Anda di halaman 1dari 17

TRAUMA KEPALA

A. Definisi

Cidera kepala atau trauma kepala adalah cidera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.1 Menurut Brain Injury
Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Laki-laki cenderung
mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (CDC, 2006).

B. Jenis Trauma Kepala

Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma
(Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua,
yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala
tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada
kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan
trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara
tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak. Trauma kepala
terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater.
(Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma
adalah seperti berikut:

- Fraktur
- Luka Memar
- Luka Robek (Laserasi)
- Abrasi
- Avulsi

C. Mekanisme dan Patofisiologi Trauma Kepala

Trauma kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak langsung pada
kepala. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur
tulang tengkorak. Cidera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematome epidural,
subdural dan intraserebral. Cidera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja,
yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.1

Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan
jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang
berseberangan dengan benturan (countre coup).1

Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat


menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan
otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian
meninggal.1

Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang
terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau
karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada
cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan
hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.1

D. Derajat Trauma Kepala

Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3.


Berdasarkan nilai GCS trauma kapitis dapat dibagi atas :
Kategori GCS Gambaran Scanning Otak
klinik
Trauma kapitis 13-15 Pingsan ≤ 10 Normal
ringan menit, defisit
neurologis (-)
Trauma kapitis 9-12 Pingsan > 10 Abnormal
sedang menit s/d ≤ 6
jam, defisit
neurologis (+)
Trauma kapitis 3-8 Pingsan > 6 jam, Abnormal
berat defisit neurologis
(+)

Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale)

Respon Mata ≥1 tahun 0-1 tahun


4 Membuka mata Membuka mata
spontan spontan
3 Membuka mata oleh Membuka mata oleh
perintah teriakan
2 Membuka mata oleh Membuka mata oleh
nyeri nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata

Respon Motorik ≥1 tahun 0-1 tahun


6 Mengikut perintah Belum dapat dinilai
5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri
4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi abnormal Fleksi abnormal
(decortisasi) (decortisasi)
2 Ektensi abnormal Ektensi abnormal
(deserebrasi) (deserebrasi
1 Tidak ada respon Tidak ada respon

Respon Verbal >5tahun 2-5 tahun 0-2 tahun


5 Orientasi baik Menyebutkan Menangis kuat
dan mampu kata-kata yang
berkomunikasi sesuai
4 Disorientasi tapi Menyebutkan Menangis lemah
mampu kata-kata yang
berkomunikasi tidak sesuai
3 Menyebutkan Menangis dan Kadang-kadang
kata-kata yang menjerit menangis/
tidak sesuai menjerit lemah
2 Mengeluarkan Mengeluarkan Mengeluarkan
suara suara lemah suara lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

E. Klasifikasi Trauma Kepala

 Commutio Cerebri (Gegar Otak)

Gangguan fungsi otak traumatik yang mendadak, bersifat sementara tanpa


kelainan patologis yang nyata pada jaringan otak

Diagnosa

 Riwayat trauma kepala


 Hilang kesadaran < 30 menit (rata-rata 10-15 menit)
 Disertai keluhan subjektif berupa rasa mual, muntah, pusing
 Disertai atau tanpa amnesia retrograd/anterograd tidak lebih dari 1 jam
 Refleks patologis (-)
 Tidak ada lesi struktural pada otak  observasi dan konservasi saja, karena tidak
ada defisit neurologis
Pemeriksaan Penunjang

Sampai hari ke-5 pasca trauma dapat dijumpai absolut/relatif limfositopenia. Dapat
disertai atau tanpa fraktur basis kranii. EEG normal dan rontgen normal/-

Tata Laksana

 Perawatan
 Bed rest hingga semua keluhan hilang
 Mobilisasi berangsur-angsur, belajar duduk, berdiri, berjalan dan selanjutnya
dipulangkan dengan pesan kontrol seminggu setelah meninggalkan rumah
sakit
 Selama perawatan dilakukan observasi paling sedikit 2 x 24 jam terhadap
kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, gejala tekanan intrakranial
meningkat, defisit neurologis yang timbul progresif, pupil mata
 Pasien pingsan harus dirawat, EEG & rontgen
 Medikamentosa
 Pengobatan luka dan perdarahan dengan antibiotik untuk pencegahan :
 Antikoagulan
 Ampisilin/amoksisilin
 Tetrasiklin
 ATS profilaksis
 Hemostatistika :
 Karbasokrom Na-sulfonat (adona AC 17)
 Asam treneksamat
 Vit. B1, B6 dan B12  untuk neurologis
 Obat encephalotropik
 Pengobatan simptomatik, hanya diperlukan pada keadaan terpaksa/sangat
diperlukan :
 Analgetika : metampyron, paracetamol, asam mefenamat.
 Antimuntah : metoklopramid, dimenhidrinat (dramamine)
 Tranquilizer : diazepam

Prognosa

 Sembuh sempurna
 Sembuh dengan gejala sisa berupa Sindroma Cerebral Post Traumatika, meliputi :
 Neurosis post traumatika
 Gangguan emosi, intelektual dan kecerdasan
 Cephalgia/pusing/vertigo
 Epilepsi
Gejala tersebut timbul segera setelah trauma kapitisnya sembuh atau dapat juga
jauh sesudahnya.
 Contusio Serebri

Gangguan fungsi otak traumatik yang disertai kelainan patologis yang nyata
pada jaringan otak. Secara klinis dapat dijumpai 3 bentuk :

 Contusio ringan
 Contusio sedang
 Contusio berat, bahkan pada keadaan yg sangat berat dapat segera diakhiri dengan
kematian.
Diagnosa

 Riwayat trauma kepala


 Hilang kesadaran > 30 menit, dapat beberapa jam, hari, minggu, tergantung
derajat berat trauma
 Keluhan subjektif (+)
 Disertai amnesia, biasanya > 1 hari dan pada keadaan yang sangat hebat dapat > 7
hari.
 Dijumpai defisit neurologis, berupa refleks patologis (+) : Babinski atau Chadock,
kelumpuhan dan lesi saraf otak. Pada keadaan yang sangat berat dimana edema
otak sudah demikian hebat disertai meningkatnya tekanan intrakranial maka akan
didapatkan gejala/deserebrasi dan gangguan fungsi vital dengan prognosa infaust.

Pemeriksaan Penunjang

 LCS mengandung darah/xanthochrom


 EEG abnormal. Mula-mula tampak aktivitas gelombang delta difus, kemudian
gelombang tsb terlokalisir di area contusio. Pada kasus yang berat EEG abnormal
ini dapat menetap sampai beberapa bulan, jadi perlu serial EEG
 Rontgen kepala sering dijumpai fraktur kranii
 CT-scan otak dapat dilihat adanya edema otak/perdarahan
Tata Laksana

Prinsip ditujukan terhadap 2 hal yaitu efek primer dan sekunder. Tujuannya untuk
mencegah/mengatasi edema otak, menurunkan tekanan intrakranial serta
memperbaiki aliran darah ke otak sehingga otak terlindungi dari kerusakan lebih
lanjut dan proses penyembuhan dipercepat.

 Perawatan
Bed rest total, dan lamanya tergantung keadaan klinis. Bila keadaan membaik,
mobilisasi berangsur. Perawatan juga dilakukan terhadap luka/fraktur yang ada.
Selama perawatan perhatian ditujukan pada :

 Sistem kardiovaskuler
Pengawasan sedini mungkin terhadap gangguan sirkulasi seperti tensi dan
nadi.

 Sistem respirasi
Menjamin jalan nafas yang lancar dan faal paru yang optimal :

 Letakkan posisi penderita dalam keadaan terlentang atau miring


bergantian dengan kepala menoleh ke samping dengan sedikit ekstensi
sekitar 20-30°
 Pemberian oksigen
 Isap lendir, kalau perlu pasang pipa endotracheal atau tracheotomi.
 Pemberian cairan dan elektrolit
 Menjaga keseimbangan cairan elektrolit.
Biasanya pemberian cairan 2-3 hari pertama dibatasi 1500 cc serta
disesuaikan dengan keadaan jantung dan suhu. Jika febris maka kenaikan
1°, jumlah cairan ditambah 12-15%

 Cairan yang diberikan dapat berupa glukosa 5% dan NaCl 0,9% dengan
perbandingan 3:1
 Nutrisi
Cukup kalori. Jumlah makanan harus disesuaikan dengan cairan, elektrolit dan
kalori yang dibutuhkan, diperhitungkan bersama-sama dengan cairan infus

 Infeksi
Perhatikan kemungkinan infeksi sekunder

 Medikamentosa
 Terapi steroid
Untuk mencegah/mengatasi edema otak diberikan kortikosteroid kuur, yaitu
deksametazon parenteral

 Mula-mula 10 mg IV tiap 4 jam


 Selanjutnya
- hari II : 5 mg tiap 6 jam
- hari III : 5 mg tiap 8 jam
- hari IV : 5 mg tiap 12 jam
- hari V : 5 mg tiap 24 jam
 Pemberian transquilizer (bila perlu) & analgetik harus hati-hati  beri yg
ringan saja. Jangan lebih kuat dari parasetamol
 Terapi osmotik
Untuk efek dehidrasi serebral, dapat diberikan

 Manitol 20%, dapat diulang sesuai kebutuhan


 Gliserol 10% dalam larutan NaCl 0,9%
 Terapi diuretika
Untuk menekan produksi LCS dapat diberikan furosemide atau
asetozolamide, tetapi dpt mengganggu keseimbangan asam-basa dan elektrolit

 Terapi homeostatistika
Untuk mengatasi/mencegah perdarahan lebih lanjut dapat diberikan
karbosokrom sodium sulfonat (adona AC 17), asam traneksamat
 Terapi simptomatik
 Bila febris, dikompres
 Muntah dapat diberikan sulfas atropine 0,25 mg subcutan
 Kejang/sangat gelisah diberikan diazepam IV
 Terapi profilaksis thdp infeksi
 Antibiotika : ampisilin/amoksisilin, tetrasiklin
 ATS profilaksis
 Neurotropik vitamin dan encephalotropics drugs
 Vit. B1, B6, B12, E tablet
 Pyritinol HCl tab/sirup, cutucholine (nicholin)

 Terapi Suportif
Psikoterapi diberikan pada penderita sadar.

 Hematome Epidural

Hematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara tulang


tengkorak (tabula interna) dan duramater (duramater meningealis), waktunya lebih
singkat ( 3 jam) dibanding hematom subdural.

Patofisiologi

Perdarahan di sini paling sering disebabkan pecahnya a.meningea media


akibat trauma kepala area temporoparietal yg biasanya disertai fraktur linier
horizontal. Perdarahan tsb berlangsung cepat sekali sehingga defisit neurologis yg
timbul sangat progresif dan bila tidak teratasi maka penderita akan meninggal akibat
herniasi.
Diagnosa

 Riwayat trauma kepala


 Setelah trauma didapat suatu periode bebas gejala yg disebut lucid interval,
beberapa jam/hari (tidak lebih dari 3 hari)
 Lalu disusul dg penurunan kesadaran dan timbul gejala fokal serebral
progresif/gejala lateralisasi spt papil anisokor (midriasis homolateral), kejang,
defisit neurologis spt hemipharese kontralateral dan refleks patologis (+)
 Dilanjutkan dg peninggian tekanan intrakranial dg tanda-tanda : cephalgia, mual,
muntah, pharese n.VI dupleks, papil edema.

Pemeriksaan Penunjang

 LCS jernih dg tekanan meninggi


 EEG normal, tampak perlambatan fokal sampai difus
 Rontgen kepala sering ditemui fraktur linier pada sisi hematom
 Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk
konveks/semilunair/bulan sabit antara jaringan otak dan tulang kranium
 Ct-scan otak tampak hematom berupa area hiperdens

Tata Laksana

Begitu diagnosa ditegakkan segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk


tindakan operatif segera.

Komplikasi

Bila tidak segera dioperasi, edema serebri akan bertambah hebat, tekanan
intrakranial makin meningkat. Selanjutnya terjadi herniasi yg disusul dg kematian
penderita.

Prognosa

Mortalitas hampir 100% dan lebih dari 50% pada kasus yg diobati disebabkan
keterlambatan dlm menegakkan diagnosa dan sebagian lagi memang karena beratnya
kerusakan jaringan otak yg terjadi.

2.6.4 Hematome Subdural


Hematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara duramater dan
arakhnoid (di dalam ruang sub arakhnoid), waktunya lebih panjang jd msh ada wkt
untuk pengobatan/operasi.

Patofisiologi

Hematom terbentuk secara perlahan-lahan bahkan dapat lama disebabkan robeknya


bridging veins (vena) akibat trauma kepala terutama daerah frontoparietal, yg bisa
meluas ke daerah temporal atau oksipital. Gejala klinik timbul bila hematom cukup
besar dan telah mengadakan pendesakan thdp otak.

Bentuk Klinik

 Hematom subdural akut (lucid interval 1-3 hari)


 Hematom subdural subakut (lucid interval 1-2 minggu)
 Hematom subdural kronis (lucid interval > 2 minggu)

Diagnosa

Mirip dengan epidural. Bedanya perjalanan penyakitnya lebih lama, dapat beberapa
hari, minggu, bulan atau lebih lama lagi.

Pemeriksaan Penunjang

 LCS jernih dg tekanan meninggi mengandung darah/xantochrom


 EEG abnormal, tampak perlambatan fokal sampai difus
 Rontgen kepala adanya pergeseran dari glandula Pincalis
 Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk bikonveks
antara jaringan otak dan tulang kranium

Komplikasi
Jika diagnosa dapat segera ditegakkan dan tindakan operatif cepat dilakukan maka
komplikasi tidak akan terjadi.

Prognosa

 Hematom subdural akut : mortalitas 90%


 Hematom subdural subakut : mortalitas 20% dan kasus post operatif 75%
sembuh dengan baik
 Hematom subdural kronis : biasanya post operatif bisa sembuh dengan baik

 Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan ruang subarakhnoid yg terjadi karena :

 Pecahnya pembuluh darah di daerah subarakhnoid


 Pecahnya pembuluh darah di luar subarakhnoid yg kemudian mengisi ruang
subarakhnoid, mis : contusio cerebri, perdarahan intraserebral.

Etiologi

 Non traumatik
Spontan, akibat pecahnya aneurisma. Disebut perdarahan subarakhnoid primer.

 Traumatik
Akibat trauma kepala. Disebut perdarahan subarakhnoid sekunder.

Patofisiologi

Perdarahan yg mengisi ruang subarakhnoid akan mengiritasi selaput otak.


Sedangkan pembuluh darah yang pecah akan menimbulkan daerah bagian distalnya
mengalami iskemik atau infark sehingga dijumpai defisit neurologis.
Diagnosa

Gejala dijumpai dari tingkat yg paling ringan sampai yang paling berat, tergantung
beratnya perdarahan yang terjadi.

 Dimulai dengan keluhan sakit kepala ringan yang makin lama makin hebat
 Kemudian disertai Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : kaku kuduk, kernig sign
(+)
 Selanjutnya pada keadaan berat akan dijumpai :
- Gangguan kesadaran sampai koma
- Defisit neurologis : hemipharese, refleks patologis
- Kejang : rigiditas deserebrasi, gangguan pernapasan dan dilatasi pupil

Pemeriksaan Penunjang

LCS mengandung darah/xanthochrom

Tata Laksana

 Perawatan
Bed rest total

 Medikamentosa
 Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat
 Metabolic activator : citicholine (nicholin), pyritinol mesylate (hidrogin)
 Neurotonika : vit. B1, B6, B12, E tab/injeksi
 Fisioterapi
Bila ada gejala sisa neurofisik spt hemipharese dpt dilakukan fisioterapi

Prognosa

Pada bentuk ringan, prognosa lebih baik daripada bentuk yang berat. Bahkan
pada bentuk yg berat sekali dapat menyebabkan kematian.
 Fraktur Cranii

Pembagian klinik

1. Fraktur cranii tertutup


a. Fraktur linier
b. Fraktur multiple
c. Fraktur impresi
 Tanpa defisit neurologis
 Dengan defisit neurologis
 Tindakan operatif hanya pada fraktur impresi yg disertai defisit
neurologis, selebihnya hanya konservatif.

