Disusun oleh :
I. Pengertian
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang
dilaksanakan oleh perawat, di samping pasien dilibatkan untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh
perawat primer atau konsulen, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga
melibatkan seluruh anggota tim.
Karakteristik :
Klien dilibatkan secara langsung
Klien merupakan fokus kegiatan
Perawat associate, perawat primer dan konsulen melakukan diskusi bersama
Konsulen memfasilitasi kreativitas
Konsulen membantu mengembangkan kemampuan perawat associate, perawatprimer
untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis
2.2 Tujuan Khusus
Memudahkan cara berpikir kritis dan sistematis
Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan
Menumbuhkan pemikiran tentang keperawatan yang berasal dari masalah pasien
Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan
Meningkatkan kemampuan justifikasi
Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
3. Peran
3.1 Perawat primer dan Perawat associate
Dalam melaksanakan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang
dapat memaksimalkan keberhasilan, antara lain :
Menjelaskan keadaan dan data demografi klien
Menjelaskan masalah keperawatan utama
Menjelaskan intervensi yang belum akan dilakukan
Menjelaskan tindakan selanjutnya
Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil
3.3 Langkah-langkah
Langlah-langkah yang diperlukan dalam ronde keperawatan adalah sebagai berikut :
proposal
Penetapan pasien
Validitas data
Penyajian masalah
Analisa data
Masalah Teratasi
Aplikasi hasil analisa dan diskusi
4. Pelaksanaan
4.1 Persiapan
a. Penetapan kasus minimal sehari sebelum waktu pelaksanaan ronde
b. Pemberian informed consent kepada klien dan keluarga
5. Pengorganisasian
a. Kepala Instalasi : Hanifati Akalili
b. Karu : Rusi Wahyuni
c. Katim : Rini Lusiana Ray
d. Perawat associate : Winni Gianita Eldi
: Dewi Lestari
: Nurul Masruroh
: Annisa Napreyani Utami
: Atika Putri Rahmadhani
: Safa Tiara Kiani
e. Perawat Konselor : Eka Nadya Rahmania
6. Penutup
Demikianlah proposal ronde keperawatan ini kami buat sebagai penilaian didalam
praktek manajemen keperawatan dan sebagai ronde keperawatan yang selanjutnya dapat lebih
baik lagi.
Mengetahui,
1. Tujuan
a. Menyelesaikan masalah-masalah keperawatan klien yang belum teratasi
b. TujuanKhusus
Menjustifikasikan masalah yang belum teratasi
Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat.
Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien
Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien
2. Sasaran
Klien Ny “S.A“ umur 65 tahun, dirawat di Ruang Rawas 1.1 Di RSUP Dr. Moh Husien
Palembang.
3. Materi
a. Teori keperawatan pada klien SOL (Space Occupying Lession)
b. Masalah – masalah yang muncul pada klien SOL
4. Metode
Ronde keperawatan
Diskusi
5. Media
Dokumen/ status pasien
Sarana diskusi: kertas dan bulpen
Materi yang disampaikan secara lisan
1. Proses Ronde
Kegiatan ronde keperawatan
Waktu Tahap Kegiatan Pelaksana Kegiatan Tempat
pasien
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit SOL, serta
mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan tepat pada pasien penderita
pemfigus vulgaris.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian SOL Intracranial
b. Untuk mengetahui manifestasi klinis SOL Intracranial
c. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang SOL Intracranial
d. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dengan tepat pada SOL Intracranial
e. Mampu melakukan pengkajian secara langsung pada pasien dengan SOL
Intracranial
f. Mampu merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada
pasien dengan SOL Intracranial
g. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan SOL
Intracranial
h. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevalusi
tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan SOL Intracranial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tekanan Intra Kranial (TIK) dipertahankan 10 mmHg. Jika TIK lebih dari 20 mmHg
dianggap tidak normal, jika TIK lebih dari 40 mmHg termasuk kenaikan TIK berat
(Sumardjono,2004).
Otak yang mengalami kontusio akan cenderung menjadi lebih besar, hal tersebut
dikarenakan pembengkakan sel-sel otak dan edema sekitar kontusio. Sehingga akan
menyebabkan space occypying lesion (lesi desak ruang) intra kranial yang cukup berarti.
Karena wadah yang tetap tetapi terdapat adanya tambahan massa, maka secara
kompensasi akan menyebabkan tekanan intra kranial yang meningkat. Hal ini akan
menyebabkan kompresi pada otak dan penurunan kesadaran. Waktu terjadinya hal
tersebut bervariasi antara 24-48 jam dan berlangsung sampai hari ke 7-10
(Sumardjono,2004).
Kenaikan TIK ini secara langsung akan menurunkan TPO (Tekanan Perfusi Otak),
sehingga akan berakibat terjadinya iskemia dan kematian. TIK harus diturunkan tidak
melebihi 20-25 mmHg. Bila TIK 40 mmHg maka dapat terjadi kematian
(Sumardjono,2004).
Gambar 2.2 Hubungan Tekanan Intrakranial, Ruang Intrakranial dan
isinya(Sumardjono,2004)
Cushing Kernohan
Astrositoma Astrositoma grade I dan II
Oligodendroglioma Oligodendroglioma grade I−IV
Ependioma Ependioma
Meduloblastoma Meduloblastoma
Glioblastoma multiforme Astrositoma grade III dan IV
Pinealoma (teratoma) Pinealoma
Ganglioneuroma (glioma) Neuroastrositoma grade I
Neuroblastoma Neuroastrositoma grade II−III
Papiloma pleksus khoroid Tumor campur
Tumor “unclassified”
Dikutip dari: Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, 2010
Astrositoma
Oligodendroglioma
Ependimoma
Ependioma dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar muncul di dalam
salah stu rongga ventrikel atau di daerah sentralis di korda spinalis.
Ependimoma intrakranial paling sering terjadi pada dua dekade pertama
kehidupan sedangkan lesi intraspinal terutama pada orang dewasa. Ependioma
intrakranial paling sering timbul di ventrikel keempat, tempat tumor ini
mungkin menyumbat CSS dan menyebabkan hidrosefalus dan peningkatan
tekanan intrakranial (Vinay Kumar dkk, 2007).
Ependimoma memiliki lesi yang berbatas tegas yang timbul dari dinding
ventrikel. Lesi intrakranial biasanya menonjol ke dalam rongga ventrikuler
sebagai massa padat, kadang-kadang dengan papilar yang jelas (Vinay Kumar
dkk, 2007).
Gambaran klinis ependimoma bergantung pada lokasi neoplasma. Tumor
intrakranial sering menyebabkan hidrosefalus dan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Karena lokasinya di dalam sistem ventrikel, sebagian tumor dapat
menyebar ke dalam ruang subarakhnoid (Vinay Kumar dkk, 2007).
Glioblastoma
Meduloblastoma
Meduloblastoma merupakan neoplasma yang invasif dan bertumbuh sangat
cepat. Neoplasma ini sering ditemukan pada anak. Sekitar 20% neoplasma otak
pada anak adalah meduloblastoma (Arthur, 2012).
Pada anak, lokasi tersering meduloblastoma adalah di infratentorial, di
bagian posterior vermis serebeli dan atap ventrikel ke empat. Pada analisis
kromosom ditemukan hilangnya informasi genetik di bagian distal kromosom
17, tepatnya di bagian distal dari regio yang mengkode protein p53 pada
sebagian besar pasien. Ini diduga bertanggung jawab terhadap perubahan
neoplastik dari sel-sel punca serebelum menjadi neoplasma (Arthur, 2012).
Kebanyakan pasien berusia 4 – 8 tahun. Diagnosis rata-rata ditegakkan 1 –
5 bulan setelah mulai muncul gejala. Gejala klinis yang ada timbul akibat
hidrosefalus obstruktif dan tekanan tinggi intrakranial. Biasanya anak akan
terlihat lesu, muntah-muntah, dan mengeluh nyeri kepala terutama di pagi hari.
Selanjutnya akan terlihat anak berjalan seperti tersandung, sering jatuh, melihat
dobel, dan mata menjadi juling. Pada tahap ini biasanya baru dilakukan
pemeriksaan neurologis yang secara khas akan memperlihatkan papiledema atau
paresis nervus abdusens (n. VI) (Arthur, 2012).
2. Hematom Intrakranial
Hematom Epidural
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri
meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan
yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan dari hematom akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar (R. Sjamsuhidajat, 2004).
Hematom yang meluas di daerah temporal menyebabkan tertekannya lobus
temporalis otek ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus (unkis dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi di
bawah tepi tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik (Price, 2005).
Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru
setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan
peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual,
dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang
teroenting adalah pupil mata anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar (R.
Sjamsuhidajat, 2004).
Gambar 2.11 Hematom Epidural
(Buku Ajar Ilmu Bedah, 2004)
Keterangan : 1. Os temporal, 2. Duramater, 3. Hematom epidural, 4. Otak terdorong
kesisi lain
Hematom Subdural
Hematom subdural disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan
robeknya vena di dalam ruang araknoid. Pembesaran hematom karena robeknya
vena memerlukan waktu yang lama. Oleh karena hematom subdural sering
disertai cedera otak berat lain, jika dibandingkan dengan hematom epidural
prognosisnya lebih jelek (R. Sjamsuhidajat, 2004).
Hematom subdural dibagi menjadi subdural akut bila gejala timbul pada
hari pertama sampai hari ketiga, subakut bila timbul antara hari ketiga hingga
minggu ketiga, dan kronik bila timbul sesudah minggu ketiga (R. Sjamsuhidajat,
2004).
Hematom subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan
serius dalam 24 sampai 48 jam setelah cidera. Hematoma sering berkaitan
dengan trauma otak berat dan memiliki mortalitas yang tinggi. Hematoma
subdural akut terjadi pada pasien yang meminum obat antikoagulan terus
menerus yang tampaknya mengalami trauma kepala minor. Cidera ini seringkali
berkaitan dengan cidera deselarasi akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Defisit neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan
herniasi batang otak ke dalam foramen magnum yang selanjutnya menimbulkan
henti nafas dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah (Price,
2005).
Hematom subdural subakut menyebabkan defisit neurologik bermakna
dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari dua minggu setelah cidera.
Riwayat klinis yang khas pada penderita hematom subdurak subakut adalah
adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti
perbaikan status neurologik yang bertahap. Namun, setelah jangka waktu
tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang
memburuk. Tingkat kesadaran menurun secara bertahap dalam beberapa jam.
Meningkatnya tekanan intrakranial akibat timbunan hematom yang
menyebabkan menjadi sulit dibangunkan dan tidak merespon terhadap
rangsangan vebral maupun nyeri. Peningkatan tekanan intrakranial dan
pergeseran isi kranial akibat timbunan darah akan menyebabkan terjadinya
herniasi unkus atau sentral dan timbulnya tanda neurologik akibat kompresi
batang otak (Price, 2005).
Awitan gejala hematoma subdural kronik pada umumnya tertunda beberapa
minggu, bulan bahkan beberapa tahun setelah cidera awal. Pada orang dewasa,
gejala ini dapat dikelirukan dengan gejala awal demensia. Trauma pertama
merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural sehingga terjadi
perdarahan lambat ke dalam ruang subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah
perdarahan, darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Terjadi kerusakan sel-sel
darah dalam hematoma sehingga terbentuk peredaan tekanan osmotik yang
menyebabkan tertariknya cairan ke dalam hematoma. Bertambahnya ukuran
hematoma ini dapat menyebabkan perdarahan lebih lanjut akibat robekan
membran atau pembuluh darah di sekelilinhnya sehingga meningkatkan ukuran
dan tekanan hematoma. Jika dibiarkan mengikuti perjalanan alamiahnya, unsur-
unsur kandungan hematom subdural akan mengalami perubahan-perubahan
yang khas. Hematoma subdural kronik memiliki gejala dan tanda yang tidak
spesifik, tidak terlokalisasi, dan dapat disebabkan oleh banyak proses penyakit
lain. Gejala dan tanda perubahan yang paling khas adalah perubahan progresif
dalam tingkat kesadaran termasuk apati, latergi, berkurangnya perhatian dan
menurunnya kemampuan untuk mempergunakan kecakapan kognitif yang lebih
tinggi (Price, 2005).
Higroma Subdural
Higroma subdural adalah hematom subdural lama yang mungkin disertai
pengumpulan cairan serebrospinal di dalam ruang subdural. Kelainan ini jarang
ditemukan dan dapat terjadi karena robekan selaput arakhnoid yang
menyebabkan cairan serebrospinal keluar ke ruang subdural. Gambaran klinis
menunjukkan tanda kenaikan tekanan intrakranial, sering tanpa tanda fokal (R.
Sjamsuhidajat, 2004).
II.3 Macam-Macam Keluhan dan Gejala yang Disebabkan oleh Space Occupying
Intracranial
II.3.1 Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial
Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap
sebagai karakteristik peninggian tekanan intrakranial. Namun demikian, dua
pertiga pasien dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut,
sedang kebanyakan sisanya umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan
intrakranial tergantung pada penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi.
Tak ada korelasi yang konsisten antara tinggi tekanan dengan beratnya
gejala(Syaiful Saanin, 2012).
1. Nyeri Kepala
Kebanyakan struktur dikepala tidak sensitif nyeri, ahli bedah saraf
dapat melakukan kraniotomi major dalam anestesia lokal karena tulang
tengkorak dan otak sendiri dapat ditindak tanpa nyeri. Struktur sensitif
nyeri didalam kranium adalah arteria meningeal media beserta cabangnya,
arteri besar didasar otak, sinus venosus dan bridging veins, serta dura
didasar fossa kranial. Peninggian tekanan intrakranial dan pergeseran otak
yang terjadi membendung dan menggeser pembuluh darah serebral atau
sinus venosus serta cabang utamanya dan memperberat nyeri lokal.
Nyeri yang lebih terlokalisir diakibatkan oleh peregangan atau
penggeseran duramater didaerah basal dan batang saraf sensori kranial
kelima, kesembilan dan kesepuluh. Nyeri kepala juga disebabkan oleh
spasme otot-otot besar didasar tengkorak. Ini mungkin berdiri sendiri
atau ditambah dengan reaksi refleks bila mekanisme nyeri bekerja (Syaiful
Saanin, 2012).
Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial secara klasik bangun
pagi dengan nyeri kepala yang berkurang dalam satu-dua jam. Nyeri kepala
pagi ini pertanda terjadinya peningkatan tekanan intrakrania; selama
malam akibat posisi berbaring, peninggian PCO2 selama tidur karena
depresi pernafasan dan mungkin karena penurunan reabsorpsi cairan
serebrospinal (Syaiful Saanin, 2012).
2. Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh semua sebab
dan merupakan tampilan yang terlambat dan diagnosis biasanya dibuat
sebelum gejala ini timbul. Gejala ini mungkin jelas merupakan gambaran
dini dari tumor ventrikel keempat yang langsung mengenai nukleus
vagal. Setiap lesi hampir selalu meninggikan tekanan intrakranial akibat
obstruksi aliran cairan serebrospinal dan mungkin tidak mudah
menentukan mekanisme mana yang dominan. Muntah akibat peninggian
tekanan intrakranial biasanya timbul setelah bangun, sering bersama dengan
nyeri kepala pagi. Walau sering dijelaskan sebagai projektil, maksudnya
terjadi dengan kuat dan tanpa peringatan, hal ini jarang merupakan
gambaran yang menarik perhatian (Syaiful Saanin, 2012).
3. Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan
diskus optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang
menetap selama lebih dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini
berhubungan dengan obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan
tekanan intrakranial pada selubung nervus optikus menghalangi drainase
vena dan aliran aksoplasmik pada neuron optikus dan menyebabkan
pembengkakan pada diskus optikus dan retina serta pendarahan diskus.
Papila oedema tahap lanjut dapat menyebabkan terjadinya atrofi sekunder
papil nervus optikus (Syaiful Saanin, 2012).
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SA
Umur : 64 tahun 11 Bulan (2 Juni 1954)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Suka Merindu, Kecamatan Pemulutan Barat OI-SUMSEL
Status marital : Menikah
Agama : Islam
Suku : Sumsel
Tanggal MRS : 20-04-2019
Tanggal pengkajian : 09-05-2019
Sumber informasi : Keluarga pasien
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
/ : Laki-laki meninggal/ Perempuan meninggal
: Hubungan Saudara
: Tinggal serumah
: Pasien
E. PENGKAJIAN FISIK
1. Kepala
Bentuk bulat, tidak ada perdarahan, rambut berwarna hitam keputihan (uban), tidak
ada luka.
2. Sistem Neurologi:
a. Kesadaran: somnolen
b. GCS: E3M5V afasia
c. Nervus cranial:
NIII : Pupil bulat, isokor, 4 mm
NIV, NV, NVI : kedudukan mata di tengah deviasi conjugate (-)
NVII : plisa nasolabialis kiri datar
NXII : deviasi lidah bdd, disatria bdd
d. Motorik : gerakan dan kekuatan lateralisasi menurun, tonus otot
menurun 2 2
1 1
3. Sistem Penglihatan:
a. Bentuk: Simetris
b. Tanda radang: Tidak ada
c. Sklera: Tidak ikterus
d. Akomodasi: Tidak dapat dikaji
e. Konjungtiva: Tidak anemis
f. Alat bantu: Tidak menggunakan alat bantu
g. Ukuran pupil: 4 mm
4. Sistem Pernapasan
a. Pola napas: reguler
b. Suara paru: vesikular
c. Respiration rate: 24 kali/menit
d. Retraksi intercostal: Ada
e. Reflek batuk: Ada, namun lemah
f. Pasien tampak sesak napas
g. Terpasang NRM 7 lpm
5. Sistem Kardiovaskuler
a. CRT: > 2 detik
b. Perubahan warna kulit: Ada, terdapat bintik merah di sekitar area leher
c. Clubbing finger: Tidak ada
d. Edema: Pada ekstremitas bawah
e. Akral: Dingin
f. Gallop: tidak ada
g. Mur-mur : tidak ada
h. Tekanan darah : 140/90 mmHg
i. Nadi : 83x permenit
6. Sistem Pencernaan
a. Berat badan: 62 Kg
b. Tinggi badan: 163 cm
c. Bising usus: 8 x/menit
d. Eliminasi
1) Frekuensi BAB: BAB menggunakan diapers, ± 100 cc/ hari.
2) Frekuensi BAK: pasien menggunakan foley kateter hari pemasangan ke-
3) Keluhan/gangguan: Tidak ada
4) Terpasang kateter: Pasien terpasang foley kateter hari pemasangan ke
5) Urine Output: 450 cc/ hari
7. Sistem Reproduksi
a. Perdarahan: Tidak ada
b. Keluhan: Tidak ada
8. Sistem Integumen
a. Warna kulit: Sawo matang
b. Tekstur: Halus
c. Nyeri tekan: Tidak dapat dikaji
d. Turgor kulit: Tidak elastis, kembali dalam > 3 detik (edema)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. MRI Kepala
Tanggal 26 April 2019
Kesan : gambaran meningoencephalitis. Lesi dengan peripheral enchancement dan
blooming artefact di substansia alba dengan perietal bilateral.
2. Rontgen Thorax
Tanggal 21 April 2019
Kesan : Kardiomegali disertai edema paru, efusi pleura kiri, suspect efusi pleura
kanan sub pulmonum.
3. Laboratorium
Tanggal 8 Mei 2019
Hematologi
Hemoglobin (Hb) 6,9* g/dL 11.40-15.00 g/dL
Eritrosit (RBC) 2.90 106/mm3 4.00-5.70 106/mm3
Leukosit (WBC) 12.73 103/mm3 4.73-10.89 103/mm3
Hematokrit 26 % 35-45 %
Trombosit (PLT) 353 103/μL 169-436 103/μL
RDW-CV 17.60 % 11-15 %
Faal Hemostasis
PT+INR
Kontrol 13.80 detik
Pasien 48.1* detik 12-18 detik
Nilai kritis : >30
54
INR
APTT
32.5 detik
Kontrol 27-42 detik
57,0* detik
Pasien Nilai kritis : >78
Fibrinogen
Kontrol 358.0 mg/dL 200-400
Pasien Nilai kritis : <100 - >800 mg/dL
37.0 mg/dL < 0.3 μg/mL
D-dimer
0.94 μg/mL
Kimia Klinik 4.0-6.5
Hb – A1c
3.2 mEq/L
DO :
Ku lemah O2 menurun
Pasien bedrest
Pupil isokor 4 mm
TD: 140/90 mmHg Peningkatan asam
HR : 83x/menit laktat
RR : 24x/menit
Suhu : 36,5 C
Oedema otak
E3M2Vafasia
Hasil MRI menunjukan
pasien mengalami SOL Gangguan perfusi
Hb 6,9 g/dL jaringan cerebral
DO:
Motorik : Produksi energi
gerakan dan kekuatan ↓
lateralisasi menurun, tonus
otot menurun 22
ATP ↓
1 1
Kelemahan
KU Lemah
Pasien melakukan semua
aktivitas dibantu oleh
keluarga
Pasien hanya terbaring di
tempat tidur
GCS E3M2Vafasia
Prioritas masalah
1. Perfusicerebral tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Intoleransi aktivitas
4. Resiko infeksi
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
autoregulasi di otak.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan pada saluran
pernapasan akibat terjadinya peningkatan TIK.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
dan nutrisi ke jaringan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tirah baring terlalu lama.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan : Stelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 Peripheral Sensation Management (Manajemen
Perfusi cerebral tidak efektif jam diharapkan Gangguan perfusi jaringan berkurang sensasi perifer) (2660)
Ds: pasien dengan penurunan atau tidak meluas selama dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat kesadaran
kesadaran perawatan. 2. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
Kriteria Hasil : terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Do : 1. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang 3. Monitor adanya paretese
- ku lemah diharapkan 4. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
- pasien bedrest 2. Akral hangat jika ada lsi atau laserasi
- pupil isokor 3. RR 16-20x/menit 5. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
- TD: 140/90 mmHg 4. SpO2 > 98% 6. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
- HR : 83x/menit 5. Tidak ada sianosis perifer 7. Monitor kemampuan BAB
- RR : 24x/menit 8. Kolaborasi pemberian terapi medik
- suhu : 36,5 C 9. Monitor adanya tromboplebitis
- E3M5V afasia 10. Diskusikan menganai penyebab perubahan
kondisi
Diagnosa Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
Pola napas tidak efektif jam. diharapkan pola nafas efektif dengan Kriteria
Hasil : Airway Managementi (3140)
Ds: pasien dengan penurunan 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
kesadaran yang bersih atau jaw thrust bila perlu
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Do: 3. Mampu bernafas dengan mudah ventilasi
- Kesadaran: somnolen 4. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
- Keadaan umum: pasien merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan jalan nafas buatan
tampak lemah dalam rentang normal, tidak ada suara nafas 4. Pasang mayo bila perlu
abnormal) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- TD: 150/90 mmHg 5. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
HR: 83x/menit darah, nadi, pernafasan) 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
RR : 24x/menit 6. mudah tambahan
T : 36,50 C 7. Tidak ada retraksi dada, pernafasan cuping hidung 8. Lakukan suction pada mayo
- Terpasang O2 NRM 15lpm dan pursed lips 9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Dewi, M., Loho.E & Tubagus,V.N. 2016. Gambaran CT-Scan neoplasma Intrakranial di
Bagian/SMF Radiologi FK Unstrat RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado Periode
Oktober 2014-September 2015. Jurnal e-Clinic (eCl),Volume 4, Nomor 1, Januari-
Juni 2016.
Diakses pada Sabtu, 11 Mei 2019.
Price, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6. Vol.2, Diterjemahkan oleh Pendit, B.U dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
DOKUMENTASI RONDE KEPERAWATAN
PENYULUHAN IDENTIFIKASI PASIEN MENGUNAKAN GELANG IDENTITAS
DI RUANG RAWAS 1.1 RSUP DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
PROPOSAL PENYULUHAN
OLEH
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
TINJAUAN TEORI
kesalahanmedikasi,kesalahantransfuse,dankesalahanpemeriksaaan
diagnostic.
1)Pemberian obat
6)Transfer pasien
kesalahanmedikasi,kesalahantransfuse,dankesalahanpemeriksaaan
diagnostic.
1)Pemberian obat
4)Transfusi darah
6)Transfer pasien
B. Metode
1. Curah pendapat
2. Ceramah
3. Diskusi
C. Media
1. Leaflet
1. Hari : Selasa
E. Pengorganisasian
c. Fasilitator : Atika Putri Rahmadhani, S.Kep., Rusi Wahyuni, S.Kep., Safa Tiara
P
M
P P
P P
P P
O P P F
Keterangan :
P1 & P2 : Penyuluh
M : Moderator
F : Fasilitator
O : Observer
P : Peserta
G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahapan Waktu Kegiatan Keterangan
c. Bahaya penolakan
penggunaan gelang
identitas
d. Prosedur yang
membutuhkan identitas
pasien
H. Evaluasi Hasil
a. Evaluasi struktur
b. Evaluasi proses
DAFTAR PUSTAKA
PROPOSAL PENYULUHAN
OLEH
2019
BAB I
PENDAHULUAN
C. Latar Belakang
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan pengunjung
di rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial yaitu
infeksi yang diperoleh dari rumah sakit, baik karena perawatan dan datang berkunjung ke
rumah sakit (Depkes RI, 2014). Infeksi nosokomial terjadi karena transmisi mikroba
patogen. Secara umum, sumber atau penyebab INOS (Infeksi Nosokomial)
dikelompokkan berdasarkan faktor lingkungan yang meliputi udara, air, dan bangunan,
faktor pasien yang meliputi umur, keparahan penyakit, dan status kekebalan, faktor
atrogenik meliputi tindakan operasi, tindakan invasif, peralatan dan penggunaan
antibiotik (Weinsten, 1998). Selain faktor penyebab terdapat juga faktor predisosisi INOS
yaitu faktor keperawatan seperti lama rawat, padatnya penderita dalam satu ruang, faktor
mikroba patogen seperti tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan
antara sumber penularan dengan penderita (Darmadi, 2008).
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial diartikan sebagai upaya mencegah
dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan transimis mikroba
yang berasal dari sumber di sekitar penderita yang sedang dirawat. Upaya tersebut
dilakukan dengan menerapkan kewaspadaan standar, salah satunya dengan mencuci
tangan. Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling sering berkontak
dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara terbaik untuk
mencegah masuknya kuman dengan membiasakan mencuci tangan (Kamarudin, 2009).
Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme yang ada di kulit.
Pada bebarapa penelitian dikatakan bahwa hand hygiene bisa menurunkan kejadian
infeksi nosokomial. beberapa negara berkembang kejadian INOS menurun seiring dengan
meningkatnya kesadaran akan hand hygiene (Duerink, et al, 2009). Beberapa studi juga
menunjukkan adanya hubungan antara hand hygiene dengan berkurangnya infeksi. Pada
penelitian meta analisis dari beberapa ruang rawat inap didapatkan perilaku hand hygiene
dapat menurunkan angka INOS (Pittet, et al, 2011).
Berdasarkan hasil pengkajian situasional di ruang Rawas 1.1 RSUP dr.Mohammad
Hoesin Palembang, didapatkan terdapat beberapa bed di kamar rawat inap yang tidak
memiliki handsrub dan beberapa pasien dan keluarga belum memahami dan menerapkan
cuci tangan yang telah diajarkan perawat. Pasien yang dirawat di ruang Rawas 1.1
periode bulan Februari-April 2019 merupakan pasien yang dirawat dengan beragam jenis
diagnosa medis seperti CVD Non Hemoragik, SOL, CVD Hemoragik, tetanus, adeno ca
colon, pemvigus vulgaris, CKD, adeno ca paru, spondylitis, epilepsy idiopatik, dan lain-
lain. Dari beberapa permasalahan yang telah dipaparkan, kelompok stase manajemen
keperawatan Program Profesi Ners Universitas Sriwijaya membuat POA (Planning of
Action) yang salah satunya mengadakan penyuluhan dan demonstrasi cuci tangan dengan
sasaran pasien dan keluarga di ruang Rawas 1.1 Instalasi Rawat Inap H RSUP
dr.Mohammad Hoesin Palembang.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan informasi terkait cuci tangan untuk mencegah infeksi nosokomial
melalui kegiatan penyuluhan kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian cuci tangan
b. Peserta dapat menjelaskan tentang manfaat cuci tangan
c. Peserta dapat menjelaskan tentang waktu untuk cuci tangan
d. Peserta dapat mendemonstrasikan 6 langkah cuci tangan yang benar menurut
WHO (World Health Organization).
BAB II
TINJAUAN TEORI
Menurut DEPKES (2016), mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis
melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan
air. Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk menghindari
penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar hilang.Mencuci tangan
adalah kegiatan membersihkan bagian telapak, punggung tangan dan jari agar bersih dari
kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan manusia
serta membuat tangan menjadi harum baunya.
d. Supaya tidak menjadi agen penular bibit penyakit kepada orang lain
Keracunan bakteri E. colli juga bisa terjadi jika Anda makan tanpa mencuci
tangan. Bakteri ini bisa berasal dari tempat umum seperti toilet. Misalnya jika Anda
makan setelah menggunakan toilet umum tanpa mencuci tangan, maka telur bakteri
E.colli bisa masuk ke saluran pencernaan secara langsung. Keracunan ini bisa
menyebabkan diare yang sangat berat, kram perut, nyeri perut yang parah dan jika
tidak segera diobati maka bisa menyebabkan gagal ginjal. (baca juga : bahaya gagal
ginjal – gejala danpencegahannya).
Tertular flu atau pilek menjadi resiko yang paling sering terjadi secara umum.
Penularan ini terjadi ketika Anda baru saja menggunakan fasilitas umum atau
bersentuhan denganorang lain. Kemudian ketika Anda makan secara langsung maka
bisa menyebabkan virus segera berpindah tangan. Virus akan menyebar sangat cepat,
tidak hanya masuk ke dalam tubuh tapi juga berpindah lewat saluran pernafasan.
Jika kita memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan, maka bisa
menyebabkan infeksi tenggorokan. Hal ini terjadi ketika ada banyak bakteri yang
sudah melekat ke tangan kemudian menyebar ke saluran pencernaan. Makanan yang
masuk ke saluran tenggorokan akan berhubungan langsung dengan lendir. Kemudian
bakteri akan tinggal dalam bagian lendir tersebut dan berkembang dengan pesat.
Kondisi ini bisa menyebabkan sakit tenggorokan dan infeksi yang lebih buruk. (baca
juga : bahayaradang tenggorokan kronis)
e. Diare
Orang yang tidak mencuci tangan sebelum makan juga sangat rentan terkena
penyakit diare. Infeksi ini bisa disebabkan oleh virus atau bakteri yang sebelumnya
sudah ada di tangan. Kemudian akan masuk ke saluran pencernaan lewat makanan
yang bersentuhan langsung dengan tangan. Perkembangan bakteri atau virus dalam
saluran pencernaan bisa menyebabkan diare. Usus tidak bisa menerima bakteri
tersebut sehingga membuat reaksi diare. Untuk mencegah hal yang lebih buruk
sebaiknya segera kunjungi dokter.
Bahaya tidak mencuci tangan sebelum makan juga bisa terkena hepatitis B.
Penyakit hepatitis ini akan menyerang organ hati dan menyebabkan penderita sulit
untuk memiliki tubuh yang sehat. Hepatitis B termasuk jenis penyakit yang mudah
menular. Salah satu cara untuk mencegahnya adalah sering mencuci tangan. Mencuci
tangan sebelum makan bisa menurunkan resiko hepatitis B. Virus ini bisa menyebar
dengan mudah lewat udara dan makanan. Bahkan lingkungan yang buruk bisa
menjadi tempat endemi hepatitis B.
Orang yang tidak mencuci tangan sebelum makan juga bisa terkena infeksi
penyakit botulisme. Penyakit ini menular secara langsung lewat makanan dan tangan
yang kotor. Ini termasuk jenis infeksi yang sangat berbahaya karena bisa
menyebabkan kematian. Infeksi juga membutuhkan perawatan yang segera untuk
mengurangi potensi bahaya yang lebih buruk. Beberapa tanda infeksi ini adalah
seperti diare, sakit perut, mual, muntah, demam, pandangan kabur dan hilang
kesadaran.
Resiko infeksi amoebiasis adalah jenis penyakit yang bisa disebabkan karena
tidak mencuci tangan sebelum makan. Penyakit ini akan menyebabkan penderita
mengalami disentri. Jenis amuba penyebab infeksi ini termasuk dalam kelas
Entamoeba histolitica. Infeksi ini tidak hanya menyerang pada saluran pencernaan
namun juga berbagai organ lain. Karena itu infeksi ini cepat berkembang dalam
tubuh dan membutuhkan perawatan darurat. Mencuci tangan sebelum makan bisa
mencegah kondisi yang lebih berbahaya.
Orang yang memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan juga bisa
terkena penyakit radang saluran pernafasan. Penyakit ini bisa menyebabkan sesak
nafas, batuk, flu dan radang tenggorokan. Penyakit ini bisa menyebar lewat bakteri
atau virus yang masuk ke tubuh lewat makanan. Ketika bakteri atau sumber
penyebab infeksi bersentuhan dengan lendir dalam tenggorokan, maka sumber
infeksi akan berkembang dalam tempat itu. Kemudian akan menyebabkan
penurunan sistem kekebalan tubuh dan membuat penderita mudah sakit. Sumber
penyebab penyakit seperti bakteri atau virus mungkin memang tidak terlihat oleh
mata secara langsung. Sumber infeksi bisa saja berasal dari makanan, lingkungan
atau tangan yang kotor ketika makan. Untuk mengatasi berbagai bahaya tersebut
maka biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum makan. Anda bisa mencoba
untuk melakukan cara mencuci tangan yang benardan steril agar benar-benar bersih
dan tidak terkena resiko penyakit.
g. Sebelum dan setelah memegang orang sakit atau orang yang terluka.
j. Setelah menggunakan fasilitas umum (mis. toilet, warnet, wartel, dan lain –
lain).
a) Basahi kedua telapak tangan dengan air mengalir, lalu letakkan sabun ke telapak usap
dan gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan.
b) Gosok masing- masing pungung tangan secara bergantian.
c) Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari.
d) Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari tangan kanan terus gosokan
ke telapak tangan kiri bergantian,
e) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian
f) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian
C. Metode
1. Curah pendapat
2. Ceramah
3. Demonstrasi
4. Diskusi
D. Media
1. Leaflet
1. Hari : Sabtu
F. Pengorganisasian
g. Fasilitator : Atika Putri Rahmadhani, S.Kep., Rusi Wahyuni, S.Kep., Safa Tiara
G. Setting Tempat
P
P
M
P P
P P
P P
O P P F
Keterangan :
P1 & P2 : Penyuluh
M : Moderator
F : Fasilitator
O : Observer
P : Peserta
H. Kegiatan Penyuluhan
Ceramah
a. Menjelaskan tentang
pengertian cuci tangan
b. Menjelaskan tentang
manfaat cuci tangan
2 Inti 10 menit c. Menjelaskan waktu untuk
cuci tangan
d. Memperagakan tentang
langkah-langkah cuci
tangan
Demonstrasi
a. Memberikan kesempatan
peserta untuk bertanya
tentang materi yang telah
diberikan
b. Menjawab pertanyaan
3 Diskusi 10 menit Diskusi
yang diberikan peserta
c. Memberikan
reinforcement positif atas
pertanyaan yang diberikan
peserta
a. Menyimpulkan dan
menutup diskusi
4 Penutup 5 menit Ceramah
b. Memberikan salam
penutup
I. Evaluasi Hasil
a. Evaluasi struktur
b. Evaluasi proses
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pentingnya Cuci Tangan dengan Sabun.
Jakarta: Depkes RI.
Duerink, D.O., et al. (2009). Preventing Nosocomial Infection: Improving Comliance with
Standar Precautions in an Indonesia Teaching Hospital. Journal of Hospital Infection
64(1):36-43.
Weinsten, R.A. (1998). Nosocomial Infection Update Country Hospital and Rus Medical
College. USA: Chicago Illnois.
DOKUMENTASI
PENYULUHAN CUCI TANGAN
PROPOSAL PENYULUHAN
OLEH
2019
BAB I
PENDAHULUAN
E. Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pendidikan profesi perawat adalah meningkatkan
pengetahuan terutama kepada masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan integritas
kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam perawatan kulit klien akan
menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan(Potter &
Perry, 2005).Salah satu indikator yang menjadi focus perawatan di
rumahsakitialahrisikoterjadinyadekubitus.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus
suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam
(Brandon, 2006). Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien
dengan penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang lumpuh dalam waktu
lama, bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh
pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit (Morison, 2003). Faktor
intrinsikberupapenuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan
seperti diabetes mellitus, status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, anemia,
hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik, dan penyakit-penyakit yang merusak
pembuluh darah, keadaan hidrasi/cairan tubuh. Faktor Ekstrinsikmeliputikebersihan
tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi
yang tidak tepat, danperubahan posisi yang kurang (Smeltzer 2002; Brandon 2006; Potter
&Perry, 2005).
Pengetahuan dan sikap merupakan landasan utama dan penting bagi semua orang
dalam perawatan kesehatan tubuh, tidak hanya petugas kesehatan yang memiliki
tanggung jawab utama dalam pelayanan keperawatan serta pelaksanaan Keluarga
merupakan bagian yang penting dalam perawatan pasien karena kurangnyainformasi
keluarga tentang perawatan pasien dapat menambah faktor resiko terjadinya dekubitus.
Sikap yang dimiliki keluarga merupakan respon batin yang timbul dan diperoleh
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang kurang pada keluarga akan
berdampak negatif pada kesehatan pasien immobilisasi. Oleh karena itu, adapun tugas
keluarga adalah mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya,
mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan
kepada anggota keluarganya yang sakit dan tidak ada yang dapat membantu dirinya
sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda (Effendy, 2006).Keluarga pasien juga
perlu memperhatikan pengetahuan, sikap dan perilaku yang dimilikinya karena tingkat
keberhasilan dalam upaya pencegahan dekubitus tergantung dari hal tersebut.
Berdasarkan hasil pengkajian situasional di ruang Rawas 1.1 RSUP dr.Mohammad
Hoesin Palembang, didapatkan bahwa sebagian keluarga pasien tidak mengetahui tentang
risiko terjadinya dekubitus pada pasien bahkan terdapat beberapa pasien dan keluarga
sebelumnya tidak pernah mendengar istilah dekubitus. Dari beberapa permasalahan yang
telah dipaparkan, kelompok stase manajemen keperawatan Program Profesi Ners
Universitas Sriwijaya membuat POA (Planning of Action) yang salah satunya
mengadakan penyuluhan mengenai risiko terjadinya dekubitus dengan sasaran pasien dan
keluarga di ruang Rawas 1.1 Instalasi Rawat Inap H RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
F. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan informasi tentang dekubitus melalui kegiatan penyuluhan kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Pesertadapat menjelaskan pengertian dekubitus.
d. Pesertadapatmenjelaskancaramencegahterjadinyadekubitus.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Dekubitus
Ulkus dekubitus atau Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat
gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang
menonjol, dimana kulit tersebut mendapat tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama. Bagian tubuh yang
sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang,
yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian
belakang (Budiartha&Putu, 2010).
2. Etiologi Dekubitus
Penyebab utama dekubitus adalah tekanan terus menerus pada kulit dan jaringan
yang terjadi pada orang dengan tirah baring lama, tidak sadar, penginderaan sensasi nyeri
yang berkurang, imobilisai dalam waktu yang lama, kekurangan nutrisi pada jaringan
bawah kulit serta kurangnya monitoring dan perawatan pada bagian kulit yang
tertekan(Ari, 2008).
Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus menurut Ari (2008) dapat dibagi
sebagai berikut :
6. Pencegahan Dekubitus
a. Meningkatkan status kesehatan klien
b. Memperbaiki dan menjaga keadaan umum klien, misalnya anemia diatasi,
hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C)
dan mineral (Zn) ditambahkan. Mengobati/mengatasi penyakit-penyakit yang ada
pada klien, misalnya diabetes mellitus.
c. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran arah dengan
cara:
1) Alih posisi/alih baring/tidur selang-seling paling lama tiap 2 jam
sekali.keburukan pada cara ini adalah ketergantungan pada perawat yang
kadang-kadang sudah sangat kurang, dan mengganggu istirahat klien bahwa
menyakitkan.
2) Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh
klien.misalnya kasur dengan gelembung udara , kasur air yang temperature
airnya dapat diatur.
3) Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah
setempatterganggu dapat dikurangi antara lain: menjaga posisi klien,apa
ditidurkan rata pada tempat tidurnya atau sudah memungkinkan untuk duduk
dikursi.bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil untuk
menahan tubuh klien.
BAB III
1. Pengertian Dekubitus
2. Faktor penyebab
4. Pencegahan Dekubitus
C. Metode
1. Curah pendapat
2. Ceramah
3. Diskusi
D. Media
1. Leaflet
1. Hari : Selasa
F. Pengorganisasian
c. Fasilitator : Atika Putri Rahmadhani, S.Kep., Rusi Wahyuni, S.Kep., Safa Tiara
G. Setting Tempat
P
P
M
P P
Keterangan :
P1 & P2 : Penyuluh
M : Moderator
F : Fasilitator
O : Observer
P : Peserta
H. Kegiatan Penyuluhan
a. Pengertian dekubitus
b. Etiologi dan faktor resiko
terjadinya dekubitus
c. Gejala dekubitus
d. Penanganan Dekubitus
e. Pencegahan Dekubitus
I. Evaluasi Hasil
a. Evaluasi struktur
b. Evaluasi proses
- Pesertadapatmenjelaskantandadangejalamunculnyadekubitus.
- Pesertadapatmenjelaskancaramencegahterjadinyadekubitus.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Nasrul. (2006). Dasar – dasar Keperawatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Potter, P dan A, Perry, A. G.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC.
1. Instrument A
Kuesioner Penerapan Standar Asuhan Keperawatan (Departemen Kesehatan RI,
2005) di Rawas 1.1
A. Pengkajian
1. Mencatat data
yang dikaji sesuai
dengan pedoman
pengkajian.
2. Data
dikelompokkan
(bio-psiko-sosial-
spiritual).
3. Data di kaji sejak
pasien masuk
sampai pulang
4. Masalah
dirumuskan
berdasarkan
kesenjangan
1. antara status
kesehatan dengan
norma dan pola
fungsi kehidupan.
SUB TOTAL
TOTAL
PRESENTASE
Kode berkas rekam medik pasien Ket
No Aspek Yang Di
. Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
B. Diagnosa
1. Dx. Keperawatan
berdasarkan
masalah yang
telah dirumuskan
2. Dx. Keperawatan
mencerminkan
PE/PES.
3. Merumuskan
diagnosa
2. keperawatan
aktual/potensial
SUB TOTAL
TOTAL
PRESENTASE
C. Perencanaan
1. Berdasarkan Dx.
Keperawatan
2. Disusun menurut
urutan prioritas.
3. Rumusan tujuan
mengandung
komponen
pasien/subjek,
perubahan,
perilaku,kondisi,
pasien dan atau
kriteria waktu.
4. Rencana tindakan
mengacu pada
tujuan dengan
kalimat perintah,
terinci dan jelas.
5. Rencana tindakan
menggambarkan
keterlibatan
pasien/keluarga.
6. Rencana tindakan
menggambarkan
kerja sam dengan
Tim Kesehatan
3. lain.
1.
SUB TOTAL
TOTAL
PRESENTASE
D.Tindakan
1. Tindakan
dilaksanakan
mengacu pada
rencana
perawatan.
2. Perawat
mengobservasi
respon pasien
terhadap tindakan
keperawatan.
3. Revisi tindakan
berdasarkan hasil
evaluasi.
4. Semua tindakan
4. yang telah
dilaksanakan
dicatat ringkas
dan jelas.
SUB TOTAL
TOTAL
PRESENTASE
E. Evaluasi
1. Evaluasi mengacu
pada tujuan.
2. Hasil evaluasi
dicatat.
1. 1.
SUB TOTAL
TOTAL
PRESENTASE
Aspek Yang Di Kode berkas rekam medic pasien Ket
No.
Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E. Catatan
Asuhan
Keperawatan
1. Menulis pada
format yang baku.
2. Pencatatan
dilakukan sesuai
dengan tindakan
yang
dilaksanakan.
3. Pencatatan ditulis
dengan jelas,
ringkas, istilah
yang baku dan
benar.
4. Setiap melakukan
tindakan atau
kegiatan perawat
mencantumkan
paraf/nama jelas.
dan tanggal jam
dilakukannya.
5. Berkas catatan
keperawatan di
simpan sesuai
dengan ketentuan
yang berlaku.
a)
SUB TOTAL
TOTAL
PRESENTASE
2. Instrumen B
Kuesioner Kepuasan Pasien Rawas 1.1
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Lama Di Rawat :
Alamat :
No Karateristik 1 2 3 4
1. Reliability (Keandalan)
a. Perawat mampu menangani masalah keperawatan Anda dengan
tepat dan professional.
b. Perawat memberikan informasi tentang fasilias yang tersedia, cara
penggunaannya dan tata tertib yang berlaku di RS.
c. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang harus
dipenuhi dalam perawatan Anda.
d. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang dilarang
dalam perawatan Anda.
e. Ketepatan waktu perawat tiba diruangan ketika Anda
membutuhkan
2. Assurance (Jaminan)
a. Perawat memberi perhatian terhadap keluhan yang Anda rasakan.
b. Perawat dapat menjawab pertanyaan tentang tindakan perawatan
yang diberikan kepada Anda.
c. Perawat jujur dalam memberikan informasi tentang keadaan
Anda.
d. Perawat selalu memberi salam dan senyum ketika bertemu ANda.
e. Perawat teliti dan terampil dalam melaksanakan tindakan
keperawatan kepada Anda.
3. Tangibels (kenyataan)
a. Perawat memberi informasi tentang administrasi yang berlaku
bagi pasien rawat inap di RS.
b. Perawat selalu menjaga kebersihan dan kerapihan ruangan yang
Anda tempati.
c. Perawat selalu menjaga kebersihan dan kesiapan alat-alat
kesehatan yang digunakan.
d. Perawat menjaga kebersihan dan kelengkapan fasilitas kamar
mandi dan toilet.
e. Perawat selalu menjaga kerapian dan penampilannya.
4. Empathy (empati)
a. Perawat memberikan informasi kepada Anda tentang segala
tindakan yang akan dilakukan.
b. Perawat mudah ditemui dan dihubungi bila Anda membutuhkan.
c. Perawat sering melihat dan memeriksa keadaan Anda seperti
mengukur tensi, suhu, nadi, pernapasan dan cairan infus.
d. Pelayanan yang diberikan perawat tidak memandang pangkat atau
status tapi berdasarkan kondisi Anda.
e. Perawat perhatian dan memberi dukungan moril terhadap keadaan
Anda(menanyakan dan berbincang-bincang tentang keadaan
Anda).
5. Responsiveness (Tanggung jawab)
a. Perawat bersedia menawarkan bantuan kepada Anda ketika
mengalami kesulitan walau tanpadiminta.
b. Perawat segera menangani Anda ketika sampai diruangan rawat
inap.
c. Perawat menyediakan waktu khusus untuk membantu Anda
berjalan, BAB, BAK ganti posisi tidur, dan lain-lain.
d. Perawat membantu Anda memperoleh obat.
e. Perawat membantu Anda untuk pelaksanaan pelayanan foto dan
laboratorium di RS ini.
Total
Keterangan :
1 = Sangat tidak puas
2 = Tidak puas
3 = Puas
4 = Sangat puas
3. Instrumen C
Kuesioner Kepuasan Kerja Perawat Rawas 1.1
N PERNYATAAN ST TS S SS
O S
1. Saya merasa bahagia karena pekerjaan ini dapat menjanjikan
status kepagawaian saya lebih baik
2. Saya merasa kecewa karena tidak ada arah, perencanaan yang
jelas dalam memberikan asuhan keperawatan
3. Saya merasa senang karena dilibatkan dalam pengambilan
keputusan
4. Saya merasa senang karena sistem pembagian insentif yang
saya terima sesuai dengan apa yang saya kerjakan
5. Saya merasa dapat bekerja dengan baik karena beban kerja
yang diberikan sesuai dengan kemampuan saya
6. Saya merasa senang dengan kebersihan dan keamanan tempat
saya bertugas
7. Saya merasa senang dengan peralatan dan perlengkapan yang
tersedia untuk melaksanakan asuhan keperawatan
8. Saya merasa kecewa dengan kebijakan sistem penjenjangan
karier di rumah sakit
9. Saya merasa sistem penempatan perawat yang menempati
jabatan struktural dan fungsional sesuai latar belakang
pendidikan
10. Saya merasa senang karena ada prosedur/peraturan protab
yang mudah dilaksanan dalam melaksanakan pekerjaan
11. Saya merasa kecewa terhadap sistem pengawasan asuhan
keperawatan yang dilakukan pihak manajemen
12. Saya merasa kecewa karena supervisi yang dilakukan belum
memberikan feedbak yang diharapkan
13. Saya merasa senang atas perhatian manajemen dalam
membimbing bawahannya
Sumber :
Depkes, RI. (2001). Petunjuk pelaksanaan penetapan indikator menuju indonesia sehat 2010.
Jakarta.
Sitorus, R. (2006). Model praktek keperawatan profesional di rumah sakit. Jakarta : EGC.
4. Instrumen D
Kuesioner Pelaksanaan Perencanaan Pulang
Oleh Perawat Rawas 1.1
A. Data Demografi Perawat
Ket:
1. Coret pada pernyataan bertanda (*) yang tidak sesuai dengan kondisi Anda
2. Level karir:
a. PK 1 jika melakukan asuhan keperawatan dasar dengan penekanan pada
keterampilan teknis keperawatan dibawah bimbingan.
b. PK 2 jika melakukan asuhan keperawatan holistik pada klien secara mandiri dan
mengelola klien/sekelompok klien secara tim serta memperoleh bimbingan untuk
penanganan masalah lanjut/kompleks
c. PK 3 jika melakukan asuhan keperawatan komprehensif pada area spesifik dan
mengembangkan pelayanan keperawatan berdasarkan bukti ilmiah dan
melaksanakan pembelajaran klinis.
d. PK 4 jika melakukan asuhan keperawatan pada masalah klien yang kompleks di
area spesialistik dengan pendekatan tata kelola klinis secara interdisiplin,
multidisiplin, melakukan riset untuk mengembangkan praktek keperawatan serta
mengembangkan pembelajaran klinis.
e. PK 5 jika memberikan konsultasi klinis keperawatan pada area spesialistik,
melakukan tata kelola klinis secara transdisiplin, melakukan riset klinis untuk
pengembangan praktik, profesi dan kependidikan keperawatan.
No Tindakan Ya Tidak
Perawat mengkaji kebutuhan pelayanan kesehatan
untuk pasien pulang, dengan berdasarkan riwayat
1.
keperawatan, fungsi fisik dan kognitif, rencana
perawatan secara terus menerus
Perawat mengkaji kebutuhan pendidikan kesehatan
pasien dan keluarga yang berhubungan dengan
tanda dan gejala penyakit, obatan-obatan yang
2.
diberikan, diet, teknik terapi di rumah, hal-hal yang
harus dihindari, dan komplikasi yang mungkin
terjadi
Perawat mengkaji faktor-faktor lingkungan di
3.
rumah yang dapat mengganggu perawatan diri
No Tindakan Ya Tidak
Ringkasan/ Resume Pemulangan Pasien terisi
1.
lengkap meliputi:
a. Tanggal pemulangan pasien
b. Tanda-tanda vital (Tekanan darah, denyut nadi,
frekuensi nafas, suhu) saat pasien pulang
c. Saran tindak lanjut
d. Jadwal kontrol
CATATAN: hanya dilakukan dengan cara melihat dokumen discharge planning yang ada di
ruangan.Minimal 25 dokumen.
1. Instrumen E
3. Perawat anda tidak dapat memecahkan A. Bekerja dengan kelompok dan bersama-
suatu masalah. Anda biasanya sama terlibat dalam pemecahan masalah
membiarkan mereka bekerja sendiri. B. Membiarkan kelompok mengusahakan
Selama ini kinerja kelompok dan sendiri pemecahannya
hubungan antara anggota baik. C. Bertindak cepat dan tegas untuk
mengoreksi dan mengarahkan kembali
D. Mendorong kelompok untuk berusaha
memecahkan masalah dan mendukung
usaha mereka
5. Kinerja perawat anda menurun selama A. Melakukan apa saja yang dapat anda
beberapa bulan terakhir. Perawat anda kerjakan untuk membuat kelompok
telah mengabaikan pencapaian tujuan. merasa penting dan dilibatkan
Penegasan kembali peranan dan B. Menekankan pentingnya batas waktu
pertanggung jawaban telah sangat dan tugas-tugas
membantu mengatasi situasi tersebut di C. Secara sengaja tidak mengambil
masa lalu. Mereka secara terus menerus tindakan apa-apa
memerlukan peringatan untuk D. Mengusahakan keterlibatan kelompok
menyelesaikan tepat pada waktunya. dalam pengambilan keputusan, tapi
dilihat apakah tujuan tercapai.
Keterangan :
STP : Sangat Tidak Puas
TP : Tidak Puas
CP : Cukup Puas
P : Puas
SP : Sangat Puas
Sumber :
Nursalam. (2013). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktik Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika
N
FUNGSI PENGORGANISASIAN STP TP CP P SP KODE
O
1 Kepala ruangan sudah merumuskan
dengan baik metode / system
penugasan untuk perawat diruang
rawat inap
2 Kepala ruangan sudah merumuskan
dengan baik tujuan metode / system
penugasan untuk perawat diruang
rawat inap
3 Kepala ruangan sudah membuat rincian
tugas ketua tim dan anggota tim dan
anggota tim keperawatan secara jelas
4 Kepala ruangan sudah pernah membuat
rentang kendali : membawahi ketua tim
dan ketua tim membawahi perawat
pelaksana
5 Kepala ruangan sudah mengatur dan
mengendalikan dengan baik tenaga
keperawatan seperti membuat roster
dines, jdwal pekarya dll
6 Kepala ruangan telah menetapkan
standar dan sasaran asuhan
keperawatan diruang rawat inap
7 Kepala ruangan selalu mendelegasikan
tugas keperawatan kepada ketua tim
saat tidak berada ditempat
8 Kepala ruangan sudah memberikan
wewenang kepada tenaga tata usaha
untuk mengurus administrasi klien
dengan baik
9 Kepala ruangan pernah memfasilitasi
kolaborasi dengan tenaga lainya yang
ada diruang rawat inap
10 Kepala ruangan selalu melakukan
koordinasi dengan baik pelayanan dan
asuhan keperawatan dengan ruang
rawat inap lain
N
FUNGSI PENGARAHAN STP TP CP P SP KODE
O
1 Kepala ruangan selalu member umpan
balik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan
2 Kepala ruangan selalu
menginformasikan hal – hal penting
yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan
3 Kepala ruangan selalu melibatkan
perawat sejak awal hingga akhir
kegiatan asuhan keperawatan
4 Kepala ruangan pernah member
motivasi dalam meningkatkan
pengetahuan keterampilan dan sikap
dalam asuhan keperawatan
5 Kepala ruangan selalu memberi pujian
kepada perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan
6 Kepala ruangan sudah membimbing
perawatn dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dengan benar
7 Kepala ruangan selalu meningkatkan
kolaborasi dengan anggota tim lain
dalam asuhan keperawatan
N
FUNGSI PENGENDALIAN STP TP CP P SP KODE
O
1 Kepala ruangan pernah pernah
melakukan audit dokumentasi proses
keperawatan tiap dua bulan sekali
2 Kepala ruangan selalu melakukan
survey kepuasan klien dan keluarga
setiap kali pulang dengan format yang
telah ditetapkan
3 Kepala ruangan selalu melakukan
survey kepuasan perawat 6 bulan
sekali dengan format yang telah
ditetapkan
4 Kepala ruangan pernah melakukan
survey kepuasan tenaga kesehatan lain
5 Kepala ruangan selalu mengecek daftar
hadir ketua tim dan anggota tim dalam
asuhan keperawatan setiap hari
6 Kepala ruangan pernah menindak
lanjuti hasil untuk perbaikan mutu
asuhan keperawatan
7 Kepala ruangan selalu mengendalikan
logistic (form, bahan habis pakai
perawatan, dll) diruang rawat inap
8 Kepala ruangan selalu melakukan
penilaian perawat diruang rawat inap
9 Kepala ruangan selalu memfasilitasi
penilaian sejawat diruang rawat inap
Keterangan :
STP : Sangat Tidak Puas SP : Sangat Puas
TP : Tidak Puas
CP : Cukup Puas
P : Puas
Instrumen Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Klien
I. MINIMAL CARE
1. Pasien bis amandiri/hamper tidak
memerlukan bantuan
1. Mampu naik turun tempat tidur.
2. Mampu ambulasi dan berjalan
sendiri.
3. Mampu makan dan minum
sendiri.
4. Mampu mandi sendiri/mandi
sebagian dengan bantuan.
5. Mampu membersihkan
mulut( sikat gigi sendiri)
6. Mampu berpakaian dan
berdandan dengan sedikit
bantuan.
7. Mampu BAB dan BAK dengan
sedikit bantuan.
2. Status psikologis stabil
3. Pasien dirawat untuk prosedur
diagnostik.
4. Operasi ringan.
II. PARTIAL CARE
1. Pasien memerlukan bantuan
perawat sebagian:
1.Membutuhkan bantuan 1 orang
untuk naik-turun tempat tidur.
2. Membutuhkan bantuan untuk
ambulasi/berjalan.
3. Membutuhkan bantuan dalam
menyiapkan makanan.
4. Membutuhkan bantuan untuk
makan( disuap ).
5. Membutuhkan bantuan dalam
membersihkan mulut.
6. Membutuhkan bantuan untuk
berpakaian dan berdandan.
7.Membutuhkan bantuan untuk
BAB dan BAK ( tempat tidur /
kamar mandi ).
2. Pasca operasi minor ( 24 jam ).
3. Melewati fase akut dari pasca
operasi mayor.
4. Fase awal dari penyembuhan.
5. Observasi tanda-tanda vital setiap
4 jam.
6. Gangguan operasional ringan.
III. TOTAL CARE
1. Pasien memerlukan bantuan
perawat sepenuhnya dan
memerlukan waktu perawat yang
lebih lama.
1. Membutuhkan 2 orang atau
lebih untuk mobilisasi dari
tempat tidur kekereta
dorong/kursi roda.
2. Membutuhkan latihan asif.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan di
penuhi melalui intravena
(infus) atau NG Tube (sonde).
4. Membutuhkan bantuan untuk
kebersihan mulut.
5. Membutuhkan bantuan penuh
untuk berpakaian dan
berdandan.
6. Dimandikan perawat / keluarga.
7. Dalam keadaan inkontinensia,
pasien menggunakan kateter.
2. Setelah 24 jam pasca operasi
mayor.
3. Pasien dalam keadaan tidak sadar.
4. Keadaan pasien tidak stabil.
5. Observasi TTV setiap kurang 2
jam.
6. Perawatan luka bakar.
7. Perawatan kolostomi.
8. Menggunakan alat bantu
pernafasan.
9. Menggunakan WSD.
10. Irigasi kandung kemih secara terus
menerus.
11. Menggunakan alat traksi( skeletal
traksi ).
12. Fraktur atau pasca operasi tulang
belakang/leher.
DOKUMENTASI
PENGISIAN KUESIONER
Gambar 8. Proses pengisian kuesioner kepuasan pasien