Anda di halaman 1dari 14

NAMA : UMMUL HAERIAH

NIM :1713042024
KELAS : PENDIDIKAN KIMIA B
MATKUL: PROFESI KEGURUAN

1. Pengertian profesi,profesional,profesinalisme, profesionalitas dan profesionalisasi.


a. Profesi
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesi adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan
sebagainya) tertentu.
 Menurut John M Echols & Hassan Shadily (1990: 449), secara etimologi profesi
berasal dari kata profession yang berarti pekerjaan.
 Menurut Kamus Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1973),
profesi dijelaskan sebagai pekerjaan yang membutuhkan pendidikan yang lebih
lanjut dan latihan khusus.
 Dalam Good’s Dictionary of Education, profesi dijabarkan sebagai suatu
pekerjaan yang meminta persiapan spesalisasi yang relatif lama di perguruan tinggi,
dan berpedoman kepada kode etik khusus.
 Menurut Sanusi et.al (1991: 19), profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian (experties) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara
khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
 Menurut Webstar (1989 :45), profesi artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin
atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang
diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.
 Menurut Komara (2012: 102), prosesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang
menuntut keahlian tertentu,artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut
sebagai profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan
persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.
b. Profesional
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesional adalah
bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
 Menurut Kamus Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1973),
profesional adalah kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang yang
menduduki suatu profesi.
 Menurut Sanusi et.al (1991:19), profesional menunjuk pada dua hal. Pertama,
orang yang menyandang suatu profesi. Kedua, penampilan seseorang dalam
melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini,
profesional dikontraskan dengan non-profesional atau amatir.
 Menurut UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen,profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi.
 Menurut John M Echols & Hassan Shadily (1990: 449), profesional artinya
orang yang ahli atau tenaga ahli.
c. Profesionalisme
 Menurut John M Echols & Hassan Shadily (1990: 449), profesionalsime artinya
sifat profesional.
 Menurut Sanusi et.al (1991:19), profesionalisme menunjuk kepada komitmen para
anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-
menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan
yang sesuai dengan profesinya.
 Menurut Ahmad Tafsir (1992:107), profesionalisme merupakan paham yang
mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.
 Menurut Mulyasana (2011: 49), Profesionalisme adalah suatu bidang pekerjaan
yang berbasis pada keahlan tertentu.
 Menurut Wikipedia.org, Profesionalisme ialah sifat-sifat (kemampuan, kamahiran,
cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat
pada atau dilakukan oleh seoang profesional.
 Menurut Pamudji (1985), profesionalisme adalah lapangan kerja tertentu yang
diduduki oleh orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu pula.
d. Profesionalitas
 Menurut Usman (2007), profesionalitas adalah suatu sebutan terhadap kualitas
sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan
keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya.
 Menurut Mina (2017), profesionalitas adalah sikap para anggota profesi yang
benar-benar mengusai, sungguh-sungguh kepada profesinya.
e. Profesionalisasi
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesionalisasi adalah proses
membuat suatu badan organisasi agar menjadi profesional.
 Menurut Sanusi et.al (1991:19), Profesionalisasi merupakan serangkaian proses
pengembangan profesional baik dilakukan melalui pendidikan atau latihan “pra-
jabatan”, maupun “dalam jabatan”.
 Menurut Dedi Supriadi (1998), profesionalisasi adalah pendidikan prajabatan
dan/atau dalam jabatan.
 Menurut Sya’bani ( 2018:26), profesionalisasi adalah usaha atau proses
perwujudan dan peningkatan profesi untuk mencapai kriteria yang sudah
ditetapkan.
2. Sejarah perkembangan profesi keguruan

Pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak


berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidikan
Indonesia, Nasution (1987) sejarah jelas melukiskan perkembangan guru di Indonesia. Pada
mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang
ditambah dengan orang-orang yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali
didirikan di Solo tahun 1852. Karena mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia
Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:

1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
2. Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
3. Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
5. Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga
yang pernah mengecap pendidikan.

Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebadai jabatan profesional penuh, status
mulai membaik. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang
mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR. PGRI dilahirkan
tepat 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan tepatnya 25 November 1945.

Dalam sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat
tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang
yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas,
mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah
pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar sejalan dengan kamajuan
zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat
tentang imbalan atau balas jasa.

Meskipun sekolah Guru telah diadakan, namun kurikulumnya masih lebih


mementingkan pengetahuan yang akan diajarkan disekolah, sedangkan materi ilmu
mendidikan psikologi belum dicantumkan secara khusus didalamnya. Sejalan dengan
pendirian sekolah-sekolah yag lebih tinggi tingkatannya dari sekolah umum seperti Hollands
Indlandse School(HIS), Meer Uitgebreid Lagere ONderwijs (MULO), Hogere Burgeschool
(HBS), dan Algemene Middlebare School(AMS), secara berangsur-angsur didirikan pula
lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus penyiapan guru; seperti Hogere Kweekschool
(HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte(HA) untuk calon kepala sekolah.

Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang
kemerdekaan. Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru meningkatkan jenjang
kualifikasi dan mutunya saat ini lembaga tunggal untuk pendidikan guru, yakni Lemabga
Pendidikan Tenaga Kpendidikan (LPTK).

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru


memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan
dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era
hiperkompetisi.

Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap
berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan
peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial,
emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus
mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki
mutualkorelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak
terutama pengambil kebijakan :

1. Profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya


gaji berimplikasi pada kinerjanya

2. Profesionalisme guru masih rendah. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada
lima penyebab rendahnya profesionalisme guru:

· Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total

· Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan

· Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilankebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya
kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan

· Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang
diberikankepada calon guru

· Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis
memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkankesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat adanya
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya
untuk mencari alternative untuk meningkatkan profesi guru. Pemerintah telah berupaya untuk
meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan
jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai
perguruan tinggi.

Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guruSD, Diploma III bagi guru-guru SLTP
dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak
bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan
perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah
adalah program sertifikasi. Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia
untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG
(Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkanmasalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi,
1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses
ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan,
penegakan kodeetik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara
bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.Dari
beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting
agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan
banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah
tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari
pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama
berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan
negara-negara.

3. Syarat-syarat profesi keguruan


 Menurut Robert W. Richey (Arikunto, 1990:235) mengemukakan ciri-ciri dan syarat-
syarat profesi yaitu:
1) Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan
kepentingan pribadi.
2) Seorang pekerja profesional,secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk
mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang
mendukung keahliannya.
3) Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti
perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
4) Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap, dan cara kerja.
5) Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6) Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam
profesi serta kesejahteraan anggotanya.
7) Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian.
8) Memandang profesi suatu karier hidup dan menjadi seorang anggota yang permanen.
 Menurut Ali (1985), profesi keguruan memerlukan persyaratan khusus yaitu:
1) Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan.
2) Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya.
3) Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4) Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
5) Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamkan kehidupan.
 Syarat profesi keguruan yaitu:
1) Standar untuk bekerja
2) Ada lembaga khusus untuk menghasilkan seorang guru yang memiliki kualitas guru.
3) Akedemik yang bertanggungjawab.
4) Memiliki organisasi keguruan.
5) Memiliki kode etik keguruan
6) Ada imbalan/gaji.
7) Pengakuan dari masyarakat.
8) Pengengembangan pengetahuan yang berkesinambungan.
9) Mementingkan layanan diatas kepentingan pribadi.
4. Guru sebagai profesi
Jabatan guru sebagai suatu profesi yaitu jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan
keahlian (pendidikan atau latihan) khusus dibidang kependidikan, perlu memiliki syarat-
syarat tertentu. Syarat-syarat itu untuk menjunjung martabat guru dan menjamin mutu
pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru
Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetens
(kahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan
pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien. Guru profesional adalah guru yang mengenal
dirinya, yaitu dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam
belajar. Guru dituntut mencari tahu terus-menerus bagaimana harusnya peserta didik dalam
belajar. Seorang guru harus memiliki sikap yang senantiasa dipupuk untuk mengenal diri dan
kehendak untuk memurnikan keguruannya.
Sebagai sebuah profesi, kompotensi guru termasuk didalamnya adalah bagaimna
seorang guru mengelola kelasnya sehingga tercipta sebuah kondisi yang kondusif untuk
pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran. Sebagai sebuah profesi, profesionalitas
merupakan suatu yang harus dipenuhi oleh para guru. Profesionalitas merupakan konsekuensi
logis atas profesi guru. Artinya, setiap guru harus dapat berbuat,berkata, dan bersikap sebagai
seorang profesional dengan segala konsekuensi yang harus ditanggungnya, karena guru
adalah sosok yang dapat digugu dan ditiru sehingga secara otomatis hal tersebut sudah
mencerminkan sikap profesional yang diharapkan dari guru.
Oleh karena itu orang yang menggeluti pekerjaan guru sebgai profesiinya, harus
melakukan berbagai hal terkait dengan ketentuan pokok atau kode etik guru. guru adalah
orang yang memiliki tanggung jawab yang mengandung pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan profesional yang terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam
semua aspeknya, baik spiritual, emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Guru
yang menjadikan profesinya untuk menyampaikan kepada siswa sehingga diharapkan
mencapai tujuan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Afriani, Lyhss. 2013. Sejarah Profesi Keguruan. Diakses 17 Febduari 2019. http://ilmu.co,.id

https://ms.wikipedia.org/wiki/Profesionalisme

Komara, Endang . 2012. Penelitian Tindak Kelas dan Peningkatan Profesionalitas Guru.
Bandung: PT.Refika Aditama.

