Anda di halaman 1dari 23

RONDE KEPERAWATAN

A. PENDAHULUAN
Peningkatan mutu asuhan keperawatan sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
perkembangan iptek, maka perlu pengembangan dan pelaksanaan suatu model asuhan
keperawatan professional yang efektif dan efisien.
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian pelayanan
keperawatan dimana salah satu metode pemberian pelayanan keperawatan di mana salah
satu kegiatannya adalah ronde keperawatan, yaitu suatu metode untuk menggali dan
membahas secara mendalam masalah keperawatan yang terjadi pada pasien dan
kebutuhan pasien akan keperawatan yang dilakukan oleh perawat primer/asosiate,
konselor, kepala ruangan, dan seluruh tim keperawatan dengan melibatkan pasien secara
langsung sebagai focus kegiatan.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas lebih
dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses belajar bagi perawat
dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif,afektif, dan psikomotor.
Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer
pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori kedalam praktik keperawatan.

B. PENGERTIAN
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat disamping melibatkan pasien untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan
oleh perawat primer dan konselor, kepala ruangan, dan perawat asosiate yang perlu juga
melibatkan seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2002).
Karakteristik antara lain sebagai berikut :
1. Pasien dilibatkan secara langsung
2. Pasien merupakan focus kegiatan
3. PA,PP, dan konselor melakukan diskusi bersama
4. Konselor memfasilitasi kreativitas
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP dalam meningkatkan
kemampuan mengatasi masalah.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis dan diskusi
2. Tujuan Khusus
a. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis
b. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
c. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan
d. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah pasien
e. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan
f. Meningkatkan kemampuan justifikasi
g. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

D. MANFAAT
1. Masalah pasien dapat teratasi
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang professional
4. Terjalinnya kerja sama antar tim kesehatan
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar

E. KRITERIA PASIEN
Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki
kriteria sbb:
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan
tindakan keperawatan
2. Pasien dengan kasus baru atau langka

F. METODE
Diskusi
G. ALAT BANTU
1. Sarana diskusi : buku atau pulpen
2. Status dokumentasi keperawatan pasien
3. Materi yang disampaikan secara lisan

H. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN


Langkah –langkah dalam ronde keperawatan adalah sebagai berikut :
Tahap Pra :

PP 1. PENETAPAN PASIEN
2. PERSIAPAN PASIEN :
 INFORMED CONSENT
 HASIL PENGKAJIAN/VALIDASI
DATA

4. PERSIAPAN PASIEN : 3. PENYAJIAN MASALAH


 APA DIAGNOSIS KEPERAWATAN ?
 APA DATA YANG MENDUKUNG ?
 BAGAIMANA INTERVENSI YANG
SUDAH DILAKUKAN
 APA HAMBATAN DITEMUKAN ?

7. LANJUTKAN
5. VALIDASI DATA DI BED PASIEN 6. PP,KONSELOR,KARU
DISKUSI DI NURSE
STATION

8. KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI SOLUSI
MASALAH
KETERANGAN :
1. Praronde :
a. Menentukan kasus dan topic masalah yang tidak teratasi dan masalah yang langka
b. Menentukan tim ronde
c. Mencari sumber atau literature
d. Membuat proposal
e. Mempersiapkan pasien : informed consent dan pengkajian
f. Diskusi : apa diagnose keperawatan ? apa data yang mendukung? Bagaimana
intervensi yang sudah dilakukan ? apa hambatan yang ditemukan selama
perawatan?
2. Pelaksanaan Ronde
a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilakukan dan atau telah
dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala ruangan
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
3. Pascaronde
a. Evaluasi, revisi, dan perbaikan
b. Kesimpulan dan rekomendaasi penegakkan diagnosis, intervensi keperawatan
selanjutnya.

