Anda di halaman 1dari 1

“CINTA KARTINI TERHADAP BUMI PERTIWI”

Pada tahun 1879 silam, lahirlah sosok perempuan tangguh yang dengan kegigihannya
memperjuangkan hak-hak perempuan pada masanya. Raden Ajeng Kartini namanya, lahir
dikeluarga bangsawan ternyata tidak membuat sosok Kartini diam melihat adat istiadat yang
ternyata mengukung perempuan-perempuan Jawa termasuk dirinya. Kebodohan kaum wanita
dan rendahnya harkat martabat mereka dimata kaum pria saat itulah yang mendorong kartini
untuk berjuang. Kartini bukanlah sosok perempuan yang egois, terlahir dari ayah seorang bupati
yang terikat oleh tradisi kolot dizamannya ternyata membuat kartini memikirkan nasib dirinya
dan rakyat-rakyatnya. Kartini muda pun terenyuh dan bergejolak hatinya hingga menumpahkan
semua luapan emosi dan pemikirannya melalui tulisan-tulisan yang ternyata ia kirimkan kepada
sahabat-sahabat penanya. Betapa ia sangat ingin mengangkat harkat martabat perempuan pada
masa itu yaitu dengan memberi hak-hak kodrati yang semestinya. Dan membantu menyamakan
derajat antara laki-laki dan perempuan dengan jalur yang ia percayai yaitu pendidikan. Suatu
jalur yang tak lazim dimasanya, dimana pada zaman itu perjuangan dilakukan dengan cara
gerilya dan diplomasi jalur politik yang dilakukan oleh banyak pejuang lainnya. Di era Kartini,
perempuan hanya memiliki satu tujuan yaitu menikah, itulah yang menyebabkan adanya
pemberian batasan yang cukup ketat dalam mengenyam pendidikan. Karena adanya tradisi kolot
tersebut ternyata membuat mimpi dan cita-cita wanita di era Kartini pun sirna. Wanita tak
diberikan ruang sedikitpun untuk mendapatkan hak – hak sederajat dengan kaum pria dalam
memperoleh hak pendidikan dan masa depan yang lebih baik. Kartini memiliki pikiran tantang
peran wanita sebagai pendidik, tentang ibu yang dimana didalam pangkuannyalah seorang anak
pertama-tama beajar merasa, berpikir dan berbicara. Dan karena tangan ibulah yang dapat
meletakkan dalam hati sanubari manusia unsur pertama kebaikan atau kejahatan, yang nantinya
akan sangat berpengaruh pada kehidupannya. Dan didalam surat Kartini tertulis sebuah
pertanyaan mengenai perempuan Jawa yaitu “Dan bagaimanakah ibu Jawa dapat mendidik anak
kalau ia sendiri tidak berpendidikan?”. Dari pertanyaan tersebut tercerminlah bagaimana
pentingnya seorang perempuan dalam menimba ilmu setinggi-tingginya yang tentunya tetap
menjaga fitrahnya sebagai sseorang perempuan. Kartini tidak ingin kaum perempuan bersaing
dengan lelaki atau menjadi sosok seorang lelaki, tetapi tetaplah sebagai perempuan yang handal
mengerjakan kewajibannya. Perempuan harus bisa menimba ilmu pengetahuan layaknya lelaki
dan harus selalu menjaga sikap dan tingkah lakunya, agar menjadi sosok perempuan yang pintar
dan berbudi pekerti luhur. Karena itu bangkitlah dan perbaiki diri kita. Karena tokoh kebangkitan
perempuan negeri ini telah berjuang untuk kemajuan negeri kita.

“Habis malam terbitlah terang. Habis badai datanglah damai. Habis juang sampailah menang.
Habis duka, tibalah suka.” (Kartini, 15 Agustus 1902)

Anda mungkin juga menyukai