Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini
mengganggu proses kognitif, perilaku dan emosi. Skizofrenia sendiri terdiri dari
beberapa simtom. Skizofrenia mengganggu fungsi sosial manusia. Individu yang
mengalami gangguan skizofrenia biasanya menarik diri dari orang lain dan
kenyataan. Hal ini disebabkan individu yang mengalami gangguan skizofrenia
memiliki fantasi yang berlawanan dengan kenyataan (waham) dan halusinasi
(Davidson, Neale, & Kring, 2006).
Prevalensi skizofrenia di Indonesia berkisar 0,3-1 % dan biasanya timbul
pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang berusia 11-12 tahun sudah
menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka
diperkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrena (Republika, 18 maret 2000). Laki-
laki ditemukan lebih banyak mengalami skizofrenia, akan tetapi perubahan
suasana hati yang dialami oleh penderita laki-laki dan perempuan pada dasarnya
adalah sama. Skizofrenia berkembang diusia remaja akhir hingga pertengahan 30
tahun. Laki-laki biasanya mengembangkan skizofrenia diusia awal 20 tahun
hingga pertengahan 20 tahun, sedangkan perempuan mengembangkan skizofrenia
diusia pertengahan 20 tahun
(American Psychiatric Association, 2013)
Penyebab skizofrenia terdiri dari faktor biologis, faktor sosial dan faktor
psikologis. Penyebab yang berasal dari faktor biologis seperti genetika dan
neuropatologi. Kelas sosial juga menjadi faktor sosial penyebab skizofrenia. Kelas
sosial yang rendah dapat menjadi suatu kerentanan individu mudah
mengembangkan skizofrenia. Sedangkan faktor psikologis yang menjadi
penyebab skizofrenia adalah faktor keluarga dan kejadian atau peristiwa hidup
yang menyebabkan terjadinya suatu tekanan.
Skizofrenia juga memiliki dampak yang sangat besar. Hal ini terjadi
karena kebanyakan individu yang mengembangkan skizofrenia tidak dapat
sembuh sepenuhnya dan harus memperoleh perawatan dalam jangka panjang
(Oltmanns & Emery, 2013). Salah satu dampak dari skizofrenia adalah
penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif seperti gangguan
fungsional, ingatan, bahasa hingga proses berpikir yang lamban (APA, 2013).
Penelitian Lan & Su (2012) dan Lyzaker, Tsai, Hammoud, & Davis (2012)
mengemukakan bahwa berdasarkan dampak yang ditimbulkan dari skizofrenia
dapat membuat kebermaknaan hidup dari penderita skizofrenia bisa menurun.
Pasien skizofrenia merasa bahwa dirinya akan ditolak oleh lingkungan dan tidak
bisa berbuat apa-apa karena fungsi yang menurun. Pasien skizofrenia akhirnya
merasa kesepian dan mengembangkan konsep diri yang buruk hingga tidak
percaya diri dalam lingkungan sosial.
Mengalami gangguan jiwa tidak hanya berdampak pada individu tetapi
juga pada keluarga dan negara. Kerugian ekonomi minimal akibat masalah
kesehan jiwa mencapai 20 Triliun rupiah. Karena itu masalah gangguan jiwa ini
perlu mendapatkan perhatioan yang serius dari pemerintah agar pelayanan bagi
penderita gangguan jiwa ini bisa lebih baik. Pelayanan bagi penderita gangguan
jiwa tidak terlepas dari peran para profesional kesehatan seperti psikiater,
psikolog, perawat psikiatri, occupational therapist dan pekerja sosial. Sehingga
diperlukan peningkatan pemahaman yang terus menerus tentang gangguan jiwa.
Pada kesempatan kali ini, kelompok kami akan menyampaikan tentang
pengertian, teori, tanda –tanda dan tipe-tipe skizofrenia, serta kasus dan diagnosis
menurut PPDGJ . Diharapkan dengan penyampaian materi ini terjadi peningkatan
pemahaman dan sedikit merubah persepsi negatif menjadi positif pada penderita
skizofrenia.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari skizofrenia.
2. Untuk mengetahui tanda-tanda orang yang terkena skizofrenia.
3. Untuk mengetahui sajakah epidemiologi skizofrenia.
4. Untuk mengetahui tipe-tipe skizofrenia.
5. Untuk mengetahui etiologi skizofrenia.
6. Untuk mengetahui Contoh kasus dan bagaimana mendiagnosis pasien
skizofrenia menggunakan PPDGJ.
7. Untuk mengetahui macam-macam terapi yang dapat digunakan untuk
mengobati pasien skizofrenia.
BAB II
Pembahasan
2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan
secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1.5 persen; konsistensi dengan
rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang di
sponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan
prevalensi seumur hidup sebesar 1.3 persen. Kira-kira 0,025 sampai 0,05
persen populasi total diobati untuk skizofrenia dalam satu tahun. Walaupun
dua periga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan perawatan di
rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua pasien skizofrenik
mendapatkan pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit.
Model
Diatesis
-Stress
psikog- Biologis
enesis
Gangguan
Jiwa
Sosio Psikologis
Kultural
2. Sistem Nilai
1. Psikoedukasi
Faktor ini juga tidak kalah pentingnya dalam kontribusinya
terhadap terjadinya gangguan jiwa. Sebuah penelitian di Jawa yang
dilakukan oleh Pebrianti, Wijayanti, dan Munjiati (2009) menemukan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh keluarga
dengan kejadian Skizofrenia. Sekitar 69 % dari responden (penderita
skizofrenia) diasuh dengan pola otoriter, dan sekitar 16,7 % diasuh dengan
pola permissive.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Erlina, Soewadi dan Pramono
si Sumatra Barat tentang determinan faktor timbulnya skizofrenia
menemukan bahwa pola asuh keluarga patogenik mempunyai risiko 4,5
kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan dengan
pola asuh keluarga tidak patogenik. Adapun yang mereka maksud dengan
pola asuh patogenik tersebut antara lain :
1. Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
2. Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus
tunduk saja”
3. Sikap penolakan terhadap kehadiran si anak (rejected child)
4. Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
5. Penanaman disiplin yang terlalu keras
6. Penetapan aturan yang tidak teratur atau yang bertentangan
7. Adanya perselisihan dan pertengkaran antara kedua orang tua
8. Perceraian
9. Persaingan dengan sibling yang tidak sehat
10. Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
11. Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak)
12. Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-
psikotik)
2. Faktor Koping
Menurut Lazarus (2006), Ketika individu mengalami masalah,
secara umum ada dua strategi koping yang biasanya digunakan oleh
individu tersebut, yaitu:
Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari
penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi
yang menimbulkan stress.
Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha
untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan
dampak yang akan timbul akibat suatu kondisi atau situasi yang penuh
tekanan.
Individu yang menggunakan problem –solving focused coping
cenderung berorientasi pada pemecahan masalah yang dialaminya
sehingga bisa terhindar dari stress yang berkepanjangan sebaliknya
individu yang senantiasa menggunakan emotion-focused coping
cenderung berfokus pada ego mereka sehingga masalah yang dihadapi
tidak pernah ada pemecahannya yang membuat mereka mengalami stres
yang berkepanjangan bahkan akhirnya bisa jatuh kekeadaan gangguan
jiwa berat.
3. Stressor Psikososial
Faktor stressor psikososial juga turut berkontribusi terhadap
terjadinya gangguan jiwa. Seberapa berat stressor yang dialami seseorang
sangat mempengaruhi respon dan koping mereka. Seseorang mengalami
stressor yang berat seperti kehilangan suami tentunya berbeda dengan
seseorang yang hanya mengalami stressor ringan seperti terkena macet
dijalan. Banyaknya stressor dan seringnya mengalami sebuah stressor juga
mempengaruhi respon dan koping. Seseorang yang mengalami banyak
masalah tentu berbeda dengan seseorang yang tidak punya banyak
masalah.
2.6.8 Psikogenesis
1. Pandangan Sigmund Freud
Kepribadian individu terus berkembang hingga mencapai
kematangan, secara psikis seseorang berkembang dari tak berdaya
menuju kematangan.
Freud bebicara soal perkembangan kepribadian dari fase oral-
genital. Dari primary narcism ke object relations ; dari infantile
sexuality ke genital supremacy. Hambatan-hambatan yang terjadi pada
masa perkembangan dapat menyebabkan fiksasi, bila terjadi fiksasi
maka perkembangannya terhambat. Secara mental ia “macet” di suatu
fase.
Orang yang mengalami skizofrenia terfiksasi di fase early oral. Di
fase itu seseorang lagi berada pada fase narcissism dengan ciri belum
mengenal object dan adanya omnipotence illusion. Dari primary
narcissm ia semestinya beralih ke object relations , dimana ia
mengenal object dan omnipotence illusion-nya mengalami
disillusionment. Perpindahan ini dapat terwujud dengan baik bilamana
secara biologis ia berkembang dengan normal dan bilamana ia
mendapat pengasuhan yang memadai.
early oral Fixation
stage
late oral
stage
Intense frustration
& conflict with genital
other stage
early anal
stage
latent
stage late anal
stage
phalic
stage
8. Pandangan Robbins
1. Psikoterapi
Kejujuran ahli terapi sangat penting. Ahli terapi harus tepat waktu
dan terjadwal, tujuannya adalah agar tercipta suatu hubungan yang kuat
dengan pasien dan pasien dapat percaya sepenuhnya pada ahli terapinya.
Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan permusuhan dan
kecurigaan pasien karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat
dipenuhi. Ahli terapi dapat menghindari kepuasan yang berlebihan
dengan tidak memperpanjang periode perjanjian yang telah ditentukan,
dengan tidak memberikan perjanjian ekstra kecuali mutlak diperlukan,
dan tidak toleran terhadap bayaran.
1. Terapi keluarga
Jika anggota keluarga hadir, klinisi dapat memutuskan untuk
melibatkan mereka di dalam rencana pengobatan. Tanpa menjadi terlihat
berpihak pada musuh, klinisi harus berusaha mendapatkan keluarga
sebagai sekutu di dalam proses pengobatan. Sebagai akibatnya, baik
pasien dan anggota keluarganya perlu mengerti bahwa konfidensialitas
dokter-pasien akan dijaga oleh ahli terapi dan dengan demikian
membantu pasien.
Hasil terapi yang baik tergantung pada kemampuan dokter
psikiatrik untuk merespon terhadap ketidakpercayaan pasien terhadap
orang lain dan konflik interpersonal, frustasi, dan kegagalan yang
dihasilkannya. Tanda terapi yang berhasil mungkin adalah suatu
kepuasan penyesuaian sosial, bukannya menghilangkan waham pasien.
2. Pelatihan Keterampilan Sosial
Pelatihan keterampilan sosial dirancang untuk mengajari para
penderita skizofrenia bagaimana dapat berhasil dalam berbagai situasi
interpersonal yang sangat beragam, berbagai perilaku yang bagi sebagian
orang dilakukan begitu saja dan hampir tidak pernah kita pikirkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi para penderita skizofrenia, keterampilan
kehidupan tersebut bukan hal yang dapat dilakukan begitu saja; para
individu semacam itu harus berusaha keras untuk menguasainya atau
kembali menguasainya. Dengan melakukan hal-hal tersebut
memungkinkan orang yang bersangkutan mengambil bagian lebih besar
dalam hal-hal positif sehingga meningkatkan kualitas hidup mereka
(Heinssen, Liberman, & Kopelowicz, 2000; Liberman, Eckman,
Kopelowicz, & Stolar, 2000).
3. Terapi Kognitif-Behavioral.
Terakhir, hal penting dalam terapi ini adalah apa yang disebut
Hogarty dkk. sebagai "manajemen kritisisme dan penyelesaian konflik".
Istilah tersebut merujuk pada cara menghadapi umpan balik negatif dan
orang lain dan cara menyelesaikan berbagai konflik interpersonal yang
merupakan bagian tak terhindarkan dalam berhubungan dengan orang lain.
Penutup
3.1 Kesimpulan
A. Pengertian skizofrenia
D. Tipe-tipe Skizofrenia
Dibawah ini adalah tipe-tipe skizofrenia:
1. Skizofrenia katatonik
2. Skizofrenia yang kacau (hebefreunik)
3. Skizofrenia paranoid
4. Skizofrenia Undifferentiated (Skizofrenia yang tidak dapat
dibedakan)
5. Skizofrenia Residual (sisa-sisa skizofrenia)
6. Skizofrenia simplex
E. Etiologi Skizofrenia
psikog- Biologis
enesis
Gangguan
Jiwa
Sosio Psikologis
Kultural
F. Terapi
Penanganan Biologis
1. Terapi Kejut dan Psychosurgery
2. Perawatan di rumah sakit
3. Farmakoterapi
Penanganan Psikologis
1. Psikoterapi
2. Terapi keluarga
3. Pelatihan Keterampilan Sosial
4. Terapi Kognitif-Behavioral
5. Terapi personal (Personal Therapy)
6. Terapi Reatribusi (Reatribution Therapy)
Daftar Pustaka
Refika Aditama.
pada laman:https://www.researchgate.net/publication/273866139)