Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS


HIPERBILIRUBIN

Disusun Oleh:
RIAN INDRASUARI (024SYE16)
ROSITA RAHMAYANI (027SYE16)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES YARSI MATARAM YAYASAN


RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT JENJANG
D3.KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan kali ini kami
membahas “PENYAKIT HIPERBILIRUBIN”. Dalam menulis makalah ini, kami
mengalami beberapa kesulitan. Namun dengan usaha dan kesungguhan kami dalam
mengerjakan penyususnan makalah ini akhirnya kami dapat menyajikan makalah ini. Kami
berharap makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya yang
membaca, sehingga apa bila kita bila menjumpai klien dengan resiko HIPERBILIRUBIN kita
bisa mencegah dan menanganinya sejak awal.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................
a. Latar belakang.................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................
a. Pengertian......................................................................................................................................
b. Etiologi Hiperbilirubin..............................................................................................................
c. Anatomi Fisiologi Hiperbilirubin..........................................................................................
d. Patofisologi Hiperbilirubin.........................................................................................................
e. Manifestasi klinis Hiperbilirubin............................................................................................
f. Klasifikasi Hiperbilirubin........................................................................................................
g. Penatalaksanaan AskepHiberbilirubin...........................................................................
h. Komplikasi.....................................................................................................................................
i. Pemeriksaan Diagnostik PadaBayidenganHiperbillirubine.........................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian....................................................................................................................................
b. Diagnosa Keperawatan .................................................................................................................
c. Rencana Keperawatan .................................................................................................................
d. Tindakan keperawatan.............................................................................................................
e. Evaluasi .......................................................................................................................................

BAB IV PENUTUP..........................................................................................................................

a. Kesimpulan ..................................................................................................................................
b. Saran .............................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi
baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan
pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi
(Guyton & Hall, 2006).
Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan
pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul
akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak
terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada
berbagai keadaan (Suriadi, 2001).

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau
patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari
kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang
punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul
dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya. (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011).

Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala


sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu
perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi
kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus
pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi, dilihat dari sisi
penyebabnya kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Faktor yang
dapat dikaitkan dengan kematian bayi endogen dan eksogen adalah kematian endogen
atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada
bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat
selama kehamilan. Sedangkan kematian eksogen atau kematian postnatal adalah
kematian bayi yang terjadi setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang
disebabkan faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar akibat dari
kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawat bayinya (Depkes, 2007).

Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di Negara tetangga tahun 2007
seperti singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 6,5% per 1.000 kelahiran
hidup, Thailand 17% per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18% per 1.000 kelahiran
hidup dan philipina 26% per 1.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi di
Indonesia cukup tinggi yakni 46,5% per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2011).

Ikterus merupakan salah satu fenomena yang sering ditemukan pada bayi baru
lahir, kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 25-50% pada bayi cukup
bulan 80% pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat
fisiologis dan sebagian bersifat patologis (hiperbilirubinemia) yang dapat
menimbulkan dampak yang buruk (SDKI, 2011). Dampak buruk yang diderita bayi
seperti : kulit berwarna kuning sampai jingga, klien tampak lemah, urine menjadi
berwarna gelap sampai berwarna coklat dan apabila penyakit ini tidak ditangani
dengan segera maka akan menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yaitu
kernicterus (kerusakan pada otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau menghisap,
letargi, gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi, 2006).

Peran perawat dalam keperawatan ini sebagai innovator, fasilitator dan


pendidik dan sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam
melakukan asuhan keperawatan kepada klien secara menyeluruh baik biologis,
psikologis, social, budaya dan spiritual yang meliputi beberapa aspek antara lain
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dari aspek promotif adalah dimana
perawat berperan sebagai promotor kesehatan yang perlu memberikan informasi
ataupun pendidikan kesehatan tentang pentingnya hidup sehat dan melakukan
pemeriksaan kandungan secara rutin. Perawat sebagai aspek preventif adalah
menganjurkan kepada ibu hamil untuk berhati-hati terhadap penggunaan obat-obatan
dan pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Aspek kuratif perawat berkolaborasi dalam
pemberian terapi (fototherapi,transfuse pengganti, infus albumin dan therapy obat).
Peran perawat sebagai rehabilitatif adalah perawat mengembalikan kondisi klien
setelah mengalami penurunan kadar bilirubin dan menginformasikan kepada ibu
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna
untuk memberikan asuhan keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien
dengan diagnosa hiperbilirubin. Pada kenyataannya kita lihat dilapangan banyak
pasien hiperbilirubin yang pemberian asuhan keperawatan yang kurang maksimal,
contohnya pada fototerapi, seharusnya mempunyai kontrol atau pengawasan, tetapi
banyak perawat yang lalai dalam hal tersebut. Pada saat pengkajian ditemukan tiga
dari sepuluh bayi yang di rawat inap perinatology dengan diagnosa ikterus neonatum,
dimana ketiga bayi tersebut sedang di fototerapi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian

Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit,
mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak,
2004). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah


mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau
tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all, 2000).

Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah


ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan,
2009). Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005).

2. Etiologi Hiperbilirubin

Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :

1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan


darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga icterus hemolitik.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau
infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, shypilis.
3. Anatomi Fisiologi Hiperbilirubin
a. Hati

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga
perut dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa
normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme. Lobus kanan yang lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga
bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price &
Wilson, 2005).

Hati disuplai oleh pembuluh darah, yaitu :

1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan
nutrient seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan
mineral.
2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
b. Fungsi hati
1. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari
suatu tempa dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya.
2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu
dan urine.
3. Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.
4. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo
endulium dialirkan ke empedu
5. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang
larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak
dapat dikeluarkan dalam tubuh (seperti peptisida).
6. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan
rusak.
7. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi
ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
8. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.

4. Patofisologi Hiperbilirubin

Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar,


gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin
dan mengakibatkan peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang
mengakibatkan warna kuning pucat pada kulit (Haws Paulette S, 2007).

Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim
glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi
menjadi bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam
lemak dan mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak
larut dalam air ini tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria.
Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan
bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap
(Price, Sylvia Anderson, 2006).

Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak
akan memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus
menerus melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika
berlanjut akan menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual
muntah, jadi dengan adanya peningkatan bilirubin didalam darah maka akan
menyebabkan terjadinya hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui
20 mg/dl maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan
segera maka akan dapat mengakibatkan kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek
hisap lemah (Price, Sylvia Anderson, 2006).
5. Manifestasi klinis Hiperbilirubin

Manifestasiklinis yang lazim di


temukanpadabayidenganhiperbillirubinadalahsebagaiberikut :

a. Kulit jaundice (kuning)


b. Sklera ikterik
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup
bulan dan 15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh
rendahnya intake kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrom gangguan nafas
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
i. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan
adanya kejang
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
k. Terjadi pembesaran hati
l. Tidak mau minum ASI
m. Letargi

6. Klasifikasi Hiperbilirubin

Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :

1. Ikterus fisiologi (direks)


a. Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
b. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12
mg/dl pada bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
d. Ikterus hilang 10-14 hari
e. Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis
2. Ikterus patologis
a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
c. Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl
dan 10 mg/dl pada bayi kurang bulan
d. Ikterus menetap setelah 2 minggu
e. Mempunyai hubungan dengan hemolitik

7. Penatalaksanaan Askep Hiberbilirubin

Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :

1. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi


a. Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-
ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat
habis berikan melalui sonde.
b. Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan
ASI) mungkin perlu ganti susu.
2. Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
a. Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8
selama 30 menit)
b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok
harinya.
c. Berikan banyak minum
d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi
dokter, bayi perlu terapi
3. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
a. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
b. Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lngkungannya
c. Mencegah terjadinya infeksi ( memperhatikan cara bekerja aseptik).
8. Komplikasi

Menurut (Suriadi & Rita Yuliani, 2006) Komplikasi yang terjadi pada bayi dengan
hiperbilirubin jika tidak ditangani dengan benar adalah sebagai beriku :

a. Bilirubin encephalopathy (komplikasiserius).


b. Kernikterus, kerusakanneurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.

9.Pemeriksaan Diagnostik PadaBayidenganHiperbillirubine

Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2001 yaitu :

Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek menandakan
adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes
comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah
merah dari neonatus.

Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.

Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).

Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi paterm.

Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.

Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan


bilirubin serum.

Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi sel


darah merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas ABO.

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus


neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.

Ultrasonografi, digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan


ekstrahepatic.

Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar
seperti diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu
juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis dan hepatoma.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN

A. Pengkajian

a. Identitas pasien dan keluarga


b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan
ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi
sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan
hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.

c. pola fungsi

1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses mungkin
lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.Urin gelap pekat; hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze).
4. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada menyusu
botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah
sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan
pembesaran limfa, hepar.
5. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum,
hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh
berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat Opistotonus dengan kekakuan
lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernafasan
Riwayat asfiksia
7. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus. Dapat mengalami ekimosis berlebihan,
ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah
dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran
dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis,
hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek
dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperaw Hasil
atan
Gangguan Setelah dilakukan Mandiri
integritas tindakan keperawatan a. Monitor warna dan a. Warna kulit kekuningan
kulit selama proses keadaan kulit sampai jingga yang
berhubun keperawatan setiap 4-8 jam semakin pekat
gan diharapkan integritas b. Monitor keadaan menandakan konsentrasi
dengan kulit kembali baik/ bilirubin direk dan bilirubin indirek dalam
peningkat normal dengan indirek ( kolaborasi darah tinggi.
an kadar kriteria hasil : dengan dokter dan b. Kadar bilirubin indirek
bilirubin  Kadar analis ) merupakan indikatorberat
indirek bilirubin c. Ubah posisi miring ringan joundice yang
dalam dalam batas atau tengkurap. diderita.
darah, normal ( 0,2 – Perubahan posisi c. Menghindari adanya
ikterus 1,0 mg/dl ) setiap 2 jam penekanan pada kulityang
pada  Kulit tidak berbarengan terlalu lama sehingga
sclera berwarna dengan perubahan mencegah
leher dan kuning/ posisi lakukan terjadinyadekubitus atau
badan. warna kuning massage dan irtasi pada kuit bayi.
mulai monitor keadaan d. Kulit yang bersih dan
berkurang kulit lembab
 Tidak timbul d. Jaga kebersihan membantumemberi rasa
lecet akibat kulit dan nyaman dan menghindari
penekanan kelembaban kulit bayimeengelupas
kulit yang kulit/ Memandikan atau bersisik.
terlalu lama dan pemijatan bayi

2 Kurang Setelah diberikan Mandiri


pengetahu asuhan keperawatan a. Berikan informasi a) Memperbaiki kesalahan
-an diharapkan tentang konsep,
keluarga pengetahuan keluarga penyebab,penanga meningkatkanpemahama
mengenai bertambah dengan nan dan implikasi n,dan menurunkan rasa
kondisi, kriteria hasil: masa datang dari takut dan perasaan
prognosis  Mengungkap hiperbilirubinemia. bersalah. Ikterik neonates
dan kan Tegaskan atau mungkin fisiologis,
kebutuhan pemahaman jelaskan informasi akibat ASI, atau patologis
tindakan tentang sesuai kebutuhan. dan protocol perawatan
berhubu- penyebab, b. Tinjau ulang tergantung pada
ngan tindakan, dan maksud dari penyebab dan factor
dengan kemungkinan mengkaji bayi pemberat.
kurangny hasil terhadap b) Memungkinkan orangtua
a paparan hiperbilirubin peningkatan kadar mengenali tanda-tanda
informasi emia bilirubin (mis, peningkatan kadar
 Melatih orang mengobservasi bilirubin dan mencari
tua bayi pemucatan kulit di evaluasi medis tepat
memandikan, atas tonjolan tulang waktu.
merawat tali atau perubahan c) Pemahaman orangtua
pusat dan perilaku ) membantu
pijat bayi . khususnya bila mengembangkan kerja
bayi pulang dini. sama mereka bila bila
c. Diskusikan bayi dipulangkan.
penatalaksanaan di Informasi membantu
rumah dari ikterik orangtua melaksanakan
fisiologi ringan penatalaksanaan dengan
atau sedang, aman dan dengan tepat
termasuk serta mengenali
peningkatan pentingnya aspek
pemberian makan, program penatalaksanaan.
pemajanan d) Membantu ibu untuk
langsung pada mempertahankan
sinar matahari dan pemahaman pentingnya
program tindak terapi. Mempertahankan
lanjut tes serum supaya orangtua tetap
d. Berikan informasi mendapatkan informasi
tentang tentang keadaan
mempertahankan bayi.Meningkatkan
suplai ASI melalui keputusan berdasarkan
penggunaan pompa informasi. Fototerapi di
payudara dan rumah dianjurkan hanya
tentang kembali untuk bayi cukup bulan
menyusui ASI bila setelah 48 jam pertama
ikterik memerlukan kehidupan,dimana kadar
pemutusan bilirubin serum antara 14
menyusui. – 18 mg/dltanpa
e. Kaji situasi peningkatan konsentrasi
keluarga dan bilirubin reaksi langsung
system pendukung. e) Tindakan dihentikan bila
berikan orangtua konsentrasi bilirubin
penjelasan tertulis serum turundi bawah 14
yang tepat tentang mg/dl, tetapi kadar serum
fototerapi di harus diperiksa
rumah, daftarkan ulangdalam 12-24 jam
teknik dan untuk mendeteksi
potensial masalah. kemungkinanhiperbilirubi
f. Buat pengaturan nemia berbalik.
yang tepat untuk
tes tindak lanjut
dari bilirubin
serum pada
fasilitas
laboratorium.
D. Evaluasi

Dx. 1 Integritas kulit kembali baik / normal,


· Kadar bilirubin dalam batas normal
· Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
· Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama
Dx. 2 Pengetahuan keluarga bertambah,
· Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab,tindakan,dan kemungkinan hasil
hiperbilirubinemia
· Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat
BAB IV
PENUTUP
A. kesimpulan
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit,
mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak,
2004). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Hiperbilirubin pada anak dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dengan


baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI)dan menghindari obat yang
meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
B. Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca agar dapat meningkatkan lagi
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dibidang mata kuliah keperawatan
anak khususnya terkait asuhan keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai