Pneumonia
Pneumonia
Disusun oleh :
Tahun 2018
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada :
1. Ibu Ns. Rokhaida, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An selaku dosen tutor “Kelas B”
pada blok Keperawatan Anak I.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini
3. Semua aspek yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... i
A. Kesimpulan ................................................................................. 27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diketahui bahwa jumlah kasus pneumonia pada balita (< 5 tahun) lebih
tinggi dibandingkan dengan usia ≥ 5 tahun. Pada tahun 2007 dan 2008,
perbandingan kasus pneumonia pada dua kelompok umur tersebut yaitu 7:3.
Artinya bila terdapat 7 kasus pneumonia pada anak umur < 5 tahun, maka
akan terdapat 3 kasus pneumonia pada anak ≥ 5 tahun. Pada tahun 2009
perbandingan tersebut berubah menjadi 6:4. Walaupun demikian tetap dapat
disimpulkan bahwa proporsi kasus pneumonia pada kelompok umur balita
menjadi yang terbesar (Kemenkes RI, 2014).
1
Temuan kasus yang masih rendah, kurang spesifiknya gejala-gejala yang
ditimbulkan, sedikitnya penanganan dengan antibiotik dan kurangnya data
yang tersedia, menyebabkan pneumonia mendapatkan julukan the forgotten
killer of children atau the forgotten disease. Sebutan pneumonia menjadi
pembunuh anak-anak yang terlupakan, tidak terlepas dari data yang ada. Salah
satu negara berkembang seperti Indonesia jika dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Thailand, terapi antibiotik yang dilakukan untuk menangani
pneumonia oleh Thailand (65%) lebih tinggi 26% dari Indonesia (39%). Di
Indonesia, penggunaan antibiotik untuk menangani pneumonia masih rendah
dibandingkan dengan Thailand. Penemuan pneumonia di Indonesia yang
dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terpaut 10% dari Thailand dengan
persentase penemuan sebesar 85%, sedangkan Indonesia sebesar 75% (Fikri,
2016).
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan mengimplementasikan asuhan keperawatan Pneumonia pada anak
dengan baik dan benar.
2. Tujuan Khusus
Setelah memahami materi, Diharapkan mahasiswa dapat:
1) Menjelaskan pengertian Pneumonia dengan baik dan benar
2) Menjelaskan tanda dan gejala penyakit Pneumonia pada anak
3) Mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan Pneumonia
4) Mengetahui diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak dengan
Pneumonia
5) Mengetahui intervensi keperawatan pada anak dengan Pneumonia
6) Mengetahui implementasi apa yang tepat pada anak dengan
Pneumonia
3
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Manusia (Anak)
Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang
diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun
dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan
fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada
dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga
remaja. Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep
diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak
mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan
4
kognitif adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada
sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami
perkembangan seiring bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah
terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar.
2. Sehat-Sakit
Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan
pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi anak berada dalam
status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit
kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status
kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu. Selama dalam batas
rentang tersebut anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung
maupun tidak langsung, seperti apabila anak dalam rentang sehat maka upaya
5
perawat untuk meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf
kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual. Demikian sebaliknya apabila
anak dalam kondisi kritis atau meninggal maka perawat selalu memberikan
bantuan dan dukungan pada keluarga.
Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit
dan kelemahan.
3. Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud adalah
lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam perubahan status
kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir dengan kelainan
bawaan maka di kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang
cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk, peran orang
tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat akan mempengaruhi status
kesehatan anak.
4. Keperawatan
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal
dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan
keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga merupakan sistem
terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat
berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping
keluarga mempunyai peran sangat penting dalam perlindungan anak dan
mempunyai peran memenuhi kebutuhan anak. Peran lainnya adalah
mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga
keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak
yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam terwujud kesejahteraan anak
(Wong, 2009).
6
B. Prinsip Keperawatan Anak
1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,
artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja
melainkan sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan
dan perkembangan menuju proses kematangan.
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki
berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh
kembang. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan, aktivitas,
eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan kebutuhan psikologis, sosial dan
spiritual yang akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak adalah penerus
generasi bangsa.
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam
mensejahterakan anak maka keperawatan selalu mengutamakan
7
kepentingan anak dan upayanya tidak terlepas dari peran keluarga
sehingga selalu melibatkan keluarga.
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang
sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
6. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan
maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai
makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan
masyarakat. Upaya kematangan anak adalah dengan selalu memperhatikan
lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal dimana
kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.
7. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus
pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan mempelajari aspek
kehidupan anak.
8
1. Sebagai pendidik.
Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung dengan memberi
penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun secara tidak
langsung dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan
perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap pendidikan kesehatan dapat
mencakup pengertian dasar penyakit anaknya, perawatan anak selama dirawat
di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga
domain yang dapat dirubah oleh perawat melalui pendidikan kesehatan adalah
pengetahuan, keterampilan serta sikap keluarga dalam hal kesehatan
khususnya perawatan anak sakit.
2. Sebagai konselor
Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis
berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai konselor, perawat dapat
memberikan konseling keperawatan ketika anak dan keluarganya
membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan konseling dengan
pendidikan kesehatan. Dengan cara mendengarkan segala keluhan, melakukan
sentuhan dan hadir secara fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan
pendapat dengan orang tua tentang masalah anak dan keluarganya dan
membantu mencarikan alternatif pemecahannya.
9
4. Sebagai pembuat keputusan etik.
Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat keputusan etik
dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini dengan penekanan pada
hak pasien untuk mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan
pasien dan keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan
pasien. Perawat juga harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan
kesehatan di tingkat kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk
didengar oleh para pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang paling
mengerti tentang pelayanan keperawatan anak. Oleh karena itu perawat harus
dapat meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan
pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi dampak terhadap
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak.
5. Sebagai peneliti.
Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan penuh dalam
upaya menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang harus diteliti,
melaksanakan penelitian langsung dan menggunakan hasil penelitian
kesehatan/keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan kualitas
praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada peran ini diperlukan kemampuan
berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan
keperawatan anak sehari-hari dan menelusuri penelitian yang telah dilakukan
serta menggunakan literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang
ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat
melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas praktik
keperawatan anak.
10
BAB III
PEMBAHASAN
ISPA dibagi menjadi dua yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas dan
Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah. Pneumonia merupakan infeksi
saluran pernafasan bawah akut. ISPA dikenal sebagai salah satu penyebab
kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. Hampir
semua kematian ISPA pada anak – anak umumnya adalah infeksi saluran
pernafasan bagian bawah (pneumonia). Oleh karena itu pneumonia
memerlukan perhatian yang besar karena Case Fatality Ratenya yang tinggi.
Pneumonia juga merupakan infeksi yang mempunyai andil besar dalam angka
morbiditas maupun mortalitas yang tinggi di Negara berkembang (retno
widyaningtyas dalam Nurjazuli 2010)
11
Sebagaian besar hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan
bahwa 20-30% kematian bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahun
disebabkan karena menderita ISPA. Diperkirakan 2-5 juta bayi dan anak balita
mati di berbagai negara setiap tahunnya, dan dua pertiga dari kematian ini
terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi usia 2 bulan pertama sejak
kelahiran.
B. Etiologi
Usia merupakan predikator yang baik untuk memperkirakan kemungkinan
organisme penyebab
Pada neonatus <3 minggu, pneumonia biasanya disebabkan oleh infeksi yang di
derita ibu
Pada bayi yang lebih muda, pertimbangkan infeksi chlamydia trachomatis :
afebril, nontoksik, batuk kering, eosinofilia perifer
Pikirkan kemungkinan pertusis terumata jika anak tidak mendapat imunisasi
terbaru
Pada anak usia >5 tahun dan remaja, Streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab yang paling sering, diikuti oleh Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia pneumoniae (TWAR)
12
Bakteri penyebab lainnya, khususnya pada bayi dan balita yang sakit, meliputi
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyognes, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis.
1. Umur
Pneumonia dapat menyerang siapapun dan golongan umur berapapun.
Umur yang dimaksud disini adalah umur balita yaitu bayi dengan umur
dibawah 5 tahun. Balita mer upakan salah satu populasi rentan selain
umur lanjut usia. Jumlah balita yang menderita pneumonia banyak yang
berumur 0–2 tahun daripada yang berumur 2–5 tahun.
bayi dengan usia lebih muda (0–12 bulan) berisiko 3,24 kali menderita
pneumonia daripada yang berusia diatas 1 tahun, menur ut nya imunitas
balita yang berusia dibawah 1 tahun memiliki imunitas yang masih sangat
rendah dan rentan terkena penyakit, maka dari itu peran dari nutrisi
khususnya ASI pada awal-awal kelahiran yang mengandung kolostrum
lebih tinggi membantu balita untuk meningkatkan imunitasnya dengan
kandungan immmunoglobulin A (IgA) yang ada di dalamnya.
2. Jenis Kelamin
13
status imunisasi, pemberian ASI eksklusif, paparan polusi, perbedaan pola
asuh dan daya tahan atau kerentanan bayi dengan jenis kelamin laki- laki
yang lebih tinggi daripada bayi dengan jenis kelamin perempuan.
Temuan ini sejalan dengan Fanada (2012) yang menunjukkan resiko 5,2
kali lebih besar terkena pneumonia bagi bayi yang pemberian ASInya
tidak eksklusif. Menurutnya pemberian ASI secara eksklusif penting
sampai umur 6 bulan dan MPASI setelah umur tersebut, hal ini
dipengaruhi oleh masih banyaknya ibu yang tidak mengetahui tentang ASI
eksklusif dan berhenti menyusui sebelum mencapai umur 6 bulan. Zat gizi
yang diperlukan oleh balita sudah tercukupi dengan ASI dan sesuai dengan
acuan standar yang diberlakukan oleh WHO, begitupula pemerintah
Indonesia. Menyusui secara eksklusif menurunkan risiko balita untuk
terkena pneumonia dan juga penyakit lain karena adanya imunitas yang
berfungsi meningkatkan imunitas balita.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Puspitasari dan Fariani
(2015) yang menyatakan balita yang tidak diberi ASI eksklusif berisiko 7
kali lebih besar terkena pneumonia balita dibandingkan dengan yang diberi
ASI secara eksklusif. Menur utnya ASI mengandung berbagai macam
14
zat yang meningkatkan kekebalan t ubuh dan melindungi dar i
berbagai macam penyakit, beberapa diantaranya adalah immunoglobulin A
yang berasal dari hasil sekresi kelenjar susu yang berfungsi untuk
mengikat mikroorganisme seperti virus ataupun bakteri, adanya laktoferin,
lisozim yang berfungsi menghancurkan bakteri, leukosit, makrofag untuk
sintesis immunoglobulin dan faktor antistreptokokus yang mencegah dari
mencegah yang berhubungan dengan sistem pernapasan seperti inf luenza
dan pneumonia.
Balita dengan ruangan kamar yang luas ventilasinya standar lebih banyak
pada sampel penelitian ini, akan tetapi untuk populasi kasus jumlah
terbanyak adalah balita yang luas ventilasi ruangan kamarnya kurang dari
standar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel luas ventilasi
ruangan mempunyai nilai OR = 13,5 yang dapat disimpulkan bahwa
kelompok balita yang luas ventilasi ruangannya < 20% luas lantai ruangan
berisiko 13,5 kali lebih besar terkena pneumonia balita daripada kelompok
balita yang luas ventilasi ruangannya standar (≥ 20%).
15
D. Faktor Pendukung terjadinya Pneumonia
16
E. Manifestasi Klinis
Demam, kesulitan bernafas, dan >1 manifestasi berikut: takipnea, batuk, nafas
cuping hidung, retraksi, crackle, penurunan bunyi nafas
Dapat disertai pula dengan latergi, nafsu makan yang buruk, atau nyeri lokal
pada dada atau abdomen
Demam, takipnea, dan retraksi interkostal lebih terpercaya untuk menegakkan
diagnosis pneumonia pada anak dibandingkan auskultasi
Takipnea (frekuensi nafas >50 x/menit ) merupakan indikator paling sensitif
untuk pneumonia pada anak
Mengi dan inferinflasi mengindikasi bahwa penyakit disebabkan oleh virus pada
anak yang berusia lebih muda, dan Mycoplasma pada anak yang lebih tua
Pada anak yang lebih tua, riwayat kesulitan bernafas lebih membantu
menegakkan pneumonia ketimbang retraksi nyata
Anak yang lebih tua dapat menunjukkan tanda-tanda klasik seperti perkusi
redup, crackle, bunyi nafas bronkial, peningkatan fremitus taktil
Tipikal : demam, menggigil, nyeri pada pleuritik, dan batuk yang produktif
Atipikal : onset yang muncul bertahap dalam beberapa hari hingga minggu,
didominasi oleh gejala nyeri kepala dan malaise, batuk nonproduktif, dan
demam derajat rendah
F. Patofisiologi
Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi primer atau komplikasi dari
suhu penyakit virus, seperti mobile atau varicella. Virus tidak hanya merusak
sel epitel bersilia tetapi juga merusak sel goblet dan kelenjar mukus pada
bronkus sehingga merusak clearance mukosilla.
17
Apabila kuman pathogen mencapai bronkoli terminalis, cairan edema
masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian
makrofag akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas
lebih ke segala atau lobus yang sama atau mungkin ke bagian lain dari paru-
paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran limfe paru,
bakteri dapat mencapai aliran darah atau pluro viscelaris. Karena jaringan paru
mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun,
serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/shunt
kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada
hipoksia . kerja jantung mungkin meningkat oleh karena saturasi oksigen yang
menurun hiperkapnea. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal napas.
18
Patofisiologi
Agen penginfeksi
1. Demam
2. leukositosis
3.
Menginfeksi alveoli Menginfeksi bronkus
Secret menumpuk di internal paru & cavum alveoli => auskultasi : Menghalangi jalan napas:
hipersonor
1. Usaha
respirasi/retraksi
otot bantu
*auskultasi :hipersonor meningkat
Membrn resp. Kelembapan saluran Eksudasi pada
2. Ronkhi
mjd > tebal nafas meningkat interstisial 3. Ventilasi
peruabahan AGD menuruns=>difusi
menurun
4. Jika mengenai
pleura: pleuritis =>
nyeri dada
Bronkiolus
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan Radiologis
20
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
21
hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan
melakukan dekompresi lambung. Bila hipotensi tidak dapat diatasi bisa
dipasangkan kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin (2-5 πg/kg/menit). Bila
perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pada pleura.
I. Pengkajian
1. Usia, pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak
terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi
pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan.
2. Keluhan utama sesak napas
3. Riwayat penyakit:
1) Pneumonia virus
22
2) Pneumonia stafilokokus (bacteri)
5. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi, perlu diperhatikan adanya tahipnea, dyspnea, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk
semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada
waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak 2bulan – 12
bulan adalah 50x/mnt atau lebih, dan pada anak berusia 12 bulan –
5tahun adalah 40x/mnt atau lebih. Perlu diperhatikan adanya
tarikan dinding dada kedalam fase inspirasi. Pada pneumonia berat,
tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.
2) Palpasi, suara redup pada sis yang sakit, hati mungkin membesar ,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi
mungkin mengalami peningkatan (tachycardia).
3) Perkusi, suara redup pada sisi yang sakit
4) Auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara
mendekatkan telinga kehidung atau mulut bayi.anak yang
pneumonia akan terdengar ronkhi halus pada sisi yang skait dan
ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi,
bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
23
a. Leukosit 18.000 – 40.000/mm3
b. Hitung jenis leukosit
c. LED meningkat
2) X-foto dada
Diagonosa keperawatan
Perencanaan
1. Jalan nafas bersih yang ditandai dengan tidak ada bising suara nafas ( rales
atau ronki )
2. Pola nafas efektif yang ditandai dengan pernafasan teratur, rhythm dan
tidak ada penggunaan otot otot accessory pernafasan
3. Pertukaran gas adekuat yang ditandai dengan anak tidak gelisah, dan tidak
ada sianosis
4. Cairan seimbang yang ditandai dengan turgor kulit normal, urine output
sesuai, membran mukosa lembab, dan berat badan dapat dipertahankan
5. Kecemasan menurun yang ditandai dengan anak tidak labil, meningkatnya
istirahat, tanda vital dalam batas normal, dan postur tubuh relaks
6. Orang tua secara verbal memahami proses penyakit dan perawatan pada
anak
24
Implementasi
- Kaji status pernafasan setiap 2 jam, suara nafas, teratur, atau tidak teratur,
rhythm, penggunaan otot otot accessory, warna kulit tanda tanda vital, dan
tingkat kegelisahan.
- Buat jadwal fisioterapi dada sebelum makan dan istirahat
- Tinggikan posisi kepala di atas tempat tidur ( hindari menggunakan posisi
duduk pada bayi karena dapat meningkatkan tekanan diafragma
- Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
- Bila anak toleran, berikan kebebasan untuk memilih posisi yang nyaman
- Kaji batuk, dan kedalaman pernafasan
- Berikan oksigen sesuaiogram dan monitor “ pulse oximetry “
- Rencanakan dan buat jadwal secara periodik untuk istirahat
- Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi ( buku-buku, puzzles, video
games dll )
- Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dengan bahasa yang mudah
dimengerti
- Anjurkan orang tua untuk menemani anak
- Ajarkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaan secara verbal
dan perhatian serta respon yang empati
25
Diagnosa 6. Meningkatkan pengetahuan orang tua
Perencanaan pemulangan
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
DAFTAR PUSTAKA
Yulani, Rita. Buku pegangan praktik klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak,
Edisi 2. Jakarta
28