MOLA HIDATIDOSA
OLEH:
NISA LADYASARI
H1A 009 019
PEMBIMBING :
dr. Made Putra Juliawan, Sp.OG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Mola Hidatidosa” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. dr. Made Putra Juliawan, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini.
2. dr. H. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan Kandungan
RSUP NTB.
3. dr. H. Doddy Ario Kumboyo, Sp.OG (K), selaku supervisor.
4. dr. Edi Prasetyo Wibowo, selaku supervisor.
5. dr. Gede Made Punarbawa, Sp.OG (K), selaku supervisor.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari.
Terima kasih.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik.1
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000
kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1:120
kehamilan.1 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200
kehamilan. Pada studi yang dilakukan di korea dilaporkan insiden GTD didapatkan 40 kasus
per 1000 kehamilan, hasil yang serupa juga dilaporkan dari studi yang dilakukan di Jepang
dan Singapore2. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1:85 kehamilan.
Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi
dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola
hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan
cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational
trophoblastic neoplasma.3,4
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat.
Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi
keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak
ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik.
Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1,2,3
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.1,2,4
4
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium.6
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
2.3 SITOGENETIKA
Menurut Sarwono, 2010, patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh
darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim
villi.1,2
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
“lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit
berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen
kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46.2,6,7
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Lesi ini,
5
berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin
itu biasanya triploid dan cacat.2,6,8
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid.
2.4 PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas:2
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan
6
terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan
gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole.2,3,4,8
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, trimester pertama dan
selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:7
7
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu
atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering
dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai janin yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.6
8
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak,
dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
9
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva
regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola.2,8
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma.2
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon (Honey comb appearance) tanpa
disertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
2.7 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
10
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak,
maka setelah diagnosis mola dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan
kerokan isapan (suction curettage) disertai dengan pemberian infus oksitosin
intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk
mengeluarkan sisa-sisa konseptus
e. Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi
karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan
iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan
penderita disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi
yang adekuat selama periode ini 1,2,5,8
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil,
sistemik atau barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi
berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan
LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG.
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai
dengan kadar HCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika
masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi
sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali normal 1,2,5,8
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
11
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian Methotrexate atau
Dactinomycin, atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup
hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus
dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan. 1,4,7
12
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola
hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat.
Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.2,3
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,
karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional.2,3
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi
yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola
dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar
dan membesar.2,8
2.10 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
13
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Dompu
RM : 55 50 91
MRS : 11 Februari 2015
II. ANAMNESIS
Pasien merupaka rujukan RSUD Dompu dengan diagnosis Mola Hidatidosa berulang
dengan diagnosis banding koriokarsinoma. Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah
sejak 4 bulan yang lalu. Nyeri perut yang dirasakan hilang timbul. Pasien tidak
mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah.
Pasien tidak pernah merasakan gerakan janin.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
14
Riwayat Kontrasepsi : Suntikan per 3 bulan. Pasien setelah dilakukan kuretase pada
bulan Mei tahun 2014 tidak menggunakan KB hingga saat ini.
Riwayat Obstetri :
- Pasien mengaku sudah kawin: 1x, dengan suami sekarang selama 20 tahun
- Pasien tidak mengingat usia pada saat mengalami haid pertama (menarke). Pasien
memiliki siklus haid yang tidak teratur semenjal hamil dan melahirkan anak pertama.
HPHT
- Riwayat ANC : -
- Riwayat USG :
1 kali di RSUD Dompu (12/1/2014)
Hasil USG : mola hidatidosa
1 kali di RSUP NTB (11/2/2015)
Hasil USG : Tampak gambaran multiple vesikel intra uterin, uterus membesar
10,3 cm x 8,5 cm, kesan mola hidatidosa.