I. PERAN MASING-MASING ANGGOTA TIM


Peran perawat primer dan perawat asosiate :
1. Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien
2. Menjelasakan diagnosis keperawatan
3. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
4. Menjelaskan hasil yang didapat
5. Menjelaskan rasional tindakan yang diambil
6. Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
Peran perawat konselor dan tenaga kesehatan lainnya :
1. Memberikan justifikasi
2. Memberikan reinforcement
3. Memvalidasi kebenaran dan masalah serta intervensi keperawatan dan rasional
tindakan
4. Mengarahkan dan koreksi
5. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipeljari

J. KRITERIA EVALUASI
Struktur :
1. Persyaratan administrative (informed consent,alat,dan lainnya)
2. Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan
3. Persiapan dilakukan sebelumnya
Proses:
1. Peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
2. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan
Hasil :
1. Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan
2. Masalah pasien dapat teratasi
3. Perawat dapat :
a. Menumbuhkan cara berfikir yang kritis
b. Meningkatkan cara berfikir yang sistematis
c. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
d. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan
e. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah pasien
f. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan
g. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. A
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF, RISIKO
PERFUSI RENAL TIDAK EFEKTIF, RISIKO INFEKSI, PADA DIAGNOSIS MEDIS
EFUSI PLEURA BILATERAL, CKD ON HD, HIPERTENSI ON TREATMENT DI
RUANG ICU RUMAH SAKIT UNHAS MAKASSAR

Topik : Asuhan Keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan Pola Napas
tidak efektif, Risiko Perfusi Renal tidak efektif, Risiko Infeksi.
Sasaran : Pasien Ny. A/ 59 Thn
Hari/tanggal : Senin 27 Februai 2023
Waktu : 60 menit

I. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi, yaitu pola napas tidak efektif dan
Risiko Perfusi Renal tidak efektif.
2. Tujuan Khusus
a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer serta tim kesehatan lain
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien

II. SASARAN
Pasien Ny. Ani Numpa di ruang ICU RS Unhas Makassar

III. MATERI
A. Teori Asuhan Keperawatan pasien dengan Efusi Pleura dan CKD.
B. Masalah – masalah yang muncul pada pasien dengan Efusi Pleura dan CKD. Intervensi
keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura dengan masalah keperawatan Pola Napas
tidak Efektif, dan resiko perfusi renal tidak efektif.
IV. METODE
Diskusi

V. MEDIA
1. Dokumen/ status pasien
2. Sarana diskusi : kertas dan pulpen
3. Materi yang disampaikan secara lisan

VI. KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN


Wakt Tahap Kegiatan Pelaksana Tempat Keg.
u Pasien
Pra Pra Pra Ronde : Penanggung
Ronde Ronde 1. Menentukan kasus dan Jawab
topik
2. Menentukan tim ronde
3. Menentukan literatur
4. Membuat proposal
5. Mempersiapkan pasien
6. Diskusi pelaksanaan
5 Ronde Pembukaan Kepala Nurse
menit 1. Salam Pembuka Ruangan Station
2. Memperkenalkan tim ronde
3. Menyampaikan identitas 5 menit
dan masalah pasien
4. Menjelaskan tujuan ronde
30 Penyajian Masalah : Nurse
menit 1. Memberi salam dan Station
memperkenalkan pasien
dan keluarga kepada tim
ronde
2. Menjelaskan riwayat
penyakit dan keperawatan
pasien
3. Menjelaskan masalah KATIM
pasien dan rencana
tindakan yang telah
dilaksanakan dan serta
menetapkan prioritas yang
perlu didiskusikan

Validasi Data :
1. Mencocokkan dan
menjelaskan kembali data
yang telah disampaikan
2. Diskusikan antar anggota
tim dan pasien tentang
masalah keperawatan
tersebut
3. Pemberian justifikasi oleh
katim atau konselor atau
kepala ruang tentang
masalah pasien serta
rencana tindakan yang akan
dilakukan
4. Menentukan tindakan
keperawatan pada masalah
prioritas yang telah
ditetapkan
10 Pasca 1. Evaluasi dan rekomendasi Karu, Nurse
menit Ronde intervensi keperawatan Supervisor, Station
2. Penutup Perawat
VII. KRITERIA EVALUASI
1. Struktur:
a. Ronde Keperawatan dilaksanakan di ruang ICU RS Unhas
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya
2. Proses:
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah ditentukan
3. Hasil:
a. Pasien puas dengan hasil kegiatan
b. Masalah pasien dapat teratasi
c. Perawat dapat :
1) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis dan sistematis
2) Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
3) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan. Menumbuhkan
pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah pasien.
4) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan
5) Meningkatkan kemampuan justifikasi
6) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

VIII. PENGORGANISASIAN
1. Kepala Ruangan : Nia Kurnia Djalil, S.Kep.,Ns.,M.Kep.
2. PP : Hasrawati, S.Kep.,Ns.
3. PA : - Herlina Semi, S.Kep.,Ns.,M.Kep.
- Diana, S.Kep.,Ns.
- Nurfitri, S.Kep.,Ns.
4. Konselor : Yunita Nurmalasari,S.Kep.,Ns
5. Pembimbing : Jenny Latif S,Kep.,Ns
6. Supervisor : Isna Faradiba Putri,S.Kep.,Ns.,M.Kes
LAPORAN PENDAHULUAN
CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi
ginjal yang ditandai dengan menurunnya Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 mL/menit/1,73
m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan adanya penanda kerusakan pada ginjal yang
dapat dilihat melalui konsentrasi albuminuria (Webster et al., 2017).
Penurunan fungsi ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73 m2 termasuk ke dalam kategori
penyakit ginjal stadium akhir (CKD stase 5) yang menandakan bahwa ginjal tidak dapat
berfungsi dengan baik dalam waktu jangka panjang (Webster et al., 2017). Hilangnya
sebagian besar nefron fungsional secara progresif dan irreversible berpengaruh pada hasil
metabolisme yang tidak dapat dieksresi yang mengakibatkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit dan asam basa (Hall, 2014).

B. ETIOLOGI
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis.
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis.
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif.
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus
ginjal.
5. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amyloidosis.
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan 3 produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Klasifikasi Gagal ginjal
kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : Penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : Insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : Gagal ginjal stadium akhir atau uremia. K/DOQI merekomendasikan
pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
1. Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2 ).
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2.
3. Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2.
4. Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2.
5. Stadium5 : Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
a. Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin – aldosterone).
b. Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan).
c. Perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler, hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis,
effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal, anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi
dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama 5
ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan
akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin, gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun,
gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam
dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan lab.darah :
a. Hematologi Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit.
b. RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin.
c. LFT (liver fungsi test ).
d. Elektrolit Klorida, kalium, kalsium.
e. Koagulasi studi PTT, PTTK – BGA.
2. Urine :
a. Urine rutin.
b. Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu.
3. Pemeriksaan kardiovaskuler :
a. ECG.
b. ECO.
4. Radiodiagnostik :
a. USG abdominal.
b. CT scan abdominal.
c. BNO/IVP, FPA.
d. Renogram - RPG ( retio pielografi ).

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Monika, (2019) Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu :
1. Konservatif
a. Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine.
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan
agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan.
Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine serta pencatatan
keseimbangan cairan.
c. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240 gr/hr) dan
tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia serta
menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
d. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi (Guswanti, 2019).
e. Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia
dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang
banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat kalium, obat-obat yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat ACE dan obat anti inflamasi
nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan
kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.
2. Dialysis Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
3. Hemodialisis yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis
namun untuk mempermudah maka dilakukan :
a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri.
b. Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung) Tujuannya
yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi yaitu membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain (Guswanti, 2019).
4. Operasi
a. Pengambilan batu.
b. Transplantasi ginjal.
SOAP Pasien Ny. A di RUANG ICU RS UNHAS

Diagnosa 1 : Pola napas tidak efektif


Subjektif : Klien mengatakan sesak napas terutama bila berbaring
Objektif :
a. Keadaan umum lemah
b. Pasien nampak tidur dalam keadaan duduk
c. Orthopnea
d. RR : 30 kali/menit, SpO2 : 100%
e. Ronchi : bilateral
f. Hasil foto Thorax : Efusi Pleura Bilateral
Assesment : Pola napas tidak efektif
Planning : Menunjukkan pola napas efektif ditandai dengan RR output dalam batas normal
dan tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sesuai indikator dalam
NCP (3/5)
Intervensi :
a. Manajemen jalan napas
b. Pemantauan respirasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (ronchi)
- Posisikan semifowler atau fowler
- Kolaborasi pemberian Oksigen
Evaluasi :
RR : 20 kali/menit, SpO2 100%, pasien masih nampak sesekali tidur dalam posisi duduk.

Diagnosa 2: Risiko perfusi renal tidak efektif


Subjektif : -
Objektif :
a. Urine masih minimal : 10 ml/7 jam
b. hasil kreatinin tgl 16/02/2022 : 4,8 mg/dl
c. HD Reguler 3 kali/minggu
Assesment : Risiko perfusi renal tidak efektif
Planning : Menunjukkan perfusi renal efektif ditandai dengan hasil lab ureum dan kreatinin
dalam batas normal dan produksi urine cukup (0,5 - 1 mL per KgBB); sesuai
indikator NCP (3/5)
Intervensi :
Pencegahan Syok :
- Monitor status kardio pulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas,
TD dan MAP)
- Monitor status oksigenasi
- Monitor status cairan (intake dan output)
- pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
- Kolaborasi Hemodialisa
- Terlampir hasil dr, ureum creatinin
Evaluasi : Urine output + 20 ml dalam 4 jam, warna pekat

Diagnosa 3 : Risiko Infeksi


Faktor resiko :
a. Terpasang alat-alat invasif : Kateter urine, CVC di femoralis sinistra
b. WBC tgl 17/02/2023 : 11.730/ul
c. Perawatan lama dan berulang di RS
Assesment : Risiko infeksi
Planning : Menunjukkan tidak terjadi infeksi ditandai dengan nilai WBC dalam batas normal
dan tidak ada demam, sesuai indikator NCP (4/5)
Intervensi :
a. Pengendalian infeksi
- Batasi Jumlah pengunjung
- Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien
- Pastikan teknik aseptik dalam melakukan perawatan IV/CVC
b. Perlindungan terhadap infeksi.
- Pantau tanda dan gejala infeksi
Evaluasi : tidak ada tanda infeksi, pasien tidak demam, WBC tgl 18/02/2023 : 10.380 /ul
Lampiran : Resume Pasien-Pelaksanaan Ronde
A. IDENTITAS
Nama : Ny. Ani Numpa
Umur : 59 tahun
Status : Kawin
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. BTP Keindahan 8 no 73 A Blok BA Makassar
Masuk ICU : 06/02/2023
DPJP : dr. Sitti Rabiul Zatalia Ramadhan, Sp.PD, K-GH

B. DIAGNOSIS
EFUSI PLEURA BILATERAL, CKD ON HD, HIPERTENSI ON TREATMENT

C. KELUHAN UTAMA
Pasien sesak nafas

D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien masuk tanggal 05/02/2023 di IGD dengan keluhan sesak napas yang dirasakan
terus menerus. Pasien rutin cuci darah 2x/minggu selama 2 tahun. BAK sekitar 300 ml dalam
24 jam.
Tanggal 06/02/2023, pasien masuk ICU dengan keadaan umum lemah, sesak, Kesadaran
composmentis, GCS E4M6V5 (15), O2 NRM 13 lpm, TD = 221/107 mmHg, HR : 104
kali/menit, RR = 34 kali/menit. kemudian pasien dipasangkan HFNC fiO2 : 60%, flow 40
lpm dan diberikan furosemid 200 mg dalam 24 jam per syringe pump. HD Reguler dari 2x
seminggu menjadi 3x seminggu. Pasien awalnya rencana diintubasi namun pasien menolak
diintubasi. Pasien diberikan terapi NTG 20 mcg/menit per syringe pump.
Pada tanggal 07/02/2023 pasien dikonsul ke kardio dengan HR 178 kali per menit yang
menetap disertai hipertensi 189/128 mmHg, kemudian diberikan terapi nikardipin dengan
dosis 1 mg/jam dan amiodarone dosis 300 mg/24 jam. Pasien tetap dilakukan HD reguler 3x
seminggu.
Pada tanggal 21/02/2023, dilakukan thorakosintesis di dada kanan, oleh residen pulmo.
dan dilakukan weaning oksigen dari HFNC menjadi O2 NRM 13 liter per menit.

E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat Hipertensi > 10 tahun. Pernah echocardiografi sekitar 3 tahun yang lalu dengan
hasil EF , 50%. Pasien diberikan nitrokaf retard namun tidak diminum karena sulit
mendapatkan obatnya.
Pasien post rawat inap 2 minggu sebelum masuk kembali ke IGD RS Unhas dengan
keluhan yang sama. Pasien rutin cuci darah 2x seminggu.

F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Pasientidak tahu riwayat penyakit keluarganya

G. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda –tanda vital tgl 24/2/2023
TD : 253/123 mmHg, N: 88x/menit, RR: 32 x/menit, SPO2 : 98%, SUHU : 36,6 celcius,
GCS 15 (E4V6M5).
• System pernafasan (Breath)
Ada keluhan sesak, tidak batuk, pola nafas tidak teratur, ada penggunaan otot bantu
pernapasan, ronchi ada, RR:32 x/menit.
• System kardiovaskular
Irama jantung regular, bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, CRT <3 detik,akral hangat,tidak
terdapat sianosis.
• System persarafan
Kesadaran composmentis, pupil isokor 2,5 kanan dan 2,5 mm kiri. GCS E4M6V5 (15).
• System pencernaan
Pasien ada keluhan malas makan, makan 3x/hari sesuai dengan makanan yang disajikan
oleh dietisen tapi dengan porsi sedikit-sedikit, mual muntah tidak ada.
• System perkemihan
urine output 50 ml/4jam. Riwayat penyakit ginjal ada, serum kreatinin : 4,8 mg/dL
• System muskoleskeletal dan integument
Kemampuan pergerakan sendi bebas, pasien merasa lemah kekuatan otot menurun, warna
kulit, edema tidak ada, pasien memakai CVC di femoralis sinistra, cimino di tangan kiri,
tidak terdapat luka dekubitus.
• System endokrin
Tiroid tidak membesar, gds : 88 gr/dL
• Kebersihan pribadi
Pasien tidak mampu melakukan personal hygiene sendiri, dibantu oleh perawat.
• Psikososial spiritual
Pasien mempunyai motivasi tinggi untuk sembuh,tetapi pasien juga berkeluh kesah
karena keadaannya tidak kunjung sembuh.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Hasil laboratorium tanggal 05/02/2023
Ureum : 89 mg/dL
Kreatinin : 9,5 mg/dL
• Hasil laboratorium tanggal 09/02/2023
ELEKTROLIT : Na : 134 mmol/L, K: 3,9 mmol/L, Cl: 99 mmol/L
• Hasil laboratorium tanggal 16/02/2023
WBC : 7.710 /ul
RBC : 2.380.000 /ul
HGB : 6.5 g/d
HCT : 19.7 %
MCV : 82.8 fl
MCH : 27.3 Pg
MCHC : 33.0 g/dl
PLT : 212.000 /ul
Kreatinin : 4,8 mg/dl,
ELEKTROLIT : Na : 130 mmol/L, K: 3,5 mmol/L, Cl: 96 mmol/L
• Hasil laboratorium tanggal 18/02/2023
WBC : 10.380 /ul
RBC : 3.700.000 /ul
HGB : 10.2 g/dl
HCT : 30.5 %
MCV : 82.4 fl
MCH : 27.6 Pg
MCHC : 33.4 g/dl
PLT : 264.000 /ul
• Hasil laboratorium tanggal 20/02/2023
pH : 7,52
pCO2 : 26,9 mmHg
pO2 : 141,3 mmHg
BE : -0,6 mmol/l
HCO3 : 22,4 mmol/l
TCO2 : 23,2 mmol/l
SO2 : 99,5%
• Hasil foto thorax PA Tgl 06/02/2023:
Kesan : - Edema paru - Efusi pleura bilateral - Atherosclerosis aortae

• Hasil foto thorax PA Tgl 15/02/2023:


Kesan :
 Cardiomegaly disertai dengan edema paru (dibandingkan dengan foto thoraks 6
Februari 2023, kesan perbaikan)
 Efusi pleura bilateral (dibandingkan dengan foto thoraks 6 Februari 2023, kesan
perbaikan)
 Atherosclerosis aortae
I. TERAPI tgl 24/02/2023
• O2 NRM 10 LPM
• Adalat oros 30 mg / 24 jam/ oral
• Telmisartan 160 mg / 24 jam / Oral
• Clonidin 0,15 / 8 jam / oral
• Spironolakton 25 mg / 24 jam / Oral
• HD Reguler (Selasa,kamis,sabtu)
• NTG 5 mcg/ Menit/ SP

Anda mungkin juga menyukai