Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL FK Unsyiah
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh :
Al Bukhari
Khairul Saleh Pulungan
Rifai Alamsyah Harahap
YuliaDasmayanti
Pembimbing
dr. T. Husni T.R.,M.Kes, Sp.THT-KL
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah dan
anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “OTITIS
MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI DAN MASTOIDITIS AKUT”. Shalawat
berangkaikan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan
besar dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam menjalankan
klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapatkan
bantuan dan bimbingan dari dr. T. Husni T.R., M.Kes, Sp.THT-KL selaku pembimbing
penulisan laporan kasus. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada yaitu dr. T. Husni T.R., M.Kes, Sp.THT-KL karena telah
membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini, dan juga para supervisor dokter di
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KLFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr.
ZainoelAbidin Banda Aceh
Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak kekurangan, tidak
ada kata sempurna dalam penyelesaian tugas ini. Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian
yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada
semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih
baik di kemudian hari.Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi inspirasi
untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan melimpahkan
rahmat serta karuniaNya kepada kita semua.
Banda Aceh, 22Juli 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis
media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing
golongan mempunyai bentuk akut dan kronis. Otitis Media Akut (OMA) merupakan
inflamasi pada sebagian atau seluruh bagian dari mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang timbul mendadak, dan menimbulkan gejala sesuai
dengan stadium penyakit. Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak
maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa muda maupun dewasa tua. Pada bayi
terjadinya OMA dipermudah oleh karena bentuk anatomi dari tuba Eustachius yang lebih
pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi
saluran napas atas (ISPA) baik yang disebabkan oleh virus maupun bakteri, maka makin
besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena sistem imunitas anak yang
belum berkembang secara sempurna. Pada orang dewasa OMA meskipun jarang, OMA
dapat ditemukan pada pasien yang mengalami infeksi saluran napas sebelumnya, dan pada
kasus OMA unilateral dapat dicurigai adanya keterlibatan karsinoma nasofaring1,2,3.
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan
atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar 62%,
sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75%
anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.1,4
Beberapa ahli menggolongkan Mastoiditis ke dalam komplikasi Otitis Media Supuratif
Kronik (OMSK).5Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lin YS menemukan bahwa
komplikasi terbanyak dari Otitis Media Supuratif Kronik adalah Mastoiditis (14%-74%).6
Mastoiditis terbagi menjadi dua, yaitu Mastoiditis akut dan kronis. Mastoiditis akut
biasanya berhubungan dengan Otitis Media Akut (OMA) dan merupakan komplikasi yang
serius. Penyakit ini lebih banyak mengenai anak-anak terutama anak yang berusia <4
tahun.7,8 Sedangkan mastoiditis kronis biasanya lebih berhubungan dengan OMSK dan
terutama dengan formasi kolesteatoma. Kolesteatoma merupakan agregasi epitel skuamous
jinak yang dapat tumbuh dan mengubah struktur dan fungsi normal dari jaringan lunak dan
tulang disekitar.7 Komplikasi dari Otitis Media Akut dan Kronis ini dapat menyebabkan
morbiditas yang besar dan bahkan mortalitas karena infeksinya dapat berkembang menjadi
1
abses Periostitis dan Subperiosteal atau dapat menyebabkan infeksi intrakranial yang lebih
serius.9,10
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas luar : Membran timpani
- Batas depan :Tuba eustachius
- Batas bawah :Vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
- Batas dalam :Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkapbundar (round window) dan
promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi
oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.
Membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4
kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak
lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada
inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria
yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat
dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara.
maleus, inkus dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah
yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
4
telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah1.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane
timpani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan.
Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk
mencegah pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka
dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan
yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani1.
7
perujukan kebagian THT untuk evaluasi lebih lanjut jika tidak terjadi perbaikan dalam enam
minggu11,12.
8
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selainitu edema pada mukosa telinga tengah menjadi
makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di
kavumtimpani menyebabkan membran timpani menonjol ataubulging ke arahliang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak.Dapat disertai
dengan gangguan pendengaran konduktif.Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan
kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran
timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat
tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu
menimbulkan nekrosis.Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau
yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil
ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar
dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.
9
Gambar 2.4 Membran Timpani Supurasi
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah
yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).Stadium ini sering disebabkan oleh
terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah nanah keluar, anak
berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.Jika membran
timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu
disebut otitis media supuratif kronik.
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya
kering. Pendengaran kembali normal.Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan,
10
jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah. Apabila
stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik.
Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar
secara terus-menerus atau hilang timbul.Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala
sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani1,2.
11
Gerakan membran timpani yang terbatas
Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani
Cairan yang keluar dari membran timpani
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah
satu diantara tanda berikut:
Kemerahan pada membran timpani
Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
3. Stadium supurasi
- Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
- Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala-gejala kliniscepat hilang dan ruptur (perforasi) dapat dihindari.
4. Stadim perforasi
12
- Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O2 3% selama 3-5hari serta antibiotika
yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekretakan hilang dan perforasi akan menutup
sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi
- Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan membran
timpani, sekret dan perforasi.
- Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalamiotitis media akut dapat
bersifat medis atau pembedahan.Penatalaksanaan medis berupa pemberian antibiotik
dosis rendahdalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternatif lain adalahpemasangan tuba
ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama padakasus-kasus yang membandel.
Keputusan untuk melakukanmiringotomi umumnya berdasarkan kegagalan profilaksis
secaramedis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang lazimdipakai, baik
golongan sulfa atau penisilin.
13
Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis,
miringotomi, dan adenoidektomi.
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan
jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi.Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik
membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik,
laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi pada:
anak yang menderita toksik atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan
OMA, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung (bulging) dengan
antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan komplikasi supuratif
akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua antibiotik.
Timpanosintesis dapat mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus.Walaupun
timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA, tapi tidak memberikan
keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri.Timpanosintesis merupakan prosedur yang
invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai
penatalaksanaan rutin.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari
telinga tengah.Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior
membran timpani.Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga
yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.Miringotomi hanya
dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya.Disebabkan insisi biasanya
sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti dengan pemasangan
tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah.Indikasi untuk miringotomi adalah
terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien
imunokompromise, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.2
2.12 DefinisiMastoiditis
14
Mastoiditis merupakan suatu infeksi pada rongga mastoid dari tulang temporal.5,7,13
Karena mastoid berbatasan dan suatu perluasan dari telinga tengah, sehingga pada
kenyataannya setiap anak atau orang dewasa dengan Otitis Media Akut (OMA) atau penyakit
inflamasi kronik pada telinga tengah akan mengalami mastoiditis
16
Trias klasik dari Mastoiditis, terdiri dari aurikel yang menojol dengan pembengkakan
retroaurikuler, tenderness di daerah mastoid dan otore. Mastoiditis harus dicurigai pada kasus
dimana OMA gagal membaik atau bahkan memburuk lebih dari periode 2-3 minggu. Pada
pemeriksaan otoskopi, akan terlihat tanda-tanda dari otitis media akut atau subakut dengan atau
tanpa perforasi membran timpani. Dinding posterior dari meatus akustikus eksternus dapat
menjadi eritematous dan membengkak (dinding posterior kanal menurun). Diagnosis yang
terbaik adalah menggunakan CT-Scan karena dapat juga mendeteksi komplikasi lainnya
dengan baik. Selain sel udara mastoid dan ruang telinga tengah terlihat berawan, CT-Scan juga
dapat memperlihatkan erosi pada struktur tulang mastoid. Parameter inflamasi seperti WBC
(Whole Blood Cell count), CRP (C-Reactive Protein), dan Laju endap darah meningkat secara
nyata. Kultur dari cairan yang keluar dari telinga juga dapat dilakukan untuk mengetahui
bakteri yang menginfeksi.13,17
17
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berusia 13 tahun datang ke IGD RSUDZA Banda Aceh
tanggal 8 Juli 2015 dengan:
Keluhan Utama : Sakit telinga sebelah kiri
Keluhan Tambahan : Demam, Bengkak belakang telinga kiri disertai berair
Riwayat penyakit sekarang :
♦ Sakit telinga sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu, sakit dirasakan terus menerus tanpa
dipengaruhi oleh aktifitas. Nyeri disertai keluarnya cairan berwarna kemerahan.
♦ Awalnya pasien berobat ke Puskesmas dengan keluhan demam, batuk pilek dan terasa
penuh ditelinga sebelah kiri oleh dokter Puskesmas telinga pasien dibersihkan
memakai alat dengan cara memasukkan kedalam liang telinga. Dua hari setelah
dibersihkan tiba-tiba telinga pasien mengeluarkan cairan warna kemerahan yang
disertai bengkak dibelakang telinga.
♦ Selain itu pasien mengeluhkan sulit berdiri tegak dan mempertahankan posisi, namun
pemeriksaan ulang penulis tanggal 10 Juli 2015 pasien sudah dapat berdiri dan
mempertahankan posisi.
♦ Pasien mengeluh terjadi penurunan pendengaran sejak keluar cairan dari telinga kiri
♦ Riwayat telinga berdenging (+)
♦ Riwayat telinga berair sebelumnya (-)
♦ Riwayat trauma pada telinga (-)
♦ Nyeri pada dahi dan wajah (-)
♦ Nyeri tenggorok (-)
18
Riwayat penyakit dahulu:
♦ Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
♦ Riwayat bersin-bersin pagi hari (-), karena debu, bulu binatang atau makanan (-),
riwayat asma bronkial (-)
19
Radang Tidak ada Tidak ada
Kelainan Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Ada
Canalis Akusticus Cukup Lapang Cukup lapang Sempit
Eksternus Hiperemis Tidak ada Hiperemis
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret/Serumen Bau Tidak ada Ada
Warna Tidak ada Kemerahan
Jumlah Sedikit Banyak
Jenis Kering Basah
Membran Timpani
Utuh Warna Putih mutiara Sulit dinilai
Refleks Cahaya Positif Sulit dinilai
Bulging Tidak ada Sulit dinilai
Retraksi Tidak ada Sulit dinilai
Atrofi Tidak ada Sulit dinilai
Perforasi Perforasi Tidak ada Ada
Jenis Sulit dinilai
Kuadran Sulit dinilai
Pinggir Sulit dinilai
Mastoid Tanda Radang Tidak ada Ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Ada
Nyeri Ketok Tidak ada Ada
Bengkak Tidak ada Ada
Fluktuasi Negative Negatif
Tes Garpu Tala Rinne Negatif Positif
Schwabach Negatif Memanjang
Weber Lateralisasi ke Telinga Kiri
20
Kesimpulan Tuli Konduktif Auricula Sinistra
Audiometri Tidak dilakukan
Timpanometri Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan Kelainan
Hidung Luar Deformitas Tidak ada
Kelainan Kongenital Tidak ada
Trauma Tidak ada
Radang Tidak ada
Massa Tidak ada
Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cavum nasi Cukup lapang Cukup lapang Cukup lapang
Sempit
Lapang
Sekret Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis
Jumlah
Bau
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Septum Cukup lurus/ Cukup lurus Cukup lurus
deviasi
21
Permukaan
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Massa Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Mudah Digoyang Tidak ada Tidak ada
Pengaruh Tidak ada Tidak ada
Vasokonstriktor
22
Bentuk
Permukaan
Ada/tidak Tidak ada Tidak ada
Post Nasal Drip
Jenis
23
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Foto Klinis
24
Hitung Jenis
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Eosinofil 1 0-6
Basofil 0 0-2
Netrofil Segmen 88 50-70
Limfosit 7 20-40
Monosit 4 2-8
Ginjal-Hipertensi
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Ureum 36 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,80 0,51-0,95 mg/dL
Kimia Klinik
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Protein Total 5,1 6,4-8,3 g/dL
Albumin 2,60 3,5-5,2 g/dL
Elektrolit
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Na 134 135 - 145 mmol/dL
K 3,7 3,5-4,5 mmol/dL
Cl 94 90-110 mmo;/dL
Ca 8,0 8,6-10,3 mg/dL
Hitung Jenis
25
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Eosinofil 0 0-6
Basofil 0 0-2
Netrofil Segmen 89 50-70
Limfosit 7 20-40
Monosit 4 2-8
Kimia Klinik
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Protein Total 5,3 6,4-8,3 g/dL
Albumin 2,28 3,5-5,2 g/dL
Elektrolit
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Na 138 135 - 145 mmol/dL
K 3,3 3,5-4,5 mmol/dL
Cl 105 90-110 mmo;/dL
26
Tampak air cell mastoid dekstra normal, sinistra sklerotik
Tampak destruksi didaerah mastoid sinistra dengan area hipodens didalamnya
Canalis Acusticus internus sinistra tampak obstruksi
Koklea dekstra normal, sinisrta dekstruksi
Pada pemberian kontras tampak kontras enhancement abnormal didaerah lesi
o Kesimpulan: mastoiditis tipe sklorotik serta obstruksi canalis acusticus
internus sinistra.
3.6 DIAGNOSIS
Otitis Media Akut Stadium Perforasi + Mastoiditis Akut auris sinistra+ Hipoalbumin +
Hipokalemi
3.7 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Planning
- Foto rontgen Mastoid 2 posisi
- CT Scan Mastoid
- Foto Thorak
- Insisi drainage bila terdapat gambaran Abses pada CT Scan mastoid.
28
3.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad functionam Ad bonam
Quo ad sanationam Ad bonam
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pada kasus di atas, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan Sakit telinga sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu, sakit
dirasakan terus menerus tanpa dipengaruhi oleh aktifitas. Nyeri disertai keluarnya cairan
berwarna kemerahan.Awalnya pasien berobat ke Puskesmas dengan keluhan batuk pilek,
demam dan terasa penuh ditelinga sebelah kiri oleh dokter Puskesmas telinga pasien
dibersihkan memakai alat dengan cara memasukkan kedalam liang telinga. Dua hari setelah
dibersihkan tiba-tiba telinga pasien mengeluarkan cairan warna kemerahan yang disertai
bengkak dibelakang telinga.
Dari teori yang didapatkan gejala klinis Otitis media akut biasanya berupa rasa nyeri
dalam telinga, suhu tubuh tinggi dan riwayat batuk pilek sebelumya. Makin sering anak-anak
terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya
OMA dipermudah karena: 1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak
horizontal; 2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif
lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke
telinga tengah. Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit
telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan
sistem imun2,3.
29
Dari pemeriksaan fisik Lokal didapatkan Canalis akustikus eksterna tampak sempit,
sekret kental berwarna kemerahan, membran timpani sulit dinilai. Pemeriksaan retroaurikular
didapatkan pembengkakan, warna kemerahan, nyeri tekan dan fluktuasi negatif.
Pada teori dinyatakan Diagnosis otitis media akut harus memenuhi 3 hal berikut1,2,3:
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda berikut:
Mengembungnya membran timpani
Gerakan membran timpani yang terbatas
Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani
Cairan yang keluar dari membran timpani
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah
satu diantara tanda berikut:
Kemerahan pada membran timpani
Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Hemoglobin 8,4gr/dl, leukosit
25,5.103/mm3, Netrofil segmen 89. Pada pemeriksaan Fungsi pendengaran Tes Garputala
didapatkan Rinne Negatif, Weber Lateralisasi ke telinga yang sakit (kiri) serta Schwabach
memanjang.
Hasil laboratorium pada pasien didapatkan penurunan Hemoglobin, 8,4 g/dl.
Normalnya 12 - 15 gr/dl. Hal ini diperkirakan akibat perdarahan pada telinga sebelah kiri dan
pasien sedang mengalami menstruasi pertama. Leukosit pasien 25.5.103/mm3(normal 4,5-
10,5.103/ mm3)dan Neutrofil Segmen 89 (normal 50-70). Peningkatan leukosit dan Neutrofil
Segmen ini terjadi akibat terjadinya proses Infeksi yang bersumber dari telinga sebelah kiri
pasien dan Pneumonia dekstra et sinistra. Hasil laboratorium yang lain juga menunjukkan
albumin 2,28 g/dl yang menandakan pasien mengalami hipoalbumin hal ini disebabkan
difisiensi intake absorbsi protein yang tidak adekuat dan peningkatan kehilangan protein massif
hal ini disebabkan oleh kondisi medis baik yang akut maupun kronik.. Pada pemeriksaan
kalium didapatkan 3,3 mmol/dL, hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami hipokalemi
yang diakibat oleh intake makanan yang tidak adekuat.
Pasien juga didiagnosis Mastoiditis akut, dari klinis pasien didapatkan nyeri telinga
kiri, keluar cairan telinga, sakit kepala, dan terjadi penurunan pendengaran, demam dan tegang
pada belakang telinga.
30
Trias klasik dari Mastoiditis, terdiri dari aurikel yang menojol dengan pembengkakan
retroaurikuler, tenderness di daerah mastoid dan otore. Pada pemeriksaan otoskopi, akan
terlihat tanda-tanda dari otitis media akut atau subakut dengan atau tanpa perforasi membran
timpani. Dinding posterior dari meatus akustikus eksternus dapat menjadi eritematous dan
membengkak (dinding posterior kanal menurun). Diagnosis yang terbaik adalah menggunakan
CT-Scan karena dapat juga mendeteksi komplikasi lainnya dengan baik. Selain sel udara
mastoid dan ruang telinga tengah terlihat berawan, CT-Scan juga dapat memperlihatkan erosi
pada struktur tulang mastoid. Parameter inflamasi seperti WBC (Whole Blood Cell count), CRP
(C-Reactive Protein), dan Laju endap darah meningkat secara nyata.
Pada pemeriksaan MSCT Scan Temporal bone dengan kontras didapatkan Tampak air cell
mastoid sinistra sklerotik, tampak destruksi di daerah mastoid sinistra dengan area hipodens
didalamnya, canalis acusticus internus sinistra tampak obstruksi dengan kesimpulan
mastoiditis dan obstruksi canalis acusticus internus sinistra.
Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien yaitu IVFD Ringer Laktat 20 gtt/
menit, Inj Ceftriaxone 750 mg/12 jam, Inj Ranitidin ½ amp/12 jam, Inj. Keterolac 10 mg/ 8
jam, Paracetamol 500 mg tab 3x1, Ambroxol 3x5 ml, Ofloxacin 2x5 tetes pada telinga kiri,
H2O2 3 x 5 tetes pada telinga kiri. Selain itu pasien diberikan nasehat agar menjaga higiene
telinga, jangan mengorek liangtelinga sendiri di rumah dan menjaga agar jangan sampai masuk
air ke telinga.
Pada Otitis Media Akut Stadium perforasi diberikan obat cuci telinga perhidrol atau
H2O2 3% selama 3-5hari serta antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekretakan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.Jika terdapat nyeri, harus
memberikan terapi untuk mengurangi nyeri tersebut. Penanganan nyeri harus dilakukan
terutama dalam 24 jam pertama onset OMA tanpa memperhatikan penggunaan antibiotik.
Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat menggunakan analgetik seperti: asetaminofen,
ibuprofen, paracetamol, preparat topikal seperti benzokain, naturopathic agent, homeopathic
agent, analgetik narkotik dengan kodein atau analog.
Perkembangan pasien selama dirawat di ruangan mengalami perbaikan; nyeri telinga
kiriberkurang, pusing berkurang,keluar cairan merah dari telinga kiri tidak ada, namun pada
pasien masih terdapat gejala berupa ssesak nafas, batuk dan demam. Pada tanggal 11 juli 2015
pasien dikonsul ke bagian anak divisi Respirologi, pasien pindah rawah ke PICU. Tanggal 16
juli 2015 pasien PAPS (Pulang Atas Permintaan Sendiri).
31
BAB V
KESIMPULAN
Seorang perempuan berusia 13 tahun dating ke IGD RSUDZA Banda Aceh dengan
keluhan sakit telinga sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu, sakit dirasakan terus menerus tanpa
dipengaruhi oleh aktifitas. Nyeri disertai keluarnya cairan berwarna kemerahan.Awalnya
pasien berobat ke Puskesmas dengan keluhan batuk pilek, demam dan terasa penuh ditelinga
sebelah kiri oleh dokter Puskesmas telinga pasien dibersihkan memakai alat dengan cara
memasukkan kedalam liang telinga. Dua hari setelah dibersihkan tiba-tiba telinga pasien
mengeluarkan cairan warna kemerahan yang disertai bengkak dibelakang telinga.
Dari pemeriksaan fisik Lokal didapatkan Canalis akustikus eksterna tampak sempit,
sekret kental berwarna kemerahan, membran timpani sulit dinilai. Pemeriksaan retroaurikular
didapatkan pembengkakan, warna kemerahan, nyeri tekan dan fluktuasi negatif.nyeri telinga
kiri, keluar cairan telinga, sakit kepala, dan terjadi penurunan pendengaran, demam dan tegang
pada belakang telinga.
Dari pemeriksaan penunjang dan laboratorium didapatkan Hemoglobin 8,3gr/dl,
leukosit 25,5.103/mm3, Netrofil segmen 89. Pada pemeriksaan Fungsi pendengaran Tes
Garputala didapatkan Rinne Negatif, Weber Lateralisasi ke telinga yang sakit (kiri) serta
Schwabach memanjang.
Pasien didiagnosis denganotitis media akut stadium perforasi dengan mastoiditis.Terapi
medikamentosa yang diberikan pada pasien yaitu IVFD Ringer Laktat 20 gtt/ menit, Inj
32
Ceftriaxone 750 mg/12 jam, Inj Ranitidin ½ amp/12 jam, Inj. Keterolac 10 mg/ 8 jam,
Paracetamol 500 mg tab 3x1, ambroxol 3x5 ml, Ofloxacin 2x 5 tetes pada telinga kiri, H2O2 3
x 5 tetes pada telinga kiri. Selain itu pasien diberikan nasehat agar menjaga higiene telinga,
jangan mengorek liangtelinga sendiri di rumah dan menjaga agar jangan sampai masuk air ke
telinga.
33
DAFTAR PUSTAKA
33
14. Djeric DR, Folic MM, Blazic SR, Djoric IB. Acute Mastoiditis in Children as Persisting
Problem. The Journal of International Advanced Otology. 2014: 10(1); 60-3.
15. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC;
1997.
16. Tarantino V, D’Agostino R, Taborelli G, Melagrana A, Porcu A, Stura M. Acute
Mastoiditis: A 10 year Retrospective Study. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2002: 66; 143-8.
17. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology: A Step by Step Learning Guide.
New York: Thieme; 2006.
18. Bull PD. Lecture Notes on Disease of The Ear, Nose and Throat. 9th ed. India: Blackwell
Science Ltd; 2002.
35