Mina. 2017. Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisme, Profesionalitas dan


Profesionalisasi Menurut Para Ahli. Diakses 17 Februari 2019.https://pelajaran.co.id

Mudlofir, Ali. 2012. Pendidik Profesional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyasana, Dedy. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Saroni, Muhammad. 2017. Personal Branding Guru. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Sya’bani, Mohammad Ahyan Yusuf. 2018. Profesi Keguruan. Gresik: Caremedia


Communication.

Usman, Moh. Uzer. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
NAMA : UMMUL HAERIAH
NIM :1713042024
KELAS : PENDIDIKAN KIMIA B
MATKUL: PROFESI KEGURUAN

1. KODE ETIK GURU DIINDONESIA DAN SANKSI


A. Kode Etik Guru

Secara umum kode etik dapat diartikan sebagai nilai, norma dan aturan yang
mengatur tentang apa yang seharusnya dilakukan dan yang tidak harus dilakukanoleh
profesional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kode etik guru adalah aturan-aturan, nilai
dan norma yang disepakati dan diterima oleh guru seluruh indonesia sebagai pedoman dalam
menjalankan profesinya.
Tujuan kode etik guru indonesia adalah menempatkan guru sebgai pekerjaan
terhormat, mulia dan bermartabat dimasyarakat yang dilindungi undang-undang.
Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral
yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan
peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan se profesi, organisasi profesi, dan
pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
1. Nilai-nilai agama dan Pancasila
2. Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
3. Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan
kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
Dalam Kode Etik Guru memuat hubungan, yaitu:
1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik
2. Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa
3. Hubungan Guru dengan Masyarakat
4. Hubungan Guru dengan sekolah
5. Hubungan Guru dengan Profesi
6. Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya
7. Hubungan Guru dengan Pemerintah

Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma
profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat (Soetjipto dan Kosasi, 1999: 34). Kode etik guru di Indonesia antara lain:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Maka menilik Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik Dan Kompetensi Guru, Berkaitan dengan Kompetensi Guru pada poin
Kompetensi Kepribadian, bahwa guru harus Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Adapun Isi Pokok Kode Etik Guru dan Dosen adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang berlaku
3. Mematuhi norma dan etika susila
4. Menghormati kebebasan akademik
5. Melaksanakan tridarma perguruan tinggi
6. Menghormati kebebasan mimbar akademik
7. Mengukuti perkembangan ilmu
8. Mengembangkan sikap obyektif dan universal
9. Mengharagai hasil karya orang lain
10. Menciptakan kehidupan sekolah/kampus yang kondusif
11. Mengutamakan tugas dari kepentingan lain
12. Pelanggaran terhadap kode etik guru dan dosen dapat dikenai sanksi akademik,
administrasi dan moral.
B. PELANGGARAN DAN SANKSI KODE ETIK
Guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik
bahwa pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus
kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada
profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD No 14 tahun 2005
ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
pendidik sebagai agen pembelajaran. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi
pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Pelanggaran Kode Etik, Pelaksanaan dan Sanksi
Pelanggaran kode etik adalah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota
kelompok profesi dari kode etik profesi di mata masyarakat. Karena sanksinya yang lemah,
sebatas sanksi moral (atau sanksi administratif) maka kadang-kadang banyak anggota suatu
profesi yang melanggar etika profesi, yang telah dibuatnya. Beberapa alasan yang
menyebabkan pelangaran terhadap etika profesi tersebut, antara lain:
a. Lemah Iman.
Seseorang yang lemah imannya, menimbulkan lemah moralnya yang memungkinkan
terjadinya pelanggaran rumusan moral yang sudah diyakini baiknya dan yang sudah
disepakati untuk mentaatinya.
b. Pengaruh kedekatan hubungan
Kedekatan hubungan antara seseorang baik karena faktor keluar (nasab) atau faktor
kedekatan lainnya bisa menimbulkan pelanggaran terhadap etika profesi.
c. Pengaruh sistem yang berlaku
Kadang-kadang ada suatu sistem yang memberi peluang untuk tidak mentaati etika
profesi yang berlaku. Umpama jabatan hakim. Ia sebagai pegawai negeri tunduk pada hukum
kepegawaian Pegawai Negeri Sipil (eksekutif). Padahal Hakim sebagai unsur yudikatif ia
harus melaksanakan fungsi yudikatif yang harus bebas dari pengaruh siapapun.
d. Pengaruh materialisme dan konsumerisme
Karena tidak tahan terhadap pengaruh materialisme dan konsumerisme banyak
anggota profesi tertentu yang kadang-kadang mengabaikan dan melanggar etika profesinya.
Langkah untuk mengatasi agar etika dipatuhi oleh setiap anggota profesi, antara lain pertama:
peningkatan kualitas iman, melalui pembinaan mental yang kontinyu dan melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya secara benar dan sempurna, kedua: perlu sanksi yang jelas,
tegas, mengikat dan berat bagi pelanggar etika profesi. Sebab pada dasarnya pelanggaran
yang dilakukan oleh orang yang berilmu seharusnya lebih berat sanksinya dibanding
pelanggaran yang dilakukan oleh orang bodoh.
Dalam rangka menegakkan etika bagi setiap profesi baik profesi pada umumnya
maupun profesi luhur, maka ditentukanlah prinsip-prinsip yang wajib ditaati. Prinsip-prinsip
ini umumnya dituangkan dalam kode etik profesi yang bersangkutan. Kode etik disusun oleh
mereka yang memiliki profesi tersebut. Hal itu biasanya disusun oleh lembaga/institusi
profesi tersebut. Umpamanya disebutkan Kode Etik Profesi guru dan dosen ialah aturan
tertulis yang harus dipedomani oleh setiap guru dan dosen dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai guru dan dosen. Apabila salah satu anggota kelompok profesi tersebut berbuat
menyimpang dari kode etiknya atau melanggar etika yang seharusnya ia taati, maka
kelompok proefesi itu akan tercemar di mata masyarakat, dan ia akan diberi sanksi
sebagaimana yang disebutkan dalam kode etiknya.
Dalam UUD 1945 pelanggaran, pelaksanaan dan saksi kode etik yaitu:
Pasal 7
a) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru
Indonesia.
b) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia
kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Pasal 8
a) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru
Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
b) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
c) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap
Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus objektif
3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru
yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib
melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat
yang berwenang.
6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan
organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
2. PENGEMBANGAN SIKAP PROFESI KEGURUAN
Pengembangan Sikap Profesional dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu
profesional, maupun mutu layanan, guru juga harus meningkatkan sikap profesionalnya.
Pengembangan sikap profesional dapat dilakukan selagi dalam pendidikan prajabatan
maupun selagi bertugas (dalam jabatan).

