Anda di halaman 1dari 8

Infeksi Menular Seksual

IMS (Infeksi Menular Seksual) disebut juga penyakit kelamin, merupakan salah satu
penyakit yang mudah ditularkan melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya
penyebab dan kelainan yang terjadi terutama di daerah genital. IMS sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri)
maupun di negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai
negara tidak diketahui dengan pasti. Berdasarkan laporan-laporan yang dikumpulkan oleh
WHO (World Health Organizations), setiap tahun di seluruh negara terdapat sekitar 250 juta
penderita baru yang meliputi penyakit Gonore, Sifilis, Herpes Genetalis, dan jumlah tersebut
menurut hasil analisis WHO cenderung meningkat dari waktu ke waktu (Daili,2005 : 6).1

Berikut adalah tabel klasifikasi infeksi menular seksual :


Menurut Widyastuti (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi menular
seksual yaitu :2
1. Penyebab penyakit (agent)
Penyakit menular seksual sangat bervariasi penyebabnya dapat berupa virus, parasit,
bakteri, protozoa.
2. Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host, berperan pada perbedaan insiden penyakit
menular adalah :
a. Umur
Umur merupakan salah satu variabel yang penting dalam mempengaruhi aktiitas
seksual seseorang, pada orang yang lebih dewasa memiliki pertimbangan lebih
banyak dibandingkan dengan orang yang belum dewasa (Afriana, 2012). Pada
remaja atau seseorang yang masih muda, sel-sel organ reproduksi belum matang
sehingga semakin mudah untuk terkena IMS. Usia yang lebih muda juga akan
mudah mendapat pelanggan dalam melakukan seks komersial sehingga beresiko
tertular IMS dan HIV AIDS. Pada kelompok muda dibandingkan pada usia tua
baik laki-laki maupun perempuan prevalensi tertinggi IMS pada kelompok umur
15-30 tahun (Aridawarni, 2014).
b. Jenis kelamin
c. Pilihan dalam hubungan seksual.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi,
faktor-faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi adalah yang
memudahkan terjadinya perilaku antara lain pengetahuan individu, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai pandangan dan persepsi, tradisi, norma sosial,
pendapatan, pendidikan, umur dan status sosial. Faktor pendukung adalah faktor
yang memungkinkan terjadinya perilaku antara lain adanya keterampilan dan
sumber daya seperti fasilitas, personal dan pelayanan kesehatan serta
memudahkan individu untuk mencapainya. Faktor pendorong adalah faktor yang
menguatkan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut, diantaranya sikap dan
perilaku petugas kesehatan serta dorongan yang berasal dari masyarakat
(Notoatmodjo dalam Reviliana, 2011).
d. Lama bekerja sebagai pekerja seks komersial.
Pekerjaan seseorang berikatan erat dengan kemungkinan terjadinya PMS. Pada
beberapa orang yang bekerja dengan kondisi tertentu dan lingkungan yang
memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan meningkatkan penderita
PMS. Orang tersebut termasukdalam kelompok resiko tinggi terkena PMS.
Semakin lama masa kerja seorang WPS, maka semakin besar kemungkinan ia
melayani pelanggan yang telah terinfeksi IMS. Prevalensi HIV dan IMS pada
WPS yang baru memulai pekerjaan seks hampir sama tingginya dengan WPS
dengan pengalaman yang lebih panjang. Fakta ini menunjukkan bahwa WPS
terinfeksi sangat cepat setelah mulai menjual seks, karena setiap enam bulan,
sepertiga sampai setengah dari WPS adalah pendatang baru (Afriana, 2012).
e. Status perkawinan
Insiden IMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai atau orang yang
terpisah dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang sudah kawin
karena pemenuhan kebutuhan seksualnya terpenuhi (Setyawulan, 2007).
f. Pemakaian kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan
diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang
dipasang pada penis saat hubungan seksual yang berfungsi untuk menegah
kehamilan maupun penularan IMS HIV (Afriana, 2012).Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2015) bahwa orang yang tidak
menggunakan kondom beresikoterkena IMS (gonore) sebesar 3,987 kali
dibandingkan dengan orang yang menggunakan kondom.
3. Faktor lingkungan
a. Faktor demografi
1) Bertambahnya jumlah penduduk dan pemukiman yang padat.
2) Perpindahan populasi yang menambah migrasi dan mobilisasi penduduk,
misalnya : perdagangan, hiburan dan lain-lain.
3) Meningkatnya prostitusi dan homoseksual.
4) Remaja lebih cepat matang dibidang seksual yang ingin lebih cepat
mendapatkan kepuasan seksual.
b. Faktor sosial ekonomi
Sosial adalah sesuatu yang mengenai masyarakat, sedangkan ekonomi adalah
segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai
kemakmuran hidupnya (Aat, 2010). Pelacuran erat hubungannya dengan masalah
sosial ekonomi, wanita biasanya terjerumus menjadi pekerja seks adalah karena
desakan ekonomi. Kemiskinan sering memaksa orang bisa berbuat apa saja demi
memenuhi kebutuhan hidup termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Hal
ini biasanya dialami oleh wanita kalangan menengah kebawah (Utami, 2010).
c. Faktor kebudayaan
Kekosongan spiritual berhubungan dengan rendahnya pemahaman terhadap nilai-
nilai agama pada pekerja seks komersial. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
konflik kebutuhan menjadi konflik utama dalam diri mereka, dan bukan konflik
yang disebabkan munculnya perasaan bersalah dan berdosa pada Tuhan (Utami,
2010).
d. Faktor medik
Untuk memperbaiki kualitas diagnosis dan pengobatan IMS, setiap klinik IMS
harus melakukan hal-hal seperti promosi kondom dan seks yang aman, pelayanan
ditargetkan untuk kelompok beresiko tinggi, misalnya WPS dan kelompok
“penghubung” pelanggan mereka, pelayanan yang efektif yaitu pengobatan
secepatnya bagi orang dengan gejala, program penapisan, dan juga pengobatan
secepatnya untuk IMS yang tanpa gejala pada kelompok risiko tinggi yang
menjadi sasaran (Arifianti, 2008).2

Akibat atau dampak dari Infeksi Menular Seksual, ialah sebagai berikut :3

1. Diri sendiri
- Pada laki-laki biasanya terjadi pada testis sehingga dapat menimbulkan penyempitan.
- Pada perempuan beberapa IMS seperti Gonore dapat menginfeksi rahim dan saluran
telur dapat menyebabkan kemandulan. Pada ibu hamil IMS seperti Sifilis dapat
ditularkan kepada Bayi hingga menyebabkan kebutaan.
- Serta secara umum, IMS dapat memudahkan penularan infeksi HIV.
2. Keluarga (Pasangan)
- Jika salah satu dari pasangan yang sudah terinfeksi IMS berhubungan dengan
pasangannya maka akan tertular dikarenakan penyebarannya dapat melalui cairan
tubuh, terutama cairan vagina.
3. Lingkungan/Sosio-ekonomi
- Dikarenakan seseorang yang minim pengetahuannya mengenai cara penularan IMS,
makan seseorang tersebut dianggap akan cendrung menjauhi penderita.3

Upaya pencegahan dan perawatan IMS yang efektif dapat dicapai dengan
melaksanakan “paket kesehatan masyarakat”. Komponen pokok paket ini berupa: 4
1. Promosi perilaku seksual yang aman.
2. Memprogamkan peningkatan penggunaan kondom, yang meliputi berbagai aktifitas
mulai dari promosi penggunaan kondom sampai melakukan perencanaan dan
manajemen pendistribusian kondom.
3. Peningkatan perilaku upaya mencari pengobatan.
4. Pengintegasian upaya pencegahan dan perawatan IMS ke dalam upaya pelayanan
kesehatan dasar, upaya kesehatan reproduksi, klinik pribadi/ swasta serta upaya
kesehatan terkait lainnya.
5. Pelayanan khusus terhadap kelompok populasi berisiko tinggi, seperti misalnya para
wanita dan pria penjaja seks, remaja, pengemudi truk jarak jauh, anggota militer
termasuk anggota kepolisian, serta para narapidana.
6. Penatalaksanaan kasus IMS secara paripurna.
7. Pencegahan dan perawatan sifilis kongenital dan konjungtivitis neonatorum.
8. Deteksi dini terhadap infeksi yang bersifat simtomatik maupun yang asimtomatik.4

