan


Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan
pengetahuan, maupun awal pemikiran yang lainnya dalam bidang
ilmu kesehatan dan dalam bidang biomedik

4
1.5.3 Untuk Masyarakat
- Menambah pengetahuan/Informasi tentang efek MSG
(Monosodium Glutamat) terhadap kadar enzim fungsi hati yang
dapat menjadi gambaran tentang kondisi fungsional organ
tersebut.
- Dapat menjadi acuan dalam penerapan dan penggunaan bijak
bahan-bahan kimiawi makanan yang sering dipakai sehari-hari.

1.5.4 Untuk Peneliti


- Sebagai langkah awal untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh MSG terhadap fungsi organ tubuh dan menambah
wawasan dan pengalaman dalam bidang penelitian.
- Sebagai salah satu dari persyaratan bagi peneliti dalam
menempuh program preklinik yang ingin meraih Gelar Sarjana
Kedokteran pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

1.5.5 Untuk Peneliti Lain


- Hasil penelitian yang dilakukan dapat membuka kesempatan
untuk membuat penelitian lain tentang pengaruh pemberian MSG
terhadap fungsi organ hepar yang lain atau dengan fungsi organ
yang berbeda.
- Dapat memberikan kesempatan bagi penelitian lanjutan tentang
pengaruh MSG terhadap anatomi dan histologi hepar
- Dapat memberikan kesempatan bagi penelitian lanjutan tentang
pengaruh MSG terhadap fungsi organ tubuh yang lain.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monosodium Glutamat (MSG)

2.1.1 Sejarah
Seorang dokter berkebangsaan Jepang Dr. Kikunae Ikeda menemukan zat
rasa unik dalam rumput laut (Laminaria japonica) yang disebut umami (dari kata
bahasa Jepang umai yang berarti lezat) atau sering dikatakan cita rasa yang gurih
pada masyarakat Indonesia. Sejak penemuan itu Jepang akhirnya mulai
memproduksi MSG secara masal, sehingga ditetapkan sebagai sejarah pertama
kalinya penemuan terhadap adanya senyawa monosodium glutamate (MSG)
sebagai penambah cita rasa. 9-10
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi
dari bahan alamiah. Namun karena permintaan pasar akan konsumsi MSG terus
melonjak, cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi pada tahun 1956
mulai ditemukan. L-glutamic acid merupakan inti dari MSG yang berbentuk
butiran putih mirip garam sebagai kandungan (monosodium) dan tidak memiliki
rasa jika dicicipi, tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam
glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan
mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan
gurih.9-10
Setidaknya dari beberapa pemberitaan sampai tahun 1997 sebelum krisis,
setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan
konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per tahun.9-10

2.1.2 Struktur Kimia


Glutamat merupakan jenis asam amino yang non-esensial di dalam tubuh
secara nutrisional memiliki jalur biosintesis yang pendek, dan merupakan
senyawa yang bisa membantu sebagai penggabung metabolisme di dalam tubuh
manusia. Namun selain itu juga bahan ini dapat dengan mudah di temukan di
alam, karena senyawa ini merupakan senyawa alami, dimana ditemukan dalam

6
bahan makanan yang mengandung protein seperti daging, susu, ikan dan sayur-
sayuran dan lain-lain. Glutamat sebagai senyawa nutrisional non-esssensial,
didalam tubuh senyawa ini mengalami aminasi reduktif α-ketoglutarat yang
dikatalisis oleh glutamat dehidroginase melalui jalur asam sitrat sehingga menjadi
L- glutamat.
Struktur asam amino glutamat dan MSG tidak jauh berbeda hanya pada MSG
gugus karboksilnya mengandung hydrogen yang digantikan oleh natrium, dimana
dikenal secara kimia dengan nama 2-amino pentanedioic atau 2-amino glutaric
acid (asam glutamat)10,33.

COOH - CH2 - CH2 - CH2 - COOH


|
NH2
Asam Glutamate
Gambar 2.1 Struktur Asam Glutamat
Sumber : DW Ball, JW Hill, dan RJ Scott: Introduction to
Chemistry: General, Organic, and Biological v.1.0. 2011

COOH – CH2 – CH2 – COONaH2O


|
Na
Monosodium Glutamate
Gambar 2.2 Struktur Monosodium Glutamat
Sumber : I Rahayu. Praktis Belajar Kimia 1. 20099(34)

Secara sifat kimia, asam glutamate dan monosodium glutamate (MSG)


mempunyai sifat yang sama yaitu berbentuk tepung kristal berwarna putih yang
mudah larut dan tidak berbau. Unsur pokok dari MSG dalam bentuk tersebut
adalah Glutamate 78,2%, Na (Sodium) 12,2%, dan H2O 9,6%.

Dalam 1 gram MSG mengandung 1, 27 gr glutamate dan 0,122 Na11

7
2.1.3 Metabolisme Asam Glutamat
Kandungan MSG telah banyak dipasaran, sehingga masuknya MSG kedalam
mulut sudah pasti kebanyakan adalah melewati oral, dimana akan melalui proses
pencernaan, dimulai dari lidah yang mempunyai taste receptor cells (TCRs) yang
terdapat pada taste buds yang berfungsi sebagai pendeteksi substansi kimia dan
menginformasikan sensasi rasa ke otak12.

Gambar 2.3 Jaras Pengecapan


Sumber : Duus, Peter, 2010; Diagnosis Topic Neurologi DUUS,
edisi 4, Goettingen and Freburg (35)

Sensasi rasa enak yang diterima taste bud berupa umami akan diterima oleh
reseptor mGluR4 dan berikatan dalam domain ekstrasel dan menyalurkan sinyal
melalui protein reseptor ke sinyal intrasel pasangannya, dimana mGluR4 ini
bekerja dengan memutuskan ikatan L-Glutamat sehingga L-Glutamat berada
dalam bentuk bebas akan dihantarkan ke otak melalui nervus cranialis VII yang
menuju serebrum dengan jalur dari N.VII, ganglia basalis, hipokampus lalu
Serebrum, kemudian otak akan mempresentasikan sensasi yang didapat sebagai
gurih10,
rasa yang lezat dan 13. Sedangkan menurut Krisna VN (2010), gugus L-
glutamat yang merangsang reseptor spesifik pada taste buds mengalami ionisasi,
seperti reseptor asam amino atau reseptor glutamat lain dalam menginduksi rasa
umami13.

8
Setelah melalui proses pengecapan rasa, asam amino glutamate masuk ke
proses pencernaan selanjutnya di absorbsi di usus sekitar 57% dan dikonversikan
urea melalui hati, 6% menjadi plasma protein, 23% melalui sirkulasi sebagai asam
amino bebas dan sisanya disimpan dalam organ hepar sebagai protein hepar oleh
enzim tertentu. Untuk metabolisme MSG didalam tubuh sama seperti
metabolisme Asam Glutamat yang sudah ada didalam tubuh, menjadi salah satu
asam amino dekarboksilat selain aspartat yang punya posisi dalam metabolisme
perantara yang berperan dalam produksi energi, sintesis urea, sintesis glutation
dan sebagai neurotransmitter, juga terlebih karena sebagian besar sel-sel didalam
tubuh mengandung adanya glutamate terutama adanya di matriks mitokondria sel,
sekitar 50-70% dari total asam amino bebas14. Tenaga pereduksi yang diberikan
diberikan oleh NADPH.

NH4 + α-Ketoglutarat + NADPH L- Glutamate + NADP+ + H2O

Merupakan reaksi sintesis dasar yang penting didalam biosintesis semua asam
amino, karena glutamate adalah donor gugus amino dalam biosintesis asam amino
yang lain melalui transaminasi.

Glutamat menjalankan beberapa fungsi penting pada proses metabolisme


didalam tubuh, antara lain :
 Substansi untuk sintesa protein

Glutamat merupakan salah satu asam amino yang banyak terdapat pada bahan
– bahan alami, dimana 10-40% terkandung dalam protein karena merupakan
bahan yang pentinng dalam sintesa protein, karena rantai α yang dimilikinya
merupakan karakter fisik kimia yang dapat menjadi struktur sekunder dari
protein16.

 Prekursor Glutamin
Glutamate dan glutamine merupakan mata rantai karbon dan nitrogen di
dalam proses metabolisme karbohidrat dan protein di dalam tubuh. Glutamin
merupakan bentukan dari glutamate yang dibentuk oleh glutamin sitetase, dimana
glutamin merupakan enzim alosterik17.

9
 Pasangan Transaminasi dengan α-ketoglutarat
Transaminasi yang dilakukan oleh asam glutamat dalam memindahkan
nitrogen yang reversible dalam membentuk L-glutamate menjadi α-ketoglutarat,
proses asam glutamat ini akan membentuk senyawa amoniak dari aktivitasnya. L-
glutamate dehidroginase menempati posisi sentral dalam metabolisme nitrogen
dimana akan memanfaatkan hepar sebagai tempat dan menggunakan enzim
didalamnya15,18.

Glutamate + NH4 + ATP Glutamin + ADP + Pi + H+

Ini juga merupakan reaksi yang sangat penting didalam metabolisme asam
amino. Ammonia akan dikonversikan menjadi glutamin sebelum masuk kedalam
sirkulasi17.

 Neurotransmitter
Seperti diketahui untuk transmitter utama diotak adalah senyawa glutamat
yang berfungsi sebagai mediator untuk menyalurkan transmisi ke post-sinapstik.
Dan selain itu glutamate berfungsi sebagai prekursor dari neurotransmitter
lainnya, yaitu Gamma Ammino Butiric Acid (GABA)14.
Cara pemberian MSG juga mempengaruhi metabolisme yang akan terjadi
padanya, jika secara parenteral maka MSG (Glutamatnya) tidak akan melewati
jalur usus dan vena portal, sedangkan jika melalui oral akan dimetabolisme oleh
hepar yang punya kemampuan mengubah asam glutamate menjadi alanine yang
nantinya akan beredar didalam darah, adanya peningkatan pemberian glutamate
akan mempengaruhi kadar dalam plasma, dan kemampuan fungsi hepar sebagai
organ yang memetabolisme senyawa tersebut15.