2. Fraktur Cranii terbuka


a. Segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk tindakan operatif, kecuali fraktur
basis cranii sebagian besar dilakukan tindakan konservatif.

 Fraktur Basis Cranii

Fraktur cranii terbuka/komplikata yg terjadi di dasar tengkorak

Diagnosa

 Riwayat trauma kepala


 Keluhan subjektif (+)
 Gejala akibat fraktur tergantung lokalisasi, bisa di fossa cranii anterior atau
media.
 Gejala penyerta : comosio cerebri, contusio cerebri, hematome epidural atau
subdural
 Hilang kesadaran +/-  bila (+) fraktur basis bersama-sama combusio atau
contusio, tergantung kesadaran, bila (-) fraktur basis murni tapi jarang
 Khas :
- Perdarahan/likwore dari hidung, mulut dan telinga. Pada telinga kadang disertai
cairan. Tulis serinci-rincinya  telinga berdarah, lihat apa daun telinganya
robek, bila iya bukan fraktur basis. Bila mulut berdarah krn ada gigi yg lepas,
juga bukan fraktur basis.
- Hematom tgt letak kerusakan di fossa mana.
- Kebiruan di sekitar kelopak mata (monocele hematome : untuk satu mata ; Brill
hematome : untuk dua mata)
- Gejala lesi nn.craniales (lesi n.IX-XII hampir tdk pernah dijumpai)
 Refleks Babinski (+)
 Defisit neurologis (-)
 Kelainan neurologis tergantung tempat fraktur, bisa terjadi gangguan penciuman
atau pendengaran  periksa nn. craniales
 Kebiruan di belakang telinga  Battle sign

Pemeriksaan Penunjang

 LCS bercampur darah


 EEG sesuai dg jenis trauma kapitis penyertanya
 Rontgen 60% tdk terlihat karena daerah basis yang kompleks
Tata Laksana

 Perawatan
 Bed rest total, kepala ditahan dg bantal pasir dg posisi perdarahan/likwore di
sebelah atas
 Perawatan thdp perdarahan/likwore, jika perlu konsul ke THT

 Medikamentosa
 Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat
 Antibiotik adekuat diberikan guna menghadapi ancaman komplikasi
meningitis : ampisilin, amoksisilin. Harus diberikan antibiotik dosis tinggi
karena pada fraktur basis terdapat celah yang memungkinkan terjadi infeksi.
 Jika dengan contusio  beri KIR
 Obat-obat yg ditujukan untuk gejala penyerta

Komplikasi

Karena fraktur terbuka komplikasi yg srg terjadi meningitis.

Prognosa

Tergantung berat-ringannya fraktur yg terjadi dan jenis trauma kapitis penyerta.

 Sembuh sempurna
Meninggalkan gejala sisa berupa lesi nn.Craniales dan sindroma cerebral post
traumatika.

E. Pemeriksaan Penunjang Trauma Kepala

1. Foto Rontgen polos


Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis
servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di
daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat
di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah
temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan
dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka
dibuatkan foto basis kranii dengan kepala menggantung dan sinar rontgen terarah
tegak lurus pada garis antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto
kolumna vertebralis servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat
adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat
ditemukan garis fraktur atau fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi
mungkin menimbulkan impressions digitae.
2. Compute Tomografik Scan (CT-Scan)
CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972. Dengan
pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak. Potongan-potongan
melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas.43 Indikasi
pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis : c.1. GCS < 15 atau terdapat
penurunan kesadaran c.2. Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur
tulang tengkorak c.3. Adanya tanda klinis fraktur basis kranii c.4. Adanya kejang
c.5. Adanya tanda neurologis fokal c.6. Sakit kepala yang menetap.

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih
jelas.
Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik
dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural
hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan
hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa
posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. Sedangkan kerugian
MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu: membutuhkan waktu pemeriksaan
lama sehingga membutuhkan alat monitoring khusus pada pasien trauma kapitis
berat, kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian
fraktur, perdarahan subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan.

Anda mungkin juga menyukai