Anda di halaman 1dari 13

AKUNTABILITAS SEBAGAI SEBUAH SOLUSI

PENGELOLAAN WAKAF

Nurul Huda1)
Desti Anggraini2)
Nova Rini 3)
Hudori2)
Yosi Mardoni2)

1)Universitas Yarsi/Universitas Indonesia,


Jl. Salemba Raya No 4, Jakarta Pusat,
2)Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No 4, Jakarta Pusat
3)Universitas Indonesia/STIE Muhammadiyah Jakarta,
Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta
Surel: pakhuda@yahoo.com

Abstrak: Akuntabilitas sebagai Sebuah Solusi Pengelolaan Wakaf. Artikel ini


bertujuan menganalisis prioritas masalah dan solusi pengelolaan waqaf de­ngan
menggunakan metode AHP. Hasil analisis menunjukkan prioritas masalah
pe­ngelolaan wakaf terletak pada r wakif menyerahkan harta wakaf langsung
kepada personal bukan melalui lembaga pengelola wakaf. Solusi dari masalah
pengelolaan wakaf adalah meningkatkan insentif nazhir dan pelatihan intensif
bagi nazhir. Solusi yang ditawarkan tersebut menunjukkan hal-hal yang berkai-
tan dengan peningkatan akuntabilitas pengelolaan wakaf, sehingga terben-
tuk profesionalitas pengelolaan wakaf yang dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat

Abstract: Accountability as A Waqf Management Solution. This article aims


to analyze the priority issue and solution about waqf management using AHP. The
analysis showed that the priority issue of waqf management lies on the low pro-
fessionalism and competence of nazhir, so the waqf management is not optimal.
Since nazhir is not accountable, wakif submits waqf property personally instead of
going through waqf management institutions. The solution of the problem of waqf
managing are increasing incentives and intensive training for Nazhir. The solution
offered by this study relates to increased accountability in the waqf management.
By forming professionalism in waqf management, public trust can be improved.

Kata Kunci: Akuntabilitas, Masalah, Solusi, Wakaf

Wakaf adalah salah satu alternatif pendistribusian keka-


instrumen dalam Islam yang yaan guna mencapai pemba­
sangat potensial untuk dijadikan ngunan ekonomi. Hal tersebut
strategi pengentasan kemiskinan karena wakaf memainkan peran Jurnal Akuntansi Multiparadigma
JAMAL
dan kesenjangan nasional. Jika penting untuk menyediakan Volume 5
Nomor 3
wakaf dikelola dengan baik, maka sarana pendidikan, kesehatan, Halaman 345-510
Malang, Desember 2014
wakaf akan berperan besar dalam sarana ibadah, serta fasilitas pISSN 2086-7603
eISSN 2089-5879
meningkatkan kesejahteraan umum lainnya. Fathurrohman
masyarakat dan keadilan sosial (2012) menjelaskan bahwa ma- Tanggal masuk:
Masuk:
sebuah Negara (Kahf 2005; sih banyak masalah-masalah 1826
Oktober
Maret 2014
Muzarie 2010; Fathurrahman yang dihadapi dalam pengelo- Tanggal
Tanggal Revisi:
revisi:
2012). Menurut Rahman (2009) laan tanah-tanah wakaf secara 20 November
14 Mei 2014
Tanggal
Tanggal Diterima:
diterima:
wakaf berperan dalam pemban- produktif, misalnya di Kabupaten 23 Desember 2014
21 Mei 2014
gunan ekonomi secara langsung. Bandung, di antaranya seba-
Wakaf telah menjadi salah satu gian besar tanah-tanah wakaf

485
486 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497

digunakan untuk sarana ibadah dan seba- juga dari masyarakat. Lembaga pengelola
gian lagi letaknya tidak strategis. Di samping wakaf yang ada saat ini lebih banyak yang
itu, pengetahuan dan pemahaman nazhir dikelola oleh masyarakat bukan peme­
terhadap peraturan perwakafan masih rintah. Lembaga pengelola wakaf yang
kurang. Dengan kondisi seperti ini, tanah- dikelola masyarakat adalah lembaga yang
tanah wakaf agak sulit untuk dikelola berwujud Non Government Organization
secara produktif sesuai dengan ketentuan (NGO). Menurut Fikri et al. (2010) lembaga
hukum Islam maupun ketentuan peraturan Non Government Organization (NGO) memi-
perundang-undangan yang berlaku karena liki banyak kelemahan terkait akuntabilitas,
para nazhir kurang profesional dan kesu- karena minimnya penyampaian informasi
litan dana untuk biaya pengelolaannya. kepada masyarakat. Fikri et al. (2010) juga
Padahal, harta benda wakaf jika dikelola mengungkapkan bahwa rendahnya akunta­
dan dikembangkan secara produktif, maka bilitas NGO disebabkan, karena Interaksi
dapat diperuntukkan sebagai salah satu antara NGO, donatur, dan masyarakat bukan
alternatif untuk membantu menanggulangi semata murni hubungan ekonomi dan tidak
kemiskinan. Suhadi (1995) mengemukakan selalu besifat formal (meskipun terkadang
bahwa penggunaan tanah wakaf adalah terdapat hubungan formal). Kepercayaan,
untuk membantu kepentingan atau kese- emosi, kata hati, kontrak sosial, hubungan
jahteraan umum sebagai ibadah (pengab- timbal balik, misalnya bercampur sehingga
dian) kepada Allah SWT dan penggunaan ini aturan formal untuk menentukan apakah
perlu dinyatakan dalam bentuk ikrar wakaf. organisasi akuntabel atau tidak sering
Wakaf di Indonesia saat ini diatur kali menjadi bias. Riset yang dilakukan
dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun oleh Fikri et al. (2010) tersebut merupakan
2004 tentang Perwakafan. Undang-undang riset mengenai akuntabilitas NGO non
ini selain menyempurnakan peraturan keagamaan. Sementara, lembaga pengelola
perwakafan yang telah ada, juga mengatur wakaf adalah NGO keagamaan. Riset sebe-
masalah-masalah baru, seperti pengelolaan lumnya yang membahas mengenai akunta­
harta benda wakaf harus secara produktif bilitas NGO keagamaan adalah riset yang
dan peruntukannya dirinci secara jelas, dilakukan oleh Randa et al. (2011). Randa
diantaranya untuk membantu fakir miskin, et al. (2011) melakukan penelitian tentang
pembentukan badan wakaf Indonesia, akuntabilitas NGO keagamaan dalam
pengaturan wakaf uang, dan materi-materi sebuah gereja. Hasil penelitian Randa et al.
lainnya yang dibutuhkan sesuai perkem- (2011) menunjukkan bahwa akuntabilitas
bangan kontemporer. Walaupun Peraturan gereja berbeda dengan akuntabilitas NGO
Pemerintah telah dilengkapi dengan beberapa non kegamaan antara lain akuntabilitas
peraturan pelaksanaannya, termasuk spiritualitas. Riset Fikri et al. (2010) dan
kompilasi hukum Islam, tetapi dalam pelak- riset Randa et al. (2011) menunjukkan
sanaannya masih terjadi pelanggaran. bahwa akuntabilitas NGO non keagamaan
Beberapa agenda yang perlu difokuskan berbeda dengan NGO keagamaan yaitu pada
untuk menyelesaikan beberapa persoalan sisi spiritualitas. NGO non keagamaan tidak
wakaf adalah: pertama, memberikan pema- memiliki akuntabilitas spiritualitas, semen-
haman kepada masyarakat yang baik dan tara NGO keagamaan memiliki akuntabilitas
benar tentang hukum wakaf, baik dari spiritualitas.
segi Rukun dan Syarat wakaf dan tujuan Riset sebelumnya mengenai akunta-
disyari’atkannya wakaf. Kedua, perlu bilitas lembaga pengelola wakaf yang meru-
dilakukan sosialisasi Undang-undang Wakaf pakan NGO keagamaan khususnya agama
kepada masyarakat. Ketiga, penyediaan Islam adalah riset yang dilakukan Budiman
sumber daya manusia nazhir yang profe- (2011). Budiman (2011) melakukan pene-
sional sekaligus sebagai pekerja khusus litian mengenai Akuntabilitas Lembaga
yang diserahi tugas untuk mengelola insti- Pengelola Wakaf. Hasil penelitian Budiman
tusi wakaf yang mendapat imbalan dari (2011) menunjukkan bahwa Penerapan
pekerjaannya itu. (Hasanah 2012). prinsip akuntabilitas telah meningkatkan
Ketiga agenda yang difokuskan dalam kepercayaan publik terhadap lembaga
menyelesaikan persoalan wakaf menun- wakaf. Akuntabilitas merupakan proses
jukkan perlu adanya akuntabilitas dalam dimana suatu lembaga menganggap dirinya
pengelolaan wakaf. Pengelolaan wakaf bertanggung-jawab secara terbuka mengenai
tidak hanya dari unsur pemerintah, tapi apa yang dilakukan dan tidak dilakukannya.
Huda, Anggraini, Rini, Hudori, Mardoni, Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi...487

Secara operasional akuntabilitas diwu- Penyelesaian masalah dengan AHP


judkan dalam bentuk pelaporan (reporting), dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
pelibatan (involving), dan cepat tanggap Decomposition, Comparative Judgement,
(responding). Akuntabilitas dapat menum- dan Synthesis of Priority”. Decomposition
buhkan kepercayaan (trust) masyarakat artinya memecah persoalan yang utuh
kepada lembaga. Karena itu akuntabilitas menjadi unsur-unsurnya sampai tidak
menjadi sesuatu yang penting karena akan mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut,
mempengaruhi legitimasi terhadap lembaga sehingga didapatkan beberapa tingkatan
pengelola wakaf. Dengan demikian, akunta- dari persoalan tersebut. Comparative judge-
bilitas bukan semata-mata berhubungan ment adalah melakukan perbandingan antar
dengan pelaporan keuangan dan program elemen-elemen dalam hirarki yang disajikan
yang dibuat, melainkan berkaitan pula dalam bentuk matriks. Perbandingan ini
dengan persoalan legitimasi public (Budiman dilakukan dengan cara berpasangan antar
2011). elemen, yang disebut pairwise camparation.
Pengelola wakaf yang juga merupakah Hasil akhir dari seluruh prioritas adalah
salah satu NGO sudah tentu masuk dalam melakukan Synthesis of Priority. Dengan
kriteria yang disebutkan di atas dengan isu demikian maka akan diperoleh prioritas
akuntabilitasnya. Provinsi Sumatera Barat masing-masing elemen. (Saaty1994)
dan Riau memiliki karakter khusus yaitu Metode analisis yang digunakan dalam
budaya Islam yang cukup kuat berkem- penelitian ini adalah metode AHP. Ada tiga
bang pada daerah tersebut, sehingga hal tahapan penelitian yang akan dilakukan.
inilah yang membuat peneliti tertarik untuk Tiga tahapan tersebut terlihat pada Gambar
melakukan penelitian mengenai akunta- 1 berikut:
bilitas sebagai solusi permasalahan wakaf Tahapan penelitian yang dilakukan
pada daerah tersebut. Akuntabilitas dalam adalah: konstruksi model, kuantifikasi
penelitian ini bukan berkaitan dengan model dan sintesis serta analisis. Tahapan
pelaporan keuangan, namun hal-hal yang konstruksi model AHP disusun berdasarkan
berkaitan dengan kepercayaan masyarakat kajian pustaka secara teori maupun empiris.
Penelitian ini melibatkan tiga orang informan
dalam pengelolaan wakaf. Pengelolaan wakaf
yang terdiri dari regulator, pengelola wakaf
tidak saja melibatkan nazhir, namun juga
(nazhir) dan pemberi wakaf (wakif) diambil
berkaitan dengan regulator dan pemberi
dari Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi
wakaf (waqif). Penelitian ini akan memetakan
Riau. Pemilihan daerah didasari oleh perbe-
prioritas masalah pengelolaan wakaf dan
daan potensi wakaf dimana potensi wakaf
mencari prioritas solusinya dari aspek regu-
Provinsi Riau lebih besar dari Provinsi
lator, nazhir, dan waqif. Metode Analytic
Sumatera Barat. Perbedaan ini diharapkan
Hierarchy Process (AHP) merupakan salah
dapat memberikan hasil penelitian yang
satu metode yang paling populer dalam
lebih kaya dan beragam. Para informan
pemetaan masalah dan solusi. Berdasarkan dalam tahapan konstruksi model ini diajak
uraian di atas, maka tujuan penelitian ini untuk melakukan diskusi secara mendalam
adalah untuk mengetahui prioritas masalah (in-depth interview).
wakaf di Provinsi Sumatera Barat dan Riau, Tahap kuantifikasi model menggu-
serta prioritas solusi yang dapat diberikan nakan pertanyaan dalam kuisioner berupa
atas prioritas masalah tersebut perbandingan berpasangan (pairwise com-
parison) antar elemen untuk mengetahui
METODE mana diantara keduanya yang lebih penting.
Analytic Hierarchy Process (AHP) Pengukuran dilakukan dengan skala
dikembangkan pertama kali oleh Thomas numerik 1 - 9. Data hasil penilaian kemu-
L Saaty. Saaty (2008) mengatakan bahwa, dian dikumpulkan dan input melalui soft-
“The Analytic Hierarchy Process (AHP) is ware Superdecisions.
a theory of measurement through pairwise Sebelum data terolah dianalisis, akan
comparisons and relies on the judgements of dilakukan validasi data, yaitu dengan
experts to derive priority scales”. AHP adalah melakukan uji konsistensi. Data dianggap
sebuah teori pengukuran melalui perban- konsisten jika memiliki nilai rasiokonsis-
dingan berpasangan yang bergantung tensi/consistency ratio (CR) <0.1 (Saaty
kepada penilaian para pakar yang dapat 1994). Jika nilai CR lebih besar dari 0.1,
menghasilkan skala prioritas. maka akan dilakukan penilaian (judgement)
ulang oleh informan. Jika nilai CR telah
488 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497

konsisten, maka bobot prioritas elemen yang data tahun 2010 ini, provinsi Riau termasuk
telah ada dapat digunakan sebagai dasar provinsi 5 besar daerah yang memiliki tanah
untuk analisis data dan interpretasi hasil. wakaf terluas di Indonesia. Daftar urut 5
Informan dalam penelitian ini terdiri besar tersebut terlihat pada Tabel 1.
atass tiga kelompok, yaitu regulator berupa Data pada Tabel 1 tersebut, menun-
pengelola Badan Wakaf Indonesia di daerah jukkan bahwa luas tanah wakaf di Provinsi
atau Kanwil Kemenag, nazhir sebagai Riau sebesar 97.448.625,81 m2 dengan
pengelola wakaf, dan wakif adalah orang jumlah lokasi sebanyak 7.897 lokasi. Aset
yang menyerahkan hartanya untuk wakaf. wakaf di Provinsi Riau belum produktif,
Wilayah yang dijadikan objek penelitian ada sementara pengelolaan wakaf di Sumatera
dua propinsi yaitu Propinsi Riau dan Propinsi Barat, selain wakaf tanah juga telah dikem-
Sumatera Barat. Sehingga setiap propinsi bangkan wakaf uang (cash waqf). Beberapa
tersebut diwawancara informan dari ketiga nazhir yang berbentuk lembaga, seperti
kelompok tersebut. Total informan dalam Badan Pengelola Wakaf Uang Muham-
penelitian ini adalah sebanyak 6 orang. madiyah Sumatera Barat sudah membuka
wakaf uang sejak tahun 2011, dengan total
HASIL DAN PEMBAHASAN uang yang sudah terkumpul sebesar Rp 400
Data direktorat wakaf Kementrian juta lebih dalam kurun waktu dua tahun.
Agama tahun 2010 menyebutkan bahwa di Pengelolaan wakaf uang juga menuntut
Indonesia terdapat total 415.980 obyek atau profesionalisme nazhir, bagaimana dana
lokasi tanah wakaf seluas 935 hektar yang wakaf bisa berkembang tanpa mengurangi
tersebar di seluruh propinsi Indonesia. Dari jumlah pokok dari dana wakaf tersebut.
Huda, Anggraini, Rini, Hudori, Mardoni, Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi...489

Penelitian ini menemukan bahwa wakaf sampai kepada pengembangan harta


terdapat tiga macam prioritas masalah wakaf tersebut. Sehingga harta wakaf yang
dan solusi wakaf yang dibagi berdasarkan ada selama ini tidak produktif dan membuat
pemangku kepentingan (stakeholder) wakaf, akuntabilitas pengelola wakaf makin rendah
yaitu regulator, pengelola wakaf (nazhir), dan tidak mendapatkan kepercayaan
dan masyarakat/pihak yang memberikan masyarakat dalam mengelola wakaf.
wakafnya (wakif). Hasil konstruksi model Permasalahan rendahnya koordinasi
dibagi menjadi dua bagian, yaitu prioritas Badan Wakaf Indonesia dengan instansi
masalah dan prioritas solusi wakaf. terkait untuk optimalisasi wakaf juga meru-
Prioritas masalah wakaf. Prioritas pakan salah satu permasalahan utama yang
masalah yang ada dalam regulator berkaitan mengakibatkan akuntabilitas pengelolaan
dengan pengelolaan wakaf adalah: 1) wakaf rendah. Salah satu bentuk akuntabi-
minimnya biaya APBN untuk sertifikasi litas lembaga adalah adanya koordinasi yang
wakaf; 2) sosialisasi UU wakaf yang masih jelas antara pengelola lembaga. Sehingga
kurang; 3) rendahnya koordinasi BWI rendahnya koordinasi BWI dengan instansi
dengan instansi terkait untuk optimali­ terkait dalam mengelola wakaf, membuat
sasi wakaf. Minimnya biaya APBN untuk akuntabilitas BWI sebagai salah satu stake-
sertifikasi wakaf, membuat pengelola wakaf holder pengelolaan wakaf menjadi rendah.
kurang berminat untuk melegalkan harta Masalah minimnya biaya APBN untuk
wakafnya, berkaitan biaya yang dibutuhkan sertifikasi wakaf merupakan salah satu
untuk sertifikasi wakaf tersebut cukup masalah tidak tersertifikasinya tanah wakaf
besar. Sementara sertifikasi wakaf meru- yang ada di Provinsi Riau dan Sumatera
pakan hal yang sangat penting sebagai Barat.Berdasarkan data pada Tabel 1, tanah
pelaporan pengelolaan wakaf baik dari regu- wakaf di Provinsi Riau hanya sebesar 35%
lator maupun nazhir. Hal ini memberikan yang memiliki sertifikat tanah.Kepala
dampak akuntabilitas pengelolaan wakaf Seksi Pemberdayaan Wakaf Kanwil Kemenag
menjadi rendah, karena tidak memiliki data Provinsi Riau menyatakan:
yang akurat sebagai pelaporan mengenai
"...Wakaf yang berkembang di Riau
harta wakaf yang ada di Indonesia.
masih dalam proses sosialisasi
Sosialisasi UU wakaf yang masih
secara. Mulai kita aplikasikan ke
kurang memberikan dampak pada akunta-
seluruh kabupaten/kota untuk
bilitas pengelolaan wakaf yang rendah. Hal
pengembangan wakaf produktif.
ini berkaitan dengan salah satu bentuk
Jadi pengembangan itu baru pada
akuntabilitas tersebut adalah kepatuhan
tataran lahan tanah wakaf kosong
pengelola terhadap peraturan-peraturan
seperti di Kabupaten Rokan Hilir
yang ada. Sosialisasi UU wakaf yang masih
itu akan difungsikan untuk pen
kurang membuat banyak pengelola wakaf
anaman Sawit yang lebih banyak;
khususnya nazhir tidak paham dalam menge-
empat atau lima hektar per lokasi
lola wakaf, mulai dari pengurusan sertifikat
itu. Sekarang, baru pada status
490 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497

akta wakaf yang dibuat oleh orang Badan Wakaf Indonesia yang baru terbentuk
itu, belum kepada sertifikatnya.” belum melakukan kerjasama secara optimal
dengan instansi-instansi pemerintah yang
Kepala Seksi Pemberdayaan Wakaf
lain dalam mengoptimalkan penghimpunan
Kanwil Kemenag Provinsi Riau menyim-
dan pengelolaan wakaf. Badan Wakaf
pulkan bahwa dana APBN untuk serti-
Indonesia (BWI) masih mengoptimalkan
fikat tanah wakaf tersebut masih sangat
pembentukan perwakilan BWI di seluruh
minim. Salah satu bentuk program yang
provinsi yang ada di Indonesia. Hal ini
dilakukan Kanwil Kemenag Riau untuk
menunjukkan juga akuntabilitas penge-
sertifikat tanah tersebut adalah melakukan
lolaan wakaf dari aspek regulator cukup
kerjasama dengan pemerintah Kabupaten/
rendah dalam menjalin komunikasi dengan
Kota, dimana Pemerintah Kabupaten/Kota
instansi lain berkaitan mengenai pengelo-
membantu pembiayaan sertifikat tanah
laan harta wakaf, dan menyebabkan penge-
wakaf tersebut. Badan Wakaf Indonesia yang
lolaan wakaf kurang optimal.
dibentuk Kemenag untuk mengoptimalkan
Prioritas masalah pada pengelola wakaf
penghimpunan wakaf dan pengelolaan
(nazhir) adalah: 1) rendahnya kompetensi
wakaf memiliki sumber dana operasional
nazhir dalam pengelolaan wakaf; 2) nazhir
dari anggaran Kemenag, bukan dari APBN.
bukan sebagai profesi utama; 3) pengelolaan
Hal ini memberikan dampak pengelolaan
wakaf belum optimal.
wakaf khususnya dalam sertifikasi tanah
Masalah rendahnya kompetensi nazhir
wakaf yang sudah ada kurang optimal.
dalam pengelolaan wakaf merupakan salah
Masih banyaknya tanah wakaf yang
satu masalah yang menjadi prioritas dalam
belum tersertifikasi, menunjukkan bahwa
pengelolaan wakaf. Informan dari Ketua BWI
akuntabilitas regulator dalam mening-
Sumatera Barat menyatakan bahwa:
katkan sertifikasi wakaf masih kurang. Hal
ini juga menunjukkan bahwa kinerja regu- "...Karena yang Selama ini kan
lator dalam membantu masyarakat untuk persoalan mindset. Mindset yang
sertifikasi wakaf masih belum optimal. tertanam di kaum muslimin dise-
Sementara, program kerja utama regulator luruh indonesia termasuk sumbar
adalah semua harta wakaf sudah tersertifi- ini, bahwasanya harta wakaf itu
kasi, sehingga permasalahan-permasalahan dikelola apa adanya,…”
pengalihan harta wakaf oleh ahli waris wakif
Ketua BWI Sumatera Barat menyim­
dapat dikurangi. Permasalahan minimnya
pulkan bahwa nazhir yang ada saat ini
biaya APBN untuk sertifikasi wakaf membuat
belum memiliki kompetensi dalam menge-
akuntabilitas regulator dalam mengelola
lola wakaf. Masyarakat yang menjadi nazhir
wakaf di Indonesia kurang optimal.
merupakan sekelompok masyarakat yang
Permasalahan tanah wakaf yang masih
memiliki kesadaran untuk mengelola wakaf,
banyak tidak memiliki sertifikat dan kurang
walaupun nazhir belum memiliki ilmu dalam
produktif salah satunya menurut informan
mengelola wakaf. Nazhir yang bertugas
adalah sosialisasi Undang Undang wakaf yang
mengelola harta wakaf tanpa memiliki
masih kurang. Hal ini sesuai dengan hasil
kompetensi, menunjukkan bahwa penge-
penelitian yang dilakukan Fathurrahman
lolaan wakaf tersebut kurang profesional,
(2012) bahwa salah satu masalah yang diha-
sehingga akuntabilitas pengelolaan wakaf
dapi dalam pengelolaan tanah-tanah wakaf
menjadi rendah. Hal ini berkaitan, bahwa
secara produktif adalah pengetahuan dan
nazhir tidak paham dengan pengelolaan
pemahaman nazhir terhadap peraturan
wakaf melalui organisasi pengelolaan wakaf
perwakafan masih kurang. Sehingga, dapat
yang harus memberikan laporan setiap saat
disimpulkan bahwa sosialisasi mengenai
kepada para stakeholder wakaf. Sehingga
pengelolaan wakaf yang terdapat dalam
banyak terdapat nazhir-nazhir baik secara
Undang Undang wakaf masih belum optimal
individu maupun lembaga tidak memiliki
dilakukan oleh regulator baik dari Badan
laporan rutin. Permasalahan ini mengaki-
Wakaf Indonesia maupun Kemenag.
batkan pengelolaan wakaf kurang optimal
Prioritas masalah ketiga mengenai
baik dari penghimpunan maupun peman-
pengelolaan wakaf dari sisi regulator adalah
faatan harta wakaf tersebut.
rendahnya koordinasi Badan Wakaf Indonesia
Informan dalam penelitian ini yaitu
dengan instansi terkait untuk optimalisasi
Ketua BWI Sumatera Barat mengungkapkan
wakaf. Informan mengungkapkan bahwa
bahwa:
Huda, Anggraini, Rini, Hudori, Mardoni, Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi...491

"...Tapi itu masalahnya, nazhir Pekanbaru memberi opini bahwa:


itu mereka tidak profesional,
"...Kalau menurut pendapat saya,
jadi nazhir itu guru, pegawai ke-
itu sah-sah saja, cuma belakangan
menag, jadi mereka mengurus
menjadi masalah. Contoh begini,
harta wakaf itu di sela sela waktu,
di sini ada wakif yang mewakaf-
jadi tidak focus..."
kan tanah, kepada guru atau juga
Ketua BWI Sumatera Barat menyim­ disebut ustadz atau guru agama.
pulkan bahwa masalah lain dalam penge- Cuma belakangan juga jadi ma-
lolaan wakaf adalah nazhir bukan sebagai salah. Karena? Niatnya tadinya
profesi utama. Persepsi masyarakat sebidang tanah itu sebagian satu
mengenai profesi nazhir sampai saat ini perumahan untuk personal. Yang
adalah bukan merupakan profesi utama. lainnya—karena wakif itu per-
Hal ini memberikan dampak bahwa nazhir caya pada guru yang diwakafkan
yang bertugas mengelola wakaf tidak bekerja tadi—sisanya, sisa tanah ini un-
secara optimal dan profesional. Sehingga tuk pendidikan, tapi ini menjadi
menunjukkan akuntabilitas pengelolaan bias. Kepemilikan itu. Ketika ini
wakafnya juga kurang dan harta wakaf yang mau dibangun sarana pendidi-
sudah ada tidak dioptimalkan untuk hal-hal kan, guru sebagai penerima wakaf
yang produktif dan dapat memberikan keun- tadi, ‘mengangkangi’ masalah ini.
tungan bagi masyarakat maupun nazhir Jadi kan ini ada pengingkaran-
sebagai pengelola wakaf. pengingkaran seperti itu..."
Masalah ketiga yang disampaikan oleh
informan mengenai pengelola wakaf atau Wakif dari Pekanbaru menyimpulkan
nazhir adalah pengelolaan wakaf belum bahwa prioritas masalah pada wakif adalah
optimal. Pengelolaan wakaf yang belum budaya pemberian wakaf langsung ke
optimal mengakibatkan wakaf-wakaf yang personal. Masih banyak masyarakat yang
sudah ada sampai saat ini kurang produktif, mewakafkan hartanya langsung kepada
sehingga kurang memberikan manfaat orang yang menerima wakaf tersebut tanpa
secara ekonomi bagi masyarakat. Informan melalui sekelompok masyarakat. Kondisi ini
dari BWI Sumatera Barat menyampaikan merupakan salah satu faktor wakaf kurang
bahwa: berkembang menjadi lebih produktif, karena
yang mengelola wakaf hanya satu (orang).
“...Ilmu yang dimiliki oleh nazhir
Hal ini terjadi karena akuntabilitas penge-
mengenai wakaf masih sangat
lolaan wakaf pada nazhir yang terlembaga
minim, sehingga banyak nazhir
rendah, sehingga wakif cenderung menye­
yang kurang berani mengembang-
rahkan wakaf langsung kepada pengelola
kan tanah wakaf menjadi lebih
produktif, karena wakif hanya wakaf secara personal tanpa lembaga berupa
memberikan amanat ke nazhir nazhir.
hanya untuk membangun masjid, Kasus harta wakaf yang diminta kembali
sekolah, dan sebagainya...” oleh ahli waris merupakan fenomena yang
berkembang saat ini, terutama wakaf dalam
Sementara dalam pengelolaan wakaf bentuk tanah untuk pembangunan sekolah.
yang optimal, nazhir dapat mengembangkan Informan dalam penelitian ini menyatakan
wakaf menjadi lebih produktif tanpa bahwa kasus pengambil alihan tanah wakaf
merubah bentuk wakaf yang diamanatkan ke ahli waris disebabkan oleh wakif tidak
oleh wakif. Kondisi ini memberikan dampak koordinasi dengan ahli waris. Wakif yang
kepada akuntabilitas pengelolaan wakaf yang tidak koordinasi dengan ahli waris meru-
rendah, dimana pengelolaan wakaf tidak pakan salah satu prioritas masalah wakaf
secara profesional dan optimal, sehingga dari aspek wakif dalam penelitian ini.
nazhir tidak perlu menyampaikan laporan Semua informan dalam penelitian ini
mengenai pengelolaan wakaf, karena harta menyatakan bahwa rendahnya pemahaman
wakaf tidak dikelola secara optimal. wakif mengakibatkan masyarakat untuk
Prioritas masalah pada wakif adalah: mewakafkan hartanya kurang optimal.
1) budaya pemberian wakaf langsung ke Informan menyatakan bahwa masyarakat
personal; 2) wakif tidak koordinasi dengan cenderung mewakafkan hartanya dalam
ahli waris 3) rendahnya pemahaman wakif. bentuk tanah. Sementara saat ini, tanah
Aspek wakif, informan wakif dari merupakan salah satu asset yang sangat
492 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497

berharga dan sudah mulai mengalami penu- solusinya adalah: 1) koordinasi dengan
runan dalam bentuk jumlah atau kuan- badan/lembaga amil zakat; 2) koordinasi
titas. Sehingga, masyarakat makin kurang dengan pemerintah daerah; 3) koordinasi
berminat untuk mewakafkan hartanya dengan BPS.
dalam bentuk tanah. Hal ini membuat Prioritas solusi terhadap masalah pada
jumlah wakaf di Indonesia masih kurang aspek nazhir, rendahnya kompetensi nazhir
optimal. Informan dari Kanwil Kemenag Riau dalam pengelolaan wakaf; 1) pelatihan
menyatakan: intensif bagi nazhir oleh kanwil kemenag;
2) sertifikasi bagi nazhir; 3) sinergi dengan
"...Tadi masalah wakaf di Riau
perguruan tinggi setempat. Untuk masalah
sepengetahuan kami. Memang
Nazhir bukan sebagai profesi utama, prior-
dominan masalah wakaf itu
itas solusinya adalah: 1) meningkatkan
adalah “tanah wakaf” saja, tanah.
insentif bagi nazhir; 2) menstransfor-
Belum ada yang bersifat uang
masi nazhir perorangan menjadi lembaga.
seperti yang ada di Undang-Un-
Masalah pengelolaan wakaf belum optimal,
dang itu, seperti kendaraan atau
prioritas solusinya adalah: 1) kerjasama
benda-benda lain..."
dengan lembaga keuangan syaraiah; 2) pela-
Kanwil Kemenag Riau menunjukkan tiahan materi investasi bagi para nazhir; 3)
bahwa wakif kurang mengetahui mengenai pembentukan tabungan wakaf atau wakaf
Undang Undang wakaf terbaru yang uang.
menyatakan bahwa wakaf tidak saja dalam Prioritas solusi terhadap masalah pada
bentuk tanah, tetapi juga bisa dalam bentuk aspek wakif, budaya pemberian wakaf lang-
uang. Sehingga prioritas masalah wakaf dari sung kepersonal adalah: 1) kemudahan
aspek wakif berupa rendahnya pemahaman layanan nazhir; 2) kemudahan mendapatkan
wakif merupakan salah satu prioritas informasi mengenai wakaf; 3) mendorong
masalah dalam penelitian ini. kesadaran masyarakat untuk berawakaf
Permasalahan berupa wakif tidak pada lembaga wakaf. Pada masalah wakif
koordinasi dengan ahli waris ketika meny- tidak koordinasi dengan alhi waris, prioritas
erahkan harta wakafnya kepada nazhir, dan solusinya adalah: 1) kejelasan surat wakaf;
kurangnya pengetahuan wakif mengenai 2) koordinasi antara nazhir dan wakif dalam
Undang Undang wakaf, menunjukkan pemberian wakaf; 3) penyerahan wakaf
bahwa masalah tersebut timbul, karena dibuatkan berita acara di depan ahli waris
akuntabilitas para pengelola wakaf yang wakif. Terakhir masalah terkait rendahnya
rendah. Pengelola wakaf terdiri dari aspek pemahaman wakif, prioritas solusinya
regulator dan nazhir. Sehingga tingkat adalah: 1) edukasi wakaf pada masyarakat;
kepercayaan wakif terhadap pengelola wakaf 2) sosialisasi wakaf melalui berbagai media.
menjadi rendah dan wakif mengambil kepu- Solusi-solusi yang ditawarkan dalam
tusan tanpa berdiskusi dengan ulama yang mengatasi permasalahan pengelolaan wakaf
akhirnya memberikan masalah setelah wakif di atas, menunjukkan adanya pengelolaan
meninggal. wakaf yang lebih profesional. Solusi ini
Prioritas solusi wakaf. Solusi pada sesuai dengan penelitian Budiman (2011)
setiap aspek dipecah berdasarkan masalah yang menyatakan bahwa akuntabilitas
pada tiap aspek tersebut. Prioritas solusi regu- merupakan salah satu proses manajemen
lator untuk masalah minimnya biaya APBN yang vital, sehingga dalam pengelolaan
untuk sertifikasi wakaf adalah: 1) penam- wakaf, akuntabilitas memainkan peranan
bahan alokasi dana APBN; 2) sinergi dengan yang signifikan sebagai parameter profesion-
BPN untuk sertifikasi wakaf; 3) penggunaan alitas penanganan wakaf.
dana APBD untuk masing-masing wilayah. Solusi-solusi yang ditawarkan dari
Pada masalah sosialisasi UU yang masih aspek regulator, nazhir, dan wakif di atas
kurang, prioritas solusinya adalah: 1) sinergi juga menunjukkan tiga filosofi dasar dalam
dengan organisasi dakwah (IKADI/DKM); 2) pengelolaan wakaf yang profesional menurut
pembuatan buletin wakaf masing-masong Antonio (2008). Menurut Antonio (2008)
kanwil Kemenag; 3) Optimalisasi melalui dalam pengelolaan wakaf yang profesional
media online (facebook,twitter,website); 4) terdapat tiga filosofi dasar, yaitu: pertama,
sinergi dengan menkominfo. Pada masalah pola manajemennya harus dalam bingkai
rendahnya koordinasi BWI dengan instansi proyek yang terintegrasi. Kedua, mengede-
terkait untuk optimalisasi wakaf, prioritas pankan asas kesejahteraan nazhir, yang
Huda, Anggraini, Rini, Hudori, Mardoni, Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi...493

menyeimbangkan antara kewajiban yang Kepala Seksi Pemberdayaan Wakaf


harus dilakukan dan hak yang diterima. Kanwil Kemenag Provinsi Riau menun-
Ketiga, asas transparansi dan akuntabilitas. jukkan bahwa pengelola wakaf harus
Informan dari Kepala Seksi Pem- yang benar-benar memahami dan bekerja
berdayaan Wakaf Kanwil Kemenag Provinsi dalam mengelola wakaf, bukan yang hanya
Riau menyatakan: mementingkan kepentingan individu.
Informan dari Ketua BWI Sumatera
“...Kita kan tidak bisa sembaran-
gan menjadi pengurus BWI ini. Barat menyatakan:
Harus yang betul-betul berpikir “…Nazir nazir yang ada di su-
untuk menangani wakaf itu. Asal matera barat ini kan bertebaran
jangan titip-titip aja. Kalau saya jadi susah dan link kita memang
betul, saya tidak ada titipan-titip- adalah kementerian agama. Jadi
an. Yang penting dia kerja kan. itu sedikit perubahan paradigma
Bekerja tentang wakaf ini, jangan sudah tetatasi, profesional nazhir
hanya numpang nama aja, dia kita sekarang sudah mengajak
duduk-duduk. Kemudian nanti wakif wakif untuk wakaf baru
kalau BWI ada bantuan, meneri-
untuk berfikir mencari nazirnya,
ma honor pula, [padahal] bekerja
nazhir yang profesional. Karena
saja tidak. Kalau saya gitu orang-
waqaf baru itu akan selalu tum-
nya. Saya sudah kasih masukan
sama pimpinan juga, jangan sem- buh tapi memang tidak seberapa.
barangan memasukkan orang..." Kemaren itu di pondok pesantren

Gambar 2. Struktur Hierarki AHP


494 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497

thawalib parabek itu sudah kon- antara nilai skor prioritas model AHP
sultasi juga bagaimana caranya Sumbar dan Riau dalam penentuan prioritas
menetapkan nazirnya, saya sa- masalah wakaf secara keseluruhan. Aspek
rankan memang nazhirnya orang yang paling bermasalah pada wakaf menurut
yang mempunyai mental bisnis, model AHP Sumbar adalah nazhir. Kondisi
itu saya sarankan punya pengeta- ini sebagaimana yang dikatakan ketua BWI
huan agama tentang wakaf…” Sumbar “nazhir itu mereka tidak profesional,
jadi nazhir itu guru, pegawai kemenag, jadi
Ketua BWI Sumatera Barat menun- mereka mengurus harta wakaf itu di sela
jukkan bahwa profesional nazhir merupakan sela waktu, jadi tidak fokus”. Nazhir bukan
salah satu solusi dalam mengoptimalkan sebagai profesi utama merupakan prioritas
pengelolaan wakaf. Profesionalitas dalam masalah yang ada diSumatera Barat.
pengelolaan wakaf menunjukkan bahwa Model AHP Riau menyatakan bahwa
akuntabilitas pengelolaan wakaf sudah aspek paling bermasalah pada wakaf adalah
optimal. Menurut Budiman (2011) akunta­ pada aspek wakifnya. Prioritas masalah
bilitas pada pengelolaan wakaf akan berim- yang ada pada wakif adalah masih banyak
plikasi pada semakin kuatnya legitimasi ditemui pemberian wakaf yang langsung
sosial, dimana lembaga itu akan mendapat ke personal. Sedangkan prioritas masalah
public trust. Legitimasi dari masyarakat nazhir dari model AHP Riau adalah pada
akan menaikkan dukungan masyarakat rendahnya kompetensi nazhir dalam penge-
dalam pengelolaan wakaf. Hal ini sesuai lolaan wakaf.
dengan pernyataan Ketua BWI Sumatera Sosialisasi Undang Undang yang
Barat, bahwa nazhir yang profesional akan masih kurang adalah prioritas masalah
menimbulkan kepercayaan pada masyarakat Regulator berdasarkan model AHP Sumbar
untuk mewakafkan hartanya melalui nazhir. dan Riau. Hasil ini sesuai dengan hasil riset
Gambar 2 adalah model yang dibangun Fathurrohman (2012) bahwa pengetahuan
dengan metode AHP. Model ini bersifat dan pemahaman nazhir terhadap peraturan
hirarkis. Pada model AHP seluruh hubungan perwakafan masih kurang.
yang terbentuk selalu berawal dari node Model AHP Sumbar menyatakan
bahwa pada aspek wakif prioritas masalah
(simpul) atas ke node bawah (top down).
wakaf adalah wakif tidak koordinasi dengan
Hasil kuantifikasi model. Setelah
ahli waris. Hal ini merupakan dampak dari
model AHP terbentuk, tahapan selanjutnya
pengetahuan wakif maupun nazhir yang
adalah mengkuantifikasi model dengan
masih kurang mengenai Undang Undang
melakukan perbandingan berpasangan (pair- atau peraturan wakaf yang berlaku di
wise comparison). Hasil pairwise comparison Indonesia.
dari kedua model di atas ditampilkan dalam Hasil pairwise comparison selanjutnya
tabel-tabel terebut. adalah prioritas solusi wakaf. Perbandingan
Tabel 2 menggambarkan perbandingan nilai skor prioritas solusi antara model AHP
Huda, Anggraini, Rini, Hudori, Mardoni, Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi...495

