LP PP Fisiologiss
LP PP Fisiologiss
b. Penyebab/Faktor Predisposisi
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor
janin, dan faktor persalinan pervaginam.
1. Faktor Ibu
- Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan
yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih dari 28
minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah
mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah
anaknya (Oxorn, 2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran
atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir selalu terjadi dan
tidak jarang berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).
- Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus
didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan
dan memang ingin mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat
meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu.
2. Faktor Janin
- Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram
(Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko
trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus
brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu
seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn, 2001).
- Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu
memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu (Dorland,1998).
a) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap
extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau
diameter submentobregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya
adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi
bagian terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003).
b) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini
berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna.
Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan
bregma dengan penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah
adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan diameter
antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).
c) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya
adalah sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat
dibedakan menjadi empat macam yaitu presentasi bokong sempurna,
presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki, dan presentasi
bokong lutut (Oxorn, 2003).
3. Faktor Persalinan Pervaginam
- Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan
dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang
dipasang di kepalanya (Mansjoer, 2002).
a) Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin
dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer,
2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi
forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur
perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina
(Oxorn, 2003).
b) Embriotomi
Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan
melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu
pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar
untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifudin, 2002).
c) Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat
cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh
abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada
keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat
his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat
kuat (Cunningham, 2005).
c. Pohon Masalah
Proses persalinan
Kala I Kala IV
Kala III
Kala II
Kontraksi Uterus Pelepasan plasenta Post
Partum
Partus
Risiko perdarahan
Nyeri Akut
Risiko Kekurangan Risiko Infeksi
Kerja jantung meningkat Volume Cairan
Gangguan Pertukaran
Estrogen meningkat
Gas
Kelelahan (O2 menurun)
Ketidakefektifan Penurunan laktasi
Pemberian ASI
d. Klasifikasi
Menurut (Mitayani, 2009), Asuhan keperawatan pada masa postpartum
dibagi atas tiga periode, yaitu:
a. Immediate postpartum, adalah masa 24 jam postpartum
b. Early postpartum, adalah masa pada minggu pertama postpartum
c. Late Postpartum, adalah masa pada minggu kedua sampai dengan minggu
keenam postpartum
e. Gejala Klinis
Menurut (Mansur, H. 2009), gejala klinis post partum fisiologis adalah
sebagai berikut :
Perubahan fisik
1) Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga
mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Proses involusi terjadi karena
adanya:
a) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh
karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi
lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari
sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula.
Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian
dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser
kencing setelah melahirkan.
b) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot
setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah
yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk
mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan
retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang
mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga
ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.
c) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan
atropi pada jaringan otot uterus.
Diameter
Berat
Involusi TFU Bekas Melekat Keadaan Cervix
Uterus
Plasenta
Setelah Sepusat 1000 gr 12,5 Lembek
plasenta
lahir
1 minggu Pertengahan
pusat 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui 2 jari
symphisis
2 minggu Tak teraba 350 gr 5 cm Dapat dimasuki 1 jari
8 minggu Normal 30 gr
e) Lochea purulenta
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.
f) Lacheostatis
Lochea tidak lancar keluarnya.
4) Dinding Perut Dan Peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu
lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma
pelvis yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur
angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang
menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk
memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan.
5) Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk
mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta
dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan
diuresis yang menyebabkan volume plasma menurun secara cepat pada
kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama
setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan
progesteron membantu mengurangi retensi cairan sehubungan dengan
penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan .
6) Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari
volume darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari
aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum.
7) Sistem Hormonal
a) Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi
pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan
aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin
beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat
perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang
memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi
oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus
dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG,
estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat,
keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.
b) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh
glandula hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan
merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar
prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada
wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14
sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH
disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang
menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar
normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan
menstruasi.
c) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran
air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan
yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu
yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya
dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang
pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang
pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH.
Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang
laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang
merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek
yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi.
Rangsang ini menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang
menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan
nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola
mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu.
Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-
5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %.
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak
badan. Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan
serta makanan yang dikonsumsi ibu.
8) Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi :
Tabel perubahan Tanda-tanda Vital
(2) Nadi :
Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output. Nadi naik
pada jam pertama. Dalam 8 – 10 minggu setelah kelahiran anak,
harus turun ke rata-rata sebelum hamil.
(3) Pernapasan :
Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita sebelum
persalinan.
(4) Tekanan darah :
Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik hipotensi adalah
indikasi merasa pusing atau pusing tiba-tiba setelah terbangun,
dapat terjadi 48 jam pertama.
Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah :
a) Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal suhu
menjadi 380C (100,4F0
b) Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin indikasi
hipovolemik akibat perdarahan.
c) Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena
tingginya sub arachnoid (spinal) blok.
d) Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik
sekunder dari perdarahan, bagaimana tanda terlambat dan gejala lain
dari perdarahan kadang-kadang merupakan sinyal tenaga medis.
9) Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi
dalam 3 tahap yaitu:
a) Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa
ini terjadi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi.
Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak
memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling
memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.
b) Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu
berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk
menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu
berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air
kecil atau buang air besar.
c) Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu
mengambil tanggung jawab terhadap bayi.
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang
dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung
dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu.
Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada
hari ke 3-5 post partum.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Bobak, 2004), pemeriksaan diagnostic post partum fisiologis
adalah sebagai berikut :
1. Darah lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, trombosit )
2. Urine lengkap
g. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Moctar, 2001), Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat
dilakukan dengan cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan
memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang
biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak
baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan
antibiotik yang cukup.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan
lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada
robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi
lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan
segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau
dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan
catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Persalinan yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur
perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008)
kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat
dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk
mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum
spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin
menandakan preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan
terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan
perdarahan darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan
syok, maka cairan pengganti merupakan tindakan yang vital,
seperti Dextrose atau Ringer.
3. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit)
ditambahkan dengan cairan infuse atau diberikan secara
intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan mengurangi
perdarahan post partum.
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative,
alaraktik, narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya
sensori, obat ini diberikan secara regional/ umum.
h. Komplikasi
Menurut (Bobak. 2004), komplikasi post partum fisiologis adalah sebagai
berikut :
a. Perdarahan post pastum (keadaan kehilangan darah lebih dari 500 mL
selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi)
b. Infeksi
1) Endometritis (radang edometrium)
2) Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
3) Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
4) Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjdi keras
dan berbenjol-benjol)
5) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit
merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan ; Jika tidak ada
pengobatan bisa terjadi abses)
6) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose
superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan
dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri.)
7) Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik
38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada
tepi, pus atau nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab,
lukanya meluas)
c. Gangguan psikologis
d. Depresi post partum
e. Post partum Blues
f. Post partum Psikosa
g. Gangguan involusi uterus
b. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2015-2017), diagnose post partum adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d reflex isap bayi buruk
2. Nyeri akut b.d agens cedera fisik : prosedur bedah
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
4. Risiko perdarahan dibuktikan dengan kompikasi pasca partum : retensi
plasenta
5. Risiko kekurangan volume cairan dibuktikan dengan kehilangan cairan
melalui rute normal
6. Risiko infeksi dibuktikan dengan prosedur invasif
c. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Konseling Laktasi Konseling Laktasi
pemberian ASI b.d keperawatan selama 1. Berikan 1. Agar mampu
reflex isap bayi 2x24 jam, diharapkan informasi mengetahui
buruk pemberian ASI efektif mengenai manfaat
dengan criteria hasil manfaat menyusui
sebagai berikut : menyusui baik
NOC
fisiologis maupun
Keberhasilan
psikologis
Menyusui : Bayi
2. Bantu menjamin 2. Posisi melekat
kelekatan bayi ke akan
Kriteria Hasil :
dada dengan cara memudahkan
1. Menunjukkan
yang tepat (bayi bayi menyusu
penempatan
memegang dada sertaagar adanya
lidak yang tepat
ibu dan adanya kontak batin ibu
2. Menunjukkan
kompresi serta dan anak
reflex mengisap
terdengar suara
3. Terdengar
menelan)
menelan
3. Instruksikan bu 3. Agar mencegah
untuk melakukan terjadi bengkak
perawatan puting dan mengurangi
susu kotoran
menempel
4. Diskusikan 4. Melakukan
teknik untuk pijatan atau
menghindari atau member kompres
meminimalkan hangat dapat
pembesaran dan memperlancar
rasa tidak /merangsang ASI
nyaman terkait keluar
hal ini (mis,.,
sering
memberikan ASI,
pijat payudara,
kompres hangat)
2. Nyeri akut b.d agens Setelah dilakukan asuhan Pain Management Pain Management
1. Lakukan 1. Agar
cedera fisik : keperawatan selama
pengkajian mengetahui
prosedur bedah 2x24 jam, diharapkan
nyeri secara derajat nyeri
nyeri pada pasien dapat
komprehensif dan tindakan
teratasi dengan criteria
termasuk lokasi, lanjutan yang
hasil sebagai berikut :
NOC karakteristik, diberikan
Pain Level 2. Agar
durasi,
Pain Control
menngetahui
Comfort Level frekuensi,
Kriteria Hasil : respon non
kualitas dan
1. Mampu
verbal terhadap
factor
mengontrol nyeri
nyeri
presipitasi
(tahu penyebab 3. Mengurangi
2. Observasi reaksi
nyeri, mampu sumber-sumber
non verbal dari
menggunakan yang
ketidaknyamana
teknik menyebabkan
n
nonfarmakologi 3. Control nyeri timbul
4. Agar
untuk mengurangi lingkungan
mengurangi
nyeri, mencari yang
nyeri yang
bantuan) mempengaruhi
2. Melaporkan bahwa terjadi dengan
nyeri seperti
nyeri berkurang teknik terapi
ruang suhu
Analgesic
dengan
ruangan,
Administration
menggunakan
pencahayaan 1. Agar
manajemen nyeri
dan kebisingan mengetahui
3. Mampu mengenali
4. Ajarkan teknik
derajat nyeri
nyeri (skala,
non farmakologi
dan obat yang
intensitas, Analgesic
diberikan
frekuensi dan tanda Administration
2. Agar tidak salah
1. Tentukan lokasi,
nyeri)
dalam
4. Meyatakan rasa karakteristik,
pemberian obat
nyaman setelah kualitas dan
3. Mencegah
nyeri berkurang derajat nyeri
terjadinya
sebelum
komplikasi /
pemberian obat
syok
2. Cek instruksi
4. Agar
dokter tentang
mengetahui
jenis obat, dosis pengaruh obat
dan frekuensi terhadap tanda
3. Cek riwayat
vital
alergi
4. Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesic
C. DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta, EGC
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Cunningham FG, et all. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta, EGC.
Medika.
Medika
Syaifuddin, BA, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Mengetahui
Pembimbing Akademik/ CT