Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA
DI RAWAT INAP RSKIA ANNISA BANJARMASIN

DI SUSUN OLEH
I Wayan Wahyu Angga Kesuma
NIM : 113063C116016

CI AKADEMIK : Sapariah Anggraini S.Kep.Ns.M.Kep


CI LAHAN : Eko Wahyu Nur Hidayanto, Amk

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari
atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua
bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis
yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian
atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di
kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian
belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum. Bagian dari rongga
abdomen dan pelvis beserta daerah-daerah (Pearce, 1999).
1. Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di belakang
iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium cardia terletak di belakang
tulang rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung, mencapai ketinggian ruang interkostal
(antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis
yang menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan pylorus
disebut anthrum pyloricum.
Fungsi lambung :
a. Tempat penyimpanan makanan sementara.
b. Mencampur makanan.
c. Melunakkan makanan.
d. Mendorong makanan ke distal.
e. Protein diubah menjadi pepton.
f. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
g. Faktor antianemi dibentuk.
h. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum (Pearce, 1999).
2. Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo kolika tempat
bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi
usus besar.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.
b. Yeyenum adalah menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum adalah menempati tiga pertama akhir.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung isi duodenum
adalah alkali. (Pearce, 1999)
3. Usus Besar
Usus halus adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik yaitu
tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter.
Fungsi usus besar adalah :
a. Absorpsi air, garam dan glukosa.
b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
c. Penyiapan selulosa.
d. Defekasi (pembuangan air besar) (Pearce, 1999)
4. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati Secara luar dilindungi oleh
iga-iga.
Fungsi hati adalah :
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas
makanan dan darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah (Pearce, 1999).
5. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan
membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati,
sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan sampai dua belas centimeter.
Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
Fungsi kangdung empedu adalah :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat. (Pearce, 1999).
6. Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter, mulai dari duodenum sampai
limpa. Pankreas dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala pankreas yang terletak di sebelah
kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan abdomen, badan pankreas yang terletak di
belakang lambung dalam di depan vertebre lumbalis pertama, ekor pankreas bagian yang
runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Fungsi pankreas adalah :
1. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk getah
pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
2. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-kelompok
kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
Menghasilkan hormon insulin → mengubah gula darah menjadi gula otot
(Pearce,1999).
7. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di
sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat diperkirakan dari
belakang, mulai dari ketinggian vertebre thoracalis sampai vertebre lumbalis ketiga ginjal
kanan lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan.
Panjang ginjal 6 sampai 7½ centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram.
Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus
caudatus, lobus sinistra.
Fungsi ginjal adalah :
a. Mengatur keseimbangan air.
b. Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.
c. Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam. (Pearce, 1999)
8. Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus
ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa adalah :
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit.
b.Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk homoglobin dan zat besi
bebas.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Dua facies yaitu facies diafraghmatika dan visceralis.
b. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
c. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior
II. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

2. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor sectio caesarea tersebut dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya
akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
3. Manifestasi Klinis
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
1. Uterus
Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil. Proses ini
dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
2. Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak
menyusui akan kembali ke siklus normal.
3. Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada
bulan ke 3 atau lebih. Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d
minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis
kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
4. Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari,
struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan
tampak bercelah.
5. Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti
tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi
mukus normal dengan ovulasi.
6. Perineum
a. Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
b. Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena
peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui,
engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila
dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Kardiovaskuler
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada
awal post partum terjadi bradikardi.
2. Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
3. Perubahan hematologik Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil
meningkat.
4. Jantung Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
d. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa
kembali setelah 3 minggu post partum.
e. Sistem Gastrointestinal
1. Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
2. Nafsu makan kembali normal.
3. Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
f. Sistem Urinaria
1. Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena
trauma.
2. Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
3. Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
g. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis
rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
h. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
i. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.

4. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun
ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif
akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini
juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002)

5. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut Wiknjosastro (2002):
a. Infeksi puerperal
Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari
dalam masa nifas yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterine
ikut erbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan parut pada
dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
f. Medis Post SC

7. Collaborative Care Management


a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa
air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi Latihan
pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Kemudian posisi tidur
telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler) Selanjutnya
selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari
ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.(Manuaba, 1999)
III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
b. Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: SC Nyeri akut
Pasien mengatakan “nyeri
pada luka SC” Insisi pada bagian depan dinding
DO: perut
1. Skala nyeri 4-5 nyeri
sedang, Terputuenya kontuinitas jaringan
2. Post op hari ke-1
3. ekspresi wajah meringis Nyeri akut
4. Terdapat luka insisi
operasi pada daerah
abdomen
5. KU lemah
2 DS : SC Hambatan mobilitas
Klien mengatakan “susah fisik
mengangkat kedua tungkai Insisi pada bagian depan perut
bawahnya”
DO : Luka post operasi SC
1. Post op hari ke-1
2. KU lemah Kelemahan penurunan sirkulasi
3. Nampak luka insisi
operasi pada daerah Hambatan mobilitas fisik
abdomen 12 cm.
4. kekuatan otot +3 dapat
melawan gravitasi tetapi
lemah
3 DS : SC Resiko infeksi
Klien mengatakan “panas
pada luka post SC” Pembedahan pada bagian depan
DO : perut
1. Ku lemah
2. Terdapat luka insisi pada
daerah abdomen 12 cm Luka post operasi SC
3. pada luka post SC
tampak merah, bengkak. Resiko infeksi
4. TTV :
T: 37,8ºC RR: 24x/I TD:
120/80 mmHg HR: 89 x/i
HB =11,2 gr %
HT = 34,0%
Leukosit = 20.800/mm3
Trombosit= 321.000

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa 1 : nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi ditandai dengan Pasien mengatakan nyeri pada luka SC, Skala nyeri 4-5 nyeri
sedang, Post op hari ke-1, ekspresi wajah meringis, Terdapat luka insisi operasi pada
daerah abdomen, KU lemah.
a. Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
b. Batasan karakteristik
1. Perubahan selera makan
2. Perubahan tekanan darah
3. Perubahan frekuensi jantung
4. Perubahan frekuensi pernapasan
5. Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)
6. Sikap melindungi area nyeri
7. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
8. Melaporkan nyeri secara verbal
9. Gangguan tidur
c. Faktor yang berhubungan
1. Agen cidera (mis, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Diagnosa 2 : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi ditandai
dengan Klien mengatakan susah mengangkat kedua tungkai bawah, Post op hari ke-1,
KU lemah, Nampak luka insisi operasi pada daerah abdomen 12 cm. kekuatan otot +3.
a. Definisi
Keterbatasan pada pergerakkan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri dan terarah.
b. Batasan karakteristik
1. Penurunan waktu reaksi
2. Kesulitan membolak balik posisi
3. Dispnea setelah beraktivitas
4. Tremor akibat pergerakan
5. Pergerakan lambat
c. Faktor-faktor yang berhubungan
1. Intoleransi aktivitas
2. Perubahan metabolisme seluler
3. Ansietas
4. Penurunan ketahanan tubuh
5. Penurunan kendali otot
Diagnosa 3 : Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi
SCditandai dengan Klien mengatakan panas pada luka post SC, Ku lemah, Terdapat luka
insisi pada daerah abdomen 12 cm, pada luka post SC tampak merah dan bengkak, T :
37,8ºC RR: 24x/I TD : 120/80 mmHg HR: 89 x/I, HB =11,2 gr % HT = 34,0%, Leukosit
= 20.800/mm3, Trombosit= 321.000
a. Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
b. Faktor-faktor resiko
1. Penyakit kronis
a. Diabetes mellitus
b. Obesitas
2.Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjanan pathogen
3. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peristalsis
b. Perubahan sekresi pH
c. Pecah ketuban dini
d. Pecah ketuban lama
e. Trauma jaringan
4. Ketidak adekuatan pertahanan sekunder
5. Malnutrisi
3. Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri akut
1. Tujuan
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
2. Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2. Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
3. Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
4. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36,5-37,5oC, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

3. Intervensi keperawatan dan rasional


No. Intervensi Rasional
1. Kaji intensitas, karakteristik, Pengkajian yang spesifik membantu
dan derajat nyeri memilih intervensi yang tepat
2. Pertahankan tirah baring Meminimalkan stimulasi atau
meningkatkan relaksasi
selama masa akut.

3. Terangkan nyeri yang diderita Meningkatkan koping klien dalam


klien dan penyebabnya. melakukan guidance mengatasi nyeri
4. Ajarkan teknik distraksi Pengurangan persepsi nyeri
5. Kolaborasi pemberian Mengurangi onset terjadinya nyeri
analgetika dapat dilakukan dengan pemberian
analgetika oral maupun sistemik
dalam spectrum luas/spesifik

Diagnosa 2 : Gangguan mobilitas fisik


1. Tujuan
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
2. Kriteria Hasil :
klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
3. Intervensi keperawatan dan rasional
No. Interensi Rasional
1. Kaji tingkat kemampuan klien Mungkin klien tidak mengalami
untuk beraktivitas perubahan berarti, tetapi
perdarahan masif perlu
diwaspadai untuk menccegah
kondisi klien lebih buruk
2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap Aktivitas merangsang
kondisi luka dan kondisi tubuh peningkatan vaskularisasi dan
umum pulsasi organ reproduksi, tetapi
dapat mempengaruhi kondisi luka
post operasi dan berkurangnya
energi
3. Bantu klien untuk memenuhi Mengistiratkan klilen secara
kebutuhan aktivitas sehari-hari.. optimal.
4. Bantu klien untuk melakukan Mengoptimalkan kondisi klien,
tindakan sesuai dengan kemampuan pada abortus imminens, istirahat
/kondisi klien mutlak sangat diperlukan
5. Evaluasi perkembangan Menilai kondisi umum klien.
kemampuan klien melakukan
aktivitas
6. kolaborasidengan dokter dalam
pemberian therapy obat

Diagnosa 3 : Resiko infeksi


1. Tujuan
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi.\
2. Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda – tanda infeksi: merah, panas, bengkak.
3. Intervensi keperawatan dan rasional
No. Intervensi Rasional
1. Kaji kondisi keluaran/dischart yang Perubahan yang terjadi pada
keluar ; jumlah, warna, dan bau dari dishart dikaji setiap saat dischart
luka operasi. keluar. Adanya warna yang lebih
gelap disertai bau tidak enak
mungkin merupakan tanda
infeksi.
2. Terangkan pada klien pentingnya Infeksi dapat timbul akibat
kurangnya kebersihan luka.
perawatan luka selama masa post
operasi.
3. Lakukan pemeriksaan biakan pada Berbagai kuman dapat
dischart. teridentifikasi melalui dischart.
4. Lakukan perawatan luka Inkubasi kuman pada area luka
dapat menyebabkan infeksi.
5. Terangkan pada klien cara Berbagai manivestasi klinik dapat
mengidentifikasi tanda inveksiobat
menjadi tanda nonspesifik infeksi;
demam dan peningkatan rasa
nyeri mungkin merupakan gejala
infeksi.
6. kolaborasi dengan dokter dalam mengurangi resiko infeksi pada
pemberian therapy klien
DAFTAR PUSTAKA
Fajriah, L. 2013. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada Bayi Ny.S dengan Ikterus Neonatus
Derajat II di RSU Assalam Gemolong Seragen. KTI(Tidak diterbitkan). Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta
Manjoes Arif dkk.2009. Kapita Selecta Kedokteran.Media Aescubpius: Jakarta
NANDA (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi 1 dan 2.
Yogyakarta
Smeltzerr Susanne & Brenda G Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2. EGC:Jakarta
Hassan, Rusepno. 2005. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan
.
Patway

Faktor Penyebab

Sectio Caesarea

Perubahan Psikologi Perubahan Fisiologis

Kurangnya informasi Ketakutan akan Luka operasi Efek anastesi


tentang prosedur keselamatan ibu
tindakan dan janinnya Inkontinuitas Nyeri Penurunan kerja
Jaringan Medulla Spinalis
Kurangnya Ansietas Gangguan mobilisasi
Pengetahuan Jaringan terbuka Penurunan kerja
Hambatan saraf pernafasan
Inflamasi agen Mobilitas
Fisik
cidera biologis Penurunan
reflek batuk
Resiko
Infeksi Pola Nafas
Tidak Efektif

Anda mungkin juga menyukai