Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN ANAK I

Asuhan Keperawatan Pneumonia Pada Anak

Disusun oleh :

Davita Aprilia : 1610711107


Dini Aulia R : 1610711109
Fajri Eka Tyassari : 1610711110
Lisa Septiani : 1610711103
Nabila Yuniar P : 1610711105
Nida Auliya R : 1610711104
Susilawati : 1610711108
Trisna Irawati S : 1610711106

Dosen mata kuliah : Ns. Rokhaida, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An


Program Studi : S-1 Keperawatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jakarta

Tahun 2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat
membuat makalah Keperawatan Anak I.

Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pneumonia Pada Anak”


ditulis untuk memenuhi tugas kelas tutor B pada blok mata kuliah Keperawatan
Anak I.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada :

1. Ibu Ns. Rokhaida, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An selaku dosen tutor “Kelas B”
pada blok Keperawatan Anak I.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini
3. Semua aspek yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Jakarta, 7 Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Tujuan Penulisan ......................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 4

1. Paradigma Keperawatan Anak .................................................... 4


2. Prinsip Keperawatan Anak .......................................................... 7
3. Peran Perawat Anak .................................................................... 8

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................. 11

A. Konsep Dasar Pengertian Pneumonia ........................................ 11


B. Etiologi ........................................................................................ 12
C. Faktor Pencetus .......................................................................... 13
D. Faktor Pendukung ........................................................................16
E. Manisfestasi ................................................................................ 17
F. Patofisiologi ............................................................................... 17
G. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 20
H. Penatalaksanaan .......................................................................... 21
I. Pengkajian ...................................................................................22
J. Asuhan Keperawatan ................................................................. 24

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 27

A. Kesimpulan ................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut khususnya


pneumonia tiap tahunnya menyebabkan kematian lebih dari 2 juta anak di
dunia. Kasus kematian tersebut umumnya terjadi di negara miskin. Sedangkan
di negara berkembang, diketahui bahwa 1 dari 5 balita meninggal karena
penyakit tersebut. Walaupun demikian, perhatian yang diberikan untuk
mengatasi masalah kesehatan tersebut dirasa masih kurang (Kemenkes RI,
2014).

Penyakit pneumonia merupakan salah satu penyakit yang dianggap serius


di Indonesia. Sebab, dari tahun ke tahun penyakit pneumonia selalu berada di
peringkat atas dalam daftar penyakit penyebab kematian bayi dan balita.
Bahkan berdasarkan hasil Riskesdas 2007, pneumonia menduduki peringkat
kedua pada proporsi penyebab kematian anak umur 1-4 tahun dan berada di
bawah penyakit diare yang menempati peringkat pertama. Oleh karena itu
terlihat bahwa penyakit pneumonia menjadi masalah kesehatan yang utama di
Indonesia (Kemenkes RI, 2014).

Diketahui bahwa jumlah kasus pneumonia pada balita (< 5 tahun) lebih
tinggi dibandingkan dengan usia ≥ 5 tahun. Pada tahun 2007 dan 2008,
perbandingan kasus pneumonia pada dua kelompok umur tersebut yaitu 7:3.
Artinya bila terdapat 7 kasus pneumonia pada anak umur < 5 tahun, maka
akan terdapat 3 kasus pneumonia pada anak ≥ 5 tahun. Pada tahun 2009
perbandingan tersebut berubah menjadi 6:4. Walaupun demikian tetap dapat
disimpulkan bahwa proporsi kasus pneumonia pada kelompok umur balita
menjadi yang terbesar (Kemenkes RI, 2014).

1
Temuan kasus yang masih rendah, kurang spesifiknya gejala-gejala yang
ditimbulkan, sedikitnya penanganan dengan antibiotik dan kurangnya data
yang tersedia, menyebabkan pneumonia mendapatkan julukan the forgotten
killer of children atau the forgotten disease. Sebutan pneumonia menjadi
pembunuh anak-anak yang terlupakan, tidak terlepas dari data yang ada. Salah
satu negara berkembang seperti Indonesia jika dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Thailand, terapi antibiotik yang dilakukan untuk menangani
pneumonia oleh Thailand (65%) lebih tinggi 26% dari Indonesia (39%). Di
Indonesia, penggunaan antibiotik untuk menangani pneumonia masih rendah
dibandingkan dengan Thailand. Penemuan pneumonia di Indonesia yang
dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terpaut 10% dari Thailand dengan
persentase penemuan sebesar 85%, sedangkan Indonesia sebesar 75% (Fikri,
2016).

Pneumonia menjadi target dalam Millenium Development Goals (MDGs),


sebagai upaya untuk mengurangi angka kematian anak. Berdasarkan data
World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 dari penelitian yang telah
dilakukan bahwa penyakit pneumonia adalah penyebab 15 persen dari seluruh
kematian bayi dan anak-anak di seluruh dunia.

Riskesdas tahun 2013 menunjukkan insiden pneumonia di Indonesia


adalah 1,8% dengan prevalensi 4,5%. Jika dijabarkan dengan angka maka
setidaknya dari 23 balita yang meninggal setiap jam dan 4 di antaranya karena
pneumonia. Tahun 2015 ada 554.650 kasus pneumonia yang dilaporkan. Data
dari laporan rutin Puskesmas kasus pneumonia tahu 2015 lumayan meningkat
tajam. Dapat diperkirakan saat ini kasus pneumonia adalah 3,55% dari jumlah
balita yaitu sekitar 10% dari jumlah penduduk Indonesia.

2
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan mengimplementasikan asuhan keperawatan Pneumonia pada anak
dengan baik dan benar.

2. Tujuan Khusus
Setelah memahami materi, Diharapkan mahasiswa dapat:
1) Menjelaskan pengertian Pneumonia dengan baik dan benar
2) Menjelaskan tanda dan gejala penyakit Pneumonia pada anak
3) Mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan Pneumonia
4) Mengetahui diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak dengan
Pneumonia
5) Mengetahui intervensi keperawatan pada anak dengan Pneumonia
6) Mengetahui implementasi apa yang tepat pada anak dengan
Pneumonia

3
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Paradigma Keperawatan Anak

Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir dalam


penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir tersebut terdiri dari
empat komponen, di antaranya manusia dalam hal ini anak, keperawatan,
sehat-sakit dan lingkungan yang dapat digambarkan berikut ini:

1. Manusia (Anak)

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang
diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun
dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan
fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada
dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga
remaja. Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep
diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak
mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan

4
kognitif adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada
sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami
perkembangan seiring bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah
terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar.

Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai


bayi seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan respons emosi terhadap
penyakit bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan
anak, seperti pada bayi saat perpisahan dengan orang tua maka responsnya
akan menangis, berteriak, menarik diri dan menyerah pada situasi yaitu diam.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan,


mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses
kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak
dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan
fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal
fungsi tubuh dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan.
Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa
sudah matang sedangkan anak masih dalam proses perkembangan. Demikian
pula dalam hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak
cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka
akan berdampak pada tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa
cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan matang.

2. Sehat-Sakit
Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan
pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi anak berada dalam
status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit
kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status
kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu. Selama dalam batas
rentang tersebut anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung
maupun tidak langsung, seperti apabila anak dalam rentang sehat maka upaya

5
perawat untuk meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf
kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual. Demikian sebaliknya apabila
anak dalam kondisi kritis atau meninggal maka perawat selalu memberikan
bantuan dan dukungan pada keluarga.
Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit
dan kelemahan.

3. Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud adalah
lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam perubahan status
kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir dengan kelainan
bawaan maka di kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang
cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk, peran orang
tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat akan mempengaruhi status
kesehatan anak.

4. Keperawatan
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal
dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan
keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga merupakan sistem
terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat
berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping
keluarga mempunyai peran sangat penting dalam perlindungan anak dan
mempunyai peran memenuhi kebutuhan anak. Peran lainnya adalah
mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga
keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak
yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam terwujud kesejahteraan anak
(Wong, 2009).

6
B. Prinsip Keperawatan Anak

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda


dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan yang
diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan usia anak serta pertumbuhan
dan perkembangan karena perawatan yang tidak optimal akan berdampak
tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri. Perawat harus
memperhatikan beberapa prinsip, mari kita pelajari prinsip tersebut. Perawat
harus memahami dan mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam
penerapan asuhan keperawatan anak, dimana prinsip tersebut terdiri dari:

1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,
artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja
melainkan sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan
dan perkembangan menuju proses kematangan.
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki
berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh
kembang. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan, aktivitas,
eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan kebutuhan psikologis, sosial dan
spiritual yang akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak adalah penerus
generasi bangsa.
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam
mensejahterakan anak maka keperawatan selalu mengutamakan

7
kepentingan anak dan upayanya tidak terlepas dari peran keluarga
sehingga selalu melibatkan keluarga.
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang
sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
6. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan
maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai
makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan
masyarakat. Upaya kematangan anak adalah dengan selalu memperhatikan
lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal dimana
kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.
7. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus
pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan mempelajari aspek
kehidupan anak.

