DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya
terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila
karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh
darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan
stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik)
dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase
stroke non hemoragik hanya sebanyk 15-35%.± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau
hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke
hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah
ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke
mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik
terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke.
Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang
mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 miliar dolar per
tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan $73,7 juta untuk menbiayai
tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-
64 tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia
80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa
Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan wawancara
(berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat
dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke
Dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke
bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia
memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat
penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun
2030 (Yastroki, 2012).
KLASIFIKASI
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun
stroke hemorragik.
a. stroke iskemik
2
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi
atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada
CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat
serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari
dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa
juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli
serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering
terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak
dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.
peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju
ke otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh
darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi
jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
3
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Macam – macam stroke iskemik :
i. TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya
stroke di masa depan.
ii. RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
iii. Progressive stroke
iv. Complete stroke
v. Silent stroke
b. stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan
darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM.
Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Sjahrir,
2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obatkontrasepsi
hormonal
4
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke
sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an
otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis
sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi
secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner
dan mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik
maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan
darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan
peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih
dini.
5
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih
banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada
umur dan jenis kelamin yang sama.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama
perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya
atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen
sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama
jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-
obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok
atau dengan hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan
koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan
faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
6
PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh darah otak yang
mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003).
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas
patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,asidosis,
peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh
radikal bebas (Sherki dkk,2002).
7
Gambar 1.Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.
(Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute
Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-284)
Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling
sering.Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis selebral.Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang
tidak umum.Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan
beberapa awitan umum lainnya.Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang.Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau
tempat-tempat yang melengkung.Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus
tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang
8
adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap
tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak
9
yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)
diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau
terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:
Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
Mual atau muntah.
Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal
atau kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami
stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama,
dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya
dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu,
akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan
sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi
tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin
bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
Tumor otak
Abses otak
10
Sakit kepala migrain
Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
Meningitis atau encephalitis
Overdosis karena obat tertentu
Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan
perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat
dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan
mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan
EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke.
The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem
saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah
intervensi agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis.
antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik atau iskemik,
dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan.Menanyakan
identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran
dan dapat digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu
nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan.Menanyakan cekat tangan
untuk mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri.Pada kinan
(cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri sehingga jika ada lesi di
hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara atau afasia. Sedangkan pada kidal (cekat
tangan kiri), 60% pusat bahasa berada kiri dan 40% berada di kanan, sehingga gangguan
bicara tidak menonjol karena masih terkompensasi.
11
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke dalam kasus
apakah penyakit tersebut.Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam penyakit vaskular dimana
harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau
mendadak.Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi
yang terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90% anamnesis dapat
menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan
penurunan kesadaran.
Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang mencakup
gangguan motorik, sensorik, dan otonom.Kelemahan pada anggota gerak menandakan adanya
gangguan fungsi motorik.Rasa kesemutan dan mati rasa / baal berhubungan dengan fungsi
sensorik.Untuk mengetahui adanya gangguan otonom dapat ditanyakan tentang alvi, uri, dan
hidrosis.Adanya inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN.Bicara pelo
dan mulut mencong berhubungan dengan nervus VII.Riwayat tersedak ketika makan atau
minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel berhubungan dengan
nervus XII.Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika anamnesis pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu perlu
ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan sebelum terjadi serangan.
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombus atau embolus.Pada pasien stroke iskemik
dengan penyebab trombus, serangan biasanya terjadi saat pasien sedang beristirahat atau saat
aktivitas ringan yang tidak meningkatkan kerja jantung.Kelemahan anggota gerak yang
terjadi bersifat progresif, semakin lama semakin memburuk.Sedangkan pada pasien stroke
iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi saat pasien sedang beraktivitas berat
yang meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki dan menuruni tangga, atau emosi
yang meningkat.Kelemahan anggota gerak yang tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai gejala-gejala
yang menyusul berikutnya, secara berurutan
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi, peningkatan TTIK)
Sifat dan beratnya serangan
Lokasi dan penyebarannya
12
Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas apa
saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu sisi, mulut
mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong, mengompol, baal)
Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit
yang saat ini diderita
13
Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :
Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
II. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
14
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk mengetahui
adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan
saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah
ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
GCS
Pupil
Tanda rangsang meningeal
Nervus cranialis
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Fungsi otonom
Gait dan koordinasi
15
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb, profil lipid
darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c,
asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen).Sedangkan
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin tinggi kadar gula
darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang
rusak. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu
keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan
hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus diputuskan
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme yang mungkin
dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat hiperglikemia (Habib,
dkk, 2001; Martin, dkk, 1987) :
1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami metabolisme
anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan menyebabkan asiosis intra dan
ekstraseluler, yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan
jaringan vascular. Pada keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah
iskemik akan dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak
atau pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya glukosa
ke dalam sel.
2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter glutamate
dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan neurotoksik, pada keadaan
16
normal pelepasan glutamate akan merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan
depolarisasi. Dalam keadaan hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino
ekstraseluler yang akan merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang
berlebihan bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi
glutamate dan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron pasca
sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.
3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan terjadi
peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
neural.
Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya leukositosis
relatif.Prognosis buruk jika ada leukositosis relatif.Sitokin yang dilepaskan oleh sel yang
iskemik akan memanggil leukosit yang berada di marginal pool dan leukosit matur di
sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi. Leukosit sendiri dapat mengakibatkan
kerusakan yang lebih luas pada daerah yang mengalami kerusakan tersebut karena
menyumbat mikrovaskularisasi, vasokontriksi, dan infiltrasi ke sel neuron dan
mengeluarkan enzim hidrolitik, pelepasan lipid, dan radikal bebas.Peningkatan leukosit
pada keadaan ini disebut leukositosis reaktif, yakni terdapat peningkatan kadar leukosit di
dalam darah tanpa disertai dengan adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to
right) maupun ke kiri (shift to left).
17
-Otonom (BAB, BAK, keringat)
2. Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan.Pada stroke iskemik, lokasi
kelainan yang ditemukan dapat berasal dari korteks atau subkorteks.Jika lesi terdapat
di korteks, kelemahan pada satu sisi anggota gerak berbeda nilainya. Pada bagian
yang dipersarafi oleh daerah yang mengalami kerusakan, nilai motorik lebih berat
dibanding bagian yang lain. Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik pada satu sisi
anggota gerak sama.
Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari
intraserebral atau subarakhnoid.Untuk membedakannya dapat diketahui dari
anamnesis dan pemeriksaan neurologis.Dari anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri
tengkuk pada pasien stroke perdarahan subarachnoid dan kaku kuduk positif pada
pemeriksaan tanda rangsang meningeal.Sedangkan pada stroke perdarahan
intraserebral tidak ditemukan kelainan tersebut.
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab.Pada stroke iskemik, dapat
disebabkan oleh trombus atau embolus.Penyebab tersebut dapat diketahui dari
anamnesis yang telah dilakukan.Untuk membedakannya dilihat dari kelemahan
anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan pasien sebelum serangan.Pada stroke
hemoragik, penyebabnya yaitu pecah / ruptur pembuluh darah.
4. Diagnosis patologis
18
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi, yaitu
iskemik atau hemoragik.
PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
19
• Pengelolaan operatif
1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena
dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan
atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik
> 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus
kontinyu), Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 g/Kg/menit
infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg
IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien
stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200
mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan
kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.
1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai
adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB),
dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm,
keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
20
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia
ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk
perfusi darah kejaringan otak
1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang
kondom kateter, pada wanita pasang kateter.
1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling
ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan
tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10%
diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa
pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3
jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat
penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja
yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi
seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan
meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat
lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran
darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral
300 mg/hari.
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan
yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
21
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi
emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular,
thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan.
Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6
jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan
oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor
trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan
dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis
vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub
cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis
80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,
dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua
kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan
kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin
difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas
dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi
kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7
penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg
sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan
yang bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki
integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi
22
membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat,
hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke
lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows
7 – 12 jam.
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari
menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
Statin
Statin diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk
iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan “downstream dan
upstream”.Efek downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi
pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri.Efek “upstream” adalah
memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat
anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric
Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
2. Stroke Hemoragik
Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam
Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk
oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg
pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada
pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat
diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang
sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk
menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel
Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 – 30
mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama
14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi
23
pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah
iktus. Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2
Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous
pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan
sistolik sampai 180 – 220 mmHg menggunakan dopamin.
Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah, penyaluran cairan
serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh darah.Yang penting diperhatikan
selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor tak dioperasi
Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya
menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun) operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali kesadaran atau
defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat
perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka operasi
24
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan
pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak
operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya
menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum
timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 –
15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest
Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat
(setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5
menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).
Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat berakibat
meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan
pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin
luasnya hematoma (perdarahan).
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-
hati.Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan
semakin parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien.Oleh karena itu,
pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan
mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman penurunan tekanan darah
pada stroke akut adalah sebagai berikut :
1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat
mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan
dicapai.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
27
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien
tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan
pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit
rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di
fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
Hari 1-3 (di sisi tempat tidur) Kurangi penekanan pada daerah yang
sering tertekan (sakrum, tumit)
Modifikasi diet, bed side, positioning
Mulai PROM dan AROM
Hari 3-5 Evaluasi ambulasi
Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Hari 7-10 Aktifitas berpindah
28
Latihan ADL: perawatan pagi hari
Komunikasi, menelan
2-3 minggu Team/family planing
Therapeuthic home evaluation
3-6 minggu Home program
Independent ADL, tranfer, mobility
10-12 minggu Follow up
Review functional abilities
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat
dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke
di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi
jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan
yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk
merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
29
KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi
semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat
dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi
pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan
tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada
stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita
gangguan ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan
pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
30
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar
penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau
berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
13. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002
33