Anda di halaman 1dari 2

Kasus Pelanggaran Pemotongan Sapi Betina Produktif

Memotong ternak rumenansia (sapi) betina produktif dapat terkena sanksi pidana.

Seperti yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dalam pasal 86 ayat (2,b) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan, “setiap orang

yang menyembelih ternak rumenansia besar betina produktif sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 ayat (2) dipinakan dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling

lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp5000,000,00 (lima juta rupiah) dan

paling banyak Rp25,000,000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Namun, larangan pemotongan sapi betina produktif sebagiamana diamanatkan UU No

18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak sesuaui dengan kondisi di

lapangan. Bukti empiris pemotongan sapi betina produktif. Ini disebabkan karena kebutuhan

daging secara nasional yang semakin menigkat dengan laju pertumbuhan ekonomi yang

semakin baik, pembangunan pendidikan yang lebih laju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal

ternak semakin meningkat, serta meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Kondisi ini

juga menyebabkan pemotongan sapi dari berbagai breed juga semakin meningkat. Dan juga

ada hasil penelitian diperoleh data dengan jumlah pemotongan sapi betina PO dan PFH 199

ekor. Dalam pengamatan fisik menunjukkan bahwa betina produkitif yang dipotong masih

dalam kondisi baik pada permukaan organ reproduksi. Maupun kesehatan fisik secara visual.

Dari hasil penelitian kasus pemotongan sapi berina dari dua bangasa pada 2 lokasi RPH yang

berbeda masing-masing total pemotongan PO betina di RPH singosari 26 ekor dengan umur

produktif yang dipotong 12 ekor (46%) dari jumlah betina yang dipotong atau 15,10% dari

jumlah betina ke dua bangsa yang dipotong. Sedangkan pada kasus pemotongan sapi betina

produktif di RPH Gadang PO yang dipotong sebanyak 32 ekor dari 67 ekor jumlah PO betina

yang dipotong. Kalau dihitung total PO betina umur produktif yang dipotong di dua RPH

adalah 44 ekor atau 22,11% dari seluruh betina kedua bangsa yang dipotong selama 2 bulan.
Dari hasil ini masih menunjukkan pelanggaran pemotongan betina produktif yang masih

cukup tinggi. Dengan tingginya pemotongan betina produktif menyebabkan laju

pertamabahan populasi menjadi lambat. Rendahnya tingkat kelahiran yang tidak mampu

mengimbangi tingkat pemotongan dan kematian dan faktor lain yang menyebabkan populasi

ternak sapi cepat menurun.

Memperhatikan dan menyimak data hasil penelitian yang dilakukan para peneliti,

menunjukkan betapa tinggi pemotongan sapi betina produktif yang dilakukan di Indonesai.

Kondisi ini akan merigikan bangsa Indonesia sendiri. Sehingga, tidak mengherankan jika

program pemerintah tentang swasembada daging yang direncanakn sejak tahun 2005 hingga

tahun 2014 tidak pernah berhasil.

Daftar pustaka

Direktorat Jendral Peternakan.2010. Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina

Produktif Tahun 2010. Kementerian Pertanian RI.

http://Ednadisknak.Blogspot.com/2011/05/Pedoman-Pelaksanaan-Penyelamatan-Sapi.Html

(unduj 23 Mei 2018)

Soejosopoetro Bambang. 2011. Studi Tentang Pemotongan Sapi Betina Produkitf Di RPH

Malang. Jurnal Ternak Tropikal Vol. 12. No.1: 24-25, 2011

Anda mungkin juga menyukai