C. Peran Perawat Anak

Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak


dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam
memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain,
dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan masalah yang
berkaitan dengan perawatan anak. Mari kita bahas secara jelas tentang peran
perawat anak. Perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang
bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting seorang perawat,
meliputi:

8
1. Sebagai pendidik.
Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung dengan memberi
penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun secara tidak
langsung dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan
perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap pendidikan kesehatan dapat
mencakup pengertian dasar penyakit anaknya, perawatan anak selama dirawat
di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga
domain yang dapat dirubah oleh perawat melalui pendidikan kesehatan adalah
pengetahuan, keterampilan serta sikap keluarga dalam hal kesehatan
khususnya perawatan anak sakit.

2. Sebagai konselor
Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis
berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai konselor, perawat dapat
memberikan konseling keperawatan ketika anak dan keluarganya
membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan konseling dengan
pendidikan kesehatan. Dengan cara mendengarkan segala keluhan, melakukan
sentuhan dan hadir secara fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan
pendapat dengan orang tua tentang masalah anak dan keluarganya dan
membantu mencarikan alternatif pemecahannya.

3. Melakukan koordinasi atau kolaborasi.


Dengan pendekatan interdisiplin, perawat melakukan koordinasi dan
kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya
asuhan yang holistik dan komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci
untuk menjadi koordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di
samping pasien. Keluarga adalah mitra perawat, oleh karena itu kerjasama
dengan keluarga juga harus terbina dengan baik tidak hanya saat perawat
membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan seluruh rangkaian
proses perawatan anak harus melibatkan keluarga secara aktif.

9
4. Sebagai pembuat keputusan etik.
Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat keputusan etik
dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini dengan penekanan pada
hak pasien untuk mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan
pasien dan keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan
pasien. Perawat juga harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan
kesehatan di tingkat kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk
didengar oleh para pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang paling
mengerti tentang pelayanan keperawatan anak. Oleh karena itu perawat harus
dapat meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan
pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi dampak terhadap
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak.

5. Sebagai peneliti.
Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan penuh dalam
upaya menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang harus diteliti,
melaksanakan penelitian langsung dan menggunakan hasil penelitian
kesehatan/keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan kualitas
praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada peran ini diperlukan kemampuan
berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan
keperawatan anak sehari-hari dan menelusuri penelitian yang telah dilakukan
serta menggunakan literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang
ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat
melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas praktik
keperawatan anak.

10
BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang menyerang


jaringan paru ditandai dengan batuk yang disertai napas cepat atau sesak
napas. Tiga penyebab umum pneumonia adalah mikroorganisme (bakteri,
virus dan jamur). Pneumonia juga dapat disebabkan aspirasi makanan/asam
lambung serta aspirasi hidrokarbon (bensin, solar, minyak tanah dan
sejenisnya) (Nelson, 2012).

ISPA dibagi menjadi dua yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas dan
Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah. Pneumonia merupakan infeksi
saluran pernafasan bawah akut. ISPA dikenal sebagai salah satu penyebab
kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. Hampir
semua kematian ISPA pada anak – anak umumnya adalah infeksi saluran
pernafasan bagian bawah (pneumonia). Oleh karena itu pneumonia
memerlukan perhatian yang besar karena Case Fatality Ratenya yang tinggi.
Pneumonia juga merupakan infeksi yang mempunyai andil besar dalam angka
morbiditas maupun mortalitas yang tinggi di Negara berkembang (retno
widyaningtyas dalam Nurjazuli 2010)

Salah satu upaya menurunkan angka kematian balita adalah dengan


menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia sebagai salah satu
penyebab utama kematian pada balita. Tujuan keempat MDGs yaitu
menurunkan angka kematian anak, dengan target menurunkan angka kematian
balita pada tahun 2015 dua pertiga dari tahun 1990 dengan kata lain 32
kematian per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Riau).

11
Sebagaian besar hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan
bahwa 20-30% kematian bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahun
disebabkan karena menderita ISPA. Diperkirakan 2-5 juta bayi dan anak balita
mati di berbagai negara setiap tahunnya, dan dua pertiga dari kematian ini
terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi usia 2 bulan pertama sejak
kelahiran.

Menurut laporan WHO (World Health Organization), sekitar 800.000


hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian
tertinggi anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria
serta AIDS (Depkes RI, 2012).

Di Indonesia kejadian Pneumonia pada Balita diperkirakan antara 10% -


20% per tahun. Perkiraan angka kematian Pnemonia ialah 6 per 1.000 balita
atau berkisar 150.000 balita per tahun. Kematian balita akibat ISPA terjadi
karena Pnemonia yang tidak cepat ditolong secara dini dan pemberian obat
yang tidak tepat (Dinkes Riau 2012).

B. Etiologi
 Usia merupakan predikator yang baik untuk memperkirakan kemungkinan
organisme penyebab
 Pada neonatus <3 minggu, pneumonia biasanya disebabkan oleh infeksi yang di
derita ibu
 Pada bayi yang lebih muda, pertimbangkan infeksi chlamydia trachomatis :
afebril, nontoksik, batuk kering, eosinofilia perifer
 Pikirkan kemungkinan pertusis terumata jika anak tidak mendapat imunisasi
terbaru
 Pada anak usia >5 tahun dan remaja, Streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab yang paling sering, diikuti oleh Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia pneumoniae (TWAR)

12
 Bakteri penyebab lainnya, khususnya pada bayi dan balita yang sakit, meliputi
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyognes, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis.

C. Faktor Pencetus Pneumonia

1. Umur
Pneumonia dapat menyerang siapapun dan golongan umur berapapun.
Umur yang dimaksud disini adalah umur balita yaitu bayi dengan umur
dibawah 5 tahun. Balita mer upakan salah satu populasi rentan selain
umur lanjut usia. Jumlah balita yang menderita pneumonia banyak yang
berumur 0–2 tahun daripada yang berumur 2–5 tahun.
bayi dengan usia lebih muda (0–12 bulan) berisiko 3,24 kali menderita
pneumonia daripada yang berusia diatas 1 tahun, menur ut nya imunitas
balita yang berusia dibawah 1 tahun memiliki imunitas yang masih sangat
rendah dan rentan terkena penyakit, maka dari itu peran dari nutrisi
khususnya ASI pada awal-awal kelahiran yang mengandung kolostrum
lebih tinggi membantu balita untuk meningkatkan imunitasnya dengan
kandungan immmunoglobulin A (IgA) yang ada di dalamnya.

2. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukan balita dengan jenis kelamin laki-laki lebih


banyak daripada jenis kelamin perempuan, jika dibandingkan dengan
penyakit pneumonia beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, walaupun dalam penelitian
ini hubungan antara jenis kelamin dan penyakit pneumonia tidak diteliti
karena proporsi jumlah yang hampir sama antara keduanya. Menurut
Puspitasari dan Fariani (2013), ada banyak faktor yang berpengaruh pada
jenis kelamin yang menyebabkan pneumonia seperti perbedaan hormon,

13
status imunisasi, pemberian ASI eksklusif, paparan polusi, perbedaan pola
asuh dan daya tahan atau kerentanan bayi dengan jenis kelamin laki- laki
yang lebih tinggi daripada bayi dengan jenis kelamin perempuan.

3. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa adanya makanan


atau minuman lain termasuk air putih kecuali obat, vitamin dan mineral
serta ASI yang diperas. ASI diketahui memberikan proteksi yang besar
bagi balita karena sangat berperan untuk meningkatkan imunitas dari bayi.
Jumlah balita yang mendapat asupan ASI yang cukup lebih banyak
daripada yang tidak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
status riwayat pemberian ASI mempunyai nilai OR = 7,407 yang dapat
disimpulkan bahwa kelompok balita yang riwayat pemberian ASI tidak
eksklusif berisiko 7,407 kali lebih besar terkena pneumonia balita daripada
kelompok balita yang pemberian ASInya eksklusif.

Temuan ini sejalan dengan Fanada (2012) yang menunjukkan resiko 5,2
kali lebih besar terkena pneumonia bagi bayi yang pemberian ASInya
tidak eksklusif. Menurutnya pemberian ASI secara eksklusif penting
sampai umur 6 bulan dan MPASI setelah umur tersebut, hal ini
dipengaruhi oleh masih banyaknya ibu yang tidak mengetahui tentang ASI
eksklusif dan berhenti menyusui sebelum mencapai umur 6 bulan. Zat gizi
yang diperlukan oleh balita sudah tercukupi dengan ASI dan sesuai dengan
acuan standar yang diberlakukan oleh WHO, begitupula pemerintah
Indonesia. Menyusui secara eksklusif menurunkan risiko balita untuk
terkena pneumonia dan juga penyakit lain karena adanya imunitas yang
berfungsi meningkatkan imunitas balita.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Puspitasari dan Fariani
(2015) yang menyatakan balita yang tidak diberi ASI eksklusif berisiko 7
kali lebih besar terkena pneumonia balita dibandingkan dengan yang diberi
ASI secara eksklusif. Menur utnya ASI mengandung berbagai macam

14
zat yang meningkatkan kekebalan t ubuh dan melindungi dar i
berbagai macam penyakit, beberapa diantaranya adalah immunoglobulin A
yang berasal dari hasil sekresi kelenjar susu yang berfungsi untuk
mengikat mikroorganisme seperti virus ataupun bakteri, adanya laktoferin,
lisozim yang berfungsi menghancurkan bakteri, leukosit, makrofag untuk
sintesis immunoglobulin dan faktor antistreptokokus yang mencegah dari
mencegah yang berhubungan dengan sistem pernapasan seperti inf luenza
dan pneumonia.

4. Luas Ventilasi Ruangan

Balita dengan ruangan kamar yang luas ventilasinya standar lebih banyak
pada sampel penelitian ini, akan tetapi untuk populasi kasus jumlah
terbanyak adalah balita yang luas ventilasi ruangan kamarnya kurang dari
standar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel luas ventilasi
ruangan mempunyai nilai OR = 13,5 yang dapat disimpulkan bahwa
kelompok balita yang luas ventilasi ruangannya < 20% luas lantai ruangan
berisiko 13,5 kali lebih besar terkena pneumonia balita daripada kelompok
balita yang luas ventilasi ruangannya standar (≥ 20%).

jika ventilasi yang lancar diperlukan untuk menghindarkan pengaruh


berkurangnya kadar oksigen dalam ruangan, bertambahnya karbondioksida
dari hasil pernapasan manusia, bau pengap yang dihasilkan oleh kulit,
keringat, pakaian dan mulut akibat aktivitas manusia, suhu yang
meningkat menjadi lebih panas dan kelembaban udara yang bertambah
akibat penguapan air dari kulit dan napas manusia. Pengaruh dari faktor
tersebut akan berimplikasi pada daya tahan tubuh balita serta berkembang
biaknya mikroorganisme yang memudahkan penyebaran penyakit melalui
udara dalam ruangan dan salah satunya adalah pneumonia.

15
D. Faktor Pendukung terjadinya Pneumonia

Menurut Wahid dan Imam (2013), terdapat faktor yang meningkatkan


risiko terkena pneumonia dan adapula faktor yang meningkatkan risiko
kematian akibat pneumonia. Faktor yang meningkatkan risiko terkena
pneumonia diantaranya adalah :

1) infeksi saluran pernapasan atas


2) umur dibawah 2 bulan
3) usia lanjut
4) malnutrisi
5) berat bayi lahir rendah
6) imunisasi tidak lengkap
7) tidak mendapatkan ASI eksklusif, dan polusi udara.

Faktor yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur


dibawah 2 bulan :
1) sosio ekonomi yang rendah
2) gizi kurang
3) berat bayi lahir rendah
4) tingkat pendidikan yang rendah
5) pelayanan kesehatan rendah
6) kepadatan tempat tinggal
7) penyakit kronis
8) imunisasi yang tidak lengkap.

16
E. Manifestasi Klinis
 Demam, kesulitan bernafas, dan >1 manifestasi berikut: takipnea, batuk, nafas
cuping hidung, retraksi, crackle, penurunan bunyi nafas
 Dapat disertai pula dengan latergi, nafsu makan yang buruk, atau nyeri lokal
pada dada atau abdomen
 Demam, takipnea, dan retraksi interkostal lebih terpercaya untuk menegakkan
diagnosis pneumonia pada anak dibandingkan auskultasi
 Takipnea (frekuensi nafas >50 x/menit ) merupakan indikator paling sensitif
untuk pneumonia pada anak
 Mengi dan inferinflasi mengindikasi bahwa penyakit disebabkan oleh virus pada
anak yang berusia lebih muda, dan Mycoplasma pada anak yang lebih tua
 Pada anak yang lebih tua, riwayat kesulitan bernafas lebih membantu
menegakkan pneumonia ketimbang retraksi nyata
 Anak yang lebih tua dapat menunjukkan tanda-tanda klasik seperti perkusi
redup, crackle, bunyi nafas bronkial, peningkatan fremitus taktil
 Tipikal : demam, menggigil, nyeri pada pleuritik, dan batuk yang produktif
 Atipikal : onset yang muncul bertahap dalam beberapa hari hingga minggu,
didominasi oleh gejala nyeri kepala dan malaise, batuk nonproduktif, dan
demam derajat rendah

F. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, paru-paru dilindungi system pertahanan terhadap


infeksi oleh berbagai mekanisme. Infeksi paru-paru bisa terjadi apabila satu
atau lebih mekanisme pertahanan terganggu oleh organisme secara aspirasi
atau melalui penyebaran hematogen. Aspirasi adalah cara yang lebih sering
terjadi.

Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi primer atau komplikasi dari
suhu penyakit virus, seperti mobile atau varicella. Virus tidak hanya merusak
sel epitel bersilia tetapi juga merusak sel goblet dan kelenjar mukus pada
bronkus sehingga merusak clearance mukosilla.

17
Apabila kuman pathogen mencapai bronkoli terminalis, cairan edema
masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian
makrofag akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas
lebih ke segala atau lobus yang sama atau mungkin ke bagian lain dari paru-
paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran limfe paru,
bakteri dapat mencapai aliran darah atau pluro viscelaris. Karena jaringan paru
mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun,
serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/shunt
kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada
hipoksia . kerja jantung mungkin meningkat oleh karena saturasi oksigen yang
menurun hiperkapnea. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal napas.

Berdasarkan pedoman MTBS (2015), pneumonia dapat dikategorikan


berdasarkan tanda dan gejala yang ada. Klasifikasi ini dibentuk agar petugas
kesehatan dapat menentukan tindakan yang perlu diambil. Sehingga anak
tidak terlambat mendapatkan penanganan.

Klasifikasi tersebut adalah:

1. Pneumonia berat atau penyakit snagat berat, apabila terdapat gejala:


1) Tarikan dinding dada ke dalam
2) Saturasi oksigen < 90 %
2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat.
3. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda tanda pneumonia atau
penyakit sangat berat.

18
Patofisiologi

Agen penginfeksi

Merusak pertahanan saluran nafas

Reaksi radang akut

1. Demam
2. leukositosis

3.
Menginfeksi alveoli Menginfeksi bronkus

Edema dan memproduksi secret


Memproduksi secret

Secret menumpuk di internal paru & cavum alveoli => auskultasi : Menghalangi jalan napas:
hipersonor
1. Usaha
respirasi/retraksi
otot bantu
*auskultasi :hipersonor meningkat
Membrn resp. Kelembapan saluran Eksudasi pada
2. Ronkhi
mjd > tebal nafas meningkat interstisial 3. Ventilasi
peruabahan AGD menuruns=>difusi
menurun
4. Jika mengenai
pleura: pleuritis =>
nyeri dada

Bronkiolus

Komplimen paru Difusi gas menurun


menurun
1. Perubahan
AGD
1.respirasi Jalan nafas menyempit
2. PO2
dangkal => RR menurun
*wheezing
meningkat PCO2
meningkat
=> asidosi
19
G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium

Biasanya di dapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3. Dalam


keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100
mm/jam. Saat dilakukan biakan sputum, darah, atau jika dimungkinkan
cairan efusi pleura, untuk biakan aerobik dan anaerobik, untuk selanjutnya
dibuat pewarnaan gram sebagai pegangan dalam pemberian antibiotik.
Sebaiknya diusahakan agar biakan dibuat dari sputum saluran pernafasan
bagian bawah. Selain contoh sputum yang diperoleh dari batuk, bahan
dapat diperoleh dari swap tenggorokan atau laring, pengisapan lewat
trakhea, bronkhoskopi, atau pengisapan lewat dada bergantung pada
indikasinya, pemeriksaan analisa gas darah (AGD/Astrup) menunjukkan
hipoksemia sebab terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi di daerah
pneumonia.

2. Pemeriksaan Radiologis

Sebaiknya di buat foto thoraks posterior-anterior dan lateral untuk


melihat keberadaan konsolidasi retrokardial sehingga lebih mudah untuk
menentukan lobus mana yang terkena karena setiap lobus memiliki
kemungkinan untuk terkena. Meskipun lobus inferior lebih sering terkena,
lobus atas dan lobus tengah juga dapat terkena, yang khas adalah tampak
gambaran konsolidasi homogen sesuai denganletak anatomi lobus yang
terkena.

20
H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis

Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45˚. Kematian


sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan
penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan
keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dengan baik, pemberian O2
yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di alveoli-arteri, dan
mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang
tidak beracun (PO2 40) untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70
mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.

Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh


untuk mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum.
Bronkodilator seperti Aminofilin dapat memberikan untuk memperbaiki
drainase sekret dan distribusin ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul
dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah
yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi

21
hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan
melakukan dekompresi lambung. Bila hipotensi tidak dapat diatasi bisa
dipasangkan kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin (2-5 πg/kg/menit). Bila
perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pada pleura.

Pemberian antibiotik terpilih seperti seperti penisilin diberikan secara


intramuskular 2 x 600.000 unit perhari. Penisilin diberikan selama sekurang-
kurangnya seminggu sampai klien tidak mengalami sesak nafas lagiselama
tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema
memerluka antibiotik lebih lama. Untuk klien yang alergi terhadap penisilin
dapat diberikan Eritromisin.

Pemberian Sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap


penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari
tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu, denyut
nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada 20%
klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi.

I. Pengkajian

1. Usia, pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak
terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi
pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan.
2. Keluhan utama sesak napas
3. Riwayat penyakit:
1) Pneumonia virus

Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk rhinitis


dan batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.
Pneumonia virus tidak dapat dibedakan dengan pneumonia bakteri dan
mukuplasma.

22
2) Pneumonia stafilokokus (bacteri)

Didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah


dalam beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan
mengalami kesulitan pernapasan.

4. Riwayat penyakit dahulu :


1) Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas.
2) Riwayat penyakit campak/fertusis (pada bronkopneumonia).

5. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi, perlu diperhatikan adanya tahipnea, dyspnea, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk
semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada
waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak 2bulan – 12
bulan adalah 50x/mnt atau lebih, dan pada anak berusia 12 bulan –
5tahun adalah 40x/mnt atau lebih. Perlu diperhatikan adanya
tarikan dinding dada kedalam fase inspirasi. Pada pneumonia berat,
tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.
2) Palpasi, suara redup pada sis yang sakit, hati mungkin membesar ,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi
mungkin mengalami peningkatan (tachycardia).
3) Perkusi, suara redup pada sisi yang sakit
4) Auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara
mendekatkan telinga kehidung atau mulut bayi.anak yang
pneumonia akan terdengar ronkhi halus pada sisi yang skait dan
ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi,
bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.

6. Penegak diagnosis atau data penunjang


1) Pemeriksaan laboratorium

23
a. Leukosit 18.000 – 40.000/mm3
b. Hitung jenis leukosit
c. LED meningkat
2) X-foto dada

Terdapat bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang


meliputi satu/sebagian besar lobus/ lobules.

J. Asuhan Keperawatan Pneumonia Pada Anak

Diagonosa keperawatan

1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya


secret
2. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan obstruksi bronchial
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan
akumulasi eksudat
4. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya
intake dan tachypea
5. Kecemasan berhubungan dengan dyspnea dan hospitalisasi
6. Urangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan perwatan
dirumah

Perencanaan

1. Jalan nafas bersih yang ditandai dengan tidak ada bising suara nafas ( rales
atau ronki )
2. Pola nafas efektif yang ditandai dengan pernafasan teratur, rhythm dan
tidak ada penggunaan otot otot accessory pernafasan
3. Pertukaran gas adekuat yang ditandai dengan anak tidak gelisah, dan tidak
ada sianosis
4. Cairan seimbang yang ditandai dengan turgor kulit normal, urine output
sesuai, membran mukosa lembab, dan berat badan dapat dipertahankan
5. Kecemasan menurun yang ditandai dengan anak tidak labil, meningkatnya
istirahat, tanda vital dalam batas normal, dan postur tubuh relaks
6. Orang tua secara verbal memahami proses penyakit dan perawatan pada
anak

24
Implementasi

Diagnosa 1, 2 dan 3. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dan meningkatkan


pertukaran gas yang adekuat

- Kaji status pernafasan setiap 2 jam, suara nafas, teratur, atau tidak teratur,
rhythm, penggunaan otot otot accessory, warna kulit tanda tanda vital, dan
tingkat kegelisahan.
- Buat jadwal fisioterapi dada sebelum makan dan istirahat
- Tinggikan posisi kepala di atas tempat tidur ( hindari menggunakan posisi
duduk pada bayi karena dapat meningkatkan tekanan diafragma
- Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
- Bila anak toleran, berikan kebebasan untuk memilih posisi yang nyaman
- Kaji batuk, dan kedalaman pernafasan
- Berikan oksigen sesuaiogram dan monitor “ pulse oximetry “
- Rencanakan dan buat jadwal secara periodik untuk istirahat
- Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi ( buku-buku, puzzles, video
games dll )

Diagnosa 4. Mempertahankan hidrasi yang adekuat

- Kaji turgor kulit dan membran mukosa


- Berikan cairan per oral atau intravena terapi
- Monitor intake dan output
- Kaji tanda tanda dehidrasi ( oliguria, ubun ubun cekung, berat badan
menurun )
- Timbang berat badan
- Kaji demam setiap 4 jam dan berikan antipiretik, analgesik dan antibiotik
sesuai program

Diagnosa 5. Berikan support psikososial untuk mengurangi keceman anak dan


orang tua

- Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dengan bahasa yang mudah
dimengerti
- Anjurkan orang tua untuk menemani anak
- Ajarkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaan secara verbal
dan perhatian serta respon yang empati

25
Diagnosa 6. Meningkatkan pengetahuan orang tua

- Jelaskan tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatannya


- Lihat perencanaan pemulangan

Perencanaan pemulangan

- Instuksikan untuk memberikan cairan yang adekuat dan istirahat


- Instruksikan orang tua untuk memberikan obat antipiretik bila demam dan
sushu di atas 38,4 C sesuai program
- Instruksikan orang tua untuk memberikan antibiotik sesuai dengan dosis
dan waktu
- Berikan cairan hangat atau buah buahan yang toleran, juice apel,lemon,
pedialyte untuk memudahkan atau mengencerkan sekresi
- Hindari merokok dekat dengan anak yang sakit
- Instruksikan untuk melakukan follow up ( kintrol ulang ) sesuai dengan
yang dijadwalkan

26
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pneumonia adalah adanya inflamasi, pembengkakan atau peradangan pada


jaringan parenkim paru yang biasanya dikaitkan dengan pengisian alveoli
dengan cairan. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang sangat erat dengan
kondisi lingkungan.

Penularan pneumonia menggunakan udara sebagai media penularannya.


Kebutuhan kesehatan minimal harus memenuhi tiga aspek yaitu tersedianya
pencahayaan yang cukup, peghawaan yang baik, suhu udara normal dan
kelembapan normal. Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu
: umur, jenis kelamin, riwayat pemberian ASI eksklusif, luas ventilasi
ruangan.

Dalam keadaan normal, paru-paru dilindungi system pertahanan terhadap


infeksi oleh berbagai mekanisme. Infeksi paru-paru bisa terjadi apabila satu
atau lebih mekanisme pertahanan terganggu oleh organisme secara aspirasi
atau melalui penyebaran hematogen.

Pneumonia dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia berat atau penyakit


snagat berat, pneumonia, & batuk bukan pneumonia.

27
DAFTAR PUSTAKA

Yulani, Rita. Buku pegangan praktik klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak,
Edisi 2. Jakarta

Nugroho, Taufan. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit


Dalam. Yogyakarta

Lalani, Amina. Kegawatdaruratan Pediatri. Jakarta

JURNAL BERKALA EPIDEMIOLOGI, The Correlation Between Indoor Air


Pollution with the Incident of Toddler’s Pneumonia. Vol. 2, No. 3
September 2014: 392–403. // Diakses melalui Google Scholar pada tanggal
08/02/2018 .

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, The Indonesian Journal of Public


Health, ANALISIS FAKTOR RISIKO PEMBERIAN ASI DAN VENTILASI
KAMAR TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA BALITA Vol. 11 No. 1,
Desember 2016: 14–27. // Diakses melalui Google Scholar pada tanggal
08/02/2018 .

JOURNAL MATERNITY AND NEONATAL, Volume 1 No 6, Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Rambah Samo 1 Tahun 2014. // Diakses melalui Google Scholar
pada tanggal 08/02/2018 .

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 5,


Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346). HUBUNGAN ANTARA FAKTOR
LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA
PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEMIN I
KABUPATEN GUNUNG KIDUL. // Diakses melalui Google Scholar pada
tanggal 08/02/2018 .

28

Anda mungkin juga menyukai