Anda di halaman 1dari 33

1

BAB 1
TINJAUAN TEORI

1.1 Tinjauan Teori Kejang Demam


1.1.1 Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI,
2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar
70% - 90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan
sisanya merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf
pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).

1.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan


Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya.
a. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak
besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan
lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk
membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
1) Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan pusat dari :
a) Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
b) Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson
sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain
ke korteks serebri.
2

c) Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan


batang otak sebagian lain dibagian medulla spinalis.
d) Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio
retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi
pusat kesadaran utama
e) Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-
lain.
2) Otak Kecil (Serebelum)
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi
gerakan.Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar
otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri carotis interna dan vertebral, lingkaran
inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-
cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian
tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada
sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu
aliran darah arteri mayor tersumbat.
b. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007
diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla
spinalis melalui sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau Liquor
Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral
ketiga dan keempat, secara organik dan non organik LCS sama dengan
plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi. LCS mengandung
protein, glukosa dan klorida, serta immunoglobulin.Secara normal LCS
hanya mengandung sel darah putih sedikit dan tidak mengandung sel darah
merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.

c. Medula Spinalis
1) Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
2) Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
3) Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
3

4) Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh


melangkah.

d. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf
motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi
menjadi saraf otak dan saraf spinal.

e. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
1) Saraf servikal 8 pasang
2) Saraf torakal 12 pasang
3) Saraf lumbal 5 pasang
4) Saraf sacrum/sacral 5 pasang
5) Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk
medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari
medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf
spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus
(anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf
iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah
torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara
tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga
berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh
darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri
sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada di
kiri menyeberang ke kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi
kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota
gerak yang sebelah kanan.

f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung,
paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan
parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
1) Kesiagaan meningkat
4

2) Denyut jantung meningkat


3) Pernafasan meningkat
4) Tonus otot-otot meningkat
5) Gerakan saluran cerna menurun
6) Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua
itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga,
cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
1) Kesiagaan menurun
2) Denyut jantung melambat
3) Pernafasan tenang
4) Tonus otot-otot menurun
5) Gerakan saluran cerna meningkat
6) Metabolisme tubuh menurun

g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut :
mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini
merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus
olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang
impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus. Bau-
bauan yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan dan induksi
salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan
muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan
area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis
talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin
5

berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan


sistem limbik.
2) Saraf Optikus
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di
dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya
pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial
serabut-serabut dari berbagai bagian fundus maih utuh sehingga
serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian
inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian
nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan
visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya
yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior,
dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius.
Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan didalam trakus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks
visual lobus oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut
memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah
melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma
optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3) Saraf Okulomotorius
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan
substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi
di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik
bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis,
superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra
superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang
6

bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu


spingter pupil dan otot siliaris.
4) Saraf Troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di
depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis mempersarafi otot
oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan
abduksi dalam derajat kecil.
5) Saraf Trigeminus
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi
otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf
trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu saraf oftalmikus,
maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah
kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior
telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6) Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons
bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel
ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7) Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik
fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral
ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi
wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital,
otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus
posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi
pengecapan bagian anterior lidah.
7

8) Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu
serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler
yang mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis.
9) Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu
gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot
stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa
faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10) Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya
terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi
semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari
dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi
memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila
lengan diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
8

menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan


saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
h. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon
menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = Tidak ada respon
1 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
i. Refleks-refleks pada sistem persyarafan
1) Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi
kurang lebih 30°. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu, ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari
pemeriksa ditempatkan pada tendon, biceps (diatas lipatan siku)
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka
akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau
sendi bahu.
3) Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2
cm diatas olekranon)
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit
meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada
klonus yang sementara.
4) Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas
9

tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks


hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas
dan kearah yang digores.
6) Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test
ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari
kaki.
j. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan
lain didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian
kepala klien difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+)
bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut.
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut
10

135° terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing),
terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua
lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan
tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing),
terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar
dan kaki plantar fleksi.

1.1.3 Etiologi atau Penyebab


Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu
tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan
bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).

1.1.4 Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat
sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
11

kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada
tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu
tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut
mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih
anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah (Latief et al., 2007).

1.1.5. Manifestasi Klinis


Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun
tanda- tanda kejang demam meliputi :
a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
e. Penurunan kesadaran
f. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
g. Muntah
h. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam
waktu yang singkat (Lyons, 2012).

