PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma,
glaukoma adalah suatu neuropati optik ditandai oleh pencekungan discus
optikus dan pengecilan lapangan pandang,biasanya disertai peningkatan
tekanan intraokuler1,2 Tekanan Intraokuler adalah 10-21 mmHg.1
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma
sekunder, glaukoma kongenital, dan glaukoma absolut.
Secara global, pada tahun 2014 prevalensi glaukoma di dunia yaitu
3,54% Glaukoma primer yaitu 3.05%tertinggi di Afrika yaitu 4,20%, diikuti
glaukoma primer sudut tertutup yaitu 0.50% tertinggi di Asia yaitu 1,09%.
Di Indonesia, prevalensi glaukoma yaitu0,46 %, tertinggi di Provinsi
DKI Jakarta (1,85%), berturut-turut diikuti Provinsi Aceh (1,28%),
Kepulauan Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatera Barat
(1,14%), dan terendah di Provinsi Riau (0,04%). 4,5
Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan glaukoma yaitu usia
diatas 45 tahun, kulit hitam, keluarga mempunyai riwayat glaukoma, miopi,
hipermetropi, hipertensi, diabetes melitus, penggunaan steroid, pasca
bedah, trauma6,3
Glaukoma menjadi penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia dan
penyebab utama kebutaan permanen.Penyebab kebutaan di dunia yaitu
katarak (47,8%), glaukoma (12,8%), AMD(8,7%), diabetic retinopathy
(4,8%)6 katarak (51%), glaukoma (8%), AMD (5%)6Kebutaan akan
mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia produktif,
sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumber daya manusia. Hal
iniberdampak pada kehilangan produktivitas.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
a. Definisi
Glaukoma berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma,
glaukoma adalah suatu neuropati optik ditandai oleh pencekungan discus
optikus dan pengecilan lapangan pandang,biasanya disertai peningkatan
tekanan intraokuler1,2 Tekanan Intraokuler adalah 10-21 mmHg.1
2
filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal
Schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik mata
depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar, yang berada dekat
kanal Schlemm, disebut anyaman korneosklera. Sclera spur merupakan
penonjolan sclera ke arah dalam di antara korpus siliaris dan kanal
Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel. Saluran-saluran
eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera 9
3
Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu uvea meshwork
(bagian paling dalam),Corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan
juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Trabekular
meshwork ini terdiri dari jaringan kolagen dan elastic yang membentuk
suatu saringan.Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jaringan
trabekula memperbesar ukuran pori-pori saringan tersebut sehingga
kecepatan drainasenya meningkat.Sejumlah kecil Aqueous humorkeluar
dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam
system vena corpus ciliare, koroid, dan sclera (aliran uveosklera)dan lewat
sela-sela skera (aliran uveosklera).11
c. Epidemiologi
Angka kejadian Glaukoma di Tanzania, Afrika Timur 4,16% di dunia
yaitu 3,54% Prevalensi glaukoma sudut terbuka tertinggi di Afrika yaitu
4,20% dan glaukoma sudut tertutup tertinggi di Asia yaitu 1,09%.
4
Aceh (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%),
Sumatera Barat (1,14%), dan terendah di Provinsi Riau (0,04%).8
d. Klasifikasi
Klasifikasi untuk glaukoma adalah sebagai berikut:
1) Glaukoma primer
5
Gambar 4. Glaukoma Sudut Terbuka
Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Pada glaukoma
sudut tertutup terjadi penutupan pengaliran keluar. cairan mata secara
mendadak. Tekanan yang mendadak ini akan memberikan rasa sakit yang
sangat di mata dan di kepala serta perasaan mual dan muntah.2 Keadaan
mata menunjukkan tanda-tanda peradangan seperti kelopak mata
bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi yang
mengakibatkan pupil lebar, kornea suram dan edem, iris sembab
meradang, penglihatan kabur disertai dengan adanya halo (pelangi
disekitar lampu).2 Serangan glaukoma mudah terjadi pada keadaan ruang
yang gelap seperti bioskop yang memungkinkan pupil melebar, dan akibat
mengkonsumsi beberapa obat tertentu seperti antidepresan, influenza,
antihistamin, antimuntah serta obat yang melebarkan pupil. Keluhan ini
hilang bila pasien masuk ruang terang atau tidur karena terjadi miosis
yang mengakibatkan sudut bilik mata terbuka. Hanya pembedahan yang
dapat mengobati glaukoma sudut tertutup akut. Tindakan pembedahan
harus dilakukan pada mata dengan glaukoma sudut tertutup akut karena
serangan dapat berulang kembali pada suatu saat.2
6
2. Sudut Tertutup Kronik
Pasien dengan presdiposiis anatomi penutupan sudut bilik mata depan
mungkin tidak perna mengalami episode peningkatan tekanan intraokular
akut, tetapi mengalami sinekia anterior perifer yang semakin meluas
disertai dengan peningkatan tekanan intraokular secara bertahap.
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan
keluar cairan mata tanpa gejala yang nyata. Pada keadaan ini perlahan-
lahan terbentuk jaringan parut antara iris dan jalur keluar cairan mata.
3) Iris Plateau
Pada iris plateau kedalaman bilik mata depan sangat sempit karena
processus ciliaris terlalu anterior. mata dengan kelainan ini jarang
mengalami blokade pupil, tetapi dulatasi akan menyebabkan merapatnya
iris perifer, sehingga menutup sudut , sekalipun telah dilakukan iridektomi
atau iridotomi perifer. namun kelainan ini jarang dijumpai.
Pada mata normal, titik kontak antara batas pupil dan lensa
memiliki resistensi terhadap masuknya akueous ke dalam bilik mata
anterior. Pada glaukoma sudut tertutup, kadang sebagai respons terhadap
dilatasi pupil, resistensi ini meningkat dan gradien tekanan menyebabkan
iris melengkung ke depan sehingga menutup sudut drainase. Adhesi iris
perifer ini disebut sebagai sinekia anterior perifer. Aqueous tidak lagi
7
dapat mengalir jalinan trabekula dan tekanan okular meningkat, biasanya
mendadak9
c) Glaukoma Kongenital
d) Glaukoma sekunder
8
diabetik proliferatif atau oklusi vena retina sentral akibat difusi ke
depan faktor vasoproloferatif dari retina yang mengalami iskemia,
8) Melanoma koroid yang besar dapat mendorong iris ke depan
mendekati kornea perifer sehingga menyebabkan serangan akut
glaukoma sudut tertutup.
9) Uveitis dapat menyebabkan iris menempel ke jalinan trabekula.
10) Cedera mata dapat mengakibatkan perdarahan ke dalam bilik mata
depan (hifema) ataupun hal lain yang menutup cairan mata keluar.2,8
e) Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma dimana sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dan disertai dengan rasa sakit 2
e. Patogenesis
Glaukoma disebabkan karena bertambahnya produksi cairan mata
oleh badan siliar dan atau berkurangnya pengeluaran cairan mata di
daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.kelebihan cairan akan
tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler 2 Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke
belakang kedalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan
lapisan saraf dalam retina 13 tekanan intraocular ditentukan oleh
kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan terhadap aliran
keluarnya dari mata. aqueous humor diproduksi oleh corpus siliaris. ultra
filtrat plasma yang dihasilkan di stroma procesus ciliaris dimodifikasi oleh
fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glakoma adalah
apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat
saraf dan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina sera
9
berkurangnya akson di nervus opticus. discus optikus menjadi atrofik,
disertai pembesaran cawan optik.
Patofisiologi peingkatan tekanan intraocular-baik disebabkan oleh
mekanisme sudut terbuka maupun yang tertutup akan dibahas sesuai
dengan entitas penyakitnya. efek peningkatan tekanan intraocular
dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan
intraocular. pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraocular
mencapai 60-80 mmHg, mrnimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris
yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus opticus. pada
glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraocular biasanya tidak
meningkat lebih dari 30mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah
waktu lama, sering setelah beberpa tahun. pada glaukoma tekanan
normal, sel-sel ganglion retina mungkin rentan mengalami kerusakan
akibat tekanan intraocular dalam kiisaran normal, atau mekanisme
kerusakannya yang utama mungkin iskemia caput nerv optic.1
f. Manifestasi Klinis
10
2. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian
cairan olehsel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat
(glaukoma akut suduttertutup), kornea menjadi penuh air,
menimbulkan halo di sekitar cahaya.
3. Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka
4. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilkankehilangan lapang pandang (skotoma).Pada glaukoma
stadium akhirkehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat
(tunnel vision), meski visuspasien masih 6/6.8,14
5. Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa penggaungan dan
degenerasi papil saraf optic14
6. Oklusi vena14
7. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada
anak-anakdapat terjadi buftalmus14
8. Injeksi perikornea2
9. Bilik mata depan dangkal2
10. Mual dan muntah 2,8
11. Fotofobia 2,8
g. Diagnosis
11
Batasan normal untuk tekananintraokular adalah 10-21 mmHg tetapi pada
usia lanjut rata-rata tekanan intraokularnya lebih tinggi di atas 24 mmHg.
Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu dapat
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal sehinggauntuk
menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti keadaan
diskusoptikus ataupun kelainan lapangan pandang 2
2) Pemeriksaan Gonioskopi
Gonioskopi digunakan untuk melihat struktur sudut bilik mata
depan.Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan
pencahayaan oblik matadepan, menggunakan sebuah senter atau
slitlamp. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma
penderita apakah glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sudut
tertutup.Apabila keseluruhan anyamantrabekular, taji sklera dan
processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.Apabila hanya garis
Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman trabekular yangdapat terlihat,
sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat,sudut
dinyatakan tertutup 2,3
3) Pemeriksaan Funduskopi
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya
yangukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus
optikus terhadapukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat
tersebut.Atrofi optikusyang disebabkan oleh glaukoma mengakibatkan
kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya
substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran cawan diskus
disertai dengan pemucatan diskus di daerahcawan. Pada glaukoma
mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik ataupencekungan
(cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik(notching)
fokal di tepi diskus optikus yang kemudian akan menyebabkan
laminakribosa bergeser ke belakang dan pembuluh retina di diskus
12
bergeser ke arahhidung. Hasil akhirnya adalah cekungan bean-pot yang
tidak memperlihatkanjaringan saraf di bagian tepinya 2
Cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada
pasienglaukoma adalah rasio cawan-diskus yang merupakan
perbandingan antara ukurancawan optik terhadap diameter diskus.
Apabila terdapat kehilangan lapanganpandang atau peningkatan tekanan
intraokular, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang
bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi
glaukomatosa 2 Pemeriksaam bisa ditegakkan dengan menggunakan
oftalmoskopi, optical coherence tomography (OCT), GDX, HRT. 3
13
glaukoma adalahautomated perimeter, perimeter Goldmann, Friedman
field analyzer dan layer tagent
h. Penatalaksanaan
14
i. Komplikasi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang paling sering.Tekanan
yang meningkat diatas 25 sampai 30 mm Hg dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan bila dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.
Tekanan yang sangat tinggi dapat menyebabkan kebutaan dalam
beberapa hari atau bahkan beberapa jam, seiring dengan meningkatnya
tekanan, pada tempat akson saraf optik meninggalkan bola mata pada
lempeng optik akan mengalami kompresi. kompresi ini diduga
menghambat aliran aksonal sitoplasma dari badan sel neuron retina ke
serabut saraf optik yang selanjutnya memasuki otak. Akibatnya adalah
tidak adanya nutrisi yang memadaibagi serabut-serabut, yang pada
akhirnya mengakibatkan kematian serabut yang terkena. Mungkin pula
bahwa kompresi arteri retina, yang juga memasuki bola mata pada
lempeng optik, menambah kerusakan neuron dengan menurunkan nutrisi
ke retina.
Kebutaan akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada
usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumber daya
manusia. Hal iniberdampak pada kehilangan produktivitas serta
membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan penderita kebutaan.
j. Prognosis
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi
bila diketahui dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk
mencegah kerusakan lanjut.1Tujuan terapi glaukoma adalah
menghentikan kecepatan kerusakan visual. Meskipun pengontrolan
tekanan intraokuler saja bukan merupakan faktor yang harus
dilaksanakan dalam tatalaksana glaukoma, namun penurunan tekanan
intraokuler dianggap bermakna menurunkan laju progresivitas kehilangan
penglihatan. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, bahkan ketika telah
terjadi kerusakan penglihatan bermakna, maka kemungkinan besar
mengalami kebutaan meski diberikan terapi.8
15
k. Pencegahan
Pada usia di atas 35 tahun sebaiknya seseorang mengenal penyakit
glaukoma.Pengetahuan mengenai glaukoma adalah untuk mencegah
terjadinya kebutaan akibat glaukoma.Di Indonesia glaukoma merupakan
penyebab kebutaan yang kedua setelah katarak. Biasanya dari mereka
yang menderita glaukoma pada awalnya tidak banyak mengetahui bahwa
mereka menderita glaukoma. Beberapa dari mereka yang mengalami
kebutaan pada usia 40, 50 atau 60 tahun. Setelah mereka buta akibat
glaukoma, penglihatan dan fungsi penglihatannya tidak dapat diperbaiki
lagi. 1,3
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. 2017. Ilmu penyakit mata. Edisi Kelima. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI, p.222-229.
2. Salmon, J.F, 2009. Glaukoma. In: Paul R, Whitcher, J.P (ed).
Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Ed. 17. Jakarta: EGC, p. 212-
229.
3. Ilyas S. 2009.Ikhtisar ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p. 260
4. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. Situasi dan
analisis glaukoma.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodat
in/infodatin-glaukoma.pdf (Diakses 05 maret 2018)
5. Pusat Komunikasi Publik. gangguan penglihatan masih menjadi
masalah kesehatanhttp://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/845-gangguan-penglihatan-masih-menjadi-masalah-
kesehatan(Diakses 05 maret 2018)
6. WHO. 2004. Global pattern of blindness changes with success in
tackling infectious disease and as population ages
http://www.who.int/mediacentre/news/notes/2004/np27/en/(Diakses 05
maret 2018)
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan, RI. 2008. Laporan nasional rikskesdas 2007.
8. James B, Chew C, And Bron A. 2006. Lecture notes oftalmologi. Edisi
Kesembilan. Jakarta: Erlangga, p. 97-195
9. Paul R, Whitcher, J.P. 2009. Vaughan & Asbury: Oftalmologi umum.
Ed. 17. Jakarta: EGC, p. 12-228.
10. Khurana, A.K., 2007. Comprehensive ophthalmology. 4thed. New Delhi:
NewAge International (P) Limited, p. 205-231.
17
11. Kingman S. Glaukoma is second leading cause of blindness
globally(http://www.who.int/bulletin/volumes/82/11/feature1104/en/,
(Diakses 05 maret 2018)
12. Foster PJ, Buhramann R, Quigley HA, et al. 2002. The definition and
classification of glaucoma in prevalence surveys. Br J Ophthalmol
2002;86:238±242
13. Sherwood L. 2012. Fisiologimanusia: dari sel ke sistem. Edisi
Keenam. Jakarta: EGC, p.211-213.
14. Khaw T, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Edition. London:
BMJ Publishing Group; 2005. 52-59.
15. Choi J, Michael S.K, Systemic and ocular hemodynamic risk factors in
glaukoma, Volume 2015, Article ID 141905, 9 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2015/141905(Diakses 05 maret 2018)
18
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
REFERAT
25 JUNI 2018
GLAUKOMA
Disusun Oleh:
Fathurrahman
12 16 777 14148
Pembimbing :
dr. Kaharudin A, Sp.M
19
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Fathurrahman
No. Stambuk : 12 16 777 14 148
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Referat : Glaukoma
Bagian : Bagian Mata
Bagian Mata
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
Pembimbing Mahasiswa
20