Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS PADA NY…DENGAN KASUS OLIGOHIDRAMNION


DI RUANG VK RSUD SIDOARJO

Disusun Oleh:

AHMAD DIYAN WICAHYO

(201703064)

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN


SENIOR
STIKes MEDIKA NURUL ISLAM
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA DENGAN OLIGOHIDRAMNION

A. Oligohidramnion
1.Defenisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm.
Karena VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat
adalah AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat
hamil cukup bulan).

2.Etiologi
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas
wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.
Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami
cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin
yang diproduksi janin berkurang.
Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan
oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada
plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan
darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme
inhibitor (mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan
oligohydramnion parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit
tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu
dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan
bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka
lalui adalah aman selama kehamilan mereka.
3.Manifestasi Klinis
1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
3. Sering berakhir dengan partus prematurus.
4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas.
5. Persalinan lebih lama dari biasanya.
6. Sewaktu his akan sakit sekali.
7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.

4.Pathway

Oligohidraminion

Air ketuban < 500 cc

Bayi bergerak Air ketuban yang terlalu Resiko cedera


dengan susah sedikit indikasi SC

Nyeri akut Cemas

5.Pemeriksaan
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban
terlalu sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para dokter akan mengukur
ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya.
Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian
amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu
tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut
lebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami polihydramnion.

6.Prognosis
1. Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk
prognosisnya.
2. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas.

7.Komplikasi
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan
ketuban berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat
terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan
cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan
trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan
dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti
kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga
meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam
kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester
terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang
baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan
resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari
memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin.
Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami
operasi caesar disaat persalinannya.

8.Tindakan Konservatif
1. Tirah baring.
2. Hidrasi.
3. Perbaikan nutrisi.
4. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST, Bpp).
5. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6. Amnion infusion.
7. Induksi dan kelahiran.

B. Sectio caesarea
1.Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus
yang utuh(Gulardi &Wiknjosastro, 2006).

2.Etiologi
a. Indikasi Ibu
a) Panggul sempit absolute
b) Placenta previa
c) Ruptura uteri mengancam
d) Partus Lama
e) Partus Tak Maju
f) Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi Janin
a) Kelainan Letak
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat
lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak
belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan
berharga.
b) Gawat Janin
c) Janin Besar
c. Kontra Indikasi
a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat

3.Tujuan
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan
serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta
previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain
dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga
dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.

4.Manifestasi Klinik
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang
lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2001),antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b . Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c . Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-
800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h . Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan
muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang
paham prosedur
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

5.Jenis - Jenis
a. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi
memanjang pada corpus uteri y a n g m e m p u n y a i k e l e b i h a n
m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan
dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra
abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk
persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
spontan.
b) Sectio caesarea profunda
Insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan
penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan
rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan
luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga
mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada
kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
d. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2 .Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3 .Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1.Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2.Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
3.Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan.

e. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
isi uterus ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil

Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga
dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

6.Komplikasi
a. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama.
b. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila reperitonalisasi terlalu tinggi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

7.Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.

8.Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

9.Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi


setengah duduk (semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila
basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika
ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara
yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan
kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. (Manuaba, 1999)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta
previa).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
d) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
a) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
c) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
f) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g) Keamanan
h) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan

3. Rencana Kperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
c) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d) Wajah tidak tampak meringis
e) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah
meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas
dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan
suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
4. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi
klien
5. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan
proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1. Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
2. Lakukan latihan gerak secara pasif
3. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
4. Jaga kelembaban kulit
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas
operasi (SC)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesea)
b) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =
60 -100x/ menit)
c) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi :
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat
waktu pecah ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan
balutan sesuai indikasi
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah
WBC / sel darah putih
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan
ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :
a) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi :
1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung
2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.
6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm
KD. Williams obstetric. 22nd ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.


Jakarta : EGC
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas/E.6.
Jakarta: EGC.

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri


Ginekologi dan KB. Jakarta : EGG
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta; Tridasa Printer

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT


Gramedi
Rustam, 1998, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta: EGC

Rustam, mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri


patologi edisi ke 2. Jakarta: EGC.

Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.


Jakarta : Salemba Medika.

Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4.


Jakarta: YBB- SP.

Anda mungkin juga menyukai