1.1.6. Pemeriksaan Diagnostik


Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa
12

darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau
yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang
demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12
bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18
bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil
pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang
kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang
demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang
bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan
dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak
(mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI,
edema papil) (Saharso et al., 2009).

1.1.7. Manajemen Medik


a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk
13

anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak


yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam
rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila
kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi
berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1
mg/ kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah
berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian
fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang
kekambuhan. Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai
manfaatnya untuk mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun
mereka tidak mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering
digunakan untuk mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum
pasien. Dalam prakteknya, kita menggunakan metamizole (dipirone),
10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/
hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat
dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam
bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam
tiga atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak
dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).
14

Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika


kejang demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang
berlangsung lebih dari 15 menit, kelainan neurologi yang nyata
sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis, paresis
Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian
kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang
dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali
per tahun. Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital
(dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis
15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan pemberian obat ini,
risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap
selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).
b. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005,
Mahmood et al., 2011 dan Capovilla et al., 2009):
1) Baringkan pasein di tempat yang rata.
2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus
dibuka misalnya ikat pinggang.
4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
7) Monitor suhu tubuh.
8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk
menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi
isi lambung.
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen.
15

11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian


obat antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.
Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al.,
2009):
1) Hilangkan obstruksi jalan napas.
2) Siapkan akses vena.
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas,
tekanan darah, SaO2).
4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan
dosis 0,5 mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan
menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang
jika perlu, setelah 10 menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis
(ahli anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.

1.2 Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan Kejang Demam Sederhana


1.2.1. Pengkajian data
Menurut Sulistyawati (2012) pengkajian adalah pengumpulan semua
informasi yang akurat dan lengkap dari berbagai sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien, meliputi tanggal, pukul dan tempat pengkajian. Data tersebut
meliputi :
1. Data Subyektif
Adalah data yang didapat dari hasil wawancara (anamnesa) langsung dari
klien dan keluarga dan tim kesehatan lain (Marmi, 2012: 57). Data subyektif
ini meliputi :
a. Biodata
1) Biodata bayi
a) Nama
Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar
anak yang dimaksud. Nama harus jelas dan lengkap serta ditulis
juga nama panggilan akrabnya (Sumijati, 2000).
b) Umur
16

Berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan


tindakan yang dilakukan (Depkes RI, 2012).
c) Alamat
Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar
anak yang dimaksud. Alamat harus jelas untuk membedakan dengan
pasien yang memiliki nama yang sama.

2) Biodata orang tua


a) Nama
Nama orang tua sebagai penanggung jawab
b) Umur
Ibu-ibu yang umurnya belasan tahun dengan anak pertama akan
lebih agresif terhadap anaknya dan lebih banyak mengalami
kesulitan dalam merawat dan mendidik anaknya.
c) Pendidikan ayah/ibu
Pendidikan orang tua meruipakan salah satu faktor yang penting
dalam tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2012:10)
d) Pekerjaan ayah/ibu
Pekerjaan dapat mempengaruhi bayi dalam mengasuhnya karena
kesibukannya atau tidak (Soetjiningsih, 2012:10)
e) Penghasilan ayah/ibu
Pendapatan yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik
yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 2012:10).
f) Alamat
Alamat untuk menyamakan alamat dengan anaknya atau tidak
(Soetjiningsih, 2012:10).

b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien saat datang.

c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini (Sumijati, 2000).
2) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita (Sumijati,
2000).
3) Riwayat penyakit keluarga
17

Untuk mengetahui penyakit keluarga, baik yang menular, menurun, atau


menahun (Sumijati, 2000). Kemungkinan ada yang menderita kejang
demam dari keluarga.

d. Riwayat neonatal
1) Prenatal
Selama dalam kandungan ditanyakan berapa usia gestasinya, kehamilan
berapa, pernah ANC dimana, berapa kali, obat yang pernah didapat, ibu
pernah mendapat imunisasi apa saja (Marmi, 2012).
2) Natal
Ditanyakan riwayat persalinan, berapa umur kehamilan, jenis persalinan,
penolong penyulit selama persalinan, keadaan bayi, BBL, PBL, A-S, dan
kelainan genetal (Marmi, 2012).
3) Post natal
Ditanyakan jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan umum px,
kesadasaran px, mendapat ASI sampai kapan, reflek yang ada pada px
apa saja (Marmi, 2012).

e. Riwayat imunisasi
Imunisasi apa saja yang pernah didapat oleh anak seperti DPT I-III, polio I-
II, hepatitis I-III, campak & BCG (Sumijati, 2000). Wahidiyat (2010)
menambahkan status imunisasi selain untuk mengetahui status
perlindungan yang diperoleh anak dan membantu mendiagnosa suatu
keadaan tertentu.

f.Pola kebiasaan sehari-hari


1) Nutrisi
Ditanyakan kebiasaan makan dan minum anak sebelum dan saat sakit,
berapa kali anak makan biasanya, porsinya, komposisinya, berapa gelas
minumnya dan jenisnya (Marmi, 2012).
2) Pola eliminasi
Bagaimana pola BAK dan BAB nya berapa kali dalam sehari, warnanya,
konsistensi dan baunya (Marmi, 2012).
3) Pola istirahat/ tidur
Bagaimana pola istirahat klien ada perubahan atau tidak, ada gangguan
tidur atau tidak (Marmi, 2012).
4) Pola aktivitas
18

Apa saja kegiatan anak sebelum dan sesudah sakit, kebanyakan saat sakit
anak banyak tidur atau minta digendong (Marmi, 2012).
5) Personal Hygiene
Bagaimana kebersihan dari px saat sakit dan sebelum sakit pada bayi
penderita. Biasanya hanya diseka selama di RS dan diganti popok dan
bajunya bila basah BAB atau BAK (Marmi, 2012).

2. Data Obyektif
Data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi,
palpasi perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) TTV :
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk
mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi
yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan (Wijaya,2013).
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bentuk kepala, warna rambut, ukuran kepala dengan tubuh proporsional
atau tidak, ada benjolan/ tidak, ada bekas caput/ tidak.
2) Muka
Bagaimana warnanya kemerahan/ kebiruan, ikterus/ tidak.
3) Mata
Simetris/ tidak, ada sekret/ tidak, sklera icterus/tidak, konjungtiva
pucat/tidak.
4) Hidung
Lubang hidung simetris/tidak, ada sekret/tidak, ada pernafasan cuping
hidung/tidak, pada penderita bronkopneumonia umumnya terdapat
pernafasan cuping hidung dan terdapat sekret.
19

5) Mulut dan gigi


Bagaimana mukosa bibirnya, apakah ada labia palato schisis, bibir
pucat/tidak, apakah ada sianosis/tidak, lidah bersih/tidak, gigi sudah
tumbuh/belum.
6) Leher
Apakah ada pembendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar limfe
dan pembengkakan kelenjar tyroid (gondok).
7) Dada
Apakah ada kelainan tulang dada/tidak, puting susu simetris/tidak.
8) Abdomen
Bentuk simtris/ tidak, ada luka/tidak, ada kelainan bawaan atau tidak,
kembung/ tidak, bising usus terdengar jelas/tidak.
9) Punggung
Ada luka dekubitus atau tidak.
10) Genetalia
Jenis kelamin laki-laki/perempuan, bersih/tidak, iritasi/tidak, pada bayi
perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, pada bayi laki-
laki testis sudah turun.
11) Anus
Bersih/ tidak, iritasi/ tidak.
12) Ekstremitas
Simetris/tidak, ada oedem/tidak, akralnya bagaimana

c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Pungsi lumbal
3) Elektroensefalografi (EEG)
4) Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)

3. Analisa data
Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan metode sebagai berikut :

a.Menentukan hubungan antara fakta yang satu dengan lainnya.


b.Untuk mencari hubungan sebab akibat
c.Menentukan masalah yang terjadi
d.Menentukan penyebab utamanya
e.Menentukan tingkat masalah
20

1.2.2. Diagnosa Kebidanan


Tanggal :
Diagnosa : Bayi ...........umur.......dengan masalah........

1.2.3. Perencanaan
Perencanaan dan intervensi asuhan keperawatan pada pasien kejang
demam sederhana adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria : Suhu tubuh meningkat
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola): perhatikan menggigil?
diaforesi
R/ suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.
R/ dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan
c. Berikan selimut pendingin
R/ digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°-
40°C pada waktu terjadi gangguan pada otak.
d. Kolaborasi untuk memberikan antipiretik sesuai indikasi
R/ digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria : Pola minum yang sedikit
Intervensi :
a. Menganjurkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan minum bayi
R/ agar bayi mendapatkan cairan
b. Kolaborasi dengan tim medis
R/ agar kebutuhan cairan terpenuhi.
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas, peningkatan sekresi mucus
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
Kriteria : Peningkatan sekresi mucus
Intervensi :
21

a. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan


kepala selama serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan
menyumbat jalan nafas.

1.2.4. Pelaksanaan
Menurut Kepmenkes RI (2011:6), Bidan melakukan rencana asuhan
kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Dilaksanankan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

1.2.5. Evaluasi
Menurut Kepmenkes RI (2011:7-8) tentang Standar Asuhan Kebidanan,
bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan , sesuai perubahan perkembangan
dengan kondisi klien.
22

BAB 2
TINJAUAN KASUS

1.1. Pengkajian data


Tanggal pengkajian : 13 Januari 2019 Pukul 12.00 WIB
Tempat pengkajian : Ruang BOUGENVILE (Penyakit Anak) RSUD
Dr.Soeroto Ngawi
1.1.1. Data subyektif
1. Biodata
a. Biodata bayi
Nama : Bayi “V”
Tanggal lahir : 10-01-2018
Umur : 1 tahun 3 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 1 (satu)
Tanggal masuk : 13-01-2019
Pukul masuk : 09.35 WIB
No. RM : 368415

b. Biodata orangtua
Ibu Ayah
Nama : Ny. “P” Tn. “M”
Umur : 31 tahun 37 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMK SMP
Pekerjaan : Petani Petani
Penghasilan : Rp 1.800.000,00 Rp. 1.800.000,00
Alamat : Sumberjo, Kersikan, Geneng, Ngawi
23

2. Keluhan utama
Ibu mengeluh anaknya kejang 1x selama kurang dari 5 menit kemarin pukul
09.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek, dan diare.

3. Riwayat kesehatan
a. Penyakit sekarang yang diderita
Orang tua dan anak datang ke RSUD Dr. Soeroto Ngawi tanggal 13-01-
2019 pukul 09.35 WIB dengan keluhan anaknya kejang 1x selama kurang
dari 5 menit kemarin pukul 09.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek, dan
diare.
b. Penyakit dahulu yang pernah diderita
Sebelumya anak belum pernah mengalami sakit apapun, termasuk kejang
demam.
c. Penyakit keluarga
Keluarga tidak pernah dan tidak sedang memiliki penyakit menular,
menurun dan menahun. Dalam keluarga tidak ada yang menderita kejang
demam.

4. Riwayat neonatal
a. Prenatal
Pada saat hamil bayi tidak ada keluhan, bayi ini termasuk kehamilan
pertama, ANC dilakukan secara teratur di dokter, mendapatkan obat
tambah darah sebanyak 90 tablet dan diminum sesuai petunjuk dan habis,
mendapatkan imunisasi lengkap.
b. Natal
Pada saat melahirkan dengan usia kehamilan 35 minggu, bayi lahir
spontan langsung menangis kuat dan keras dan ari-ari lahir spontan, berat
badan pada saat lahir 2300 gram, panjang badan 50 cm dengan jenis
kelamin perempuan serta tidak ada penyulit pada saat bersalin.

c. Post natal
24

Bayi pada saat lahir langsung dilakukan IMD dan sampai usia 1 bulan
diberikan ASI secara eksklusif setalah 1 bulan setelah itu diberikan susu
formula.

5. Riwayat imunisasi
a. Hepatitis B : sejak bayi lahir
b. Polio : 4x yaitu pada usia 1,2,3 dan 4 bulan
c. BCG : usia 2 bulan
d. Campak : usia 9 bulan

6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
BB sebelum sakit : 10 kg
BB saat sakit : 10 kg
PB : 67 cm
b. Pekembangan
Anak sudah dapat mengenggam benda dengan kuat, seperti pensil,
berteriak dan mengoceh, sudah dapat diajak bicara dan tersenyum, sudah
bisa berjalan sendiri.

7. Pola kebiasaan sehari-hari


a. Nutrisi
Sebelum sakit : Sejak lahir hingga usia 1 bulan, bayi hanya diberi ASI
eksklusif, setelah usia 1 bulan, bayi diberi susu formula karena ASI tidak
keluar. Pemberian susu formula dalam sehari semalam 150 gr.
Saat sakit : Bayi makan dan minum sama seperti sebelum sakit.
b. Eliminasi
Sebelum sakit : Bayi BAK ±4-5 kali sehari, warna kuning jernih dan bau
khas. BAB ±1 kali sehari warna kuning trengguli dan bau khas.
Saat sakit : Bayi BAK ±5-6 kali sehari, warna kuning jernih dan bau
khas. BAB ±2 kali sehari konsistensi encer dan bau khas.
25

