1. Istilah Maysir
Menurut bahasa, maysir ( )ميسرadalah judi pada masa jahiliah. Maysir juga sering
diistilahkan dengan juzur ()جزر, siham ()سهام, dan nard ()نرد.
Pada masa jahiliah, istilah maysir diartikan al-qadh liqtisamil juzur (الةتسام الجزع
)القدح. Bahkan praktik judi saat itu menjadikan istri dan anak-anaknya menjadi
objek taruhan dan hamba sahaya sebagai imbalan bagi pemenang judi.
Substansi maysir (judi) dalam praktik jahiliah adalah taruhan
mukhatarah/murahanah ( مراهنة/ )مخاطرة, mengadu nasib dan istilah yang
semakna. Maksud substansi maysir (judi) adalah setiap pelaku maysir bertaruh
untuk menjadi pemenang atau pihak yang kalah.
2. Istilah Qimar
Qimar juga maknanya sama seperti maysir yaitu setiap taruhan dimana menang
atau kalah ditentukan oleh sesuatu yang tidak diketahui.
Substansi qimar (judi) adalah taruhan mukhatarah/murahanah ( مراهنة/ )مخاطرة,
mengadu nasib dan istilah lain yang semakna. Maksud substansi qimar (judi)
adalah setiap pelaku qimar bertaruh untuk menjadi pemenang atau pihak yang
kalah.
Taruhan (mukhatarah/murahanah) dalam perjudian adalah kebalikan dari
usaha terencana dan berbeda pula dengan risiko, karena taruhan
(mukhatarah/murahanah) yang terjadi dalam judi berarti seseorang
mempertaruhkan harta yang bisa menjadi pemenang atau kalah.
Dengan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa qimar dan maysir bisa
diartikan “setiap permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung
beban pihak lain akibat permainan tersebut”.
Setiap permainan atau pertandingan, baik berbentuk game of change, game
of skill maupun natural events, harus menghindari terjadinya zero sum game, yakni
kondisi yang menempatkan salah satu atau beberapa pemain harus menanggung
beban pemain lain.
Maysir bisa mencakup bisnis, permainan dan pertandingan. Selama terdapat
keempat criteria tersebut di atas, maka bisnis, permainan, dan pertandingan
termasuk maysir (judi).
B. Unsur-unsur Maysir
Untuk lebih memperjelas substansi maysir, sebuah transaksi atau permainan
bisa dikatakan sebagai maysir jika terdapat unsur-unsur berikut:
Ketiga, pemenang mengambil hak orang lain yang kalah (Zero sum game)
Seluruh pelaku masih mempertaruhkan hartanya, pelaku judi
mempertaruhkan hartanya tanpa imbalan (muqabil). Dalam judi, yang
dipertaruhkan adalah uang yang diserahkan, hal ini berbeda dengan tansaksi bisnis,
karena dalam transaksi bisnis yang dipertaruhkan adalah kerja dan risiko bisnis.
Keempat, harta yang dipertaruhkan dari peserta (pelaku) bukan dari pihak lain
seperti sponsorship atau yang lainnya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengidentifikasi praktik judi, yaitu setiap
praktik yang ada empat unsur tersebut, maka itu termasuk judi.
Jika tidak terdapat keempat unsur tersebut, maka bukan termasuk judi.
Begitu pula kita bisa menegaskan, maysir ini tidak terbatas pada praktik judi,
domino, dan semacamnya, tetapi juga termasuk setiap permainan (musabaqah)
yang memenuhi keempat kriteria maysir (judi) tersebut.
Kedua, risiko yang tidak dibolehkan adalah spekulasi dan taruhan seperti
maysir (judi)
Spekulasi adalah istilah yang biasa dipakai di pasar modal. Spekulasi adalah
perilaku negatif dalam bahasa Arab dikenal dengan mudharabah dan muqamarah.
Spekulasi istilah yang dipakai di pasar modal.
Spekulasi bermakna negatif dalam bahasa Arab dikenal dengan mudharabah
dan muqamarah.
Spekulasi bermakna membeli ketika harga jual mahal dengan cara membeli
sebelum dibayar dan ia jual sebelum barang dimiliki untuk mendapatkan perbedaan
harga beli dan jual.
Dari definisi ini, jelas karakteristik spekulasi, yaitu:
1. Menjual barang yang belum dimiliki.
2. Melakukan transaksi formalitas.
3. Transaksi yang pertama yang dilakukan oleh spekulan adalah transaksi
formalitas itu belum sempurna karena barang belum dimiliki.
4. Membeli untuk langsung dijual ketika itu.
5. Spekulan membeli barang bukan untuk dimiliki, tetapi untuk langsung dijual.
6. Menciptakan permintaan palsu agar harga barang itu naik atau turun.
7. Tanpa pertimbangan, data dan kajian (spekulatif).
8. Ada unsur taruhan atau bertaruh nasib.
Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ fatawa:
ْ ل فهذا الَّذ
َِي ِ اس بِ ْالب
َِ اط َِ ي يتض َّمنَُ أ ْكلَ أ ْموا
َ ِ َّل الن َُ ْالم ْيس: و ْالخط َُر الثَّانِئ.َالَّ بِذ ِلك
َْ ِر الَّ ِذ َ ( فالتَّجار َة ُ الَ ت ُك ْونَُ ِإ...)ل ِلت ُّ َّجار،
“Risiko terbagi menjadi dua, yang pertama adalah risiko bisnis, yaitu seseorang yang
membeli barang dengan maksud menjualnya kembali dengan tingkat keuntungan
tertentu, dan dia bertawakkal kepada Allah atas hal tersebut. Ini merupakan risiko
yang harus diambil oleh para pebisnis… bisnis tidak mungkin terjadi tanpa hal
tersebut. Yang kedua adalah maysir yang berarti memakan harta orang lain dengan
cara yang batil. Spekulasi inilah yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.”
Spekulasi ini bisa dikategorikan gharar atau maysir (zero sum game), yang
mengandung tindakan memakan harta sesame secara batil. Jenis inilah yang
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
HADIAH
RESULT OF GAME
UNCERTAINTY NON-ZERO SUM GAME
GAME OF CHANGE GAME OF SKILL NATURAL EVENT
MAYSIR
Money Game dan Skema Piramida dalam Bisnis Multi Level Marketing
Menurut Regulasi dan Fatwa DSN
Pertama, Mendapatkan Surat Izin Usaha Penjualan langsung (SIUPL).
Sesuai dengan peraturan Menteri Perdagangan Pasal 9 Nomor: 32/M-
DAG/PER/8/2008 tentang penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan
sistem penjualan langsung, disebutkan hal-hal berikut:
1. Setiap perusahaan wajib memiliki SIUPL
2. Perusahaan yang baru melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem
penjualan langsung diberikan SIUPL Sementara dengan masa berlaku selama 1
(satu) tahun.
3. SIUPL sementara menjadi SIUPL Tetap dengan masa berlaku selama perusahaan
menjalankan kegiatan usahanya, apabila perusahaan telah melaksanakan
kegiatan usaha sesuai dengan program pemasaran, kode etik, dan peraturan
perusahaan.
Kedua, tidak termasuk money game atau lebih khusus tidak menjalankan sistem
skema piramida.
1. Praktik PLBS yang dilakukan itu tidak terdapat objek transaksi riil yang
diperjualbelikan.
2. Objek PLBS tersebut merupakan bukan sesuatu yang diharamkan atau
dipergunakan untuk sesuatu yang diharamkan.
3. Transaksi PLBS tersebut tidak mengandung unsur gharar.
4. Dalam praktik PLBS tersebut tidak terjadi kenaikan harga/biaya yang berlebihan
(excessive mark-up).
5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha (anggota) tidak
berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume
penjualan dan bukan merupakan pendapatan utama mitra usaha (anggota)
dalam PLBS tersebut.
6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha (anggota) jelas
jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan
perusahaan.
7. Tidak terdapat bonus atau komisi secara pasif yang diperoleh tanpa melakukan
pembinaan kepada para mitra usahanya (anggota) atau penjualan produk.
8. Komisi atau bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha
(anggota) tidak menimbulkan ighra.
9. Tidak terdapat eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara
anggota pertama dengan anggota berikutnya.
10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan, dan acara seremonial
yang dilakukan mengandung unsur yang bertentangan akidah, syariah, dan
akhlak.
11. Setiap mitra usaha (anggota) yang melakukan perekrutan keanggotaan
berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mitra usaha
(anggota) yang direkrutnya.