BAB 1
TINJAUAN TEORI
c. Medula Spinalis
1) Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
2) Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
3) Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
3
d. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf
motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi
menjadi saraf otak dan saraf spinal.
e. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
1) Saraf servikal 8 pasang
2) Saraf torakal 12 pasang
3) Saraf lumbal 5 pasang
4) Saraf sacrum/sacral 5 pasang
5) Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk
medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari
medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf
spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus
(anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf
iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah
torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara
tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga
berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh
darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri
sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada di
kiri menyeberang ke kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi
kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota
gerak yang sebelah kanan.
f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung,
paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan
parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
1) Kesiagaan meningkat
4
g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut :
mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini
merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus
olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang
impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus. Bau-
bauan yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan dan induksi
salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan
muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan
area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis
talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin
5
8) Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu
serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler
yang mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis.
9) Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu
gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot
stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa
faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10) Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya
terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi
semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari
dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi
memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila
lengan diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
8
5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas
dan kearah yang digores.
6) Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test
ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari
kaki.
j. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan
lain didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian
kepala klien difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+)
bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut.
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut
10
135° terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing),
terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua
lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan
tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing),
terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar
dan kaki plantar fleksi.
1.1.4 Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat
sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
11
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada
tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu
tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut
mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih
anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah (Latief et al., 2007).
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa
12
darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau
yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang
demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12
bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18
bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil
pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang
kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang
demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang
bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan
dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak
(mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI,
edema papil) (Saharso et al., 2009).
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien saat datang.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini (Sumijati, 2000).
2) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita (Sumijati,
2000).
3) Riwayat penyakit keluarga
17
d. Riwayat neonatal
1) Prenatal
Selama dalam kandungan ditanyakan berapa usia gestasinya, kehamilan
berapa, pernah ANC dimana, berapa kali, obat yang pernah didapat, ibu
pernah mendapat imunisasi apa saja (Marmi, 2012).
2) Natal
Ditanyakan riwayat persalinan, berapa umur kehamilan, jenis persalinan,
penolong penyulit selama persalinan, keadaan bayi, BBL, PBL, A-S, dan
kelainan genetal (Marmi, 2012).
3) Post natal
Ditanyakan jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan umum px,
kesadasaran px, mendapat ASI sampai kapan, reflek yang ada pada px
apa saja (Marmi, 2012).
e. Riwayat imunisasi
Imunisasi apa saja yang pernah didapat oleh anak seperti DPT I-III, polio I-
II, hepatitis I-III, campak & BCG (Sumijati, 2000). Wahidiyat (2010)
menambahkan status imunisasi selain untuk mengetahui status
perlindungan yang diperoleh anak dan membantu mendiagnosa suatu
keadaan tertentu.
Apa saja kegiatan anak sebelum dan sesudah sakit, kebanyakan saat sakit
anak banyak tidur atau minta digendong (Marmi, 2012).
5) Personal Hygiene
Bagaimana kebersihan dari px saat sakit dan sebelum sakit pada bayi
penderita. Biasanya hanya diseka selama di RS dan diganti popok dan
bajunya bila basah BAB atau BAK (Marmi, 2012).
2. Data Obyektif
Data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi,
palpasi perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) TTV :
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk
mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi
yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan (Wijaya,2013).
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bentuk kepala, warna rambut, ukuran kepala dengan tubuh proporsional
atau tidak, ada benjolan/ tidak, ada bekas caput/ tidak.
2) Muka
Bagaimana warnanya kemerahan/ kebiruan, ikterus/ tidak.
3) Mata
Simetris/ tidak, ada sekret/ tidak, sklera icterus/tidak, konjungtiva
pucat/tidak.
4) Hidung
Lubang hidung simetris/tidak, ada sekret/tidak, ada pernafasan cuping
hidung/tidak, pada penderita bronkopneumonia umumnya terdapat
pernafasan cuping hidung dan terdapat sekret.
19
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Pungsi lumbal
3) Elektroensefalografi (EEG)
4) Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
3. Analisa data
Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan metode sebagai berikut :
1.2.3. Perencanaan
Perencanaan dan intervensi asuhan keperawatan pada pasien kejang
demam sederhana adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria : Suhu tubuh meningkat
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola): perhatikan menggigil?
diaforesi
R/ suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.
R/ dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan
c. Berikan selimut pendingin
R/ digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°-
40°C pada waktu terjadi gangguan pada otak.
d. Kolaborasi untuk memberikan antipiretik sesuai indikasi
R/ digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria : Pola minum yang sedikit
Intervensi :
a. Menganjurkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan minum bayi
R/ agar bayi mendapatkan cairan
b. Kolaborasi dengan tim medis
R/ agar kebutuhan cairan terpenuhi.
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas, peningkatan sekresi mucus
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
Kriteria : Peningkatan sekresi mucus
Intervensi :
21
1.2.4. Pelaksanaan
Menurut Kepmenkes RI (2011:6), Bidan melakukan rencana asuhan
kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Dilaksanankan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
1.2.5. Evaluasi
Menurut Kepmenkes RI (2011:7-8) tentang Standar Asuhan Kebidanan,
bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan , sesuai perubahan perkembangan
dengan kondisi klien.
22
BAB 2
TINJAUAN KASUS
b. Biodata orangtua
Ibu Ayah
Nama : Ny. “P” Tn. “M”
Umur : 31 tahun 37 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMK SMP
Pekerjaan : Petani Petani
Penghasilan : Rp 1.800.000,00 Rp. 1.800.000,00
Alamat : Sumberjo, Kersikan, Geneng, Ngawi
23
2. Keluhan utama
Ibu mengeluh anaknya kejang 1x selama kurang dari 5 menit kemarin pukul
09.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek, dan diare.
3. Riwayat kesehatan
a. Penyakit sekarang yang diderita
Orang tua dan anak datang ke RSUD Dr. Soeroto Ngawi tanggal 13-01-
2019 pukul 09.35 WIB dengan keluhan anaknya kejang 1x selama kurang
dari 5 menit kemarin pukul 09.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek, dan
diare.
b. Penyakit dahulu yang pernah diderita
Sebelumya anak belum pernah mengalami sakit apapun, termasuk kejang
demam.
c. Penyakit keluarga
Keluarga tidak pernah dan tidak sedang memiliki penyakit menular,
menurun dan menahun. Dalam keluarga tidak ada yang menderita kejang
demam.
4. Riwayat neonatal
a. Prenatal
Pada saat hamil bayi tidak ada keluhan, bayi ini termasuk kehamilan
pertama, ANC dilakukan secara teratur di dokter, mendapatkan obat
tambah darah sebanyak 90 tablet dan diminum sesuai petunjuk dan habis,
mendapatkan imunisasi lengkap.
b. Natal
Pada saat melahirkan dengan usia kehamilan 35 minggu, bayi lahir
spontan langsung menangis kuat dan keras dan ari-ari lahir spontan, berat
badan pada saat lahir 2300 gram, panjang badan 50 cm dengan jenis
kelamin perempuan serta tidak ada penyulit pada saat bersalin.
c. Post natal
24
Bayi pada saat lahir langsung dilakukan IMD dan sampai usia 1 bulan
diberikan ASI secara eksklusif setalah 1 bulan setelah itu diberikan susu
formula.
5. Riwayat imunisasi
a. Hepatitis B : sejak bayi lahir
b. Polio : 4x yaitu pada usia 1,2,3 dan 4 bulan
c. BCG : usia 2 bulan
d. Campak : usia 9 bulan
2. TTV: S: 400C
N : 100 x/menit
R : 25 x/menit
3. Pengukuran antropometri
BB sebelum sakit : 10 kg
BB saat sakit : 10 kg
PB : 67 cm
LK : 46 cm
LILA : 17 cm
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata, ukuran
kepala dengan tubuh proporsional, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada
bekas caput.
b. Mata
Kedua mata simetris, konjungtiva palpebra merah muda, sklera putih,
tidak ikterus, tidak ada pengeluaran sekret yang berlebihan, tidak ada
kelainan.
c. Hidung
Bentuk simetris, ada cairan/sekret hidung, ada pernafasan cuping hidung.
d. Mulut
Bibir lembab, terdapat lendir di lidah, gerakan palatum (menelan), tidak
ada sianosis, gigi masih tumbuh 4, tidak ada kelaianan seperti labio skisis,
labio palato skisis, labio palato genato skisis.
e. Telinga
Simetris, pendengarannya baik dan tidak ada pengeluaran sekret
f. Leher
Simetris dan tidak ada pembesaran kelenjar limfe
g. Dada
27
Simetris, tidak ada kelainan tulang dada, putting susu simetris, tidak ada
tarikan dinding dada, pernafasan teratur, tidak ada wheezing dan ronchi,
tidak ada nyeri tekan.
h. Abdomen
Tidak buncit, tidak ada luka, tidak ada benjolan abnormal, bising usus
terdengar normal, tidak kembung dan tidak ada nyeri tekan.
i. Punggung
Tidak ada luka dekubitus
j. Genetalia
Bersih, tidak ada iritasi, labia mayora sudah menutupi labia minora.
k. Anus
Bersih, tidak ada iritasi dan tidak atresia ani
l. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah normal, tidak oedema. tidak ada kelainan,
gerak aktif, akral hangat.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : Hb : 9,9
WBC : 10,92
RBC : 4,34
PCT : 275
6. Terapi
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1
1.1.3. Perencanaan
Tanggal : 13 Januari 2019 pukul 12.00 WIB
Diagnosa : Bayi “V” usia 1 tahun 3 hari dengan masalah kejang demam
sederhana, keadaan umum lemah, prognosa baik.
Tujuan :
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh menjadi normal
2. Mencegah terjadinya kekurangan cairan akibat suhu tubuh yang naik
3. Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria :
1. Suhu tubuh meningkat
2. Pola BAK dan BAB meningkat
3. Peningkatan sekresi mucus
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola): perhatikan menggigil?diaforesi
R/ suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.
R/ dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan
c. Berikan selimut pendingin
R/ digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°-40°C
pada waktu terjadi gangguan pada otak.
d. Menganjurkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan minum bayi
R/ agar bayi mendapatkan cairan
e. Kolaborasi dengan tim medis
30
1.1.4. Pelaksanaan
Tanggal : 13 Januari 2019 pukul: 12.30 WIB
Diagnosa : Bayi “V” usia 1 tahun 3 hari dengan masalah kejang demam
sederhana, keadaan umum lemah, prognosa baik.
Implementasi :
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan anak
2. Memantau tanda-tanda vital pada bayi
3. Memberikan kompres hangat pada bayi di kedua ketiak
4. Menyarankan orang tua untuk memberi susu pada bayi
5. Menyarankan untuk memakaikan pakaian tipis
6. Memberikan saran kepada oang tua jika terjadi kejang pada bayi
letakkan di tempat yang datar, posisi miring, dan memberi spatel agar lidah
tidak tergigit atau menutupi jalan napas.
7. Memberikan motivasi agar bayi dan keluarga tidak cemas
8. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1
1.1.5. Evaluasi
1. Evaluasi Pertama
Tanggal : 13 Januari 2019 pukul 17.00 WIB
S : Bayi tidak panas, diare berkurang, masih pilek, dan tidak kejang.
O : - KU lemah, kesadaran komposmentis
31
2. Evaluasi perkembangan
Tanggal : 14 Januari 2019 pukul 08.00 WIB
S : Bayi tidak panas, diare berkurang, masih pilek, dan tidak kejang.
O : - KU lemah, kesadaran komposmentis
- Suhu 36,0° C, Nadi 100 x/menit
- Akral hangat, nadi kaki kuat
A : Bayi “F” usia 11 bulan dengan masalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas dan hipertermia, keadaan umum lemah, prognosa baik.
P : Lanjutkan intervensi:
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan anak
2. Memantau tanda-tanda vital pada bayi
3. Menyarankan orang tua untuk memberi susu pada bayi
32
TTD
Abidah B.C.R
33
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2012. Pedoman Pemantauan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Depkes RI
Kemenkes RI. 2011. Standar Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Jakarta :
Direktorat Bina Anak Sakit.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta : Salemba Medika.
Sulistyawati, Ari. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan Patologis. Jakarta :
Salemba Medika
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak, Surabaya : Perkani.
24