Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KASUS PELANGGARAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN


2014 TENTANG ORANG TUA YANG MENIKAHKAN ANAK PADA
USIA DINI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak


Yang Dibimbing oleh Ibu Ns. Erna Rahma Yani, Sp. Kep. An

Disusun Oleh :

Catrina Dyan Ekayanti (1601460036)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
September, 2017

1
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis haturkan kepada Sang Sutradara Alam Semesta Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah memberikan anugerah-Nya berupa ilmu yang
bermanfaat bagi kita semua, sehingga penulisan makalah Keperawatan Anak
mengenai “kasus pelanggaran Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang
kewajiban orang tua yang menikahkan anak pada usia dini” dapat terselesaikan
dengan baik.

Tentunya penulis dalam menyelesaikan makalah ini telah mendapatkan


banyak bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung, maupun tidak langsung.
Oleh sebab itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:

1. Ibu Ns. Erna Rahma Yani, Sp. Kep. An. selaku dosen matakuliah
Keperawatan Anak yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam
pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dan dorongan dalam rangka
penyelesaian penyusunan makalah ini.
2. Ayah, Ibu, serta keluarga besar di rumah, terima kasih atas doa dan
dukungannya baik berupa dukungan moril, maupun materil.
3. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa D IV Keperawatan Malang terima
kasih juga atas semua bantuan kalian baik itu berupa masukan maupun
kritikan membangun dari kalian semua. Tetap tersenyum, semangat, dan jaga
kekompakan.
4. Kepada pihak-pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kalangan
pelajar khususnya mahasiswa kesehatan, maupun masyarakat luas pada umumnya.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna penulisan
makalah pada kesempatan yang akan datang.

Malang, 20 Agustus 2017

DAFTAR ISI

2
Halaman
UCAPAN TERIMAKASIH 2
DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Masalah 5

BAB II KASUS DAN PEMBAHASAN


2.1 Pernikahan dini anak laki-laki berusia 13 tahun dan anak perempuan
berusia 14 tahun di Desa Gantarang, Kelara, Jeneponto, Sulawesi Selatan 6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 9
3.2 Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Pernikahan dini merupakan fenomena yang sering kita jumpai di
masyarakat Indonesia. Fenomena ini perlu mendapatkan perhatian karena
dapat menimbulkan masalah yang kompleks. Berbagai faktor yang berkaitan
dengan pernikahan dini yaitu faktor sosial, ekonomi dan budaya. Dampak
yang ditimbulkan akibat pernikahan dini pada umumnya lebih banyak dialami
oleh perempuan, diantaranya yaitu komplikasi pada saat kehamilan, hilangnya
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, kekerasan dalam rumah tangga
dan kemiskinan (ICRW, 2013).
Fenomena menikah dini pada umumnya banyak terjadi di negara-
negara berkembang. Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan
dini tinggi di dunia (rangking 37) dan tertinggi kedua di ASEAN setelah
Kamboja. Hasil data Riskesdas 2010 menunjukkan sebesar 41,9% usia kawin
pertama berada pada kelompok umur 15-19 tahun dan pada kelompok umur
10-14 tahun sebesar 4,8% sudah menikah. Selain itu berdasarkan Data SDKI
tahun 2012, persentase perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun
sebesar 13% dengan median usia pernikahan 20,1 tahun dan median usia
kawin pertama di pedesaan lebih rendah yaitu 19,7 (Kemenkes, 2013b).
Larasaty (2009) mengatakan bahwa pernikahan dini dapat menimbulkan anak
rentan terhadap kekerasan dalam rumah tanggga, meningkatkan angka
kesakitan dan kematian ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan, serta
anak yang dilahirkan berisiko mengalami BBLR. Berbagai faktor yang
menjadi penyebab menikah dini pada perempuan berdasarkan beberapa hasil
studi diantaranya yaitu kemiskinan/status ekonomi keluarga, pendidikan dan
lingkungan keluarga. Kemiskinan merupakan salah satu faktor pemicu
meningkatnya kasus menikah dini. Pada masyarakat yang menjadi latar
belakang perempuan menikah dini adalah faktor ekonomi keluarga yang
rendah. Sebagian besar aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia adalah
sebagai buruh tani, nelayan dan sebagai tenaga kerja Indonesia. Angka
kemiskinan yang cukup tinggi di Indonesia akan berdampak langsung pada
kemapuan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Seiring dengan
semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup dan rendahnya kemampuan