c. Istirahat dan tidur


Sebelum sakit : Bayi tidur sekitar pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00
WIB dan pada pukul 12.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB malam hari
sekitar pukul 17.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB, tidak ada keluhan
saat tidur.
Saat sakit : Bayi lebih sedikit tidurnya pada siang hari dan pada
malam hari sekitar pukul 23.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB karena
merasakan badannya yang panas sehingga waku istirahat dan tidur
terganggu.
d. Aktivitas
Sebelum sakit : Bayi selalu bermain dengan temannya dirumah secara
aktif.
Saat sakit : Aktifitas bayi berkurang.
e. Personal hygiene
Sebelum sakit : Bayi dimandikan 2 kali dalam sehari menggunakan air
hangat dan sabun, keramas 2 kali seminggu dan ganti pakaian setiap
selesai mandi atau jika kotor dan basah.
Saat sakit : Bayi hanya disibin pada pagi dan sore hari, tidak
keramas selama sakit dan ganti pakaian setiap selesai disibin atau jika
kotor dan basah.

8. Riwayat psikososial dan spiritual


Bayi mempunyai rasa sosialisasi sangat tinggi karena suka bermain dengan
orang-orang disekitarnya.

9. Latar belakang sosial budaya


Di dalam keluarga tidak ada yang melarang anaknya untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat contohnya, mencuci tangan, bermain diluar rumah dan lain
sebagianya.
1.1.2. Data obyektif
1. Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis
26

2. TTV: S: 400C
N : 100 x/menit
R : 25 x/menit
3. Pengukuran antropometri
BB sebelum sakit : 10 kg
BB saat sakit : 10 kg
PB : 67 cm
LK : 46 cm
LILA : 17 cm
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata, ukuran
kepala dengan tubuh proporsional, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada
bekas caput.
b. Mata
Kedua mata simetris, konjungtiva palpebra merah muda, sklera putih,
tidak ikterus, tidak ada pengeluaran sekret yang berlebihan, tidak ada
kelainan.
c. Hidung
Bentuk simetris, ada cairan/sekret hidung, ada pernafasan cuping hidung.
d. Mulut
Bibir lembab, terdapat lendir di lidah, gerakan palatum (menelan), tidak
ada sianosis, gigi masih tumbuh 4, tidak ada kelaianan seperti labio skisis,
labio palato skisis, labio palato genato skisis.
e. Telinga
Simetris, pendengarannya baik dan tidak ada pengeluaran sekret
f. Leher
Simetris dan tidak ada pembesaran kelenjar limfe

g. Dada
27

Simetris, tidak ada kelainan tulang dada, putting susu simetris, tidak ada
tarikan dinding dada, pernafasan teratur, tidak ada wheezing dan ronchi,
tidak ada nyeri tekan.
h. Abdomen
Tidak buncit, tidak ada luka, tidak ada benjolan abnormal, bising usus
terdengar normal, tidak kembung dan tidak ada nyeri tekan.
i. Punggung
Tidak ada luka dekubitus
j. Genetalia
Bersih, tidak ada iritasi, labia mayora sudah menutupi labia minora.
k. Anus
Bersih, tidak ada iritasi dan tidak atresia ani
l. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah normal, tidak oedema. tidak ada kelainan,
gerak aktif, akral hangat.

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : Hb : 9,9
WBC : 10,92
RBC : 4,34
PCT : 275

6. Terapi
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1

1.1.3. Analisa data


28

No. Diagnosa/masalah Data dasar


Bayi “V” usia 1 tahun 3 DS :
hari dengan diagnosa Ibu mengeluh anaknya kejang 1x kemarin
medik kejang demam pukul 09.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek,
sederhana, keadaan dan diare.
umum lemah, prognosa
baik. DO:
- KU lemah, kesadaran komposmentis
- TTV
S: 400C
N: 100x/menit
RR: 25x/menit
- Pemeriksaan antropometri
BB sebelum sakit : 10 kg
BB saat sakit : 10 kg
PB : 67 cm
LK : 46 cm
LILA : 17 cm

- Muka tidak pucat


- Bibir lembab
- Pernapasan teratur
- Tidak terdengar bunyi nafas tambahan
- Menggigil (+)
- Kejang (-)
- Pilek (-)
- Akral hangat
- Tidak dapat beraktifitas dan rewel
- Tidak dapat merespon perawat dengan baik
- Jam tidur terganggu atau tidak teratur
- Peningkatan frekuensi BAK dan BAB
29

- Infus Ring AS 15 tpm


- Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
- Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
- Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1

1.1.2. Diagnosa kebidanan


Bayi “V” usia 1 tahun 3 hari dengan masalah kejang demam sederhana,
suhu tubuh diatas normal, kurangnya volume cairan tubuh, keadaan umum lemah,
prognosa baik.

1.1.3. Perencanaan
Tanggal : 13 Januari 2019 pukul 12.00 WIB
Diagnosa : Bayi “V” usia 1 tahun 3 hari dengan masalah kejang demam
sederhana, keadaan umum lemah, prognosa baik.
Tujuan :
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh menjadi normal
2. Mencegah terjadinya kekurangan cairan akibat suhu tubuh yang naik
3. Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria :
1. Suhu tubuh meningkat
2. Pola BAK dan BAB meningkat
3. Peningkatan sekresi mucus

Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola): perhatikan menggigil?diaforesi
R/ suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.
R/ dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan
c. Berikan selimut pendingin
R/ digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°-40°C
pada waktu terjadi gangguan pada otak.
d. Menganjurkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan minum bayi
R/ agar bayi mendapatkan cairan
e. Kolaborasi dengan tim medis
30

R/ agar kebutuhan cairan terpenuhi.


f. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, berikan spatel,
miringkan kepala selama serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan tergigit
serta menyumbat jalan nafas.
g. Kolaborasi untuk memberikan antipiretik sesuai indikasi
R/ digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral.

1.1.4. Pelaksanaan
Tanggal : 13 Januari 2019 pukul: 12.30 WIB
Diagnosa : Bayi “V” usia 1 tahun 3 hari dengan masalah kejang demam
sederhana, keadaan umum lemah, prognosa baik.
Implementasi :
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan anak
2. Memantau tanda-tanda vital pada bayi
3. Memberikan kompres hangat pada bayi di kedua ketiak
4. Menyarankan orang tua untuk memberi susu pada bayi
5. Menyarankan untuk memakaikan pakaian tipis
6. Memberikan saran kepada oang tua jika terjadi kejang pada bayi
letakkan di tempat yang datar, posisi miring, dan memberi spatel agar lidah
tidak tergigit atau menutupi jalan napas.
7. Memberikan motivasi agar bayi dan keluarga tidak cemas
8. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1
1.1.5. Evaluasi
1. Evaluasi Pertama
Tanggal : 13 Januari 2019 pukul 17.00 WIB
S : Bayi tidak panas, diare berkurang, masih pilek, dan tidak kejang.
O : - KU lemah, kesadaran komposmentis
31

- Suhu 36,8° C, Nadi 100 x/menit


- Akral hangat, nadi kaki kuat
A : Bayi “V” usia 1 tahun 3 hari dengan masalah kejang demam
sederhana, keadaan umum lemah, prognosa baik.
P : Lanjutkan intervensi:
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan anak
2. Memantau tanda-tanda vital pada bayi
3. Menyarankan orang tua untuk memberi susu pada bayi
4. Memberikan saran kepada oang tua jika terjadi kejang pada
bayi letakkan di tempat yang datar, posisi miring, dan memberi
spatel agar lidah tidak tergigit atau menutupi jalan napas.
5. Memberikan motivasi agar bayi dan keluarga tidak cemas
6. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1

2. Evaluasi perkembangan
Tanggal : 14 Januari 2019 pukul 08.00 WIB
S : Bayi tidak panas, diare berkurang, masih pilek, dan tidak kejang.
O : - KU lemah, kesadaran komposmentis
- Suhu 36,0° C, Nadi 100 x/menit
- Akral hangat, nadi kaki kuat
A : Bayi “F” usia 11 bulan dengan masalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas dan hipertermia, keadaan umum lemah, prognosa baik.
P : Lanjutkan intervensi:
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan anak
2. Memantau tanda-tanda vital pada bayi
3. Menyarankan orang tua untuk memberi susu pada bayi
32

4. Memberikan saran kepada oang tua jika terjadi kejang pada


bayi letakkan di tempat yang datar, posisi miring, dan memberi
spatel agar lidah tidak tergigit atau menutupi jalan napas.
5. Memberikan motivasi agar bayi dan keluarga tidak cemas
6. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1

TTD

Abidah B.C.R
33

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2012. Pedoman Pemantauan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Depkes RI

Kemenkes RI. 2011. Standar Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Jakarta :
Direktorat Bina Anak Sakit.

Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Neonatus. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta : Salemba Medika.

Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya Dalam Buku Ajar 1


Ilmu Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Sagungseto.

Sulistyawati, Ari. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan Patologis. Jakarta :
Salemba Medika

Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak, Surabaya : Perkani.

24

Anda mungkin juga menyukai