2.1.4 Manfaat Asam Glutamat


Asam Glutamat, merupakan salah satu faktor penting pada perjalanan organ
saraf sebagai neurotransmitter yang sangat berperan dalam otak, serta
mengaktivasi regulasi dari sifat-sifat sel-sel saraf, sepeti : Plastisitas, sinaptik,
pembelajaran, memori, aktifitas motorik dan perkembangan saraf itu sendiri,
selain itu juga memeran peran yang tidakkalah penting dalam metabolisme energi
dan sintesis asam amino-asam amino lainnya, seperti glutation dan protein37.

10
Selain sebagai Neurotransmitter pada sinaps eksitatori di sistem saraf
pusat dimana diperankan oleh mGluRs (merupakan salah satu jenis reseptor
glutamate). Glutamate disini juga memodulasi eksitabilitas sel dan transmisi
sinaps melalui second messenger signaling. L-glutamat akan berikatan dengan
mGluR4 (metabotropic glutamate receptors) sebagai reseptor yang ada pada taste
bud, lalu mGluR4 memutus ikatan kimia L-glutamat menjadi L-glutamat bebas
yang akan dihantarkan ke otak, setelah itu akan berikatan dengan reseptor
glutamat yang ada di otak dan dipresentasikan sebagai rasa umami. Selain itu, L-
glutamat juga bisa mengalami ionisasi yang dapat merangsang reseptor spesifik
taste buds seperti asam amino atau reseptor glutamat lain yang menginduksi rasa
umami.9
L-glutamat yang ada di hepatosit akan ditanspor dari sitosol ke
mitokondria. Selanjutnya senyawa L-glutamat akan dikatalisis oleh L-glutamat
dehidrogenase menjadi α-ketoglutarat. Proses ini menyebabkan terbebaskannya
nitrogen dalam bentuk amonia (ion amonium).15,19.

Gambar 2.4 Reaksi Katalisis L-glutamat


Sumber : DL Nelson dan MM Cox. Lehninger: Principes of
Biochemistry 4th Ed. 2009

11
2.1.5 Efek Toksik MSG
Telah dibuktikan dengan baik bahwa toksisitas MSG terhadap pemberian
lebih banyak dikarenakan terjadinya lesi pada otak, seperti pada area nukleus
arkuata hipotalamus berdasarkan pemberian pada mencit muda oleh pemberian
MSG secara peroral atau subkutan dimana terjadi peningkatan 4 kali lipat pada
area tersebut, diikuti dengan kenaikan glutamat dalam plasma13. Puncaknya pada
plasma terjadi setelah 15 menit dan dalam nukleus arkuata dicapai setelah 3 jam
kemudian, setelah itu menunjukkan bahwa pada peningkatan kadar glutamate
dalam range tertentu memberikan gambaran lesi pada nukleus arkuata
hipotalamus. Stegink dan teman-teman menetapkan bahwa tidak akan terjadi pada
tikus yang kadar MSG Plasma dibawah 50 uMol/dl. Menurut Olney, Konsetrasi
diatas 60 u Mol/dl dapat menyebabkan kerusakan pada otak, lalu beberapa
penelitian mengatakan bahwa MSG dapat menyebabkan gangguan endokrinal
melalui mekanisme HP Axis.
Pada beberapa penelitian MSG juga mempunyai efek toksis terhadap sel
hepar dengan mempengaruhi integritas selular, merusak permeabilitas membrane,
dan homeostasis volume sel. Kerusakan Iskemik atau gangguan farmakologik
dari transport selular dapat dikarenakan adanya pembengkakan parenkim dari sel
hepar, dalam keadaan normal akan ditemukan proses pembentukan darah diantara
sel-sel hepar dan didinding pembuluh darah, namun pada pemberian MSG yang
mempunyai efek toksik, menyebabkan pembengkakan pada sel-sel hepar dan
dilatasi vena sentralnya maka fungsi hematopoietic dari hepar akan kemungkinan
besar terganggu, selain itu protein total dan albumin akan meningkat sebagai
reaksi pada pemberian MSG pada jangka waktu yang pendek, namun efek
toksisitas dari radikal bebas ini akan lebih berpengaruh terutama penggunaan
jangka panjang, diantaranya mempertinggi angka toksisitas pada aktivitas hepato-
selular serta efek didalam komponen globulin dan albumin pada protein sehingga
menjadikan nekrosis lalu kerusakan hepatosit secara akut dimana juga sebagai
hasil dari level albumin yang rendah sehingga memberikan gangguan pada fungsi
hepar dan menyebabkan atrofi8.
Glutamat pada MSG (Monosodium Glutamate) memberikan beberapa efek
reaksi pada keadaan seluler, diantaranya peningkatan sintesis enzim suksinil CoA

12
ligase yang berakibat pada suksinil CoA sebagai regulator pada sel menjadi
menurun karena dikonsumsi oleh enzim tersebut, sehingga dapat meningkatkan
aktifitas α-KGDH (Ketoglutarat Dehidroginase), selain itu juga dapat membentuk
Gliseraldehid 3 fosfat dehidroginase (yang merupakan enzim yang berperan
pembentukan ATP pada jalur glukosa) dalam hal ini dapat mengkatalisis NADH-
dependent superoxide, sehingga regulator α-KGDH dan akhirnya barrier untuk
enzim tersebut menurun dan mengakibatkan aktivitas α-KGDH semakin
meningkat menyebabkan faktor-faktor perusak sel hepar meningkat. Selain itu
reseptor glutamat juga membantu dalam masuknya Ca2+ dengan berlebihannya
kadar maka Ca2+ yang masuk via reseptor ini akan mengaktivasi NO sintase dan
protein kinase C dan membentuk radikal bebas22.
Peningkatan beberapa senyawa dalam aktivitas seluler menyebabkan
peningkatan senyawa ROS didalam sel dan menginisiasi adanya stress oksidatif
pada sel yang berakibat pada pembengkakan pada sel, terjadinya peroksidasi lipid,
↓ level Glutathione seperti yang telah dijelaskan diatas sebelumnya.
Selain itu pada tahun 1968 Robert Ho-Man Kwok melaporkan di New
England Journal of Medicine mengenai Sindrom Restoran Cina dimana akibat
dari mengkonsumsi MSG memperlihatkan gejala-gejala seperti rasa panas,
21
tertusuk-tusuk pada wajah dan leher, dada sesak dan lain-lain mengemukakan
juga reaksi sensitivitas yang terjadi bisa juga seperti sakit kepala, migrain, kejang-
kejang, mual, muntah, berdebar-debar, sesak nafas dan ruam pada kulit20.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dr. H. Sampoerno,
MBA mengatakan bahwa WHO (World Health Organitaton) dan FAO
(Organisasi Pangan Dunia), merekomendasikan MSG sebagai salah satu bahan
tambahan penguat rasa dalam masakan dan kemasan yang aman untuk
dikonsumsi. Hal ini berdasarkan penelitian, dimana pada sidang CODEX
ALIMENTARY COMMISSION pada tahun 1970, dimana BPOM di Amerika
merekomendasikan MSG menjadi makanan sehari-hari, yang bisa paling banyak 6
mg/kgBB manusia dewasa, berarti tidak boleh penggunaan lebih dari 2 gr per hari,
jika lebih dari kadar tersebut berdasarkan penelitian lembaga meneliti dapat
menimbulkan reaksi alergi bagi pengkonsumsi. Federation of America Society
for Experimental Biology (FASEB) mengungkapkan bahwa Glutamat dan

13
Aspartat menimbulkan efek toksik ketika diberikan dalam dosis yang tinggi pada
spesies yang rentan, sehingga dapat dihubungkan dengan 2 faktor yaitu ;
- Kadar Glutamat yang tinggi dalam darah
- Spesies binantang yang rentan terhadap toksisitas dari glutamat

Federation of America Society for Experimental Biology (FASEB) juga


menyebutkan batasa aman dari penggunaan atau konsumsi dari MSG sebgai
bahan pangan adalah sebesar 0,5 gr – 2,5 gr perhari20.

2.2 Organ Hepar


2.2.1 Anatomi Hepar

Hepar adalah organ pusat metabolik terbesar (dengan berat kurang lebih
1400-1600 g) dan terpenting bagi tubuh, dapat dipandang sebagai pabrik biokimia
utama tubuh dan merupakan salah satu organ viscera terbesar pada tubuh manusia
yang terletak pada regio hypocondrium dextra dan epigastrium, meluas sedikit
(pada kuadran kanan atas hingga kiri atas) pada regio hypocondrium sinistra,
posisi ini membuat organ hepar terbgai menjadi 2 facies ; Facies diaphragmatika (
terbentuk pada dinding inferior dari diaphragma) membentang ke arah anterior,
superior dan posterior dari hepar dan Facies Visceralis ( yang sebagian besar ikut
tertutupi oleh peritoneum visceralis. Hepar juga berada diantara beberapa organ
yang lainnya sehingga mempunyai batas-batas disetiap sisi, dimana batas atasnya
berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan, batas bawahnya menyerong ke
atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri23.

Untuk melekatnya organ hepar dengan lapisan maupun organ sekitar, hepar
dilengkapi dengan ligamentum-ligamentum disekitarnya yang masing berfungsi
untuk tetap menjaga hepar pada tempatnya seperti : Ligamentum Teres Hepatis,
Ligamentum Coronarium, Ligamentum Falciform.

Organ hepar juga terbagi menjadi beberapa lobus, hepar terbagi menjadi
Lobus dextra dan Lobus Sinistra oleh fossae vesicae biliaris dan vena cava
inferior, dimana lobus dextra mempunyai ukuran lebih besar dibanding lobus

14
sinistra, setelah terbagi menjadi 2 lobus, disetiap lobus akan terbagi menjadi
beberapa lobus kembali, sehingga sering juga dikatakan 4 Lobus : 2 Mayor dan 2
Minor, dimana Lobus dextra dan sinistra masuk dalam pembagian lobus mayor
dan pada lobus dextra terdapat 2 lobus lagi yakni ; Lobus Caudatus (pada bagian
posterior), pada bagian ini berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis, dan Lobus Quadratus (pada bagian
Inferior), dimana memiliki masing-masing fungsi yang berbeda-beda. Secara
mikroskopis hepar mempunyai sekitas 50.000-100.000 lobulis yang berbentuk
heksagonal22,24.

Hepar dibagi oleh bidang utama, yang membagi hepar menjadi 2 bidang yang
sama, dibuat garis khayalan dari garis parasagittalis yang melewati fossae vesicae
biliaris sampai ke sulcus vena cavae. Garis bidang ini terletak pada vena hepatica
media, yang penting bidang utama membagi separuh kiri hepar dari separuh
kanan. Antar lobus ini tidak mempunyai ukuran yang sama dan memiliki sedikit
relevansi dengan anatomi pembedahan22.

Secara anatomi delapan segmen hepar berhubungan dengan arteri hepatica,


porta hepatis dan drainase biliaris dari segmen-segmen tersebut. Lobus caudatus
didefinisikan sebagai Segmen I, selebihnya diberi nomer sesuai arah jarum jam
sampai segmen VIII.

Gambar 2.5 Anatomi Hepar


Sumber : Netter, Frank H. Atlas Of Human Anatomy.
25th Edition, 2014

15
2.2.2 Histologi Hepar

Selain secara makroskopik, Hepar (Liver) juga mempunyai susunan yang


khas, dimana hepar tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai
lobulus (susunan jaringan berbentuk heksagonal mengelilingi vena sentral),
disetiap 6 sudutnya terdapat masing-masing 3 pembuluh : Arteri hepatika, cabang
Vena porta dan duktus biliaris, darah dari arteri dan vena tersebut mengalir
melalui perifer menuju sentral yang terdapat sinusoid, dan terdapat sel kupffer
sebagai sel pelindung yang berfungsi menelan dan menghancurkan sel darah
merah dan bakteri yang melewatinya. Sel-sel hepar (hepatosit) tersusun antara
sinusoid dalam lempeng-lempeng yang tebalnya 2 sel sehingga masing-masing
tepilateral yang menjadi bagian menghadap ke genangan darah pada sinusoid,
vena sentral sebagai ujung-ujung dari sinusoid juga akan menyatu membentuk
vena hepatika yang akan mengalirkan darah keluar dari hati lalu ke saluran tipis
pengangkut empedu, kanalikulus biliaris yang berjalan diantara sel-sel didalam
setiap lempeng hati22,26.

Berdasarkan letaknya terhadap suplai darah dari arteri hepatik, maka


parenkim asinus dibagi menjadi 3 zona yaitu : Zona 1 (periportal) merupakan
zona yang paling dekat dengan suplai darah hepatik, Zona 2 (Midzonal), Zona 3
(Zona Sentral) merupakan daerah asinus zona hepar yang paling dekat dengan
vena sentral

Gambar 2.6 Overview Histological Component’s of hepar


Sumber : Tortora, Gerard J and Berrard Derickson. Principles of
anatomy and physiology.2000

16
Pembagian zona tersebut sangat berarti secara fungsional karena
mempengaruhi gradien komponen didalam darah dan hepatosit yang meliputi :
kadar oksigenitas darah dan heterogenitas kadar protein didalam hepatosit22.

Dari keterangan diatas juga di dapatkan bahwa konsep lobulus hepar bermacam-
macam, terbagi menjadi 3 yakni :

• Lobulus klasik
– Terdapat pada hewan
– Area portal (Triad) berupa : Arteri hepatica, Vena porta , Duktus
biliaris interlobular dan Pembuluh limfe
• Lobulus portal
– Mengikuti Aliran empedu
• Asinus hepatic (Asinus Rappaport)
– Mengikuti Aliran darah

Macam-macam konsep tersebut akan mempengaruhi bagaimana terjadinya


kerusakan dan juga menentukan bagian mana yang lebih terpengaruh karena
penilaian terhadap urutan aliran yang terkena sangat berpengaruh dalam
penelitian, sehingga dapat ditemukan tempat yang lebih spesifik untuk
mengidentifikasi jejas akibat reaksi dari berbagai macam senyawa yang
melewatinya, dengan gambaran konsep lobulus hepar sebagai berikut27:

Gambar 2.7 Photomicroghraps of Hepar


Sumber : Tortora, Gerard J and Berrard Derickson. Principles of
anatomy and physiology.2009

17
2.2.3 Fungsi Hepar sebagai Organ Detoksifikasi

Secara spesifik dibawah ini akan disebutkan beberapa fungsi hepar sebagai
organ metabolisme baik sebagai organ utama membantu pencernaan maupun yang
tidak berhubungan dengan pencernaan :

1. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrien


(Karbohidrat, protein, dan lemak) setelah zat-zat tersebut melalui
proses penyerapan dari organ saluran cerna.
2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat-zat sisa metabolisme tubuh
(telah melewati sirkulasi dari jaringan lain) dan hormon serta
berbagai jenis obat yang mempunyai sifat metabolisme didalam
hepar dan senyawa-senyawa asing lainnya.
3. Membentuk protein-protein plasma, termasuk sebagai salah satu
contohnya adalah protein yang dibutuhkan dalam pembekuan darah,
sebagai pengangkut hormon steroid, tiroid dan kolesterol darah,
yang menjaga sifat tekanan didalam aliran darah, sebagai salah satu
co-transport (tempat beberapa obat melekat yang menjadikannya
sebagai transportasi didalam aliran darah ).
4. Menyimpan hasil dari glukosa yang dikonsumsi yang diperlukan
saat tubuh kekurangan glukosa (glikogen hati) sebagai komponen
utama untuk menjadi sumber energi setelah melewati beberapa
siklus biokimia, selain itu juga tempat penyimpanan lemak, zat besi,
tembaga dan banyak dari macam vitamin.
5. Sebagai salah satu jalur yang dilewati oleh senyawa provitamin D
untuk membantu dalam proses pengaktifan sebagai vitamin D yang
nantinya akan sangat berguna bagi tubuh baik sebagai vitamin yang
digunakan oleh jaringan maupun sebagai hormon yang dikarenakan
disintesis sendiri oleh tubuh, yang nantinya juga akan dibantu oleh
organ renal.
6. Mengeluarkan atau juga memisahkan dari peredaran darah bakteri
dan sel-sel darah merah yang sudah tua (yang berusia kurang lebih

18
120 hari). Sebagai fungsi hepar yang dijalankan oleh satu jenis sel
makrofag di dalam organ tersebut.
7. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin, dimaana bilirubin sebagai
produk penguraian yang berasal dari dekstruksi sel-sel daram merah
yang telah tua, yang nantinya juga bermanfaat dalam mewarnai urin
dan feses, serta sebagau patokan terjadinya beberapa kelainan dari
organ hepar
8. Membuat garam empedu sebagai turunan dari kolesterol sebagai
fungsi membantu pencernaan dan penyerapan lemak kedalam
sirkulasi dengan metode pembuatan misel yang mempunyai efek
deterjen yang mengubah globulus (gumpalan) lemak besar menjadi
emulsi lemak yang terdiri dari butiran - butiran lemak dengan
diameter kurang lebih 1mm.
Darah yang memasuki asinus hepar 60-70% mempunyai kandungan oksigen
rendah yang berasal dari vena porta, sedangkan 30-40% yang kaya oksigen
berasal dari arteri hepatika, karena untuk perjalanan yang berasal dari vena porta
(traktus porta) ke vena sentral para oksigen digunakan sebagai kebutuhan
mtabolisme yang tinggi dari sel parenkim. Heterogenitas kadar protein hepatosit
sepanjang periportal sampai zona sentral mempengaruhi gradien fungsi
metabolisme hepatosit, zona periportal yang kaya akan mitokondria mempunyai
aktivitas lebih banyak terhadap asam lemak, glukoneogenesis, serta detoksifikasi
amoniak menjadi urea22.
` Secara umum hepar dalam menjalankan fungsinya sebagai organ
detoksifikasi mempunyai struktur sel fagositik, diantara lembaran sel hepar
terdapat kapiler yang dinamakan sinusoid (asinus) yang merupakan cabang vena
porta dan arteri hepatika yang diantanya sinusoid dibatasi oleh sel-sel fagositik ini
(Sel kupffer) yang merupakan sistem retikuloendhotelial berfungsi
menghancurkan bakteri dan benda asing (radikal2 bebas) yang masuk ke dalam
aliran tubuh dan melewati hepar22.
Gradien enzim yang terlibat dalam bioaktivasi detoksifikasi xenobiotik
juga berbeda sepanjang asinus hepar. Glutation mempunyai kadar dan aktivitas
yang lebih tinggi di periportal dibandingkan zona sentral, sedangkan protein

19
sitokrom P450 (terutama isosim CYP2E1) terdapat dalam jumloah dan aktivitas
yang lebih besar di zona sentral dibandingkan periportal.

2.2.4 Biotransformasi Hepar


Merupakan mekanisme tubuh mengaktivasi dan mengekskresikan bahan-
bahan asing keluar dari tubuh, bahan-bahan yang dimaksud tersebut antara lain :
berasal dari alam (xenobiotik), maupun sintetik yang terutama terjadi didalam
organ hepar.
Proses biotransformasi ini mengalami 2 reaksi, yaitu reaksi fase 1
(perubahan) dan reaksi fase 2 (pembentukan konjugasi).
Reaksi Fase I = terjadi didalam REH (Retikulum Endoplasma Halus),
dimana terjadinya penambahan gugus fungsional kedalam molekul nonpolar atau
mengubah gugus fungsional pada senyawa maupun zat asing tersebut sehingga
menyebabkan peningkatan polaritas dan penurunan aktifitas biologik atau sifat
racun dari sumber asing, namun buruknya kejadian fase 1 ini pada bahan tertentu
dapat menyebabkan bahan-bahan asing tersebut meningkat untuk aktivitas toksik.
Reaksi penting pada Fase 1 terhadap boitransformasi ini adalah reaksi oksidasi
berupa hidroksilasi, pembentukan epoksida, sulfoksida, dealkilasi dan
desaminasi), reaksi reduksi (dari senyawa karbonil->azo atau nitro dan
dehalogenasi), metilasi dan desulfurisasi.
Reaksi Fase II = merangkaikan substrat (seperti bilirubin, obat-obat, steroid,
dan bahan-bahan xenobiotik) pada molekul yang sangat polar dan bermuatan
negatif, reaksi ini dikatalisi oleh enzim transferase. Merupakan produk berupa
konjugat ( merupakan molekul yang sangat polar dan dapat larut didalam air,
sehingga mudah untuk disekresi), untuk konjugat dengan BM > 300 akan
disekresikan melalui sistem bilier, sedangkan untuk konjugat dengan BM <300
akan disekresikan melalui organ sistem renal15.
MSG dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa, peningkatan kadar
peroksidasi lipid , kadar total glutation dan protein yang terikat dengan bahan
tersebut serta peningkatan aktivitas enzim Glutathione Peroksidase (GR),
Glutathione-S-Transferase (GST) dan Glutathione Peroksidase (GPX) 3,28.

20
Seperti dijelaskan di atas, MSG menyebabkan kadar peroksidasi lipid yang
merupakan suatu bentuk kerusakan oksidatif pada tingkat biomolekul lipid akibat
reaktivitas senyawa oksigen reaktif (ROS) yang biasa terjadi pada membran sel,
sedangkan lipid terutama jenis asam lemak jenuh merupakan salah satu senyawa
pembentuk dari bangunan struktur membran sel. Pengukuran tingkat peroksidasi
lipid dapat diukur dengan produk akhirnya yaitu malondialdehide (MDA), dimana
peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas membran, struktur dan fungsi
membran38.
Radikal bebas dapat merusak membran sel dengan beberapa cara :
a. Radikal bebas berikatan secara kovalen dengan enzim dan atau reseptor
yang berbeda pada membran sel, sehingga merubah aktivitas komponen-
komponen yang terdapat pada membran sel tersebut.
b. Radikal bebas berikatan secara kovalen dengan komponen membran sel
sehingga merubah struktur membran dan mengakibatkan perubahan
fungsi mebran dan atau mengubah karakter membran menjadi seperti
antigen
c. Radikal membran mengganggu sistem transportmembran sel melalui
ikatan kovalen,mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam
lemak polyunsaturated.
d. Radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap
asam lemak polyunsaturated dinding sel, peroksida-peroksida lipid akan
terbentuk dalam rantai panjang dan merusal organisasi membran sel.

Bila produksi radikal bebas in vivo atau in vitro melebihi dari kemampuan
normal pertahanan tubuh maka secara general akan terjadi gangguan metabolik
dan seluler. Jika posisi radikal bebas yang terbentuk dekan dengan DNA, maka
bisa menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga terjadi mutasi atau
sitotoksisitas. Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan nukleotida sehingga
menyebabkan perubahan yang signifikan pada komponen biologi selulernya, dan
jika radikal bebas tersebut merusak grup thiol maka akan dapat terjadi perubahan
pada aktivitas enzim-enzimnya38.

21
2.2.5 Biokimia Hepar

Selain mempunyai fungsi sebagai organ detoksifikasi, organ hati juga


merupakan salah satu organ terbesar penghasil beberapa senyawa protein dan
enzim yang berguna bagi tubuh, seperti albumin, bilirubin, faktor-faktor
pembekuan, dan mengeluarkan enzim penanda jika adanya kerusakan. Dalam
pemeriksaan biokimia terhadap fungsi-fungsi hati dan pertanda bahwa adanya
kelainan atau kerusakan dari hatiyang biasa disebut sebagai tes fungsi hati (LFTs),
dimana tidak hanya untuk AST dan ALT saja. Pemeriksaan ini sebenarnya
dikelompokkan dalam 3 kategori :

1). Peningkatan enzim amino transferase (AST/ALT) = merupakan


pemeriksaan sebuah pertanda adanya perlukaan hepatoselular atau inflamasi

2). Pemeriksaan Fosfatasealkali dan ɣ-GT = merupakan pemeriksaan


sebagai penanda adanya keadaan patologis yang mempengaruhi sistem
empedu intra-dan ekstra- hepatis

3). Pemeriksaan Albumin, urea dan faktor pembekuan (Kecuali III dan IV)
= pemeriksaan yang mewakili fungsi sintesis hati23.

Gambar 2.8 Pemeriksaan Fungsi Biokimia Hati


Sumber : Sudoyo, Aru.W, et al. Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV,
2006

22
2.2.6 Aspartate Aminotransferase (AST) dan Alanin Aminotransferase
(ALT)
AST dan ALT merupakan enzim yang terdapat dalam jaringan tubuh,
keberadaan kedua enzim ini adalah didalam selular walaupun berbeda tempat,
namun ketika terjadinya cedera pada tingkat seluler baik akut maupun kronik
maka kedua enzim ini akan dilepaskan ke dalam darah (serum).
AST dan ALT merupakan enzim yang mengkatalisis, mentransfer α-amino
dari grup aspartat atau alanin ke α-keto dari grup asam ketoglutarat untuk
menghasilkan oksaloasetat dan asam piruvat yang berkelanjutan, yang mana
sangat penting pada siklus asam sitrat di dalam sel pembentuk ATP dan kedua
enzim ini memerlukan adanya piridoxal-5-phosphate (Vit.B6) dalam membantu
dalam reaksi ini30.
Kedua Aminotransferase ini mempunyai konsentrasi yang tinggi di hati,
namun untuk AST juga terdapat juga pada organ selain hati seperti jantung, otot
rangka, ginjal, otak dan sel darah merah, sedangkan untuk ALT sebaliknya
dimana mempunyai konsentrasi sangat rendah pada beberapa organ yang
disebutkan, sehingga dapat dikatakan peningkatan ALT serum lebih spesifik
meyakinkan bahwa adanya kerusakan atau kelainan yang terjadi pada hati. Pada
konsentrasinya di sel hati ALT berada pada sitoplasma (sitosol) dimana
aktivitasnya di organ hati lebih tinggi 3000 kali lipat daripada di serum, sehingga
jika adanya cedera akan meningktkan kadar ALT pada serum, sedangkan AST
bisa terdapat pada sitosol dan mitokondria (80% total aktivitas)29.
Pada histologi hati, terdapat zona-zona pembagian asinus, untuk zona 3 pada
asinus hepatika terdapat konsentrasi yang lebih tinggi untuk AST, dan apabila
terjadi kerusakan pada zona ini baik akibat iskemik atau bahan-bahan yang toksik
terhadap selnya, maka akan terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada level
AST, pada cedera akut hepatoseluler level AST lebih sering duluan mencapai
puncak sebelum peningkatan kadar ALT, karena AST merupakan enzim yang
khas pada pertanda kelainan di daerah distribusi intralobular, namun jika
kerusakan masih berlanjut kadar ALT dapat meningkat lebih tinggi, terutama pada
kasus kronis29,30.

23
Pada proses pembersihan aminotransferase ini akan dibuang keluar dari
pembuluh-pembuluh di hati oleh sel-sel sinusoid. Untuk T1/2 pada kadar
sirkulasi untuk ALT adalah 47 jam, 17 jam untuk AST total, dan kira-kira 87 jam
untuk AST yang ada di mitokondria30.

24
2.3 Kerangka Teori
Monosodium Glutamate
(MSG)

Memberikan
rasa umami Mengandung Senyawa
Glutamate

↑ Asupan ↑ Influks Ca2+ ke


nutrisi ↑ Sintesis Suksinil
intrasel lewat
co-A ligase
NMDA

↑ Jaringan ↑ Konsumsi suksinil coA


Adiposa sebagai regulator sel
(Lemak ) Aktivasi NO
sintase dan pkC
↑Aktivitas α-KGDH
↑ Enzim
oksidasi untuk
FFA
Stress ↑ ROS Membentuk
Oksidatif Radikal Bebas

↓ Level Glutation ↑ Produksi


pada sel Hidroksietil, XO,
NADPH

Sitotoksisitas
Seluler Kerusakan
Mitokondria Peroksidasi Lipid

Merusak Struktur
Pelepasan Membran Sel Hepar
Berikatan dengan sitokrom c
apaf-1

Aktivasi Proses
Apoptosis sel
hepar Pelepasan AST dan
ALT ke aliran darah

Pemeriksaan AST Penanda Kerusakan


dan ALT serum Sel Hepar

25
2.4 Kerangka Konsep

Induksi Monosodium
Glutamate (MSG)

Kerusakan Mitokondria dan


mebran sel

Kerusakan Sel
Hepar

Sekresi enzim
AST dan ALT
dari dalam sel

2.5 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Skala


Penelitian Operasional Pengukuran Pengukuran
1. Berat Badan Adalah ukuran Timbangan Tikus diletakkan Numerik
Tikus dari berat tikus Analitik pada sebuah
yang diukur toples,
pada hari sebelumnya
pertama timbangan telah
sebelum di kalibrasi
dilakukannya dengan berat
pemberian toples terlebih
MSG (Dengan dahulu, lalu
Syarat 100- ditimbang
150)
2. Aspartat Enzim yang Spektrofoto Serum Hasil Numerik

26
aminotransf ada pada hepar meter pengambilan
erase yang juga darah
banyak dicampurkan
terdapat pada sama Reagen 1
jantung, dan dan 2 AST lalu
otot rangka, dinilai dengan
dilepaskan saat ELISA Reader
ada kerusakan (Spektrofotomet
pada jaringan er)
tersebut
3. Alanine Enzim Utama Spektrofoto Serum Hasil Numerik
aminotranfe yang Banyak meter pengambilan
rase terdapat pada darah
Hepar dan dicampurkan
dilepaskan saat sama Reagen 1
ada kerusakan dan 2 ALT lalu
pada jaringan dinilai dengan
tersebut ELISA Reader
(Spektrofotomet
er)
4. Tikus usia Merupakan Merupakan Dengan menilai Kategorik
reproduktif tikus jenis tikus jenis aktifitas
sprague-dowly sprague- reproduksi, serta
dengan usia dowly surat keterangan
reproduktif dengan usia usia tikus
kisaran 8-12 reproduktif
minggu kisaran 8-12
minggu

27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pada Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental in vivo


dengan rancangan acak lengkap terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol, dan penilaian hasil hanya pada akhir pemberian.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi : Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Hewan FKIK


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H Juanda no.95 Ciputat
Tangerang Selatan

Waktu : Penelitian dimulai Mei 2016 – Juli 2016

Dengan Jadwal Penelitian sebagai berikut :

Bulan Kegiatan
No Kegiatan
April Mei Juni Juli Agustus
1 Studi Pustaka dan penulisan
proposal x

2 Persiapan bahan dan peranti


penelitian x

3 Penelitian x x
4 Analisis Data x x
5 Penulisan x

28
3.3 Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan tikus putih (Ratus Novergicus) betina strain
Sprague-Dawley, usia 8-12 minggu , berat 100-150 gram. Jumlah sampel dihitung
dengan Rumus Frederer:

( t - 1 ) ( n - 1 ) > 15

dengan keterangan dimana :


t = sebagai jumlah kelompok penelitian
n = sebagai jumlah ulangan sampel.

( t – 1 ) ( n – 1 ) > 15
( 4 – 1 ) ( n – 1 ) > 15
3 ( n – 1 ) > 15
n–1 >5
n >6

Kelompok penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan,


sebanyak 3 kelompok dan kelompok kontrol, jumlah kelompok penelitian adalah
4 kelompok. Berdasarkan perhitungan maka dibutuhkan minimal adalah 6 tikus
perkelompok penilitian untuk diambil sampel serumnya, sehingga pada total
ulangan untuk sampel adalah dibutuhkan sebanyak 24 sampel. Untuk masing-
masing kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dibutuhkan sampel serum dari
sejumlah 6 tikus untuk diteliti dengan pengulangan sebanyak 4 kali yang nanti
sampel serum diambil secara random dari 6 ekor tikus usia reproduktif sehingga
dipergunakan sampel serum sebanyak 6 dari kelompok kontrol dan 18 untuk
kelompok perlakuan

Kelompok penelitian terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan


kelompok kontrol yang masing-masing kelompok terdiri dari:

29
(Kelompok Kontrol)

 Kelompok A : kelompok dengan kontrol murni positif, diberikan


aquadest 4 ml/hari
(Kelompok Perlakuan)
 Kelompok B : kelompok dengan pemberian MSG 2,4 g/kgBB/ hari
dalam 4 ml akuades
 Kelompok C : kelompok dengan pemberian MSG 3,6 g/kgBB/ hari
dalam 4 ml akuades
 Kelompok D : kelompok dengan pemberian MSG 4,8 g/kgBB/ hari
dalam 4 ml akuades

3.4 Cara Kerja Penelitian


3.4.1 Pengelompokkan Hewan Coba

Pada penelitian ini dilakukan secara eksperimental, menggunakan 2


kelompok : Kelompok kontrol dan Kelompok perlakuan yang masing-masing
akan dipelihara pada tempat yang berbeda dikelompokkan sesuai kontrol dan
perlakuan dosis masing-masing dengan menggunakan kandang hewan dari plastik
dan diberi label, 1 kandang diisi dengan 2 tikus, kelompokan sesuai dosis yakni :
kontrol murni, kelompok perlakuan dosis MSG 2,4 g, kelompok perlakuan dosis
MSG 3,6 g, dan kelompok perlakuan dosis MSG 4,8 g, tiap kelompok terdiri dari
minimal 6 tikus, 1 kelompok memakai minimal 3 kandang hewan, 3 tempat
makan dan minimal 3 tempat minum, dan telah melewati penyeleksian hewan
percobaan dengan syarat hewan yang digunakan adalah hewan sehat, usia 8-12
minggu, dan berat 100-150 g, lalu dilakukan proses aklimatisasi di kandang
hewan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama kurang lebih 1 minggu,
yakni hanya diberi makan dan minum serta mengganti sekam sebagai alas
kandangnya.

30
3.4.2 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan Penelitian
- Binatang percobaan
Penelitian ini menggunakan tikus putih bstrain Sprague-Dawley usia
reproduksi 8-12 minggu, berat 100-150 g sebanyak 24 ekor di dapat dari
iRATCo.Animal Facility and Modeling Provider, Bogor
- Monosodium Glutamat (MSG)
MSG merupakan sodium I Glutamate onohydrate ( C5H8NnaO4)
M=187.13 g/mol diperoleh dari Merck Jerman. Sediaan bentuk kristal
putih, LD50 15800 mg/kgBB. Cat No. K39104445 935
- Pakan dan air minum
Pakan : Pakan tikus berupa pellet ayam buatan PT. Comfeed (Cirebon)
Air Minum : Berupa air ledeng dengan penyaringan menggunakan Pure it
yang dimasukkan kedalam botol minum hewan terbalik
Pemberian makan dan minum dilakukan secara ad libitum
- Aquadest Destilata
- Pembius Eter aktif
- Kit Pemeriksaan AST dan ALT. Merk DiaSys
- ASAT (GOT) FS (IFCC mod.)
REF = 1 2601 99 10 021 daan ALAT (GPT) FS (IFCC mod.) REF= 1
2701 99 021

Alat Penelitian

- Alat timbangan tikus


- Alat ukur bahan ( Timbangan untuk MSG )
- Alat dan wadah pembuatan serta penyimpanan bahan
o Gelas Ukur 500 cc dan 250 cc
o Alat pengaduk
o Tabung Erlyn Meyer
- Sonde lambung
- Spuit 5 cc dan 3cc Merk Terumo
- Minor set bedah

31
- Meja operasi
- Kandang tikus dan alat makan-minum
- Tabung Vaccutainer EDTA
- Sentrifugator Hettich EBA-21
- Microtube 1,5 ml Biologix
- Microtip Biologix
- Micropipet Nichipet
- Coolbox
- Tabung Kuvvet Brand
- ELLISA Reader ( Spektrofotometer) Shimadzu

3.4.3 Pemberian MSG


Tikus yang telah diaklimatisasi akan diberi perlakuan secara induksi, masing-
masing dosis tiap tikus akan diberikan secara peroral 1x/ hari, kemudian di
letakkan lagi didalam kandang sesuai pembagian kelompok, dan diberi makan
pellet dan minum dengan hasil dari penyaring air yang tersedia sesuai jadwal,
dilakukan selama 2 minggu berturut-turut.

3.4.4 Pengambilan Serum

Tikus yang telah diberi/diinduksi dengan MSG sesuai dosis pengelompokan


secara oral selama 2 minggu berturut-turut akan dilakukan proses pengambilan
darah pada hari ke-15 melalui pungsi jantung lalu diambil serumnya, dimana tikus
yang telah cukup hari akan dibius dengan Eter di dalam sebuah toples selama
kurang lebih 3-5 menit sampai pingsan, lalu setelah pingsan tikus akan dibedah,
dimulai dari pembukaan kulit bagian abdomen hingga perbatasan diafragma, lalu
diafragma dibuka dan membebaskan area jantung untuk dipungsi, lalu diambil
darahnya menggunakan spuit 3cc sebanya 3-4 ml per tikus.

Setelah dilakukan pengambilan darah melalui pungsi jantung, darah


dimasukkan ke dalam vaccutainer yang berisi EDTA dan disentrifugasi selama
kurang lebih 15 menit dengan kecepatan kurang lebih 5000 rpm, dan setelah
terlihat pemisahan antara serum dan sel-sel darah lainnya, serum diambil dengan

32
menggunakan microtip dan micropipet dan dipindahkan ke dalam tabung
microtube (1,5 ml) dan selanjutnya serum disimpan terlebih dahulu didalam
kulkas bagian freezer dengan suhu minimal 4ᵒ C.

3.4.5 Pembuatan dan Pelarutan Sampe dan AST /ALT

Pada pembuatan larutan AST/ALT, serum yang dibekukan tadi diambil dan
dibiarkan mencair, lalu setelah serum normal kembali dilakukan pencampuran
antara serum dan reagen untuk AST/ALT dengan menggunakan alat microtip dan
micropipet dan sesuai dengan petunjuk yang ada didalamnya dan waktu tunggu
pencampuran juga sesuai dengan petunjuknya.

Setelah selesai dengan pencampuran antara serum dan reagen AST/ALT yang
berjumlah 2 reagen, larutan tersebut dimasukkan kedalam ELISA reader
(Spektrofotometer) yang sebelumnya alat tersebut telah dikalibrasi terlebih dahulu
menggunakan aquadest, lalu menuliskan hasil yang telah dibaca yang
dinterpretasikan oleh spektrofotometer tersebut permenit selama 3 menit tiap
sampel.

3.5 Pengelolaan dan Analisis Data

Data yang telah didapat dan dikalkulasikan terlebih dahulu untuk mencari
nilai mean (rata-rata dari setiap kelompok perlakuan) dan standart deviasi suatu
data setelah itu baru dilakukan pengujian asumsi normalitas data terhadap variabel
yang akan dilakukan analisis. Dimana data dapat dikatakan terdistribusi normal
jika hasil kolmogorov-smirnov memiliki nilai p value > 0,05. Namun jika tidak,
maka data tidak terdistribusi normal, dengan hasil test Kolmogorov-Smirnov
senilai p<0,005 dan hasil data yang bukan merupakan rasio, maka dapat dilakukan
analisis dengan non-parametrik yaitu one-sampel kolmogorov smirnov juga, lalu
dilakukan pengukuran homogenitas dari data tersebut dengan hasil data akan
dikatakan mempunyai varian yang bersifat homogen jika p valuenya (>0,005),
setelah dikatakan homogen maka dilanjutkan uji statistik dengan uji parametrik
(Uji T-Independen atau Uji ANOVA ), dan akan dinyatakan signifikan jika p

33
valuenya <0,05, setelah mendapat hasil anova, dilakukan juga penilaian
perbandingan nilai hasil antar kelompok perlakuan, baik dari kelompok perlakuan
normal/kontrol (K) ke semua perlakuan dengan pemberian MSG, maupun antar
masing-masing kelompok perlakuan MSG.

34
3.6 Alur Penelitian

Tikus tiba di anaimal house dan Tikus dikelompokkan


Hari Ke 1 dipindahkan ditiap kandang yang dan diberi tanda sesuai
disediakan kelompok perlakuan

Masa adaptasi hewan coba, dan pemberian makan, minum,


serta mengganti sekam sebagai alas kandang

Kelompok kontrol Kelompok Dosis 1 Kelompok Dosis 2 Kelompok Dosis 3


dengan aquadest dengan MSG dengan MSG dengan MSG
4ml/hari 2,4g/4ml/hari 3,6g/4ml/hari 4,8g/4ml/hari

Tikus diinduksi selama 14 hari dan tetap diberi makan, minum serta
mengganti kandang

Berat badan ditimbang setiap sebelum


Hari Ke 14 melakukan induksi

Sacrifice

Hari Ke 15 Pengukuran Berat Badan, Pembiusan, Pmebedahan,


Pnegambilan darah dengan Cardiac Puncture (3-4 ml darah)

Setrifugasi darah dengan kecepatan 6000rpm,


hasil serum disimpan dalam kulkas 4ᵒC

Analisis Kadar AST/ALT dengan menggunakan


Kit AST/ALT dan pengolahan data

Didapatkan hasil pengolahan data kadar


AST/ALT
35
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Data yang didapat berupa data kenaikan berat badan tikus dan kenaikan
enzim AST/ALT, sebagai gambaran adanya gangguan metabolisme dan
gangguan pada fungsi hati. Jumlah rata-rata hasil yang didapat merupakan hasil
pengukuran kadar AST/ALT serum dengan menggunakan spektrofotometer dan
pengukuran berat badan dengan menggunakan timbangan digital. Kelompok yang
digunakan selama penelitian dibagi atas kelompok kontrol dengan dosis MSG 0
g/kgBB/hari yang menjadi kelompok normal yang diberi aquadest tanpa MSG,
kelompok tikus dengan perlakuan pemberian MSG 2,4 g/kgBB, kelompok tikus
dengan perlakuan pemberian MSG 3,6 g/kgBB, dan kelompok tikus dengan
pemberian MSG sebanyak 4,8 g/kgBB. Data yang didapatkan selama penelitian
adalah :

4.1.1. Data Berat Badan Tikus


Grafik 4.1 Data Berat Badan Tikus sebelum dan sesudah perlakuan

180
160
140
Berat Badan Tikus (g)

120 BB sebelum
perlakuan
100
80 BB sesudah
60 perlakuan
40
20
0
0 2,4 3,6 4,8
Dosis MSG (g/kgBB/hari)

Gambar 4.1 Grafik Data Berat Badan sebelum dan sesudah perlakuan

36
Grafik 4.1 di atas menunjukkan hasil dari penimbangan berat badan tikus
tiap perlakuan, yang diambil sebelum dilakukannya perlakuan pemberian MSG
dan setelah dilakukan perlakuan dengan MSG lebih tepatnya sebelum
dilakukannya sacrifice pada tikus. Terlihat adanya peningkatan berat badan yang
cukup terlihat pada semua kelompok tikus antara sebelum dilakukan perlakuan
dan setelah dilakukannya perlakuan, berupa pemberian aquadest dan MSG.

4.1.2. AST (Aspartat Aminotransferase)/SGOT

Gambar 4.2 Grafik Hasil kadar konsentrasi absorban AST


masing-masing kelompok perlakuan
*P<0,05=untuk Dosis 0 g/kgBB vs 4,8g/kgBB
#P<0,05=untuk Dosis 0 g/kgBB vs 3,6g/kgBB

Berdasarkan dari hasil grafik 4.2 didapati kadar AST/SGOT pada tikus
dengan kelompok perlakuan kontrol dengan mendapat rerata hasil paling rendah
dibandingkan yang lainnya, sedangkan untuk ketiga perlakuan lainnya yaitu pada
kelompok pemberian MSG 2,4g/kgBB/hari, 3,6g/kgBB/hari dan 4,8g/kgBB/hari
menunjukkan adanya peningkatan kadar AST yang cukup terlihat pada perlakuan
kelompok kontrol, maupun antara masing-masing kelompok yang diberi MSG.

Selanjutnya perbedaan hasil AST/SGOT yang telah dihitung seperti diatas,


dilanjutkan dengan diuji secara statistik dengan menggunakan Oneway Anova,
namun sebelumnya data tersebut juga telah melewati uji normalitas dan uji
homogenitas agar memastikan bahwa distribusi pemeriksaan kadar biokimia ini

37
normal dan juga varian data yang heterogen dengan melihat hasil nilai batas uji
normal dan homogenitas data ini adalah p=>0,05 dan dapat dinyatakan sebaran
data normal dan varian data dinilai homogen. Setelah di uji dengan uji Oneway
Anova maka didapatkan juga nilai p-value >0,05 yang artinya perbedaan kadar
tiap kelompok pada hasil AST/SGOT diniliai tidak signifikan (Lampiran 5).

Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan


yang bervariasi pada perbandingan pada nilai rata-rata kadar AST/SGOT,
peningkatan yang terjadi semakin tinggi sesuai peningkatan dosis yang diberi,
namun pada hasil ini didapatkan nilai p valuenya >0,05 yang berarti perbedaan
pada peningkatan kadar tiap kelompok ini tidak signifikan, tidak dapat
menyangkal hipotesis 0 dimana tidak ada perbedaan kenaikan yang berarti dari
pemberian MSG pada masing-masing dosis sama saja.

Hasil uji statistik post hoc juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang
bervariasi pada perbandingan pada nilai kadar AST/SGOT antara kelompok
kontrol dengan semua kelompok perlakuan MSG 2,4g/kgBB/hari, 3,6g/kgBB/hari
dan 4,8g/kgBB/hari pada beberapa hasil p value-nya ada yang mencapai (<0,05)
yaitu pada perbandingan antara kelompok kontrol dengan kelompok MSG
3,6g/kgBB/hari, dan kelompok kontrol dengan kelompok MSG 4,8g/kgBB/hari,
merupakan hasil yang menunjukkan suatu perubahan berupa peningkatan kadar
enzim yang signifikan dibandingkan dengan antar kelompok lain, yaitu pada
perbandingan kelompok dosis lainnya yang diberi perlakuan MSG maupun
kontrol yang didapatkan hasil perubahan tidak signifikan, dimana kadar
AST/SGOT antara kelompok MSG 2,4g/kgBB/hari, kelompok MSG
3,6g/kgBB/hari dan kelompok MSG 4,8g/kgBB/hari dengan nilai p value-nya
(>0,05) yang berarti tidak ada peningkatan yang cukup berarti (Lampiran 5).

38
4.1.3 ALT (Alanin Aminotransferase)/SGPT

1,60
*

Kadar Konsentrasi Absorban ALT


1,40
1,20
1,00
0,80
(μ/L)

0,60
0,40
0,20
0,00
0 2,4 3,6 4,8
Dosis MSG (g/kgBB/hari)

Gambar 4.3 Grafik Hasil konsentrasi absorban ALT


masing-masing kelompok perlakuan
**P<0,05=untuk Dosis 3,6g/kgBB vs 4,8g/kgBB

Berdasarkan dari hasil grafik 4.3 didapati bahwa kadar ALT pada pada
kelompok perlakuan kontrol mendapat rerata hasil yang lebih rendah
dibandingkan dari kelompok yang lainnya dan demikian juga untuk ketiga
perlakuan lainnya yaitu pada kelompok MSG 2,4g/kgBB/hari, 3,6g/kgBB/hari dan
4,8g/kgBB/hari menunjukkan adanya peningkatan kadar ALT yang juga terlihat,
namun pada diagram perlakuan kelompok MSG 3,6g/kgBB/hari ditemukan hasil
kadar sedikit lebih rendah dibanding dengan hasil kelompok lainnya

Selanjutnya perbedaan hasil ALT yang telah dihitung seperti diatas,


dilanjutkan dengan diuji secara statistik dengan menggunakan Oneway Anova,
namun sebelumnya data tersebut juga telah melewati uji normalitas dan uji
homogenitas agar memastikan bahwa distribusi pemeriksaan kadar biokimia ini
normal dan juga varian data yang heterogen dengan melihat hasil nilai batas uji
normal dan homogenitas data ini adalah p=>0,05 yang dapat dinyatakan bahwa
sebaran data normal dan varian data dinilai homogen dan setelah itu di uji dengan
uji Oneway Anova maka didapatkan nilai p-value >0,05, perbedaan pada kadar
enzim ALT pada tiap sampel kelompok perlakuan tidak signifikan, yang artinya

39
kenaikan kadar ALT yang terjadi pada sampel tiap kelompok tidak memiliki
perubahan yang bermaknabahwa perbedaan pada kadar enzim ALT pada tiap
sampel kelompok perlakuan dikatakan tidak signifikan, yang artinya kenaikan
kadar ALT yang terjadi pada sampel tiap kelompok tidak memiliki perubahan
yang bermakna (Lampiran 6).

Untuk melihat rata-rata perbedaan kadar antar sampel pada tiap perbandingan
1 kelompok dengan masing-masing kelompok lainnya. Penelitian dilanjutkan
dengan uji analisis Post-hoc dengan memilih LSD sebagai cara untuk melihat
adanya beberapa perbandingan kadar tiap kelompok, meskipun sudah diketahui
pada uji anova bahwa perubahan didalam data ini tidak signifikan, namun uji ini
tetap dapat dilakukan setelah mendapat hasil dari uji Oneway Anova, terlepas dari
hasil yang didapatkan pada uji Anova.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan perubahan kadar antar


kelompok hampir semua tidak signifikan, nilai pada kadar ALT antar kelompok
kontrol dengan semua kelompok perlakuan MSG 2,4g/kgBB/hari, 3,6g/kgBB/hari
dan 34,8g/kgBB/hari dimana p value-nya (>0,05), dimana untuk kadar signifikan
memerlukan nilai p value <0,05, namun diantara kelompok perlakuan masih ada
nilai p-Valuenya <0,05 terjadi perubahan yang bernilai signifikan yaitu pada
perbedaan dari hasil kadar antara kelompok MSG 3,6g/kgBB/hari dengan
kelompok MSG 4,8g/kgBB/hari dengan nilai asli (0,03). (Lampiran 6)

Hasil pengukuran AST (SGOT) dan ALT (SGPT) pada uji anova ditemukan
hasil uji statistik anova yang tidak signifikan, dimana pengukuran dua enzim ini
tidak dapat membantah hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan
perubahan pada tiap-tiap kelompok yang diberi perlakuan.

4.2. Pembahasan
4.2.1 AST (Aspartat Aminotranferase)/SGOT

Kenaikan kadar AST (SGOT) pada tikus yang diberi MSG menunjukkan
adanya suatu gangguan fungsi organ hati yang berperan dalam mengeluarkan
enzim tersebut, adanya peningkatan melebihi kadar normal AST merupakan salah
satu tanda kerusakan sel hati, Edoardo (2005) menjelaskan bahwa kelainan hati

40
dapat dilihat dengan adanya perubahan pada kadar AST dan ALT, karena kedua
enzim tersebut mempunyai konsentrasi tinggi di sel hati. Hasil ini juga sesuai
dengan penelitian Eweka et.al (2011) bahwa MSG dapat merusak sel hepar yang
dapat ditandai dengan adanya peningkatan kadar serum transaminase30.

Nilai kadar AST yang meningkat dengan p value >0,05 menunjukkan bahwa
ada suatu kemungkinan dimana telah terjadi kerusakan sel hati, dengan dugaan
pada tidak adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan. Kimm
(2008) telah menjelaskan tentang serum AST dapat digunakan sebagai indikator
kesehatan dan kelainan pada sel hepar dan merupakan petunjuk adanya kerusakan
yang bersifat akut, dimana kadar AST masih lebih tinggi dibanding dengan
ALT29.

Hasil data yang berbeda pada kedua pemeriksaan juga menunjukkan adanya
perbedaan petunjuk kerusakan pada sel hati, pada kadar AST yang tinggi dapat
menunjukkan selain adanya kerusakan yang masih bersifat akut, namun masih
adanya kemungkinan kerusakan sel pada organ lainnya, karena meskipun enzim
ini merupakan salah satu enzim utama pada hati, namun keberadaan enzim ini
juga bisa ada pada beberapa organ lainnya seperti jantung, otot rangka, ginjal,
otak dan sel darah merah29.

Selain itu kenaikan pada kadar AST juga dapat menunjukkan bahwa secara
histologis dapat telah terjadi kerusakan sel dibagian zona 3 asinus, seperti yang
juga dijelaskan pada penelitian Edoardo (2005) dimana pada zona 3 dari sinus
hepatika mempunyai konsenterasi yang tinggi adanya AST29,30.

4.2.2 ALT (Alanin Aminotransferase)/SGPT

Hasil pengamatan menunjukkan adanya kenaikan kadar ALT, namun tidak


bersifat signifikan setelah di uji secara statistik, baik secara keseluruhan maupun
pada setiap perbandingan kelompok. Hasil dari grafik ALT menunjukkan adanya
kadar yang lebih tinggi pada salah satu kelompok perlakuan, hal ini tidak menutup
kemungkinan banyak faktor yang dapat mempengaruhi pada kadar ALT tersebut

41
seperti yang disebutkan pada Boyer’s Hepatology (2012), kadar ALT dapat
dipengaruhi oleh genetik, jenis kelamin, umur, berat badan, dan penyakit yang
sedang diderita31. Widi. T (2015) juga telah melaporkan hasil yang sama dengan
percobaan ini, dimana didapatkan nilai ALT lebih tinggi pada salah satu
kelompok pada dosis rendah36, dimana perbedaan yang terjadi dapat karena
adanya variasi yang terjadi pada keadaan tubuh tikus atau kesalahan ketika proses
pengambilan darah serta kurang tepatnya pencairan dalam pencampuran antara
reagen dan sampel.
Kadar ALT yang meningkat meskipun tidak signifikan dapat menunjukkan
bahwa memang ada kerusakan pada sel hati, karena keberadaan enzim ini hanya
terdapat pada sel hati.
Kerusakan yang terjadi dikarenakan MSG (Monosodium Glutamate) sebagai
senyawa yang sangat mudah dikonsumsi ternyata dapat menimbulkan efek-efek
yang kurang baik pada beberapa organ tubuh. Farombi EO (2006) menyebutkan
bahwa pemberian MSG pada tikus dapat menurunkan antioksidan alami pada hati
seperti glutathione, katalase dan superoxide dismutase sehingga sel hepar menjadi
lebih rentan terhadap stress oksidatif, dimana pada metabolisme juga L-Glutamat
yang berubah menjadi α-ketoglutarat akan mengelarkan ion amonium, kelebihan
ion amonium ini dapat merusak mitokondria melalui aktifasi jalur Ca2+
independent apoptosis intrinsik. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh radikal
bebas yang terjadi karena reaksi polyunsaturated asam lemak pada membran sel
yang juga mengaktifkan sinyal apoptosis, Taufik MS (2012)8.
Bukti kerusakan secara mikroskopik juga terdapat pada penelitian Eweka
(2011) menyebutkan adanya kerusakan sel-sel hati berupa gambaran sel yang
nekrosis disekitar sinus.

Eweka melaporkan bahwa Kelainan Histologis diatas terjadi dikarenakan


adanya pembengkakan parenkim dari sel hepar dan pelebaran pada sinusoid-
sinusoid. Sedangkan Taufik (2005) telah menjelaskan bahwa pemberian MSG
dapat menyebabkan pembengkakan pada sel-sel hepar dan dilatasi vena
sentralnya, yang mengakibatkan gangguan fungsi hematopoietic oleh hepar,
adanya dilatasi pada vena sentral menunjukkan bahwa adanya lisis sel darah

42
merah pada kelompok yang diberikan perlakuan dibandingkan dengan kelompok
kontrol4.

Dosis MSG yang diberikan pada penelitian Eweka AO tersebut adalah 0,04
dan 0,08 mg/kgBB, merupakan kadar dengan takaran yang sangat sedikit, namun
diberikan dengan jangka waktu yang cukup lama dan berhasil menjukkan adanya
kerusakan pada organ secara histochemical. Pada penelitian lainnya juga
menyebutkan adanya peningkatan ALT serum pada dosis pemberian 0,6 dan 1,6
g/kgBB4,8, yang artinya ada kemungkinan pada dosis yang diberikan oleh peneliti
yaitu 2,4g/kgBB,3,6g/kgBB,dan 4,8g/kgBB dalam waktu yang lebih singkat
(kurang lebih 14 hari) dapat juga sudah mulai terjadi proses kerusakan pada sel
hati dan dapat mempengaruhi gambaran dari kadar AST/ALT pada serum.

Jadi, berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara bahwa
pada pemberian MSG 2,4g/kgBB/hari, 3,6g/kgBB/hari dan dosis 4,8g/kgBB/hari
selama 14 hari dapat menyebabkan adanya perubahan dari kadar AST(SGOT) dan
ALT(SGPT) yang merupakan salah satu enzim yang berperan dalam
menunjukkan adanya tanda kerusakan pada sel hepar.

4.3 Keterbatasan Penelitian

- Hewan coba yang banyak mati dan mengalami sakit (stress) karena lingkungan
kandang yang saat itu sedang banyak dipakai berbagai macam penelitian lain.

- Kesehatan hewan coba yang tidak dipastikan melalui pemeriksaan, namun yang
melalui surat sehat yang didapat dari tempat pembelian.

43
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil ujia statistik dan pembahasan pemberian MSG dengan


dosis 2,4g/kgBB, 3,6g/kgBB dan 4,8 g/kgBB adanya perubahan pada kadar AST
(SGOT) dan ALT (SGPT), perubahan yang terjadi berupa :
- Terjadinya peningkatan kadar AST pada serum sampel perlakuan yang
signifikan.
- Terjadinya peningkatan kadar ALT pada serum sampel perlakuan yang
tidak signifikan, ini juga menunjukkan juga adanya kerusakan sel hati
dan adanya variasi kadar pada beberapa perlakuan dikarenakan adanya
beberapa faktor.

5.2 Saran

1. Diharapkan penelitian selanjutnya terdapat pemeriksaan perbandingan dosis


yang lebih bervariasi

2. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan jangka


waktu yang lebih panjang

3. Diharapkan penelitian selanjutnya terdapat pemeriksaan perbandingan


pemeriksaan kadar-kadar enzim penanda yang lainnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Riset Kesehatan Dasar. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013
2. Prawirohadjono W, Dwiprahasto, et al. The Administration to indonesians if
Monosodium L-Glutamate in Indonesian Foods : An Assesment of Adverse
Reactions in a Randomized Double-Blind, Crossover, Placebo-Controlled
Study. The Journal of Nutrition. 2008 ; 130 (1074S-1076S)
3. Farombi EO, Onyema OO. Monosodium glutamate-induced oxidative damage
and genotoxicity in the rat : modulatory role of vitamin C, vitamin E and
quercetin. 2006 ; 25(5) :251-9
4. Taufik MS, Al-Badr N. Adverse effect of monosodium glutamate on liver and
kidney functions in adult rats and potential protective effect of vitamins C and
E. Food and Nutrition Sciences. 2012; 3 (651-9)
5. Pavlovic V, Cekic S, Kocic G, Sokolovic D, Zivkovic V. Effect of
Monosodium Glutamate on Apoptosis and bcl-2/bax protein level in Rat
Thymocyte Culture. Journal Physiol. 2007; 56 :616-626
6. Sharma V, Deshmukh R. AJINOMOTO (MSG): a fifth taste or a bio bomb.
EJPMR. 2015 Jan 21; 5(2): 381-400
7. T Bhattacharya, A bhakta, SK Ghosh. Long term effect of Monosodium
Glutamate in liver of albino mice after neo-natal exposure.2011;13(1):11-16
8. Eweka AO, PS lgbigbi, RE Ucheya.Histochemical of the Effect of Monosodium
Glutamat on the liver of Adult Wistar Rats. 2011 Jan-Jun; 1(1) : 21-29
9. Ardyanto TD. MSG dan kesehatan: sejarah, efek dan kontroversinya.
INOVASI. 2004 Aug; 1(16): 52-6
10. Brilliantina L. Pengaruh pemberian monosodium glutamat pada induk tikus
hamil terhadap berat badan dan perkembangan otak anaknya pada usia 7 dan
14 hari. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
11. Sukawan UY.Efek toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada binatang
percobaan.Jurnal Sutisning.2008; 3 (2) : 306-314
12. Pulido S.G.A.O dan Bigiani A.Glutamate Reseptors in Peripheral Tissue
:Excitatory Transmission Outside the CNS, Springer US.2005

45
13. Khrisna VN, Karthika D, Surya DM, Rubini MF, Vishalini M, Pradeepa
YJ.Analysis of Monosodium L-Glutamate in food Products by High-
Performance Thin Layer Chomatography. Journal of Young Pharmacist. 2009;
2(3): 297-300
14. Filer, L.J, Garattini. S, Kare M.R, Reynolds, W.A, and Wurtman, R.J, et
al.Giacometti T Free and Bound glutamate in natural products. In : Glutamic
Acid:Advances in Biochemistry. Raven Press. The Journal of Nutrition;
1979:25-34
15. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW.2009. Biokimia Harper. Edisi 27.
Jakarta ; EGC.
16. Molina EP. Endocrine Physiology. New York ;McGraw-Hill ; 207-25
17. Ganong WF.2003. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta ; Penerbit Buku
Kedokteran EGC
18. Guyton AC, Hall JE.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta ;
Penerbit Buku Kedokteran EGC
19. Nelson DL, Cox MM.2005. Lehninger: principles of biochemistry.4th Edition.
New York ; Freeman and Company
20. FDA. Questions and answer on monosodium glutamate (MSG). 2012
21. Geha, RS;Beiser A;Ren.C;Patterson, R;Greenberger,PA;Grammer, LC;Ditto,
AM;Harris, KE;Shaughnessy, MA;Yarnold, PR;Corren, J;Saxon. A.Review of
allerged reaction to Monosodium Glutamate and outcome of a multicenter
double-blind placebo-controlled study. Journal of Nutrition, 2000;130: 1058S-
1062S
22. Sherwood, Lauralee.2011. Fisiologi manusia. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
23. Sudoyo, Aru.W, et al.2006. Ilmu Penyakit Dalam UI . Edisi IV: Jakarta ;
Interna Publishing
24. Richard L.Drake; Vogl, AW;Mitchell Adam, W.M.2014.Dasar-dasar Anatomy
GRAY. Indonesian Edition. Singapore; Elsevier
25. Netter FH.2013. Atlas anatomi manusia. Edisi 5. Indonesia: Elsevier
26. Mescher A.L.2011. Histologi dasar junqueira: teks dan atlas. Jakarta; EGC

46
27. Tortora GJ, Derrickson B.2009. Principles of anatomy and physiology. Edisi
12. Amerika Serikat: WILEY
28. Husarova V, Ostatnikova D.Monosodium Glutamate toxic effects and their
implications for human intake :a review.JMED Research.2013
29. Kim WR, Flamm SL, et al. Serum Activity of Alanin Aminotransferase (ALT)
as an Indicator of Health and Disease.Hepatology 2008;47(4)
30. Giannini, E.G; Testa R, Savarino V.Liver enzyme alteration : a guide for
clinicans. JAMC. 2005;172(3)
31. Boyer TD, Manns MP, Sanyal AJ.2012.Zakim and Boyer’s Hepatology:A
textbook of liver disease. Edisi ke-6. Philadelphia; Saunders
32. Singh K, Ahluwalia P.Effect of Monosodium Glutamateon lipid peroxidation
and certain antioxidant enzymes in cardiac tissue of alcoholic adult male
mice.Journal of Cardiovaskular Disease Research.2012. 3(1);12-18
33. Ball DW, Hill JW, Scott RJ. Introduction to chemistry: general, organic, and
biological v.1.0; 2011
34. Rahayu I. Praktis belajar kimia 1. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional; 2009
35. Duus, Peter. Diagnosis Topic Neurologi DUUS. edisi 4. Goettingen and
Freburg. 2010.
36. Aliftiyo WT, Kusmijati Tjahjono DK, Andrew Johan. Pengaruh Pemberian
Madu terhadap fungsi hati tikus wistar jantan yang diinduksi Monosodium
Glutamat. Medika Media Muda Jurnal. Oktober 2015. 1611-1618
37. Arthur J.L Cooper and Thomas M. Jeitner. Central role of Glutamate
Metabolism of Nitrogen Homeostasis in Normal and Hyperammonemic Brain.
Mdpi Journals/biomolecules. Maret 2016. ,6,16;doi:10.3390
38. Powers, S.K., Jackson, M. J. Exercise-Induced Oxidative Stress : Cellular
Mechanisms and Impact on muscle force production. The American
Physiological Society. 2008. Physiol Rev 88:1243-1276

47
LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Keterangan Tikus Sehat

48
Lampiran 2

Identifikasi MSG (Monosodium Glutamate)

49
Lampiran 3

Data Berat Badan Tikus

A. Data Berat Badan Tikus

Dosis MSG BB sebelum perlakuan BB Sesudah perlakuan


(g/kgBB/hari) (kg) (kg)

1 105 132
0

2 117 127

3 123 143

4 122 133

5 103 121

6 135 139

1 125 141
2,4

2 106 125

3 133 155

4 105 126

5 103 127

6 118 142

1 106 118
3,6

2 123 149

3 127 158

50
4 119 128

5 123 141

6 119 142

1 135 157
4,8

2 113 136

3 133 154

4 120 135

5 122 143

6 108 126

B. Rata-rata Berat Badan Tikus

Rata-rata BB sebelum Rata-rata BB Sesudah


Dosis MSG
perlakuan (kg) perlakuan (kg)
(g/kgBB/hari)

117,5 132,5
0

115 136
2,4

119,5 140
3,6

122 142
4,8

51
Lampiran 4

Data Awal Kelompok Penelitian

1. Data AST(Aspartat Aminotransaminase)/SGOT (μkat/L)

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3


1 0,376 0,438 0,662 1,360
2 0,179 0,268 0,895 0,599
3 0,456 0,725 0,868 0,752
4 0,68 1,18 0,947 0,966
5 0,662 1,074 1,011 1,566
6 0,546 0,664 0,716 0,519
Mean 0,483 0,721 0,849 0,960
St.Deviasi 0,189 0,354 0,135 0,432

2. Data ALT (Alanin Aminotransferase)/SGPT (μkat/L)

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3


1 0,698 1,01 0,242 1,060
2 0,725 0,349 0,689 1,680
3 0,608 0,948 0,358 0,573
4 0,423 0,367 0,242 1,145
5 0,546 0,716 0,555 0,432
6 0,089 0,653 0,626 0,626
Mean 0,515 0,671 0,531 0,919
St.Deviasi 0,235 0,279 0,330 0,467

52
Lampiran 5
Hasil Uji Statistik AST

A. Uji Normalitas dan Varian Data

a. AST/SGOT

53
(Lanjutan)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig.

AST Kontrol .161 6 .200* .939 6 .648

P1 .174 6 .200* .951 6 .752

P2 .220 6 .200* .935 6 .617

P3 .189 6 .200* .916 6 .478

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

AST

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.921 3 20 .059

54
(Lanjutan)
Uji OneWay ANOVA dan Post-Hoc LSD

a. AST/SGOT

ANOVA

AST

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .757 3 .252 2.816 .065

Within Groups 1.792 20 .090

Total 2.549 23

Multiple Comparisons

AST
LSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
Perlakuan Perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Kontrol P1 -.23833 .17283 .183 -.5989 .1222

P2 -.36667* .17283 .047 -.7272 -.0061

P3 -.47717* .17283 .012 -.8377 -.1166

P1 Kontrol .23833 .17283 .183 -.1222 .5989

P2 -.12833 .17283 .466 -.4889 .2322

P3 -.23883 .17283 .182 -.5994 .1217

P2 Kontrol .36667* .17283 .047 .0061 .7272

P1 .12833 .17283 .466 -.2322 .4889

P3 -.11050 .17283 .530 -.4710 .2500

P3 Kontrol .47717* .17283 .012 .1166 .8377

P1 .23883 .17283 .182 -.1217 .5994

P2 .11050 .17283 .530 -.2500 .4710

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

55
Lampiran 6
Hasil Uji Statistik ALT

b. ALT/SGPT

56
(Lanjutan)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ALT Kontrol .141 6 .200* .993 6 .995

P1 .195 6 .200* .906 6 .411

P2 .248 6 .200* .915 6 .473

P3 .235 6 .200* .917 6 .487

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

ALT

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.622 3 20 .079

57
(Lanjutan)

b. ALT/SGPT

ANOVA

ALT

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .621 3 .207 1.843 .172

Within Groups 2.245 20 .112

Total 2.866 23

Multiple Comparisons

ALT
LSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
Perlakuan Perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Kontrol P1 -.02767 .19345 .888 -.4312 .3759

P2 .17483 .19345 .377 -.2287 .5784

P3 -.27617 .19345 .169 -.6797 .1274

P1 Kontrol .02767 .19345 .888 -.3759 .4312

P2 .20250 .19345 .308 -.2010 .6060

P3 -.24850 .19345 .214 -.6520 .1550

P2 Kontrol -.17483 .19345 .377 -.5784 .2287

P1 -.20250 .19345 .308 -.6060 .2010

P3 -.45100* .19345 .030 -.8545 -.0475

P3 Kontrol .27617 .19345 .169 -.1274 .6797

P1 .24850 .19345 .214 -.1550 .6520

P2 .45100* .19345 .030 .0475 .8545

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

58
Lampiran 7
Gambar Proses Penelitian

Gambar 6.1 Sampel Tikus Gambar 6.2 Pengukuran Berat Badan


Tikus

Gambar 6.3 Pemberian MSG Gambar 6.4 Proses Sacrificed


Menggunakan Eter

Gambar 6.5 Pengambilan Gambar 6.6 Proses Sentrifugasi


Sampel Darah melalui Cardiac
Puncture

59
(Lanjutan)

Gambar 6.7 Alat Sentrifugasi Gambar 6.8 Proses Pengambilan


Hasil Sentrifugasi

Gambar 6.9 Proses Pemindahan Gambar 6.10 Sampel Serum


Serum

Gambar 6.12 Alat dan Bahan


Gambar 6.11 Ice Box
Pemeriksaan AST dan ALT

60
(Lanjutan)

Gambar 6.14 Pencampuran


Gambar 6.13 Proses pembuatan
Sampel dan Kit AST/ALT
campuran bahan

Gambar 6.15 Proses Pembacaan Gambar 6.16 Menimbang dosis MSG


Sampel dengan Spektrofotometer UV yang dibutuhkan

Gambar 6.17 Alat dan Bahan untuk Gambar 6.18 Pencampuran Bahan
melarutkan MSG

61
(Lanjutan)

Gambar 6.19 Proses Peralutan MSG

62
Lampiran 8

Cara Perhitungan

Dosis Pemberian MSG

1. Dosis 2,4g/kgBB/hari =

= 0,36g/hari
Konsentrasi = 0,36g/4mL
=0,09g/mL

2. Dosis 3,6g/kgBB/hari=

= 0,54g/hari
Konsentrasi = 0,54g/4mL
=0,135g/mL

3. Dosis 4,8g/kgBB/hari=

= 0,72g/hari
Konsentrasi = 0,72g/4mL
=0,18g/mL

63
Lampiran 9

Riwayat Penulis

Identitas

Nama : Eriska Muharani

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 22 Juni 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Musi Raya Utara,528. Perumnas, Sako


Palembang. Sumatera Selatan

e-Mail : Muharanieriska22@gmail.com

Riwayat Pendidikan

- 2000-2006 : SDN 117 Palembang


- 2006-2009 : MTs PP Qodratullah Langkan, Banyuasin
- 2009-2012 : MA PP Qodratullah Langkan, Banyuasin
- 2013-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

64

Anda mungkin juga menyukai