Tabel 3. Perbandingan Prioritas Solusi Antara Model AHP Sumbar Dan Riau Penentuan
Prioritas Solusi Wakaf Secara Keseluruhan
Aspek Masalah Solusi Sumbar Riau
1.Regulator 1. biaya APBN untuk 1. Penambahan alokasi APBN 0,001 0,045
sertifikasi wakaf 2. Sinergi dengan BPN untuk sertifikasi 0,001 0,038
3. Penggunaan APBD untuk tiap wilayah 0,016 0,020
2. Sosialisasi UU masih 1. Sinergi dengan lembaga dakwah 0,170 0,046
kurang 2. Pembuatan buletin wakaf 0,029 0,096
3. Optimalisasi melalui media online 0,061 0,018
4. Sinergi dengan menkominfo 0,030 0,011
3. Rendahnya 1. Koordinasi dengan BAZ atau LAZ 0,026 0,010
koordinasi BWI 2. Koordinasi dengan pemda 0,026 0,032
dengan instansi 3. Koordinasi dengan BPS 0,026 0,010
terkait untuk
optimalisasi wakaf
2. Nazhir 1. Rendahnya 1. Pelatihan intensif nazhir 0,040 0,062
kompetensi nazhir 2. Sertifikasi nazhir 0,040 0,023
dalam pengelolaan 3. Sinergi degan PT setempat 0,040 0,019
wakaf

2. Nazhir bukan 1. Meningkatkan insentif nazir 0,329 0,028


sebagai profesi 2. Transformasi nazhir individu menjadi 0,038 0,007
utama lembaga

3. Pengelolaan wakaf 1. Kerjasama dengan lembaga keu. 0,039 0,020


belum optimal syariah
2. Pelatihan materi investasi bagi para 0,015 0,024
nazhir
3. pembentukan tabungan wakaf atau 0,008 0,021
wakaf tunai
3. Wakif 1. Pemberian wakaf 1. Kemudahan layanan dari nazhir 0,001 0,149
langsung ke personal 2. Kemudahan mendapatkan informasi 0,008 0,058
mengenai wakaf
3. Mendorong kesadaran masyarakat 0,002 0,035
untuk berwakaf pada lembaga wakaf

4. Wakif tidak 1. Kejelasan surat wakaf 0,007 0,064


koordinasi dengan 2. Koordinasi dengan nazhir dan ahli 0,002 0,038
ahli waris waris dalam pemberian wakaf
3. Penyerahan wakaf dibuatkan berita 0,027 0,067
acara
4. Rendahnya 1. Edukasi wakaf pada masyarakat 0,002 0,052
pemahaman 2. Sosilaisasi wakaf melalui media. 0,014 0,008

Sumbar dan Riau disajikan dalam tabel 3. koordinasi Badan Wakaf Indonesia bersama
Prioritas masalah di Sumbar ada pada Kementrian Agama Provinsi, Kabupaten
aspek Nazhir, dengan prioritas masalah dan Kota di Sumatera Barat. Pembinaan
adalah nazhir bukan sebagai profesi utama, nazhir tersebut dalam bentuk pelatihan dan
maka pada tabel 3 diperlihatkan bahwa orientasi nazhir. Pembinaan ini awalnya
prioritas solusi menurut AHP Sumbar berupaya mengubah mindset para nazhir
adalah meningkatkan insentif nazhir. terlebih dahulu, untuk pengembangan harta
Peningkatan isentif bagi nazhir mendorong
wakaf kearah yang lebih produktif, sehingga
totalitas nazhir dalam mengelola aset wakaf,
bisa lebih berdaya bagi umat dan juga bagi
sehinggga profesionalisme nazhir akan
terwujud dengan sendirinya. nazhir secara personal, sehingga nazhir
Upaya pembinaan nazhir terus kedepannya lebih profesional, dan tidak lagi
dilakukan oleh pemerintah melalui menganggap pekerjaan sebagai nazhir hanya
sebagai pekerjaan sampingan.
496 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497

