Anda di halaman 1dari 5

Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi

Pemeriksaan fisik system respirasi adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa
tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis pada daerah dada dan paru-paru. Hasil pemeriksaan
akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis tersebut disebut teknik Head
to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi. Dalam Pemeriksaan fisik
daerah abdomen pemeriksaan dilakukan dengan sistematis inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn
sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala
tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.

Inspeksi Dada Posterior dan Anterior


Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa factor,seperti :
1. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk mendeteksi
bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami sianosis pada
ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan antara sianosis
perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung
atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah
pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan
bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan
tekanan oksigen. Pernapasan “bekerja” adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk
mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata
dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang
jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya
adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.
2. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari
depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada
penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres
paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah
mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat menunjukan
mengapa pasien mengalami distress paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan
menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetap-
mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.
3. Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke
satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh
dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung
sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat sebagai
20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada menghitungnya.
4. Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila
pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi,
tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami
pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian,
bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres
pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru
lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan
napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali
panjang inspirasi.
5. Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara normal
kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi
maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada
wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu
kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada
bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit
obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan benar.
Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis,
khususnya yang disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada
unilateral. Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain
seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal
atau nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu
cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan
ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan
tidak ekspansi, dan pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri.
Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama inspirasi)
selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada normal.
Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan
otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja
pernapasan.
6. Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum
seperti jumlah, warna, dan konsistensi.

Palpasi Dada Posterior dan Anterior


Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien. Seringkali kita
menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan meminta pasien mengatakan
“sembilan-sembilan.” Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar
dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada
kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau
tidak ada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada. Sebagai
contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan
vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas,
vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi
deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang
dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus pada jalan
napas besar.

Perkusi Dada Posterior dan Anterior


Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas dada; ujung jari
ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada mempunyai bunyi
resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru
seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi
drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak
atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan
kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi
pleural, penebalan pleural atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di
atas jantung.
Auskultasi Dada Posterior dan Anterior
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di atas dinding
dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas dan menyadari bahwa
secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik napas dalam
maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun karena penurunan
aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada
obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas
bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan udara melalui jalan napas dan
bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi
napas pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan
kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop
dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas
menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a. bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b. bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c. bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas
utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga, keras, dan
termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih rendah,
mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi
napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi
napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada beberapa situasi
dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi
pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini bisajuga terjadi
dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot
pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar dengan stetoskop dan
pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut secara nyata adalah bunyi A daripada
bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop bila pasien
berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga adalah (1)
terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan oleh
cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.
a. Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas kecil yang
terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles terjadi pada
pnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun
ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada
edema pulmonalis dan pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa
stetoskop karena ini terjadi pada jalan napas besar.
b. Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan
oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar
hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi,
biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
c. Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer,
atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal
makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada
friction rub.
d. Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala umum
pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekakuan
paru dan tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan
pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani
pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
e. Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin
ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru
menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau
obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing.

Anda mungkin juga menyukai