RONDE KEPERAWATAN
Disusun Oleh :
1. Dian Hariani Chandra Ningtyas (P27220015 143)
2. Fransisca Anggraeni (P27220015 150)
3. Mahasari Pamungkas Putri (P27220015 155)
4. Mawar Sekar Arum (P27220015 156)
5. Mufid Bangkit Sukmawan (P27220015 157)
6. Ratna Monica Rosidi (P27220015 165)
7. Septiani Dian Safitri (P27220015 169)
8. Siti Romadhoni (P27220015 171)
9. Tino Putra Pamungkas (P27220015 173)
10. Winda Ayu Fitaloka (P27220015 176)
1) Latar Belakang
Peningkatan mutu asuhan keperawatan sesuai dengan tuntutan
masyarakat dan perkembangan IPTEK maka perlu pengembangan dan
pelaksanaan suatu model asuhan keperawatan professional yang efektif
dan efisien.
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode
pemberian pelayanan keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah
ronde keperawatan, yaitu suatu metode untuk menggali dan membahas
secara mendalam masalah keperawatan yang terjadi pada pasien dan
kebutuhan pasien akan keperawatan yang dilakukan oleh perawat primer
ataupun perawat pelaksana, konselor, kepala ruangan, dan seluruh tim
keperawatan dengan melibatkan pasien secara langsung sebagai focus
kegiatan.
Ronde keperawatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat
selain melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan
keperawatan. (Nursalam, 2011)
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk
membahas lebih dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan
suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepekaan dan cara berpikir
kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan
dan pengaplikasian konsep teori ke dalam praktik keperawatan.
2) Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan role play mengenai ronde keperawatan, mahasiswa
Keperawatan Poltekkes Surakarta diharapkan mampu memahami dan
menerapkan ronde keperawatan dengan menggunakan prinsip-prinsip
yang benar.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Surakarta dapat menumbuhkan
cara berpikir kritis dan sistematis.
b. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Surakarta dapat meningkatkan
kemampuan validasi data pasien.
c. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Surakarta dapat meningkatkan
kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
d. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Surakarta dapat menumbuhkan
pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah pasien.
e. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Surakarta dapat meningkatkan
kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
f. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Surakarta dapat meningkatkan
kemampuan justifikasi.
g. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Surakarta dapat meningkatkan
kemampuan menilai hasil kerja.
3) Setting Tempat
MONITOR
LCD -
PROYEKTOR
Ka. PP
Tim
1 1
Ahli Gizi
Meja diskusi Perawat
Ka. PP
Tim Pelaksana
2
2
KaRu
Ka. PP
Tim
3 3
Observer
Pembukaan Kepala
1. Salam pembuka. Ruangan
2. Memperkenalkan tim (KaRu)
ronde.
3. Menyampaikan Ruang
-
identitas dan masalah edukasi
pasien.
4. Menjelaskan tujuan
ronde.
4. Menentukkan KaRu
tindakan keperawatan
pada masalah
prioritas yang telah
ditetapkan.
6) Media
1. Laptop
2. LCD-proyektor
3. Dokumen/Status pasien
4. Sarana diskusi : kertas, bolpoin.
5. Materi yang disampaikan secara lisan.
8) Lampiran Materi
Konsep Diabetes Mellitus (DM)
1. Definisi Diabetes Melitus (DM)
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik
yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh
gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai macam komplikasi
kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam
mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2010).
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hipergelikemia. Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Hasdianah & Suprapto dalam Nurlina, 2014)
2. Tanda dan gejala
Menurut Arif Mansjoer (2010) bahwa tanda dan gejala dari DM
berdasarkan tipenya adalah :
Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan
somnolen yang berlangsung agak lama, beberapa hari atau
seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal
jika tidak segera mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adanya terapi insulin
untuk mengontrol karbohidrat di dalam sel.
Manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II antara lain :
a. Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnose untuk NIDDM
ini dibuat setelah adanya pemeriksaan darah serta tes toleransi
glukosa di dalam laboratorium
b. Hiperglikemi berat
c. Polidipsia
d. Poliuria
e. Lemah dan somnolen
3. Komplikasi DM
Menurut Arif Mansjoer (2010) bahwa komplikasi dari DM adalah :
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi
akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini
adalah makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh
darah besar, kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke
pembuuluh darah kecil bisa menyerang mata (retinopati), dan
ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga yaitu neuropati yang
mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain,
menyebabkan penyakit jantung, sirosis hati dan gagal ginjal,
impotensi dan infeksi, gangguan penglihatan (mata kabur bahkan
kebutaan), luka infesi dalam , penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post
debridement komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan
luka tidak ditangani dengan prinsip steril.
4. Patofisiologi
Arif Mansjoer (2010) mengatakan bahwa pada diabetes tipe ini
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin itu
sendiri, antara lain : resisten insulin dangangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin terikat pada reseptor khusus di permukaan sel.
Akibat dari terikatnya insulin tersebut maka, akan terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam sel tersebut.
Resistensi glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat disertai
adanya penurunan reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal-hal
tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa oleh
jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk
pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan. Pada pasien
atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini
diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar
glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam angka normal atau
sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar
glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes
Melitus Tipe II ini.
Menurut Yu Wei C dalam Lies Maisyarah, Yustar Mulyadi dan
Virhan Novianry Adanya gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas dari diabetes mellitus tipe II ini mengakibatkan kerja kadar gula
yang tidak stabil memicu peradangan hati. Peradangan ini mendorong
munculnya lemak dihati non alcohol (NAFLD). Disebut demikian
karena alcohol rentan menyebabkan penimbunan lemak di hati.
Setelahnya, NAFLD berpotensi berkembang menjadi penyalit hati
kronis. Fase perlemakan hati non alcohol (NAFLD) umumnya terjadi
pada diabetes tipe 2 karena pada jenis diabetes ini terjadi resistensi
insulin yang mungkin pula berdampak pada organ hati. Akibatnya
timbul peradangan hati yang akan mendorong akumulasi lemak didalam
hati. Lemak ini merusak dan menduduki tempat-tempat sel hati.
Akhirnya, hati lama-kelamaan terdesak dan tidak kebagian tempat,
selain mengakibatkan terganggunya fungsi hati yang dapat
menyebabkan peradangan pada hati, sekresi insulin juga dapat
menyebabkan terganggunya fungsi ginjal hingga terjadinya CKD,
menurut Hendromartono dalam Janis Rivandi dan Ade Yonata (2015)
bahwa terjadinya CKD diakibatkan karena hiperfiltrasi yang terjadi
pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan skleriosis
dari nefron tersebut. Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi
glomerulus pada nefropati diabetik kemungkinan disebabkan oleh
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang
diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan
glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan
hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang
diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam
serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti
kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi
nonenzimatik asam amino dan protein atau reaksi Mallard dan
Browning. Pada awalnya, glukosa akan mengikat residu amino serta
non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan
ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel
dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus,
akan terbentuk Advenced Glycation End-Product (AGEs) yang
ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa
kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan
dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi
sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide.
Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan
pementukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis. Dari kadar glukosa
yang tinggi menyebabkan terjadinya glikosilasi protein membran
basalis, sehingga terjadi penebalan selaput membran basalis, dan terjadi
pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis pada
mesangium sehingga lambat laun kapiler-kapiler glomerulus terdesak,
dan aliran darah terganggu yang dapat menyebabkan
glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron yang akan menimbulkan
nefropati diabetik. Nefropati diabetik menimbulkan berbagai perubahan
pada pembuluh-pembuluh kapiler dan arteri, penebalan selaput
endotelial, trombosis, adalah karakteristik dari mikroangiopati diabetik
dan mulai timbul setelah periode satu atau dua tahun menderita
Diabetes Melitus. Hipoksia dan iskemia jaringan-jaringan tubuh dapat
timbul akibat dari mikroangiopati khususnya terjadi pada retina dan
ginjal. Manifestasi mikroangiopati pada ginjal adalah nefropati diabetik,
dimana akan terjadi gangguan faal ginjal yang kemudian menjadi
kegagalan faal ginjal menahun pada penderita yang telah lama
mengidap Diabetes Melitus
Gang.
Perfusi Nyeri
jaringan
7. Penatalaksanaan
Menurut Arif Mansjoer (2010) penatalaksanaan DM adalah :
a. Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah
Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa)
2) Pemeriksaan urine dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna
yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata
(++++).
3) Pemeriksaan kultur pus, bertujuan untuk mengetahui jenis
kuman yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan
rencana tindakan selanjutnya.
4) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan
tindakan pembedahan
c. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya
penderita setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu
termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.
Menurut Adam JMF dalam Sudoyo (2009 ) penatalaksaan secara
medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin apabila :
a) Ada penurunan BB dengan drastic
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
Menurut Adam JMF dalam Sudoyo (2009), dalam penatalaksaan
medis secara keperawatan yaitu :
1) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
2) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil,
jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya
ulkus.
3) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya
secara mandiri dan optimal.
4) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali
sesudah makan dan pada malam hari.
5) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi
bagi penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui
tanda gejala komplikasi pada dirinya dan mampu
menghindarinya.
6) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu
mengontrol energy yang dikeluarkan.
7) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah
seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas ditempat tidur
jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu
dilakukan pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk
mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi luka
setelah dilakukan operasi debridement tersebut. Diagnosa
keperawatan
7. Diagnose keperawatan
Menurut SDKI, 2016
a. Kelelahan
b. Gangguan perfusi jaringan
c. Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah
d. Resiko kekurangan volume cairan
e. Nyeri akut berhubungan dengan penyakit.
f. Kerusakan integritas kulit
8. Perencanaan keperawatan
Menurut NANDA, 2015
a. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah.
1) Tujuan :
Nutrisi adekuat / seimbang
2) Criteria hasil :
BB meningkat / tetap, nafsu makan meningkat, IMT ideal
3) Rencana tindakan :
a) Observasi TTV
Rasional :
Mengetahui perkembangan kondisi pasien
b) Monitor berat badan pasien
Rasional :
Menentukan tingkat IMT dan status nutrisi pasien
c) Kaji nafsu makan
Rasional :
Mengetahui tingkat nafsu makan pasien
d) Kaji status gizi pasien
Rasional :
Menentukan tingkat kecukupan gizi dan status gizi
pasien
e) Edukasi pentingnya kecukupan nutrisi
Rasional :
Meningkatkan nafsu makan pasien
f) Kolaborasi dengan tim medi lainnya dalam pemberian
program terapi dan suhan keperawatan
Rasional :
Mempercepat proses penyembuhan
b. Nyeri akut berhubungan dengan penyakit.
1) Tujuan :
Nyeri berkurang/ hilang
2) Kriteria hasil :
Nyeri hilang/ terkontrol, pasien tampak rileks, mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
3) Rencana tindakan
a) Observasi tanda-tanda vital
Rasional :
Untuk mengetahui keadaan klien, adanya takikardi, sesak
nafas atau hipertensi.
b) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional :
Berguna untuk keefektifan obat dan kemajuan
penyembuhan
c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional :
Oksigen yang masuk dengan konsentrasi tinggi dapat
beredar kepembuluh darah sehingga merelaksasi daerah
yang nyeri.
d) Berikan posisi yang nyaman
Rasional :
Agar klien merasa nyaman dan nyeri berkurang.
e) Lakukan perawatan luka setiap hari dengan teknik aseptik
dan antiseptic
Rasional :
Bila luka bersih akan mempercepat penyatuan jaringan
yang terputus sehingga menurangi rasa nyeri.
f) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai dengan
indikasi
Rasional :
Untuk mengurangi rasa nyaman.
c. kelelahan
d. gangguan perfusi jaringan
e. Resiko kekurangan volume cairan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan
membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang
adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat
diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau
intensitas dari gejala seperti muntah dan pengeluaran urine
yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total.
Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan
hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.
2) Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan
darah ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan
darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke
duduk atau berdiri.
3) Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau
pernapasan yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan
yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris
terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan
pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis
terkoreksi.
4) Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot
bantu napas, adanya periode apnea dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan
frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja
pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau
kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada asidosis
5) Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan,
kering merupakan tanda dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan
membrane mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat.
7) Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal,
dan keefektifan terapi yang diberikan.
8) Ukur berat badan setiap hari.
R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti.
9) Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari
R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Tampak adanya asites pada pasien
b. Tampak adanya oedema pada kedua kaki pasien (pitting oedem
+)
4. Pemeriksaan penunjang
Hasil laborat :
Nama : Tn. I K S
Tanggal lahir : 20 Juni 1966
No RM : 18050734
Hasil pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik
Tanggal 18 desember 2018
5. Terapi obat
Tanggal 17 desember 2018
Furosemid 40 mg
Spironolakton 100mg
Tanggal 18 desember 2018
Novorapid 8 iu
Glukosa 5%
Tanggal 19 desember 2018
Sefriakson 1gr/12 jam
Nacl 0,9 % 8 tpm
Amonifusin heepar 500ml/24jam
Difenhidramin 10 mg/24jam
Laktulosa 10mg/12jam
Lantus solostar 0-0-8
Diagnose Keperawatan
Intervensi Keperawatan
No Intervensi
Dx
1. a. Monitor status hemodinamik pasien
b. Monitor intake output dan input cairan pasien
c. Berikan posisi untuk mengurangi oedema (posisi kaki lebih tinggi)
d. Berikan edukasi mengenai pembatasan cairan pada pasien
e. Kolaborasikan pemberian terapi farmakologi sesuai indikasi
a. Kolaborasikan pemberian diit sesuai
2. a. Monitor kepatuhan pasien dalam mengikuti program terapi di RS
b. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai program
terapi yang diberikan.
c. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai perawatan
pasien dirumah (berhubungan dengan diit, obat dan pola hidup)
d. Kolaborasikan pemberian diit sesuai selama pasien dirawat di RS
Daftar Pustaka