4
suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka orang tua lebih
memilih anaknya untuk bekerja atau menikah sebelum mereka menyelesaikan
pendidikannya sampai jenjang SMP atau SMA.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana contoh kasus pelanggaran Undang-Undang nomor 35
tahun 2014 tentang kewajiban orang tua yang menikahkan anak pada usia
dini?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui contoh kasus pelanggaran Undang-Undang nomor 35
tahun 2014 tentang kewajiban orang tua yang menikahkan anak pada usia
dini

BAB II
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Kasus

5
Pernikahan dini anak laki-laki berusia 13 tahun dan anak perempuan
berusia 14 tahun di Desa Gantarang, Kelara, Jeneponto, Sulawesi Selatan

➢ Liputan6.com, Jakarta
Peristiwa menghebohkan ini terjadi di Desa Gantarang, Kecamatan
Kelara, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Seorang bocah yang baru
menginjak usia remaja, yakni laki-laki yang baru berusia 13 tahun dan bocah
perempuan berusia 14 tahun resmi menikah. Pasangan pengantin remaja yang
tak disebutkan namanya ini langsung menjadi berita yang menghebohkan
setelah seseorang memajang fotonya di salah satu akun media sosial. Dalam
foto tersebut, pasangan pengantin remaja tersebut mengenakan busana adat
Bugis-Makassar yang lengkap. Tampak pasangan pengantin remaja ini tak
memperlihatkan kebahagiaan. Ekspresi keduanya datar dan dingin.
Seperti dilansir makassarterkini.com, berita pernikahan dini ini mulai
beredar di Facebook pada 5 Juni 2016. Fotografer yang mengunggah pertama
kali foto pengantin pasangan remaja ini menginformasikan, bocah laki-laki itu
baru saja menyelesaikan sekolahnya di sebuah SD di Janeponto. Diduga kedua
orangtua pasangan pengantin remaja ini menyetujui keputusan anak-anaknya
karena kebelet ingin segera menimang cucu.
Berdasarkan data, jumlah pernikahan dini di Sulawesi makin
meningkat. Di Makasar misalnya, Pengadilan Agama kota ini menyebutkan
sejak Januari hingga Desember 2015 telah terjadi pernikahan anak dibawah
umur sebanyak 31 kasus. Padahal menurut Undang-Undang Perkawinan, batas
usia minimal perempuan untuk menikah adalah 16 tahun.

B. Pembahasan
Melihat kasus diatas, tentunya keadaan ini sangat memprihantinkan.
Pada kenyataannya banyak sekali kasus pernikahan dini yang dilakukan di

6
berbagai daerah di Indonesia. Bagaimana tidak bisa dipungkiri banyak sekali
faktor yang memicu pernikahan dini di usia anak-anak atau pada usia dibawah
21 tahun. Salah satunya aksus pernikahan dini anak laki-laki berusia 13 tahun
dan anak perempuan berusia 14 tahun di Desa Gantarang, Kelara, Jeneponto,
Sulawesi Selatan. Keduanya dinikahkan oleh kedua orangtuanya hanya karena
dari pihak orang tua ingin cepat menimang cucu, melihat dari alasan orangtua
yang dilansir dari berita sangatlah tidak etis. Seharusnya kewajiban orang tua
adalah memberikan pendidikan kepada anaknya yaitu dengan sekolah wajib 9
tahun dan lebih bagus adalah apabila mampu lebih dari 9 tahun. Orangtua
sebagai objek dalam keluarga yang paling penting bagi anak, seharusnya
mereka harus mampu memberikan pendidikan karakter dan moral yang baik
bagi masa depan anak-anaknya. Seperti telah disebutkan pada Undang-Undang
nomor 45 Tahun 2014 pasal 26 yang salah satunya adalah berbunyi
“Kewajiban orang tua adalah mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak”. Usia anak yang amsih sangat-sangat belia pun juga sangat
memengaruhi dalam proses biologisnya, terutama pada pihak perempuan,
organ reprosuksinya pun belum matang dan bahkan belum siap jika harus
hamil atau yang sedekimian rupa. Keadaan seperti ini dapat menjadi penyebab
salah satu angka kematian pada ibu maupun pada bayi saat persalinan. Kedua,
pada usia anak tentunya sangatlah rendah pengethuan dan pemahaman tentang
menjaga kesehatan reproduksi konsep menstruasi, kontrasepsi dsb hal tersebut
diperparah dengan masih tabunya obrolan terkait dengan seksualitas.
Negara Indonesia pun telah mengatur batas usia perkawinan dalam
Undang-Undang perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak
perempuan sudah mencapai usia 16 tahun. Kebijakan pemerintah dalam
menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan
berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-
benar siap dan matang dari segi fisik, psikis dan mental.
Anak atau remaja adalah calon generasi penerus bangsa. Apabila
semakin banyak anak yang harus menjalankan pernikahan dini karena tuntutan
orangtuanya hal ini akan menjadi sebuah kemunduran pendidikan di Indonesia

7
karena pernikahan usia anak benar-benar membatasi hak-hak mereka untuk
melanjutkan pendidikannya. Sayang sekali jika anak yang masih memiliki
masa depan yang panjang harus terpaksa berhenti bersekolah, hal ini sama saja
dengan mengurangi kesempatan mereka untuk mencapai masa depan yang
lebih baik dari orang tuanya. Pernikahan pada anak atau usia dini membuat
anak kehilangan kesempatan untuk belajar sekaligus bermain di sekolah
maupun di lingkungan dengan teman sebayanya. Anak juga kehilangan masa-
masa dimana mereka seharusnya bisa mendapat lebih banyak pengalaman
dalam hidupnya.

BAB III
PENUTUP

8
3.1 Kesimpulan
Banyaknya kasus pernikahan anak di Indonesia menjadi pusat perhatian
bagi semua orang. Banyak sekali faktor yang memicu penyebab terjadinya
pernikahan dini, salah satunya adalah faktor dari orang tua. Melihat kasus diatas
pernikahan dini terjadi karena kedua belah pihak orang tua yang segera
menginginkan menimang cucu sehingga mengorbankan masa depan anak-anaknya
yang masih panjang. Tentunya kdeuanya harus terpaksa berhenti sekolah bahkan
tidak bisa melanjutkan pendidikannya yang masih panjang. Seharusnya sebagai
orang tua mereka harus mampu memberikan pendidikan yang dekat yaitu
pendidikan karakter dan moral yang baik, orangtua sehrausnya mampu menjadi
role model atau obyek bagi anak-anaknya agar mereka memiliki pandangan dan
semangat dalam mencapai pendidikannya. Telah disebutkan bahwa salah satu
kewajiban orang tua dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 pasal 26 yaitu
“Kewajiban orang tua adalah mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak”.
Seharusnya orang tua harus mampu menekankan isi daripada undang-undang ini
dan mampu memberikn pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.

4.2 Saran

Sebagai orang tua harus mampu memberikan pendidikan kepada anak,


karena orangtua adalah sosok atau obyek yang paling dekat dengan anak.
Orangtua harus memberikan pendidikan karakter dan moral kepada anak melewati
nasihat nasihat maupun mengajarkan perilaku yang baik, kedua orangtua harus
mengenalkan anak dengan pendidikan wajib di sekolah. Orangtua harus percaya
bahwa sekolah membuat anak pintar dan mampu mencapai cita-cita di masa
depan. Orangtua juga harus menyelesaikan masalah-masalah yang dapat memicu
terputusnya pendidikan sekolah pada anak. Dalam hal ini peran pemerintah pun
sangat membantu, dimulai dari diadakannya bantuan siswa miskin melewati dan
BOS, agar tidak ada lagi tidak sekolah hanya karena biaya. Pemerintah juga harus
mempertegas peraturan perundang-undangan tentang kewajiban anak untuk
sekolah 9 tahun dan menindaklanjuti dengan tegas adanya pernikahan di usia anak

DAFTAR PUSTAKA

9
(daring), (file:///C:/Users/user/Downloads/S2-2015-341540-chapter1.pdf), diakses
pada 20 September 2017.
(daring), (https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/97293-
kasus-pernikahan-anak-indonesia), diakses pada 20 September 2017.

10

Anda mungkin juga menyukai