LTA WATI Bab 1 Dan Bab 2 FIKS
LTA WATI Bab 1 Dan Bab 2 FIKS
Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD)” ini telah disetujui untuk diajukan di hadapan Tim Penguji Laporan Tugas
Akhir Program Studi Kebidanan Jenjang D.3 STIKes Yarsi Mataram pada
Hari :
Tanggal :
Mengetahui ,
i
LEMBARAN PENGESAHAN
Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD)” telah dipertahankan dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Tim
Penguji Laporan Tugas Akhir Program Studi Kebidanan Jenjang D.3 STIKes Yarsi Mataram
pada
Hari :
Tanggal :
Penguji I : ( )
Penguji II : ( )
Penguji III : ( )
Mengetahui ,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan bantuan,
arahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, izinkan penulis menyampaikan
1. H. Zulkahfi, S.Kep., Ners., M.Kes, selaku Ketua STIKes Yarsi Mataram yang telah
2. Bq. Ricca Afrida,. M.Keb, selaku Ketua Pordi Kebidanan Jenjang D.3 STIKes Yarsi
Mataram.
3. Sri Handayani, M.Keb, selaku Pembimbing Akademik Prodi Kebidanan Jenjang D.3
4. Dian Soekmawaty R.A., M.Keb, selaku Pembimbing I Laporan Tugas Akhir yang telah
5. Ni Putu Aryani, S.ST., M.Keb, selaku Pembimbing II Laporan Tugas Akhir yang telah
iii
DAFTAR SINGKATAN
RI : Republik Indonesia
BB : Berat Badan
TB : Tinggi Badan
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran II
Lampiran III
Lampiran IV
vii
BAB I
PENDAHULUAN
pada capaian target Sustainable Development Goals (SDGs) menyatakan secara global
sekitar 830 wanita meninggal setiap hari karena komplikasi selama kehamilan dan
persalinan, dengan tingkat AKI sebanyak 216 per 100.000 kelahiran hidup (WHO,
2017). Penyebab dari kematian pada wanita hamil dan bersalin selalu berkaitan dengan
distosia saat persalinan, 12,9% aborsi yang tidak aman dan sisanya berkaitan dengan
sebab lain (WHO, 2011). Kematian ibu di dunia tahun 2013 masih didominasi oleh tiga
kehamilan sebesar 27,1%, dan infeksi sebesar 7,3% (WHO, 2017). Partus lama juga
merupakan salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia yang angka kejadiaannya
terus meningkat yaitu 1% pada tahun 2010, 1,1 % pada tahun 2011, dan 1,8% pada
Menurut data yang tercatat oleh Depkes RI tahun 2008, ada beberapa penyebab
kematian ibu, salah satu di antaranya adalah infeksi sebesar 11% sekaligus menjadi
urutan ketiga penyebab kematian ibu, dimana resiko infeksi pada ibu dan bayi
meningkat pada kejadian ketuban pecah dini (Depkes RI, 2018). Penyebab langsung
(13%), komplikasi abortus (11%), infeksi (10%), dan persalinan lama (9%) (Depkes RI,
2016). Kematian ibu di Indonesia tahun 2013 masih didominasi oleh tiga penyebab
utama kematian yaitu perdarahan sebesar 30,13%, hipertensi dalam kehamilan sebesar
1
27,1%, dan infeksi sebesar 7,3% (Dikes RI, 2017). Salah satu penyebab kematian yaitu
infeksi. Infeksi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan penyebab
kedua dari kematian ibu dan perinatal (Depkes RI, 2017). Penyebab langsung kematian
ibu antara lain komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, yaitu perdarahan 60%,
Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari
kemih, dan sebanyak 65% adalah karena Ketuban Pecah Dini (KPD) yang banyak
menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Sutarjo, 2016). Ketuban Pecah Dini (KPD)
merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi (Sujiyantini, 2009). Pada sebagian
besar kasus ketuban pecah dini berhubungan dengan infeksi intra partum (Sujiyantini,
2009). Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari
kemih, dan sebanyak 65% adalah karena Ketuban Pecah Dini (KPD) yang banyak
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
paling sering ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7%-17%, bergantung pada
lama periode fase laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosis KPD (Sujiyanti,
2010). Insiden Ketuban Pecah Dini (KPD), di luar negeri (di negara-negara Asia
lainnya seperti Malaysia, Thailand, Filipina, India, insiden KPD antara 6%-12%
(Wiradharma, 2013). Insiden kejadian KPD di Provinsi NTB sekitar 8-10% pada semua
semua kehamilan (Fadlun, 2011). Sekitar 30-40% persalinan prematur didahului oleh
2
pecah ketuban (Fadlun, 2011). Komplikasi ini merupakan faktor yang signifikan
terhadap kemungkinan persalinan dan kelahiran prematur (Liu, 2007). Saat ketuban
pecah, 50% ibu akan mengalami persalinan secara spontan dalam 24 jam dan 80% akan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi NTB sejak tahun 2011 sampai tahun
2013 telah terjadi penurunan yaitu dari 130/100.000 kelahiran hidup turun menjadi
100/100.000 kelahiran hidup tahun 2013 (Dikes NTB, 2017). Proyeksi kematian ibu
paling banyak pada waktu ibu nifas sekitar 56%, kematian ibu bersalin sekitar 23%,
kematian pada waktu hamil sekitar 21% (Dinkes, 2013). Berdasarkan kelompok umur,
kejadian kematian ibu pada usia 20-34 tahun sebanyak 54%, usia ≥35 tahun sebanyak
39% dan usia <20 tahun sebanyak 7%, dibandingkan dengan tahun 2012, pada tahun
2013 terjadi peningkatan kasus kematian ibu pada usia ≥35 tahun dan usia <20 tahun
(Dinkes, 2013). Selain masalah AKI, berdasarkan laporan rutin (pencatatan) petugas
kesehatan di Provinsi NTB mencatat bahwa kasus kematian balita pada tahun 2013
menurun dibandingkan tahun 2012 (Dinkes NTB, 2016). Penyebab langsung kematian
partus lama 0,76%, infeksi jalan lahir 3,07%, dan lain-lain 31,53% (Dinkes NTB,
2011).
peningkatan, dimana pada tahun 2011 sebanyak 7 kasus yang terdiri dari perdarahan
1,53%, infeksi 0,76%, eklamsi/pre-eklamsi 2,30%, dan lain-lain 3,07% (Dinkes NTB,
2011). Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari
saluran kemih, dan sebanyak 65% adalah karena Ketuban Pecah Dini (KPD) yang
banyak menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Dinkes RI, 2011). Berdasarkan studi
3
pendahuluan yang di lakukan di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Provinsi NTB di
Mataram, tercatat kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) pada tahun 2009 sebanyak 301
kasus, pada tahun 2010 sebanyak 523 kasus dan pada tahun 2011 sebanyak 682 kasus
dari 2522 persalinan, atau kira- kira frekuensi kejadiannya sekitar 27,04 % atau 1 per 4
Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini yaitu umur,
paritas, riwayat kehamilan sebelumnya, trauma, dan jarak kehamilan (Sutarjo, 2011).
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling
sering ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7%-17%, bergantung pada lama
periode fase laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosis KPD (Sudarmi, 2013).
Angka kejadian kasus KPD terjadi lebih tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten,
polihidramnion, malpresentasi janin, janinkembar atau adanya infeksi pada serviks atau
Dampak ketuban pecah dini bisa terjadi pada ibu dan janin.Ketuban pecah dini
sangat berpengaruh pada janin, walaupun ibu belum menunjukkan infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi karena infeksi intrauterin terjadi lebih dulu sebelum
gajala pada ibu dirasakan, sedangkan pengaruh pada ibu karena jalan lahir telah terbuka
maka akan dijumpai infeksi intrapartal, infeksi puerpuralis, peritonitis dan septikemi
serta dry-labor (Siti Aisyah, 2012). Selain itu terjadi kompresi tali pusat dan lilitan tali
pusat pada janin. Hal ini akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal (Siti
pecah dini yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil tentang
kehamilan, persalinan dan juga menganjurkan agar ibu hamil secara rutin melakukan
ANC (Ante Natal Care) ke tempat pelayanan kesehatan selama kehamilan berlangsung,
4
disamping itu ibu perlu hati-hati dalam beraktifitas sehari-hari sehingga persalinannya
nanti bisa berjalan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (Aini Oktarina,
2012). Penangan persalinan dengan ketuban pecah dini meliputi: apabila umur
kehamilan >36 minggu, bidan melakukan observasi inpartu, bila 6-8 jam belum terjadi
kemajuan persalinan maka dilakukan induksi dan jika induksi gagal maka dilakukan
operasi sectio caesaria (RSI Sultan Agung, 2014). Apabila umur kehamilan 28-35
muscular/intra vena diulang 12 jam selama 2 hari, mengobsevasi vital sign, denyut
jantung janin, memberikan antibiotik dan menunggu partus spontan (RSI Sultan Agung,
2014). Apabila umur kehamilan 24-27 minggu kehamilan segera diakhiri (RSI Sultan
dengan Ketuban Pecah Dini dan pada kasus ini berfokus pada penatalaksanaan masalah
1. Tujuan umum
Ketuban Pecah Dini patologis pada ibu bersalin menggunakan metode SOAPIE.
a. Mahasiswa mampu melakukan data subyektif pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
5
b. Mahasiswa mampu melakukan data obyektif pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
d. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan atau planning pada Ibu Bersalin
hamil pada Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Patologis.
dalam memberikan konseling pada ibu bersalin tentang ketuban pecah dini (KPD).
sebagai bahan informasi tambahan bagi tenaga kesehatan khususnya pada kebidanan
Sebagai tambahan refrensi dan kepustakaan dalam peningkatan ilmu pengetahuan dan
6
c. Bagi Ibu Hamil
Agar ibu hamil mendapat asuhan kebidanan yang tepat, bermutu, dan ibu hamil
komplikasi dapat dideteksi secara dini dan dapat diberikan penanganan oleh tenaga
kesehatan serta untuk menambah informasi mengenai tanda bahaya pada ibu hamil
yang dapat menyebab ketuban pecah dini pada ibu hamil sebelum waktu melahirkan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar (Kuswanti, 2014). Persalinan merupakan proses
fisiologis normal yang diawali oleh kontraksi dengan frekuensi lama serta nyeri yang
meningkat, yang memungkinkan pendataran dan pembukaan servik, sehingga janin dapat
melintas melewati jalan lahir dan selamat dilahirkan (Sujiyanti, 2011). Persalinan adalah
suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui
vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2007). Persalinan adalah proses di mana bayi,
plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu (Saifudin, 2008).
2.1.2 Etiologi
jelas, banyak teori yang dikemukakan, namun masing-masing teori ini mempunyai
1-2 minggu sebelum partus, terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron,
8
c. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim
ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus
(Rohani,dkk. 2010)
persalinan adalah :
b) Pengaruh prostaglandin
c) Struktur uterus
d) Sirkulasi uterus
perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dari
berlangsungnya partus antara lain penurunan kadar hormon progesterone dan estrogen
menurunnya kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum persalinan (Wirohardjo,
uterus yang membesar menjadi tegang mengakibatkan iskemi otot – otot uterus yang
9
2.1.4 Tahap-Tahap Persalinan
Disebut juga kala pembukaan dimulai dengan pembukaan serviks sampai terjadi
1) Fase laten
hingga 8 jam.
darah, dan atau cairan ketuban; riwayat kehamilan; riwayat medik; riwayat
social; terakhir kali makan dan minum; masalah yang pernah ada
b) Pemeriksaan Umum :
Tanda vital, BB, TB, Odema; kondisi puting susu; kandung kemih.
c) Pemeriksaan Abdomen :
Bekas luka operasi; tinggi fundus uteri; kontraksi; penurunan kepala; letak
10
d) Pemeriksaan vagina :
e) Pemeriksaan Penunjang :
Urine: warna, kejernihan, bau, protein, BJ, dan lain-lain; darah: Hb, BT/CT,
dan lain-lain.
f) Perubahan psikososial
2) Fase aktif
dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih), serviks membuka dari 4 cm ke
10 cm, biasanya kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan lengkap (
Penggunaan Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif
11
Halaman depan partograf untuk mencatat atau memantau (Sarwono
Prawirohardjo, 2009):
a) Kesejahteraan janin
b) Kemajuan persalinan
c) Kesejahteraan ibu
Nadi (setiap ½ jam), tekanan darah dan temperatur tubuh (setiap 4 jam),
prodeksi urin , aseton dan protein ( setiap 2 sampai 4 jam), makan dan
minum.
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi.Wanita merasa hendak buang air besar karena tekanan
pada rektum. Perinium menonjol dan menjadi besar karena anus membuka. Labia
menjadi membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak pada vulva pada
Pada primigravida kala II berlangsung 1,5-2 jam, pada multi 0,5-1 jam.
3) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau vaginanya.
4) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau vaginanya.
12
6) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai dengan lahirnya placenta ( 30 menit).
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dan fundus uteri sepusat. Beberapa menit
Biasanya plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan plasenta keluar
sehingga dapat memperpendek waktu kala III dan mengurangi kehilangan darah
1) Berikan oksitosin 10 unit IM dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, dan
13
d. Kala IV (2 jam post partum) (Ari Susanti dkk, 2012).
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo 60 sampai 80
mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup
rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat dan
his dapat dirasakan ibu saat menyusui bayinya karena pengeluaran oksitosin oleh
kelenjar hipofise posterior (Rohani,dkk. 2010). Tanda dan gejala kala IV : bayi dan
Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan yang
terjadi setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam
kedua kala IV. Jika ada temua yang tidak normal, lakukan observasi dan penilaian
Primigravida Multigravida
memasukkan kala IV
14
1. Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan (Wijaksono, 2012):
a. Pengertian
Denominator atau petunjuk adalah kedudukan dari salah satu bagian dari
bagian depan janin terhadap jalan lahir.Hipomoklion adalah titik putar atau
pusat pemutaran.
melalui PAP. Pada primigravida kepala janin mulai turun pada umur
(Wiknjosastro, 2010).
Bila engagement sudah terjadi maka kepala tidak dapat berubah posisi
karena itu engagement sering juga disebut fiksasi. Pada kepala masuk
15
PAP, maka kepala dalam posisi melintang dengan sutura sagitalis
Seharusnya pada waktu kepala masuk PAP, sutura sagitalis akan tetap
mendekati symphisis.
2) Descensus (penurunan)
badan janin.
3) Fleksi
menemui jalan lahir.Pada waktu kepala tertahan jalan lahir, sedangkan dari
16
:perubahan arah bidang PAP dan PBP, bentuk jalan lahir yang
5) Defleksi
lebih pendek dari pada yang belakang. Pada waktu defleksi, maka kepala
Gambar 2.1
mekanisme persalinan letak belakang kepala (Sarwono, 2010)
17
2.1.5 Asuhan dalam persalinan
bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta
intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga
Anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu
Makanan ringan dan cairan yang cukup selama persalinan memberikan lebih
efektif.
Ibu harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam atau lebih sering jika ibu ingin
18
2) Menyebabkan ibu merasa tidak nyaman
atonia uteri
e. Pencegahan infeksi
infeksi sangat penting dalam penurunan kesakitan dan kematian ibu dan
Pantau kesejahteraan ibu dan janin serta kemajuan persalinan sesuai partograf.
ibu
g) Ibu dibimbing mengedan selama his dan anjurkan ibu untuk mengambil nafas
diantara kontraksi
i) Minta ibu mengedan saat kepala bayi nampak 5-6 cm di introitus vagina
j) Letakkan satu tangan dikepala bayi agar defleksi tidak terlalu cepat
l) Lahirkan kepala
19
m) Periksa adanya lilitan tali pusat
p) Lakukan tarikan lembut kepala bayi kebawah untuk melahirkan bahu anterior
q) Sangga kepala dan leher bayi dengan satu tangan kemudian dengan tangan
r) Letakkan bayi diatas perut ibu, keringkan sambil nilai pernafasannya (Score
e. Jika plasenta telah lepas dari insersinya, tangan kanan menarik tali pusat
kebawah lalu keatas sesuai dengan kurve jalan lahir sampai plasenta nampak
divulva lalu tangan kanan menerima plasenta kemudian memutar kesatu arah
dengan hati-hati sehingga tidak ada selaput plasenta yang tertinggal dalam
jalan lahir.
f. Segera setelah plasenta lahir tangan kiri melakukan massase fundus uteri
20
h. Periksa jalan lahir dengan seksama, mulai dari servik, vagina hingga
d. Periksa kontraksi uterus dan tanda vital ibu setiap 15 menit pada jam pertama
ampul oksitosin dan memasukkan 1 buah alat suntik sekali pakai 3 cc ke dalam
5) Memakai sarung tangan DTT pada tangan kanan yang di gunakan untuk periksa
dalam
21
6) Mengambil alat suntik sekali pakai dengan tangan kanan, isi dengan oksitosin dan
letakkan kembali kedalam wadah partus set. Bila ketuban belum pecah,
gerakan dari vulva ke perineum (bila daerah perineum dan sekitarnya kotor
karena kotoran ibu yang keluar, bersihkan daerah tersebut dari kotoran),
9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%,
membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5%
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai pastikan DJJ
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta
ibu untuk meneran saat ada his, bila ia sudah merasa ingin meneran
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran, (pada
saat ada his, bantu ibu dalam posisi setelah duduk dan pastikan ia merasa
nyaman)
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran
14) Saat kepala janin terlihat di vulva dengan diameter 5-6 cm, memasang handuk
15) Mengambil kain bersih, melipat 1/3 bagian dan meletakkannya dibawah bokong
ibu
22
17) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
18) Saat sub-occiput tampak dibawah simfisis, tangan kanan melindungi perineum
dengan dialas lipatan kain di bawah bokong, sementara tangan kiri menahan
puncak kepala agar tidak terjadi defleksi yang terlalu cepat saat kepala lahir.
(minta ibu untuk tidak meneran dengan nafas pendek-pendek) Bila didapatkan
mekonium pada air ketuban, segera setelah kepala lahir lakukan penghisapan
19) Menggunakan kasa/kain bersih untuk membersihkan muka janin dari lendir dan
darah
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara
sponta.
22) Setelah janin menghadap paha ibu, tempatkan kedua telapak tangan biparietal
kepala janin, tarik secara hati-hati ke arah bawah sampai bahu anterior / depan
lahir. Bila terdapat lipatan tali pusat yang terlalu erat hingga menghambat putaran
paksi luar atau lahirnya bahu, minta ibu berhenti meneran, dengan perlindungan
tangan kiri, pasang klem di dua tempat pada tali pusat dan potong tali pusat di
23) Setelah bahu lahir, tangan kanan menyangga kepala, leher dan bahu janin bagian
posterior dengan posisi ibu jari pada leher (bagian bawah kepala) dan ke empat
jari pada bahu dan dada / punggung janin, sementara tangan kiri memegang
lengan dan bahu janin bagian anterior saat badan dan lengan lahir
23
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri pinggang ke arah bokong
dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk
25) Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan kanan
letakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala lebih rendah dari badan (bila
26) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian
tali pusat
bayi.Melakukan urutan tali pusat ke arah ibu dan memasang klem diantara kedua
28) Memegang tali pusat diantara 2 klem menggunakan tangan kiri, dengan
perlindungan jari-jari tangan kiri, memotong tali pusat di antara kedua klem.Bila
bayi tidak bernafas spontan lihat penanganan khusus bayi baru lahir
29) Mengganti pembungkus bayi dengan kain kering dan bersih, membungkus bayi
hingga kepala
30) Memberikan bayi pada ibu untuk disusui bila ibu menghendaki.
33) Menyutikan Oksitosin 10 unit secara intra muskuler pada bagian luar paha kanan
1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
24
35) Meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara
tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan
36) Saat kontraksi, memegang tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri
menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso kranial.Bila uterus tidak segera
berkontraksi, minta ibu atau keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu
37) Jika dengan peregangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang
dan terasa adanya pelepasan plasenta , minta ibu untuk meneran sedikit sementara
tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan
38) Setelah plasenta tampak di vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-
hati.Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
40) Sambil tangan kiri melakukan masase pada fundus uteri, periksa bagian maternal
dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh
kotelidon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan memasukkan ke dalam
41) Memeriksa apakah ada robekan pada introitus vagina dan perenium yang
25
42) Periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya perdarahan pervaginam,
43) Membersihkan sarung tangan dari lendir dan darah di dalam larutan klorin 0,5 %,
kemudian bilas tangan yang masih mengenakan sarung tangan dengan air yang
44) Mengikat tali pusat kurang lebih 1 cm dari umbilicus dengan sampul mati
45) Mengikat balik tali pusat dengan simpul mati untuk kedua kalinya
46) Melepaskan klem pada tali pusat dan memasukkannya dalam wadah berisi larutan
klorin 0, 5%
50) Mengajarkan ibu/keluarga untuk memeriksa uterus yang memiliki kontraksi baik
53) Merendam semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5 %
sediakan
55) Membersihkan ibu dari sisa air ketuban, lendir dan darah dan menggantikan
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan memberitahu keluarga untuk membantu
26
58) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung
tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
2.2.1 Definisi
waktunya melahirkan, hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh seblum
waktunya melahirkan (Sujiyatini dkk, 2009). KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu, sedangkan KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih
dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Mufdlilah dkk, 2009). KPD adalah
pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan
maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada
kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu
banyak (Manuaba, 2009). Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting
2.2.2 Etiologi
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
27
a. Infeksi
1) Infeksi genetalia
Dari berbagai macam infeksi yang terjadi selama kehamilan disebabkan oleh
terjadi ketuban pecah dini. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor kebersihan diri
seperti: jarang mengganti pakaian dalam dan mencuci alat kelamin tidak bersih,
dan aktivitas seksual yang berlebihan sehinnga terjadinya infeksi tersebut dan
dermis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban. Bakteri
(Sualman, 2009)
b. Trauma
Trauma yang disebabkan misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekwensi yang lebih 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi
penis yang terlalu dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini
(Sualman, 2009).
28
c. Tekanan intra uteri yang meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor
d. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun ( primi tua)
Usia ibu yang ≤ 20 tahun sering terjadi penyulit/komplikasi bagi ibu maupun
janin, hal ibi disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk ibu hamil, di mana
rahim belum bisa menahan kehamilan yang baik, selaput ketuban belum matang dan
dini (Syukrianti S, 2015). Sedangkan ibu dengan usia ≥35 tahun juga memiliki
resiko kesehatan bagi ibu dn bayinya, karena otot-otot dasar panggul tidak elastis
lagi (Manggiasih, 2014). Sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan,
s salah satunya adalah perut ibu menggantung dan serviks mudah berdilatasi
e. Pekerjaan
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik
pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari
dapat berakibat kelelahan (Suriani Tahir dkk, 2012). Kelelahan dalam bekerja
Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada masa
dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin (Suriani Tahir dkk, 2012).
Ibu yang bekerja dan lama kerja lebih dari 40 jam/minggu dapat meningkatkan
29
resiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan denga ibu yang tidak bekerja,
hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan
sosial konomi (Arifin S dkk, 2012. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi
rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat atau aktivitas yang
f. Faktor lain:
a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. Kesempitan panggul tidak
menjadi faktor kejadian KPD karena dengan adanya panggul sempit tersebut
menyebabkan janin tidak bisa lahir normal karena tertahan oleh sempitnya
sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan
d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). Vitamin C
ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang
30
Beberapa faktor-faktor resiko dari KPD:
Inkompetensia serviks yaitu kelainan pada otot-otot leher rahim (serviks) yang
karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar sehingga terjadi
2. Paritas
timbulnya ketuban pecah dini (Sujiyantini, 2009). Ibu dengan paritas primipara dan
2009). Hal tersebut dapat terjadi karena ibu dengan primipara yaitu yang
melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya, maka kemungkinan kelainan dan
komplikasi cuku besar baik pada his (power), jalan lahir (passage), dan kondisi
janin (passager) (Dini Nurhayati dkk, 2011). Sementara pada grande multipara
dimana ibu sudah lebih dari 4 kali melahirkan bayi maka kondisi ibu sesungguhnya
Natalia, 2011).
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban
pecah dini kembali. Hal ini karena akibat adanya penurunan kandungan kolagen
dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan pada preterm
terutama pada pasien yang beresiko tinggi karena membran yang menjadi mudah
31
rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
(Sarwono, 2012).
4. Kehamilan kembar
Kehamilan kembar yaitu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
secara berlebihan (Saifudin, 2009). Hal ini terjadi karena jumlah kandungan
berlebih membuat isi rahim lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil
(Sarwono, 2010). Korioamnionitis komplikasi paling serius bagi ibu dan janin,
khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik apabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh 38ºC atau
lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang menyertai pecah ketuban yang
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amniondan korion
yang sangat erat ikatannya, selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban serta
melindungi janin terhadap infeksi (Sarwono, 2012). Ketuban pecah pada ibu hamil
disebabkan oleh adanya kontraksi uterus dan peregangan yang berulang, selaput
ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia, yang
32
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh (Prawirohardjo, 2009). Selaput ketuban
pada kehamilan muda sangat kuat, pada trimester 3 selaput ketuban mudah pecah.
rahim, danger akan janin (Prawirohardjo, 2011). Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupakan hal fisiologis, ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
(Sarwono, 2012).
Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi karena pembukaan prematur servik dan
membran terkait dengan pembukaan terjadi devolarisasi dan nekrosis serta dapat di
ikuti pecah spontan jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, dipercepat
2010). Masa interval sejak ketuban pecah dini sampai terjadi kontraksi disebut fase
2.2.4 Patofisiologi
Kemungkinan tekanan intra uteri yang kuat adalah penyebab independen dari ketuban
pecah dini dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat dari kurangnya jaringan ikat dan
a) Desvakularisasi
33
d) Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan air ketuban merembes melalui vagina
(dr. Taufan Nugroho, 2012). Aroma air ketuban barbau amis dan tidakseperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah. Cairan ini tidakakan berhenti atau kering karena terus diproduksi
sampai kelahiran, tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang terletak di
bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara (Nita Norma
dkk, 2013). Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
betambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Mustika Dwi dkk, 2013).
Untuk kepastian atau mengetahui adanya ketuban pecah dini dapat digunakan cara-cara
1. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis
2.2.6 Diagnosa
a. Anamnesa
secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbaukhas, dan perlu juga diperhatikan
warna, keluarnya cairan tersebuttersebut his belum teratur atau belum ada, dan
34
b. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnyacairan dari vagina, bila
ketuban baru pecah dan jumlah air ketubanmasih banyak, pemeriksaan ini akan
Pemeriksaan dengan spekulum pada ketuban pecah dini akan tampak keluar
cairan dari orificium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan trekumpul pada
d. Pemeriksaan dalam
Cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak adalagi. Mengenai
yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan
dalam pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan pada ketuban pecahdini yang
sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit
1. Pemeriksaan labolatorium
natrium klorida dan protein dalam cairan amnion. Infeksi kaca objek di bawah
terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak berubah
35
warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH
kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang
pendekatan diagnosis ketuban pecah dini cukup banyak macam dancaranya, namun
pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan
Feryanto, 2010):
a. Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
c. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk
d. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban pecah
dini.
e. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm.
36
f. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini
preterm, kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini
1. Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartial. Apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu dapat juga dijumpai infeksi puerperalis
(Nifas), peritonitis septikemia dan dry labour. Ibu akan merasa lelah karena
terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi
2. Terhadap Janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi karena infeksi intra uterin yang lebih dahulu terjadi (amnionitis,
khorio amnionitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan jadi akan meninggikan
37
2.2.8 Penanganan
1. Konservatif
b) Beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa Ampisilin4×500 mg atau
c) Umur kehamilan < 32-34 minggu : dirawat salama air ketubanmasih keluar
d) Bila usia kehamilan masih 32-34 minggu, masih keluar airketuban, maka usia
janin.
38
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagalSC. Dapat pula
(Prawirohardjo, 2009). Bila skor pelvic < 5,lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil,persalinan dengan SC. Bila skor pelvic > 5, induksi
persalinan(Prawirohardjo, 2010).
2.2.10 Pencegahan
resiko yang telah disebutkan di atas, seperti tidak merokok, mengkonsumsi makanan
dengan gizi yang baik dan sesuai, dan memeriksakan kandungan secara teratur
ditangani dengan baik dikarenakan diketahui secara pasti pemicunya sehingga pasien
dapat lebih berhati hati dan cepat tanggap bila Ketuban Pecah Dini terjadi maka
komplikasi yang membahayakan bagi ibu dan janin dapat di hindari (Fadlun dkk,
2011). Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup
efektif (Fadlun dkk, 2011). Mengurangi aktifitas atau istirahat pada akhir triwulan
kedua atau awal triwulan ketiga sangat dianjurkan (Fadlun dkk, 2011).
2.3.1 Definisi
SOAPIE adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis. Metode 6
langkah yang dinamakan SOAPIE ini disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan
kebidanan. Dipakai untuk mendokumenkan asuhan pasien dalam rangka medis pasien
perkembangan pasien. Seorang bidan hendaknya menggunakan SOAPIE setiap kali dia
39
bertemu dengan pasiennya. Selama antepartum, seorang bidan bisa menulis satu catatan
SOAPIE untuk setiap kunjungan, sementara dalam masa intrapartum, seorang bidan
boleh menulis lebih dari satu catatan untuk satu pasien dalam satu hari (Mufdillah dkk,
2012).
Metode 6 langkah yang dinamakan SOAPIE ini dicarikan dari proses pemikiran
rekaman medis pasien sebagai catatan kemajuan (Mufdillah, dkk. 2012). Bentuk
SOAPIE umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasien, dengan cara penulisannya
Berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan
langsung
4) P (Planning) : Perencanaan
Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri,
5) I (Implementasi) : Pelaksanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan. Dalam situasi ketika bidan
40
bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang
menyeluruh tersebut.
6) E (Evaluasi) : Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang
tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menentukan atau menghambat
keberhasilan asuhan yang diberikan pada langkah ini dilakukan juga evaluasi
terhadap keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi kebutuhan akan
pasien
5) Memberikan data untuk catatan nasional, riset, dan statistic mortalitas morbilitas
6) Meningkatkan pemeberi asuhan yang lebih aman, bermutu tinggi pada klien
yang mengorganisir penemuan dan konklusi bidan menjadi suatu rencana asuhan.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian mencakup rancangan penelitian yang direncanakan untuk melakukan studi
kasus.
3.1 Pendekatan
Menguraikan desain penelitian yang dipakai pada penelitian (metode yang digunakan
dalam penulisan LTA adalah studi kasus) Penelitian studi kasus adalah studi yang
Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa
peristiwa, aktivitas atau individu . Misalnya: Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk
memberikan asuhan kebidanan pada klien dengan ketuban pecah dini (KPD).
Lokasi studi kasus akan diadakan di ....... dan waktu studi kasus akan dilaksanakan
pada ..........
Subjektif studi kasus yang akan digunakan adalah dua (2) pasien dengan masalah
Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang digunakan;
42
2) Observasi dan Pemeriksaan fisik untuk melengkapi data subjektif yang didapatkan
3) Studi dokumentasi didapatkan dari hasil pemeriksaan diagnostik dan rekam medik.
dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta,
selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam
opini pembahasan. Teknik analisa yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-
jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang
dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk
selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan
untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisa adalah:
1) Pengumpulan data.
Data dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam. Hasil ditulis dalam bentuk
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu
dalam bentuk transkrip. Data yang terkumpul kemudian dibuat koding yang dibuat
oleh peneliti dan mempunyai arti tertentu sesuai dengan topik penelitian yang
43
3) Penyajian data.
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks naratif.
responden.
4) Kesimpulan.
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil
menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud
dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka
harus menandatangani lembar persetujuan. Beberapa informasi yang harus ada dalam
Anonimity (tanpa nama)yang berarti "tanpa nama" atau dalam Inggris "unnamed
44
sering berarti bahwa identitas pribadi, informasi identitas pribadi orang tersebut tidak
3) Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah suatu informasi tentang pasien yang harus dijaga privasi dan
kerahasiannya. Dokumentas tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna
keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar
45