- Riwayat KB : suntikan per 3 bulan
- Rencana KB : steril
- Riwayat kehamilan:
1. Aterm/♀/spontan/bidan/RS/19 tahun/hidup/3200 gram
2. Aterm/♂/spontan/dukun/15 tahun/hidup/4000 gram
3. Aterm/♂/spontan/bidan/RS/12 tahun/hidup/3200 gram
4. Aterm/♀/spontan/bidan/RS/11 tahun/hidup/3200 gram
5. Aterm/♂/spontan/bidan/RS/7 tahun/hidup/3000 gram
6. Mola hidatidosa
7. Ini
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 84 x/menit
- Frekuensi napas : 19 x/menit
15
- Suhu : 36,7oC
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 1 jari di bawah umbilikus, balotement (-),
tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (-)
Inspekulo
Porsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-), Ø OUE (-), perdarahan aktif (-
), massa (-), peradangan (-)
VT :
Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (-), nyeri goyang porsio (-), Adneksa
Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi 18
minggu, lunak.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
16
Ultrasonografi (USG) Abdomen : 11/2/2015
Hasil USG : Tampak gambaran multiple vesikel intra uterin, uterus membesar 10,3 cm x
8,5 cm, kesan mola hidatidosa
VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm
Pro Histerektomi
b. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
c. KIE pasien dan keluarga
VIII. TINDAKAN
Tuba dan ovarium bagian dekstra dan sinistra dalam batas normal
Cek DL post operasi, apabila Hb < 8 g/dL dilakukan transfusi hingga Hb > 8
g/dL
17
Inj. Ceftriakson 1 amp/hari
KU : baik
TD : 110/70 mmHg RR : 24 x/menit
Nadi : 92 x/menit Suhu : 36,7oC
KU : baik
Kes : compos mentis
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
18
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi
11/2/2015 Status generalis Mola hidatidosa Rencana Terapi
Pasien merupakan rujukan RSUD
10.19 Dompu dengan diagnosis Mola KU : baik Infus RL 20 tpm
Hidatidosa berulang dengan diagnosis Tanda Vital Pro Histerektomi
TD : 110/90 mmHg (26/2/2015)
banding koriokarsinoma. Pasien
Nadi : 84 x/menit Rencana Monitoring
pertama kali datang ke IGD RSUP
NTB pada tanggal 11 Februari 2015 RR : 19 x/menit Observasi
Suhu : 36,7oC keadaan umum
pkl. 05.49 WITA, dengan keluhan .
Dari hasil wawancara dan pemeriksaan Status lokalis dan vital sign
di IGD kemudian pasien menjalani Observasi
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-) perdarahan
pemeriksaan penunjang USG dan
didapatkan hasil hamil anggur dan Jantung : S1S2 tunggal reguler, KIE pasien dan
dijadualkan operasi tanggal 26 Februari murmur (-), gallop (-) keluarga
2015. Pasien MRS pada tanggal 12 Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-
Februari 2015 pkl. 10.19 WITA. /-), wheezing (-/-)
. Pasien mengeluh nyeri perut Ekstremitas: edema - -
bagian bawah sejak 4 bulan yang lalu.
Nyeri perut yang dirasakan hilang - -
timbul. Pasien tidak mengeluhkan akral teraba hangat + +
keluar darah dari jalan lahir. Pasien + +
tidak mengeluh mual dan muntah. Status Ginekologi
Abdomen :
Tidak ada riwayat DM,HT, dan asma
Inspeksi : abdomen tampak
HPHT : mengalami pembesaran, tidak ada
tanda-tanda peradangan, bekas
Riwayat ANC : - operasi (-).
Riwayat USG : 1 kali di RSUP NTB Palpasi : TFU 1 jari di
(3/6/2013) bawah umbilikus, balotement (-),
19
Hasil USG : mola hidatidosa nyeri tekan (-)
Inspekulo
Porsio ukuran normal, livide (+),
Riwayat KB : Suntikan per 3 bulan. Pasien
tampak licin, erosi (-), Ø OUE (-),
setelah dilakukan kuretase pada bulan Mei
perdarahan aktif (-), massa (-),
tahun 2014 tidak menggunakan KB hingga
peradangan (-)
saat ini.