Salah satu komponen penting dari paket kesehatan masyarakat ini adalah
penatalaksanaan kasus IMS secara paripurna, meliputi:4
1. Identifikasi sindrom: Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis secara
sindrom atau dengan bantuan laboratorium.
2. Edukasi pasien: kepada pasien dijelaskan tentang riwayat alamiah dari infeksi yang
dialaminya, serta pentingnya melaksanakan pengobatan secara tuntas, serta hal-hal
penting lainnya.
3. Pengobatan antibiotik terhadap sindrom: Cara apapun yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis, baik dengan menggunakan bagan alur maupun dengan
bantuan laboratorium, secara mutlak diperlukan ketersediaan antibiotik yang efektif.
Obat yang diperlukan perlu disediakan pada saat petugas kesehatan pertama kalinya
kontak dengan pasien IMS. Cara pengobatan yang efektif ini juga perlu disiapkan dan
dilaksanakan pada semua klinik swasta/ pribadi.
4. Penyediaan kondom: Dengan mendorong seseorang untuk menggunakan kondom,
maka Kepala Dinas Kesehatan perlu memberikan jaminan bahwa kondom tersedia
dalam jumlah yang cukup, berkualitas, dan dengan harga yang terjangkau pada semua
fasilitas kesehatan serta berbagai titik pendistribusian lainnya. Pemasaran Sosial
(Social marketing) kondom adalah cara lain untuk meningkatkan jangkauan terhadap
penjualan kondom.
5. Konseling: Fasilitas konseling disiapkan agar dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang
membutuhkannya; misalnya pada kasus herpes genitalis kronis atau kutil pada alat
genital, baik untuk perorangan maupun untuk mitra seksualnya.
6. Pemberitahuan dan pengobatan pasangan seksual: Penting bagi setiap program
penanggulangan IMS adalah melakukan penatalaksanaan terhadap setiap mitra
seksual pasien IMS, dan menghimbau agar mereka sendiri lah yang menghubungi
tempat pelayanan IMS untuk mendapat pengobatan. Upaya ini harus dilaksanakan
dengan mempertimbangkan faktor sosial dan budaya setempat, untuk menghindari
masalah etis maupun masalah praktis yang mungkin timbul, misalnya penolakan, dan
kekerasan khususnya terhadap wanita.4

Untuk terhindar dari infeksi menular seksual, perlu diadakan edukasi pada masyarakat
agar masyarakat dapat menghindari apa saja yang dapat menyebabkan infeksi tersebut.5

a. IMS yang diderita dan Pengobatannya


1. menjelaskan kepada pasien tentang IMS yang diderita dan obat yang diperlukan,
termasuk nama, dosis, serta cara penggunaannya. Bila perlu dituliskan secara rinci
untuk panduan pasien
2. memberitahu tentang efek samping pengobatan
3. menjelaskan tentang komplikasi dan akibat lanjutnya
4. menganjurkan agar pasien mematuhi pengobatan
5. menganjurkan agar tidak mengobati sendiri, harus berobat ke dokter
6. menjelaskan agar pasien tidak melakukan douching5

b. Menilai Tingkat Risiko


1. Perilaku seksual pribadi, tanyakan tentang :
- jumlah pasangan seksual dalam 1 tahun terakhir ?
- hubungan seksual dengan pasangan baru berbeda dalam 3 bulan terakhir ?
- pernah menderita IMS lain dalam 1 tahun terakhir ?
- apakah hubungan seksual dilakukan untuk mendapatkan uang, barang atau obat
terlarang (baik yang memberi maupun yang menerima)?
- pemakaian napza atau obat lain (sebutkan) sebelum atau selama berhubungan
seksual ?5

2. Perilaku seksual pasangan, menanyakan apakah pasangan pasien :


- berhubungan seksual dengan orang lain ?
- juga menderita IMS ?
- mengidap HIV?
- penyalah guna Napza suntik ?
- untuk pria, apakah berhubungan seksual dengan sesama pria?5

3. Perilaku yang melindungi pasien :


- apa yang dilakukan pasien untuk melindungi diri terhadap IMS/ HIV?
- pemakaian kondom? bilamana dan cara pemakaiannya? Jarang/sering/ selalu
digunakan?
- jenis aktivitas seks aman yang dilakukan pasien ? Seberapa sering? Dengan
siapa dan mengapa ?5

c. Menjelaskan pilihan perilaku seksual yang aman


Cara ABCD
A = Abstinence (tidak melakukan hubungan seksual
untuk sementara waktu)
B = Be faithful (setia pada pasangan)
C = Condom (gunakan kondom bila tidak mau
melaksanakan A dan B, termasuk
menggunakan kondom sebelum IMS
yang dideritanya sembuh)
D = no Drugs Tidak menggunakan obat psikotropik
atau zat adiktif lainnya

d. Usaha Mengubah Perilaku Seksual Berisiko


Pada tahap ini anda akan menolong pasien memutuskan untuk mengubah perilaku
seksualnya dalam rangka mencegah infeksi di kemudian hari. Berikan kesempatan
kepada pasien untuk memilih perubahan yang sesuai dengan gaya hidupnya sehari-
hari.5
e. Mengenali Hambatan dalam Mengubah Perilaku Seksual Berisiko
Beberapa kendala atau hambatan yang menyulitkan perubahan perilaku seksual berasal
dari pengalaman hidup seseorang, misalnya gender, budaya, agama, kemiskinan dan
masalah sosial.5
1. Gender
Hambatan ini timbul akibat ketidak-setaraan kekuasaan antara pria dan wanita, dan
harapan yang berbeda, serta nilai-nilai yang berhubungan dengan seksualitas pria dan
wanita. Wanita seringkali tidak memiliki kendali terhadap kapan, dengan siapa, dan
dalam situasi apa mereka berhubungan seksual, sehingga mereka seringkali berada
dalam posisi yang tidak dapat melindungi diri sendiri, meskipun sebenarnya mereka
menginginkannya.
2. Budaya / adat istiadat
Dapat membantu atau justru menghambat kemampuan pasien untuk berubah
3. Agama
Dalam keadaan tertentu, agama dapat mendukung perubahan perilaku seksual,
meskipun demikian dapat menjadi penghalang utama perubahan. Agama seringkali
menghambat diskusi terbuka mengenai seksualitas dan beberapa cara pencegahan
IMS.
4. Kemiskinan dan masalah sosial
Terutama memaksa wanita dan anak-anak perempuan, kadang-kadang juga anak laki-
laki, untuk menukarkan seks dengan uang atau barang agar dapat bertahan hidup.5

Referensi :

1. Pedoman infeksi menular seksual 2015. Available from:


http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Nasional_Tatalaksana_IMS_20
15.pdf
2. Available from:
http://repository.ump.ac.id/4293/3/Tuti%20Amalia%20BAB%20II.pdf [diaskes pada
hari Sabtu,01 Desember 2018,pukul 16.31 WIT].
3. Departemen Kesehatan, RI. 2007.
4. Pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI. 2015 Nov 15. 62-73p.
5. Wisnu MN. Pencegahan dan pengendalian infeksi menular seksual di negara
berkembang. 2016. [internet] [cited on 01 december 2018]. Available
from: https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/1a510c08e43563b5dfdb
2f54e56c8f9d.pdf

Anda mungkin juga menyukai