Pengelolaan wakaf di Riau memi- Sumbar adalah nazhir bukan sebagai profesi
liki prioritas masalah pada aspek nazhir. utama, sementara di Riau adalah rendahnya
Prioritas masalah dari aspek nazhir dalam kompetensi nazhir dalam mengelola wakaf.
pengelolaan wakaf di Riau adalah rendahnya Prioritas permasalahan wakif di Riau adalah
kompetensi nazhir dalam mengelola wakaf. pemberian wakaf secara langsung kepada
Permasalahan rendahnya kompetensi nazhir personal, sementara di Sumbar adalah wakif
yang merupakan prioritas masalah dalam tidak koordinasi dengan ahli waris. Prioritas
pengelolaan wakaf di Riau dapat diatasi masalah dalam pengelolaan wakaf di Sumbar
dengan solusi berupa pelatihan intensif bagi dan di Riau dari aspek regulator adalah
nazhir. sosialisasi UU yang masih kurang. Prioritas
Pengelolaan wakaf di Riau yang kurang masalah pengelolaan wakaf tersebut menun-
optimal juga disebabkan dari masalah di jukkan permasalahan dalam akuntabilitas
aspek wakif. Wakif di Riau melakukan pengelolaan wakaf khususnya dari aspek
pemberian wakaf langsung kepersonal. nazhir.
Solusi mengatasi perilaku wakif yang masih Kesimpulan kedua adalah: pada aspek
banyak memberikan wakaf langsung ke regulator masalah sosialisasi UU yang masih
personal adalah kemudahan informasi bagi kurang, memperlihatkan prioritas solusi
wakif dalam berwakaf. yang berbeda antara pengelolaan wakaf di
Pengelolaan wakaf di Sumbar memiliki Sumbar dan di Riau. Prioritas solusi terha­dap
prioritas masalah dari aspek wakif. Wakif di masalah sosialisasi UU yang masih kurang
Sumbar tidak koordinasi dengan ahli waris di Sumbar adalah optimalisasi melalui media
ketika berwakaf. Solusi mengatasi perilaku online, sedangkan di Riau adalah pembuatan
wakif yang tidak koordinasi dengan ahli buletin wakaf. Prioritas solusi aspek nazhir
waris ketika berwakaf adalah membuat di Sumbar adalah mening­katkan insentif
berita acara didepan ahli waris ketika menye­ nazhir, sedangkan di Riau prioritas solusi
rahkan harta wakif untuk diwakafkan. terhadap masalah aspek nazhir adalah pela-
Tabel 2 memperlihatkan prioritas tihan intensif bagi nazhir. Prioritas solusi
masalah pada apek regulator di Sumbar aspek wakif sebagai aspek prioritas masalah
dan Riau adalah terkait dengan sosialisasi di Riau adalah kemudahan mendapatkan
UU yang masih kurang. Solusi bagi masalah informasi mengenai wakif, sedangkan di
sosialisasi UU wakaf yang masih kurang Sumbar prioritas solusi terha­ dap perma-
adalah adalah optimalisasi melalui media salah pada aspek wakif adalah adanya
online di Sumbar dan pembuatan buletin koordinasi antara nazhir dengan ahli waris
wakaf di Riau. Berdasarkan uraian di atas, dalam pemberian wakaf. Solusi yang dita-
maka dapat disimpulkan bahwa perma- warkan tersebut menunjukkan hal-hal yang
salahan dan solusi dalam pengelolaan wakaf berkaitan dengan peningkatan akuntabi­
di Sumbar dan di Riau memiliki banyak litas pengelolaan wakaf. Sehingga terbentuk
kesamaan hasil (priorities). Hal ini kemung- profesionalitas pengelolaan wakaf yang dapat
kinan dipengaruhi oleh kemiripan hierarki meningkatkan kepercayaan masyarakat.
model connections antar node yang telah Kesimpulan ketiga adalah: Pengelolaan
terbentuk di dalam software super decisions. wakaf di provinsi Sumbar dan Riau memiliki
banyak kesamaan hasil prioritas (priorities),
SIMPULAN meskipun menggunakan dua objek pene-
Berdasarkan hasil dan pembahasan litian yang berbeda. Hal ini kemungkinan
penelitian yang telah diuraikan di atas, dipengaruhi oleh adanya kemiripan hierarki
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai model dalam connections (hubungan) antar
berikut:Pertama, terdapat tiga macam node (simpul) yang telah terbentuk di dalam
prioritas masalah dan solusi pengelolaan software super decisions. Hasil penelitian
wakaf yang dibagi berdasarkan pemangku ini dibandingkan dengan penelitian Fikri et
kepentingan (stakeholder) wakaf, yaitu regu- al. (2010) dan Randa et al. (2011) adalah
lator, pengelola wakaf (Nazhir), serta wakif solusi mengatasi masalah akuntabilitas
(orang yang memberi wakaf). Aspek paling NGO khususnya NGO keagamaan. Riset
bermasalah dalam pengelolaan wakaf di Fikri et al. (2010) hanya mampu mengiden-
Sumbar adalah nazhir, sedangkan di Riau tifikasi permasalahan NGO non keagamaan
aspek paling bermasalah adalah wakif. tanpa ada solusi yang ditawarkan dari riset
Permasalahan nazhir yang paling utama di tersebut. Riset Randa et al. (2011) tidak jauh
berbeda dengan Fikri et al. (2010), namun
Huda, Anggraini, Rini, Hudori, Mardoni, Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi...497

riset Randa et al. (2011) objeknya adalah ta-a-publikasi/artikel/692-potensi-


NGO keagamaan yaitu gereja. Sementara wakaf-uang-untuk-pembangunan-pe-
hasil penelitian ini mengungkapkan perma- rumahan-rakyat->
salahan dan juga solusi dalam mengelola Kahf, M. 2005. Alwaqf Al-Islaamiy; Tathaw-
lembaga yang termasuk lembaga NGO waruhu, Idaaratuhu, wa tanmiyatuhu.
keagamaan yaitu lembaga pengelola wakaf. Daarul Fikr. Beirut.
Muzarie, M. 2010. Hukum perwakafan dan
DAFTAR RUJUKAN implikasinya terhadap kese­jahteraan
Antonio, M.S. 2008. Pengelolaan Wakaf se- masyarakat: implementasi wakaf di
cara Produktif, dalam Ahmad Djuneidi, Pondok Modern Darussalam Gontor, Ke-
Menuju Era Wakaf Produktif.Mumtaz menterian Agama RI. Jakarta
Publishing. Jakarta. Randa, F., I. Triyuwono, U. Ludigdo, dan
Budiman, A.A. 2011. ”Akuntabilitas Pengelo- E.G. Sukoharsono. 2011. “Studi Etno-
la Lembaga Wakaf”. Jurnal Walisongo, grafi: Akuntabilitas Sosial pada Organ-
Vol. 19, No. 1, hlm 75-102. isasi Gereja Katolik yang Terinkulturasi
Fathurrahman, T. 2012. Wakaf dan Usaha Budaya Lokal”. Jurnal Akuntansi Mul-
Penanggulangan Kemiskinan Tinjauan tiparadigma, Vol. 2, No. 1, hlm 35-51.
Hukum Islam Peraturan Perundang- Rahman, A. 2009. Peranan Wakaf Dalam
undangan di Indonesia (Studi Kasus Pembangunan Ekonomi Umat Islam
Pengelolaan Wakaf di Kabupaten Band- dan Aplikasinya di Malaysia. Shariah
ung. Disertasi tidak dipublikasikan. Journal. Vol.17. No.1, hlm 113-152.
Universitas Indonesia. Jakarta. Saaty, T.L. 1994. How to Make ADecision:
Fikri, A., M. Sudarma, E.G. Sukoharsono, The Analytic Hierarchy Process, Inter-
dan B. Purnomosidhi. 2010. “Studi faces, Vol. 24. No. 6, hlm.19-43.
Fenomenologi Akuntabilitas Non Go­ Saaty, T. L. 2008. Decision Making with The
vernment Organization”. Jurnal Akun- Analytic Hierarchy Process. Int. J. Ser-
tansi Multiparadigma, Vol. 1, No. 3, hlm vices Sciences, Vol. 1, No. 1, hlm 83-98.
409-420. Suhadi, I. 1995. Hukum Wakaf di Indonesia.
Hasanah, U. 2012. Potensi Wakaf dalam Dua dimensi. Yogyakarta.
Pembangunan Perumahan Rakyat.
diunduh tanggal 20 Januari 2014.
<http://bwi.or.id/index.php/ar/da-

Anda mungkin juga menyukai