VT :
Rencana KB : steril
Dinding vagina normal, massa (-),
Riwayat Obstetri :
porsio licin, Ø (-), nyeri goyang
1. Aterm/♀/spontan/bidan/RS/19
porsio (-), Adneksa Parametrium
tahun/hidup/3200 gram Cavum Douglass dextra et sinistra
dbn, korpus uteri antefleksi 18
2. Aterm/♂/spontan/dukun/15
minggu, lunak.
tahun/hidup/4000 gram
3. Aterm/♂/spontan/bidan/RS/12 Pemeriksaan Darah Lengkap
tahun/hidup/3200 gram (11/2/2014):
4. Aterm/♀/spontan/bidan/RS/11 Hb : 11,2 g/dL
tahun/hidup/3200 gram RBC : 4,30 M/µl
5. Aterm/♂/spontan/bidan/RS/7 WBC : 12,02 K/µl
tahun/hidup/3000 gram PLT : 236 K/µl
6. Mola hidatidosa HCT : 33,9 %
7. Ini HbSAg : (-)
Kronologis : - Kadar βHCG : 13679,11
mlU/mL
20
Ultrasonografi (USG) Abdomen
: 11/2/2015
21
27/2/2015 Operasi dimulai
10.05 IVFD RL
Tindakan yang
dilakukan adalah
Trans Abdominal
Histerektomi
Penemuan Intra
Operasi:
Tampak uterus
membesar ukuran 18
minggu
Tuba dan ovarium
bagian dekstra dan
sinistra dalam batas
normal
Tampak fibrosis di
sekitar dinding uterus
bagian anterior dan
posterior
Darah dan jaringan
mola
Tidak ditemukan
janin
Instruksi Post
Operasi :
Cek DL post
operasi, apabila Hb <
8 g/dL dilakukan
22
transfusi hingga Hb >
8 g/dL
Inj. Ketoprofen 1
amp/8 jam
Inj. Ceftriakson 1
amp/hari
Observasi keadaan
umum dan tanda vital
pasien
KIE pasien dan
keluarga
Instruksi Post
Operasi :
Cek DL post
operasi, apabila Hb <
8 g/dL dilakukan
transfusi hingga Hb >
8 g/dL
Inj. Ketoprofen 1
amp/8 jam
Inj. Ceftriakson 1
amp/hari
Observasi keadaan
umum dan tanda vital
pasien
KIE pasien dan
keluarga
23
10.00 Mengeluh pusing (+), mual (-), muntah (- KU : baik 2 jam post Observasi kesra
), nyeri pada luka bekas operasi (+) TD : 110/70 mmHg Histerektomi pasien
N : 92 x/menit
RR: 24x/menit
T: 36,7oC
1/6/2013 Mengeluh pusing (+), mual (-), muntah (- KU : baik 1 hari post Observasi kesra
07.00 ), nyeri pada luka bekas operasi (+) TD : 110/70 mmHg Histerektomi pasien
N : 88x/menit
RR: 20x/menit
24
T: 36,7oC
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini diduga adanya kehamilan mola karena dari anamnesis didapatkan
bahwa terdapat adanya nyeri perut pada bagian bawah. Pada kasus ini, pasien dengan usia
kehamilan 18 minggu dengan HPHT, namum pada pasien tidak mengalami pusing, mual dan
muntah yang berlebihan sejak awal kehamilannya. Pasien memiliki riwayat hamil anggur
sebelumnya dan dilakukan kuret, pasien setelah kuret jarang kontrol kembali.
Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan
obstetri, TFU satu jari di bawah umbilikus, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin.
Hasil pemeriksaan dengan Inspekulo : porsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-
), Ø OUE (-), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-). VT : dinding vagina normal,
massa (-), porsio licin, Ø (-), nyeri goyang porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass
dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi 18 minggu, lunak.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan USG sebagai pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa. Dari USG di dapatkan hasil adanya mola hidatidosa. Hasil
pemeriksaan ini mendukung diagnosa mola pada pasien karena pada anamnesis tidak
mengarah ke diagnosa mola hidatidosa. Untuk penatalaksanaan, pasien ini dilakukan tindakan
trans abdominal histerektomi. Histerektomi dilakukan pasien ini termasuk resiko tinggi dan
usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih dengan Kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi untuk menentukan diagnostik pasti.
26
BAB V
KESIMPULAN
27
LAMPIRAN
Gambar 1. Gambaran seperti sarang tawon (Honey comb appearance) tanpa disertai adanya
janin
28
DAFTAR PUSTAKA
29