1. Pengembangan Sikap selama Pendidikan Prajabatan

Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang diperlukandalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat
unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya.
Oleh sebeb itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi
perhatian siswa dan masyarakat.

Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak
calon guru memulai pendidikannya dilembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan,
contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional di
rancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan
prajabatan.Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-
product ) dari pengetahuan yang di peroleh calon guru. Sementara itu tentu saja pembentukan
sikap dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman dan penghayatan khusus
yang di rencanakan. Sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan
Pengalaman Pancasila (P4) yang diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar
sampai perguruan tinggi.

2. Pengembangan Sikap selama dalam Jabatan

Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai


mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam
rangkapeningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdian seabgai guru. Seperti
telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti
penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui
media massa televisi, radio koran dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini sering
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus juga dapat meningkatkan sikap
profesional keguruan.

3. STANDAR KOMPETENSI KEGURUAN


Standar Kompetensi Guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar
berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan
jenjang pendidikan.
Standar Kompetensi Guru bertujuan untuk memperoleh acuan baku dalam
pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas guru dalam meningkatkan
kualitas proses pembelajaran.
Dengan demikian, Standar Kompetensi Guru berfungsi sebagai :
1. Tolok ukur semua pihak yang berkepentingan di bidang pendidikan dalam rangka
pembinaan, peningkatan kualitas dan penjenjangan karir guru.
2. Meningkatkan kinerja guru dalam bentuk kreatifitas, inovasi, keterampilan, kemandirian,
dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan profesional.

Berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal
10 ayat (1) menyatakan bahwa “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”
1. Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia.
3. Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan
metodologi keilmuannya.
4. Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mudlofir, 2013, Pendidik Profesional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Inayah. 2015. Standar Kompetensi Guru. Diakses 25Februari 2019.


https://www.seputarpengetahuan.co.id

Mujtahid. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Malang: UIN-Malang Press.

Noviyanti. 2018. Kode Etik Guru Indonesia, Pengertian, Fungsi dan Tujua. Diakses 25
Februari 2019. https://www.bagi-in.com/kode-etik-guru.

Ondi, saondi, 2010, Etika Profesi Keguruan. Bandung: PT.Refika Aditama.

Pratama, Ahmad. 2016. Kode Etik Guru Indonesia. Diakses25 Februari 2019.
https://www.padamu.net/kode-etik-guru-indonesia.

Soetjipto, Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai