Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA : ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

Disusun Oleh :
Septiani Dian Safitri
P27220015 169

D-IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2018 / 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA : ISOLASI SOSIAL

A. Definisi
1. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Purba, dkk. 2008).
2. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan
cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami,
dkk. 2009).
3. Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang
negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
4. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (
Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi
Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,2006).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan
dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada
masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu
yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak
mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol,
hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus,
aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Pra remaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan
yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan
maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya
maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain.
Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan
tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup,
teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi.
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat
merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.

C. Pohon Masalah

Sumber: (Keliat, 2006)

D. Tanda Dan Gejala


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

E. Akibat Yang Ditimbulkan


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya
perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi
adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau
persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat
bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari
panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun
yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi
tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan
(pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi
yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

F. Petalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan
tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan
irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia
sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic
(Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian
jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-
masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan
cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya
(Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung
rokok sembarangan dan sebagainya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan,
agama, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak
interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari ,
dependen.
3. Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua
yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai
suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (
korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain
yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB)
dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak
efektifnya koping individu : koping defensif.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012 pada
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/
Nita Fitria. 2009.
PrinsipDasardanAplikasiPenulisanLaporanPendahuluandanStrategiP
elaksanaanTindakanKeperawatanuntuk 7 Diagnosis
KeperawatanJiwaBerat. Jakarta: SalembaMedika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai