Anda di halaman 1dari 22

PROLOG

Permaisuri : (masuk ke depan penonton dengan langkah pelan) Hah, cerah sekali hari ini.
Di luar, langit seakan bergembira menampakkan biru terangnya, apalagi sang surya. Betapa
sengit jarum-jarum itu menghujamkan teriknya. Andai saja, aku bisa menikmati hari ini
bersama Raja (wajahnya berubah sedih, beranjak duduk di salah satu kursi dan berniat
melanjutkan rajutannya) Andai saja, Raja mau menghabiskan waktunya bersamaku hari ini.
Andai saja, ia tidak berselir banyak. Andai saja, cintanya tidak terbagi dan hanya
menjangkauku semata. Andai saja... Ah! Tidak, tidak! (menggelengkan kepala) Berandai-
andai hanya akan melambungkan pikiranku, seseorang sepertiku tidak boleh berandai-andai.
Bagaimana pun, aku adalah seorang permaisuri. Aku tidak boleh lemah ditelan pengandaian.
(Termenung sebentar) Raja, kapan engkau mengerti? Kalau engkau mau sekali saja mengerti,
engkau akan tahu Raja, hati ini masih melolong merengek perhatianmu.

(Permaisuri terdiam dan kembali merajut ketika selir 1 masuk ke dalam panggung dengan
angkuh)

Selir 1 : (memandang perhiasan yang dikenakannya, melirik ke arah Permaisuri)


Masih merenungi nasibmu, Permaisuri? Kau yakin Raja akan menerima rajutanmu kali ini?
(Permaisuri tersenyum) Sungguh naif. (Duduk di salah satu kursi dan memanggil Dayang)
Dayang! Kau lihat baju-baju di atas almariku? Tolong ambilkan semuanya! Aku ingin
mencoba baju baruku! Ah! Permaisuri!? Kau yakin tidak ingin mencobanya bersama kali ini?
Kau tahu? Baju kali ini, khusus dibuatkan oleh Designer terkenal dari kerajaan. Kau ragu?
Saya yakin, sungguh yakin, benar-benar yakin, 100 % yakin, percaya padaku kali ini, ini
benar-benar buatan tangan, Ah, Sungguh! kau harus mencobanya Permaisuri.. (sambil
menyipitkan matanya).

Permaisuri : (berhenti dari kegiatan menjahit dan menatap Selir 1 dengan tatapan pura-
pura sabar) Selir 1, apa kau menemukan gurat ragu di wajahku?

Selir 1 : (tertawa) Hah, benar.. benar. Kau tentu percaya dengan ucapanku, hanya
saja.. Kau terlalu kuno, Ratu.. (nada mengejek)

(Dayang datang membawakan pakaian)

Selir 2 : Aduh, telingaku sakit. Sepertinya bukan dari suara burung-burung di luar.
Ada apa ini? Ah, tentu saja. Selir 1, ramuan awet muda lagi?

Selir 1 : Hem, sayangnya bukan. Pakaian baru, 100 % buatan tangan.

Selir 2 : Ah! Pakaian baru. Tunggu, tadi sampai mana aku membacanya? Em, mana
dia? Ya, ini sudah, bukan ini, ini juga bukan, nah, ini dia!

Permaisuri : Selir 2? Bukumu jatuh.

Selir 2 : Apa?! Benarkah? Tidak. Hei, jangan mengerjaiku, Ratu. Ramuan awet muda,
ramuan awet cantik, karena muda belum tentu cantik, ramuan penurun berat badan, ramuan
peninggi badan, karena langsing belum tentu tinggi, dan ini dia, ramuan yang belum
ditemukan khasiatnya. Apa aku harus mencoba semua tanaman itu untuk megetahui
khasiatnya masing-masing? Benar, ratu, selir 1, kalian ingin jadi kelinci percobaanku?
Kelinci-kelinci kerajaan hampir habis untuk percobaan ramuan tumbuhanku, ada ide untuk
mengembangbiakannya?

Selir 3 : Permaisuri, para selir, kalian berkumpul disini? Apa Raja menyuruh kita
untuk berkumpul?

Selir 2 : Kamu takut melanggar perintahnya?

Selir 3 : Tentu saja. Jika Raja menginginkan kita berkumpul, kita harus segera
melaksanakan perintahnya. Raja adalah penolongku. Aku sadar, aku tak memiliki kuasa
apapun sebagai selir. Tapi ini lebih baik dari pada sebelum raja memilihku menjadikan
selirnya. Aku hanya gadis biasa, miskin dan malang. Desa kecil tak dapat memberikanku
kecukupan waktu itu, tapi kemudian Raja datang menjadi penolongku.

Selir 1 : Kamu bernostalgia? Menjijikan.

Selir 3 : Aku tidak peduli kau berkata apa selir 1. Kalau kau mengetahui bagaimana
perihnya kehidupanku sebelum raja mengambilku sebagai selir, kau juga akan merasa sangat
bersyukur. Terlepas dari apakah aku mencintainya atau tidak, bagiku, Raja tetaplah pria baik
hati yang mau mengulurkan tangannya untuk sebatang kara seperti diriku. Aku benar-benar
membutuhkannya

Selir 4 : ah, aku tidak tahan. Aku mendengar suara bercicit-cicit halus dari dalam sini,
ketika ku lihat, benar dugaanku, ternyata tikus-tikus istana sedang menjerit-jerit.

Permaisuri : Selir 4! Beraninya kau..

Selir 4 : Ada apa permaisuri? Para selir sekalian? Kalian marah? Ah? Karena aku
menyebut kalian seperti tikus? Benar, tikus-tikus yang bersyukur karena hidup di lumbung
padi yang melimpah. Apa kalian merasa bebas dengan hidup seperti ini? Kekayaan raja, cinta
raja, dan kebaikan raja, aku tidak mengerti kenapa kalian beromong kosong seperti itu.
Pernahkan kalian bermimpi, atau hanya berandai-andai. Jika saja, aku tak dijadikan selir oleh
raja, betapa bebasnya hidup ini. Berkelana, bertualang, dan mencari pasangan sejati kita
sendiri. Ah, Indahnya..

Selir 1 : Kau hidup di Negeri dongeng? (mengejek)

Selir 4 : Tentu, ini kan memang Negeri Dongeng. Sial, selir 1, kau mengahancurkan
jiwa kebebasanku. Maksudku, angan-angan kebebasanku. Coba saja bayangkan, di luar sana,
kita bisa menunggang kuda, menaiki bukit, mengarungi lautan, menghirup udara bebas,
bertemu pangeran, yah, bukan pangeran seperti raja sih. Kalian tidak pernah membayangkan
seperti itu? Tentu saja, permaisuri dan selir sangat senang dengan lumbung padi yang
melimpah ini.
Selir 5 : Hentikan omong kosongmu, Selir 4. Kau pikir kenyataan akan sama
mudahnya dengan angan-anganmu? Hidup bebas? Bahagia? Tanpa kekuasaan yang dimiliki
Raja, kau hanya menunggangi keraguan, menaiki penderitaan, mengarungi duka, menghirup
udara sengsara, dan bertemu pemuda desa yang hampa kekuasaan. Kau bisa bahagia dengan
itu semua? Aku ragu, kau akan menikmati hidup bebasmu itu. Dengar, kekuasaan yang Raja
berikan pada selirnya memang tidak seberapa, tapi dibanding dengan hidup brutal seperti
yang kau impikan, kamu hanya akan menyesali jika sudah dihadapkan pada kenyataan. Kau
harus mengerti nasehatku ini.

Selir 2 : Cocok! kau bisa melamar menjadi seorang penasehat tahun depan. Mungkin.
Kalau penasehat yang sekarang aku beri ramuan kematian yang aku buat.

(Selir 6 masuk, semua memandang dan terdiam sejenak)

Selir 6 : Boleh aku bergabung? Dayang di luar istana asyik bergunjing, ku dengar dari
mereka, ratu dan para selir sedang bergosip lagi di dalam istana.

Semua, kecuali Selir 6: Kami tidak sedang bergosip Selir 6.

Selir 6 : Ya, ya. Aku mengerti. Kita memang hanya sekelompok orang yang bernasib
sama. Bermula dari gadis biasa, bekerja di desa, ditemukan raja, diseret ke istana, dan
bergelimang dusta. Hah, Selir kerajaan! Siapa yang bangga dengan gelar itu? siapa yang
bangga dijadikan selir hanya untuk kepuasan seorang Raja yang mata keranjang? Aku tidak
tahu apa aku salah dengar atau tidak tadi, tapi aku setuju dengan hidup bebas yang tidak
mungkin kita dapatkan disini.

Selir 5 : Nah, benar bukan? Hidup be––

Selir 6 : Tapi.. (mengeraskan suara) bukan berarti hidup bebas tanpa kekayaan dan
kekuasaan Raja akan menjamin kita bahagia di luar sana. Tentu, kita perlu berjuang untuk
dapat bahagia dan itu tidak semudah yang diceritakan dalam dongeng meski kita hidup di
negeri dongeng. Aku akui, aku menyukai kekayaan dan kekuasaan yang raja miliki. Itu
semua, sulit digenggam ketika aku berada di desa dulu. Tapi, aku benar-benar tidak sudi
dengan kelakuan dan sikap raja yang seenaknya menggunakan kedua hal itu demi
keinginannya semata, menarik kita para wanita untuk dijadikan selirnya, lalu mengambil
wanita untuk dijadkan selir selanjutnya. Betapa kurang ajarnya!

Raja : Selamat pagi, Permasuri dan Selir-selirku! Menggosip seperti biasa?


Membicarakan kehebatan dan keangkuhanku? Aha! Tentu saja! Memang apalagi yang bisa
kalian bicarakan selain itu?

Permasuri : Sebenarnya, Raja, secara teknis kami tidak sepenuhnya membicarakan


tentang hal itu. Kau tidak lihat? Aku sedang merajut.

Selir 1 : Selir 1 mu, sedang mencoba pakaian baru. Dan ini, benar-benar Wah..

Selir 2 : Dan aku, sedang membaca referensi untuk ramuan baruku.


Selir 3 : Benar, aku memang sedang membicarakan kehebatan dan kebaikanmu, Raja.
Entah mengapa, tertangkap basah oleh mu seperti ini, aku menjadi malu..

Selir 4 : Mengapa menatapku seperti itu? jangan terlalu percaya diri, aku tidak seperti
selir 3 yang menjijikan karena mengagumimu, dan aku tidak sedang membicarakan mitos-
mitos kekayaan dan kekuasaan mu, Raja.

Raja : Ya, yang kau bicarakan mungkin seperti biasa, Selir 4, mitos-mitos tentang
hidup bebasmu.

Selir 5 : Aku sepenuhnya berada di pihakmu, Raja. Khususnya, untuk kekuasaan aku
selalu berada di pihakmu.

Selir 6 : Dan aku tidak.

Raja : Baik, aku sudah tahu. Cukup, selir-selirku. Pembicaraan kalian berhenti
sampai disini, aku minta maaf. Kalian boleh keluar dari ruangan ini sekarang, karena aku
harus membicarakan sesuatu yang penting dengan penasehatku. Sebelum kalian terkejut
nanti, akan ku beritahu sekarang. Mungkin, ini akan menjadi pembicaraan yang lama dengan
penasehatku. Ini bukan tentang kekayaanku, kekuasaan dan yang lainnya, jadi jangan
khawatir. Aku hanya merencanakan untuk menambah selir baru. Itu saja.

Semua kecuali Raja : Lagi?!

Raja : Baik, baik. Suara kalian sudah cukup kompak untuk bergabung ke sebuah
grup paduan suara. Jadi, silahkan pergi dan berlatih di luar. Penasehat! Masuklah! Sekarang
ruangan ini sudah cukup luas untuk kita berdua, oh, maksudku bertiga. Ada apa permasuriku?
Wajahmu bersedih lagi dan kau tidak lekas keluar.

Permaisuri : Tidak apa-apa, Raja. Aku permisi keluar.

Raja : Penasehatku, sudah berapa lama kau menjadi penasehat di kerajaan ini?

Penasehat : Kurang lebih, 10 tahun, Raja.

Raja : Baik. Aku tau, kesetiaan dan keahlianmu dalam menjalankan tugas sebagai
penasehat tidak perlu diragukan lagi. Sekarang, kita bisa melanjutkan pembicaraan yang
seminggu lalu belum terselesaikan. Kau masih ingat bukan apa itu?

Penasehat : Tentu, Raja. Aku tidak mungkin lupa. Kau ingin aku mencarikan selir
untukku, bukan? Akhm, maksudku, untukmu, Raja. Aku sudah mendapatkan datanya, semua
wanita yang memiliki kemungkinan paling besar dan paling pantas untuk menjadi selirmu
selanjutnya ada dalam kertas ini. Dari desa ini, dari desa itu, dari hutan ini, hutan itu, dari
seluruh kawasan yang bisa dijangkau oleh kekuasaan kerajaan ini, semua sudah aku data.
Tentu aku tidak mengadakan sayembara untuk mencari calon selirmu, bisa-bisa seluruh
warga berduyun-duyun mendatangi istana ini.
Raja : Ah, sudah ku duga! Cerdas benar penasehatku. Jadi, untuk pencalonan
selirku yang satu ini, ada berapa kandidatnya?

Penasehat : Satu, Raja.

Raja : Satu?! Dan kau bilang tadi, semua wanita-wanita itu? hanya satu?!

Penasehat : Tenang, Raja. Teriakanmu membuat burung-burung di luar sana


mengepakkan sayapnya dengan gelisah. Biar ku beri tahu tentang identitas wanita ini, Raja.
Pertama, dia punya latar belakang yang bagus, Raja, sebatang kara. Tunggu, jangan disela,
dengan menjadikan dia sebagai selirmu, maka akan memperbaiki pencitraanmu di depan
warga kerajaan. Kedua, dia cantik. Ini akan memperbaiki penglihatanmu yang mulai bosan
dengan wajah-wajah selir yang kau miliki. Ketiga, dia pemberani. Sebenarnya, kelebihannya
yang ketiga ini perlu dikhawatirkan, Raja. Bisa saja nanti dia melakukan kudeta karena sifat
pemberaninya ini.

Raja : Hmm, benar. Tapi, aku tidak peduli, Penasehat. Sepertinya, aku tertarik
dengan wanita ini. Siapa namanya?

Penasehat : PU Wanita, Raja.

Raja : Baik! Suruh beberapa Prajurit untuk menjemput calon selirku, PU Wanita!
aku tidak peduli, bawa dia ke hadapanku meski dengan cara paksa!

Penasehat : Baik, Raja. Aku permisi.


BABAK 1

Teman lk 1 : wah..indah sekali tempatnya, sejuk dan rindang, sepertinya aku akan
menikmati setiap hembusan angin disini. Kamu pintar sekali memilih tempat untuk kita
camping. (menunjuk 3)

Teman pr 3 : Tidak, tidak! Kau tidak perlu memujiku, karena itu sudah menjadi hal yang
sangat sangat biasa untuk ku, kalau kau ingin tau banyak tentang hutan, gunung, lautan,
tanyakan saja pada ku! Mereka sudah tak asing di telingaku! (agak meninggi) ya sudah
kalian istirahat saja dulu disini.

Teman lk 2 : Tapi masih ada Teman lk 1 tempat yang belum kau sebutkan.... hmmm...
lembah? apa kamu tak pernah ke lembah? (semua tertawa)

Teman pr 3: lagian siapa juga yang mau berpetualang di lembah, aneh – aneh saja. Sekalian
saja kau ku lemparkan ke dasar jurang ya!

Teman lk 4 : hahaha, sudah sudah tidak usah di lanjutkan! Lihat 6 sepertinya di antara kita
hanya dia yang tidak menikmati perjalanan ini. Hei, kau lapar? (berbicara ke 6) dari tadi ku
lihat kamu memegangi perut terus. Bukalah tas mu! Bukannya kamu membawa banyak
makanan?

Teman pr 6 : (pegang perut) iya nih, sakit sekali perut ku. padahal Aku baru saja makan,
Ini bukan karena lapar Aku yakin karena ada rasa sedikit terbakar di lambungku.

Teman pr 5 : bagaimana tidak, kamu makan banyak sup pedas sebelum melanjutkan
perjalanan kesini, bahkan punya ku juga kau habiskan. Pantas lah kalau kamu sakit perut.

Teman pr 6 : Iya aku tidak bisa menahan rasa lapar, Teman lk 1 katakan padaku dimana
sungainya? Aku ingin buang air.

Teman lk 1 : mana aku tahu, tanyakan saja pada Teman pr 3, dia pasti tau segalanya
tentang tempat ini.

Teman pr 3 : kamu pergi saja ke arah sana (menunjuk) lurus saja, tak perlu belok – belok,
tak lama, kau akan menemukan sungai.

Teman pr 6 : kalian akan beristirahat di sini kan? Kalian tidak akan pergi kemana – mana
kan sebelum aku kembali? Aku akan pergi ke sungai dengan Teman pr 5.

Teman pr 5 : sudah ku duga, kau pasti akan mengajakku, hahaha...AYO!

(sementara mereka duduk – susuk santai sambil istirahat)

Teman lk 2 : kenapa kita memilih beristirahat disini? Ini kan jauh dari sumber air,
bukannya itu akan merepotkan kita.
Teman pr 3 : kau mau kita beristirahat di pinggir sungai? Lalu jika salah satu diantara kita
sedang mandi atau buang air itu akan terlihat jelas oleh kita? Lagian ini kan hutan lebat pasti
ada banyak binatang buas, di sungai pasti ada buaya.

Teman lk 4 : Kau ini seperti baru pertama kali ngecamp saja!

Teman pr 3 : enak saja! Kau tahu kan aku ini si petualang sejati! Bahkan aku tau semua
jenis tanaman atau buah – buahan yang bisa di makan di hutan ini, aku bisa menghirup aroma
harimau dari kejauhan Teman lk 2 00 meter, dan kau lihat, pohon ini adalah pohon yang
sangat di sukai oleh burung. Aku tahu semuanya!

Teman lk 2 : Oh...ini yang di sebut si Raja Hutan? Kamu tau segala hal tentang hutan?
Lalu kau berfikir kalau sungai itu ada buaya?

Teman pr 3 : yaaaaa, menurut ku begitu! Jika kita beristirahat di dekat sungai, pasti kia
akan mati.

Teman lk 4 : hahaha, aku baru tau si raja hutan takut buaya.

Teman pr 3 : hei! (mau marah)

Teman lk 1 : sudah – sudah, apa kalian mau bertengkar terus? Sudahlah urusan binatang
serahkan saja pada ku, kalian tau kan dirumahku ada lebih dari sepuluh jenis reptil buas yang
telah aku jinakkan. Buaya atau harimau sekalipun serahkan pada ku! Dan juga Teman pr 3,
kau tidak perlu takut dengan buaya, hidup di perut buaya tidak seburuk yang kau fikirkan,
hanya saja di sana lebih gelap. (tertawa)

Teman pr 3 : kenapa hal itu tidak kau lakukan sekarang? (menggerutu) (membuka tas)

Teman lk 1 : Hahaha, sudah lah aku hanya bercanda..hmm... aku tak mau mati kedinginan
malam ini, sebaiknya kita pergi mencari beberapa tangkai pohon untuk membuat api. Teman
lk 2 kau mau pergi bersama ku kan?

Teman lk 2 : iya baiklah.... (Teman lk 1 dan Teman lk 2 pergi)

Teman lk 4 : kau membawa air hangat? Boleh ku minta? Dari tadi aku kedinginan.

Teman pr 3 : silahkan, hanya saja itu bukan milikku, itu milik Teman pr 5.

Teman lk 4 : hmmm...oh iya dari tadi kok Teman pr 5 dan Teman pr 6 belum kembali ke
sini? Aku jadi khawatir dgn mereka, mereka kan perempuan jika terjadi apa – apa aku yakin
hal yang pertama kali mereka lakukan adalah menjerit. Tapi sekarang serius deh aku mulai
cemas mengingat lebih dari satu jam mereka belum kembali, apa sungai nya sangat jauh?

Teman pr 3 : tidak begitu jauh sebetulnya Teman lk 10 menit pun bisa sampai, seperti
yang kau bilang mungkin jiwa perempuan mereka lah yang membuat perjalanannya menjadi
sangat lama, kau tenang saja!
Teman lk 4 : kau bilang di sungai ada buaya, jika mereka sampai dimakan buaya
bagaimana?

(Teman pr 5 datang dengan tergesa – gesa dan cemas)

Teman pr 5 : (dari jauh) hei teman – teman?! (cemas)

Teman lk 4 : Teman pr 5 kau kembali? Sendirian? Mana Teman pr 6?

Teman pr 3 : jadi benar Teman pr 6 di makan buaya?

Teman pr 5 : buaya? Dimana?

Teman lk 4 : di sungai! Kamu dan Teman pr 6 pergi ke sungai kan! Disana ada buaya,
kenapa kau ke sini sendiri Teman pr 6 di makan buaya?

Teman pr 5 : tenang – tenang, jadi begini aku sedang menunggu di pinggir sungai ketika
dia sedang buang air, aku menunggu sangat lama hingga aku tertidur di bawah pohon, ku
fikir ada masalah dengan Teman pr 6, ketika aku melihat ke arahnya, dia sudah tidak ada.

Teman lk 4 : terus bagaimana ini?

Teman pr 3 : harusnya kau terus mengawasinya!

Teman pr 5 : aku tidak bisa terus mengawasinya! Karena tidak mungkin bagi ku melihat
ke arah Teman pr 6 saat dia sedang buang air.

Teman pr 3 : baiklah kita harus segera mencari nya!

Teman lk 1 : ada apa ini? Mencari siapa? Kenapa kalian terlihat cemas?

Teman pr 5 : Teman pr 6 hilang!

Teman lk 2 : hilang? Bukannya dia pergi bersama mu?

Teman pr 5 : iyaa....sudahlah tak perlu aku ceritakan lagi! Yang terpenting kita harus
segera mencari Teman pr 6!

Teman lk 4 : Oke! Ayo cepat! (semua pergi)

Teman lk 1 : tunggu! Kita semua akan pergi? Siapa yang akan menjaga barang – barang
ini?

Teman lk 4 : kau saja yang menjaga tenda! (menunjuk Teman pr 3) bukankah kau si raja
hutan? Buktikan itu yah!

Teman pr 3 : baiklah....

///
Teman pr 3 : huuftt, mereka benar – benar menganggap ku si raja hutan, meninggalkan ku
sendiri hanya untuk menjaga barang – barang ini, atau mereka hanya menganggap ku induk
burung yang harus menjaga telur disarangnya? Harusnya aku yang ikut mencari, karena aku
tau segalannya tentang hutan ini, bagaimana jika mereka yang malah tersesat!!!

(setelah beberapa lama, Teman pr 6 datang)

Teman pr 6 : Teman pr 3 mana yang lain? Kenapa kamu sendirian? Sial...aku pergi dengan
Teman pr 5, Aku fikir dia menunggu ku sampai aku selesai, tapi dia malah pergi
meninggalkanku sendiri.

Teman pr 3 : mereka pergi mencari mu, tadi Teman pr 5 berjalan dengan tergesa – gesa
katanya kamu menghilang saat sedang di sungai, memangnya kamu pergi kemana sih?

Teman pr 6 : saat sedang buang air, Aku pergi mencari tanaman untuk menghentikan rasa
sakit diperut ku, sebelumnya pun aku ingin bicara pada Teman pr 5 tapi aku lihat dia
sedang tertidur di bawah pohon dan aku tidak enak hati untuk membangunkannya jadi aku
pergi sendiri, mungkin aku cukup lama mencarinya, saat aku kembali dia sudah
menghilang.

Teman pr 3 : terus bagaimana ini? Apakah diantara mereka ada yang bisa kamu hubungi?

Teman pr 6 : mana bisa, saat baru memasuki hutan ini pun sinyal di ponsel ku tidak ada.

Teman pr 3 : benar juga sih, sebaiknya kita memang harus tetap disini menunggu mereka
kembali, kalau kita ikut mencari mereka itu pasti akan membuang waktu lebih lama. Apakah
perutmu masih terasa sakit?

Teman pr 6 : sudah lebih baik, apa kamu punya sesuatu untuk ku makan?

Teman pr 3 : ada silahkan saja cari di tas... untunglah kau cepat kesini, dari tadi aku
sendirian, mereka menyuruh ku untuk tetap disini, menjaga barang – barang. Lagian mana
ada pencuri di hutan seperti ini, harus saja barang – barang ini aku jaga.

Teman pr 6 : memang harusnya seperti itu, memang seharusnya kau tetap disini, jika
semua pergi mencariku, saat aku kembali disini tidak ada siapa – siapa itu akan membuatku
jadi lebih tambah bingung.

Teman pr 3 :
BABAK 4

Ilham : (berlari ke tengah lapangan)

Nisa : (dari arah lain berlari ke tengah lapangan juga)

BRUKK

Ilham Nisa : (mengaduh kesakitan kemudian mereka berpandangan)

Nisa : “Kemana mata tuan ini? Sampai hati tuan menabrak seorang gadis,”

Ilham : “Hey! Menurutmu aku yang salah?”

Prajurit 1 : “Kejar pria itu!!!”

Ilham : “cih,” (bangun dari duduknya lalu mulai berlari)

Nisa : (tegang lalu ikut berlari bersama Ilham)

Pasukan prajurit yang mengejar Ilham berhenti karena lelah disaat itu pula mereka bertemu
dengan pasukan prajurit lain yang mengejar Nisa.

Pasukan 1 : “siapa yang kalian kejar?”

Pasukan 2 : “gadis yang ingin dijadikan selir oleh Baginda Raja, kalian sendiri?”

Pasukan 1 : “kami mengejar seorang pria yang kami curigai sebagai mata-mata dari
kerajaan lain,”

Pasukan 2 : “Alahmak, Baginda Raja pasti sangat murka begitu mengetahui kegagalan kita
menangkap mata-mata dan gadis itu, Mari kejar mereka agar kita tidak
menerima murka Baginda!”

Sementara itu

Ilham : “kenapa kamu mengikutiku?”

Nisa : “saya? Maaf sekali tak ada sedikitpun niat yang melintas dipikiran saya untuk
mengikuti tuan,”

Ilham : (memandang sangsi) “masa?”

Nisa : “Sungguh, saya hanya menghindari para prajurit kerajaan,”

Ilham : “kamu ini seorang pencuri?”

Nisa : “tentu saja bukan! Ah! (beringsut menjauh sambil mengacungkan pedang)
Engkaulah yang seorang bandit sehingga prajurit kerajaan mengejarmu!
Bukankah begitu?”
Ilham : “woahh tenang! Aku bukan bandit!!!”

Nisa : “lalu siapa anda? Mengapa prajurit kerajaan mengejar tuan?! Darimana asal
anda sebenarnya? Cepat jawab dengan jujur atau...” (mengacungkan pedang
kearah leher Ilham)

Ilham : “Ok, ok... Aku Ilham, aku juga tidak mengerti prajurit kerajaan mengejarku
yang pasti teman-temanku sudah ditangkap oleh mereka dan aku tidak berasal
dari sini, aku juga tidak mengerti bagaimana caranya sampai aku sampai
disini,”

Nisa : “terdengar jujur,” (menurunkan pedangnya lalu duduk dibawah pohon)

Ilham : “sekarang bisa kamu ceritakan tentang negeri ini dan alasan prajurit kerajaan
mengejar perempuan sepertimu?”

Nisa : “Negeri ini bernama negeri VOYAGE. Negeri yang memiliki alam yang
indah, dahulu negeri ini damai semenjak Baginda Raja XXXX meninggal dan
digantikan putranya, negeri ini menjadi kacau. Baginda Raja saat ini bukanlah
raja yang bijaksana, baru 7 tahun raja berkuasa negeri ini dilanda kekurangan
pangan sehingga kami harus memakan daging ular yang menjijikan (Ilham
bergidik) tapi justru Raja menaikan pajak sehingga rakyat bertambah miskin
Raja seolah tidak peduli dengan semua itu. Di singgasananya yang bobrok ia
terus saja menambah selir setiap tahun.”

Ilham : “biar kutebak tahun ini Raja kalian ingin menambah selir lagi?”

Nisa : (mengangguk lemah)

Ilham : “oh ya, kamu belum bercerita alasan prajurit itu mengejarmu?”

Nisa : “karena sayalah gadis yang ingin dijadikan selir oleh Raja tahun ini,”

Ilham : “ohhhhhh (nisa terdiam)”

Nisa : “maafkan saya tadi mengacungkan pedang ke leher tuan, kini saya percaya
tuan pemuda yang baik meskipun tuan tidak halus ketika bercakap,”

Ilham : “apa omonganku kasar sekali menurutmu?” (nisa mengangguk) “baiklah...


saya akan berusaha berbicara dengan lebih halus... nona?”

Nisa : (mengernyit lalu tertawa) “ya ya, itu jauh lebih baik... tutur yang baik itu
menyiratkan jiwa yang halus. Akankah kemudian tuan kembali ke negeri tuan?
Saya kira sudah aman untuk tuan pulang asalkan tuan berhati-hati,”

Ilham : (menggeleng) “saya tidak bisa meninggalkan teman-teman saya,”


Nisa : “Ah, ya saya mengerti namun apa yang akan tuan lakukan kemudian? asal tuan
tahu Raja tak mungkin berbaik hati melepaskan teman-teman tuan begitu
saja,”

Ilham : “saya akan mencoba membebaskan mereka, Saya bisa silat sedikit,”

Nisa : “apa tuan gila? Istana dipenuhi para prajurit terlatih yang berjaga setiap waktu,
dan meski tuan bisa silat apa tuan yakin bisa melawan seorang prajurit yang
bersenjatakan tombak? sementara tuan tidak memakai senjata apapun,”

Ilham : “tapi saya tidak bisa membiarkan mereka disini, setidaknya saya harus
mencoba,”

Nisa : “baiklah... jika keinginan tuan sudah mutlak saya bisa membantu tuan, dan
saya tahu siapa yang bisa membantu tuan, mari...” (bangkit dari duduk, Ilham
mengikuti lalu mereka keluar dari lapangan)
BABAK 5

Permaisuri sedang duduk di taman. Wajahnya muram padahal langit sangat cerah.

Permaisuri : Cerahnya! (dengan wajah sedih) Ah! Apa langit sedang mengejekku? begitu
ceria di atas kesedihanku.

(dayang-dayang datang membawa senampan makanan dan buah-buahan)

Dayang 1 : Wajahmu berwarna abu-abu, Permaisuri, muram sekali. Apa langit


menjatuhkan awan kelabunya tepat di wajahmu? Ada masalah apa, Permaisuri?

Dayang 2 : Kau jahat sekali dayang 1, mengatakan bahwa wajah Ratu berwarna abu-
abu. Ratu memang terlihat sedih, tapi kilau wajahnya masih sama seperti cahaya matahari
yang menelusup di antara dedaunan.

Dayang 3 : Benar, Ratu. Ada apa? Wajahmu yang muram dan sedih sangat menyayat
hati kami. Masalah kerajaan? Opini warga? gunjingan para selir? Atau orang yang dicintaimu
berulah lagi?

Permaisuri : (tersenyum sedih) Aku tahu dayang-dayangku sangat peduli dan


menghkhawatirkanku. Tapi, kali ini aku ingin sendiri. Maaf. (pergi dan keluar dari panggung
drama)

Dayang 3 : Ah! Aku yakin raja tua itu yang membuat Ratu bersedih! Dasar Raja angkuh!
Aku yakin ia berniat untuk menambah selir lagi. Apa selir yang berjumlah enam itu masih
belum cukup untuknya? dasar raja keriput! Aku juga yakin rakyat kita tidak bahagia dipimpin
oleh raja seperti dia, yang setiap tahun selirnya bertambah!

Dayang 1 : Benar! (rautnya berubah sedih) Kasihan Ratu, selama ini ia sudah bersabar
atas cintanya. Ketika selir satu datang, cinta raja sudah sudah terbagi dua, hingga selir enam
hadir, cinta raja sudah berubah menjadi kepingan. Sementara cinta ratu untuknya masih bulat
seperti surya yang terbit di timur semesta.

Dayang 2 : Sudahlah. Aku yakin, ratu seorang yang kuat dan mampu mengatasi
kesedihannya sendiri. Kita memang ingin menghiburnya, tapi, kita lihatkan ratu menolaknya
kali ini. Sebaiknya kita kembali bekerja, atau raja akan mengancam kita lagi untuk di pecat.
BABAK 6-7 (Perjalanan dan Kampung para pejuang)

Ilham : “Masih jauh?” (berhenti karena kelelahan Nisa ikut berhenti)

Nisa : “Harus melewati sebuah pohon besar lagi untuk sampai, apakah tuan tidak
terbiasa berpergian jauh?”

Ilham : “dengan kendaraan sering, kalau jalan kaki jarang,”

Nisa : “berkuda maksud tuan?”

Ilham : “Bukan, tapi dengan kendaraan yang tidak ada di negerimu. Kendaraan yang
beroda empat yang dijalankan dengan mesin bukan dengan kuda namanya
mobil,”

Nisa : “Terdengar ajaib tuan, pasti menyenangkan tinggal di negeri tuan, ajaib sekali
kedengarannya negeri itu dari yang tuan ceritakan ada kendaraan yang berjalan
tanpa kuda yang bernama mobil, handphone alat komunikasi jarak jauh, kamera
benda yang bisa melukis kita hanya dengan satu detik saja!”(ilham tersenyum)

Ilham : “Namun negerimu juga sangat indah sekali nona, tidak bisa dibandingkan dengan
negeri saya yang mulai tercemar,”

Nisa : (termenung) “Setiap kelebihan pasti ada kekurangan, bukan kah begitu?”

Ilham : “Setiap perkataanmu sangat bijak, sangat sulit untuk tidak mengaguminya,”
(Berpandangan lalu Nisa mengalihkan pandangan)

Nisa : “Tuan terlalu memuji,” (Ilham tersenyum lalu mereka berjalan beberapa langkah)

Ilham : “Hm nona? Sebenarnya ada yang mengganggu pikiran saya,”

Nisa : “tentang?”

Ilham : “orang tuamu, apakah mereka tidak masalah nona akan membantu saya selama
berhari-hari seperti ini?”

Nisa : “Orangtua saya sudah meninggal tuan, Ibunda saya meninggal ketika melahirkan
saya, sementara Ayahanda yang seorang patih dihukum mati oleh Raja karena
ikut memberontak saat Raja menaikkan pajak dua tahun lalu,” (Ilham terdiam)
“mungkin karena itu, saya tidak sudi dijadikan selir oleh Raja,” (menangis)

Ilham : (duduk jongkok didepan Nisa) “Tenang saja nona urusanku dengan Raja bukan
hanya soal membebaskan teman-temanku saja, tapi aku juga tidak akan
membiarkan Raja menjadikanmu selir, tidak akan, saya berjanji” (Berdiri lalu
sedikit menunduk menatap Nisa) “Jadi jangan menangis nona, tidak pantas
engkau bersedih karena ulah Rajamu,”

Nisa : (menyusut air mata lalu tersenyum) “terimakasih tuan, ya saya tidak akan pernah
menangis karena ulah Raja saya percaya tuan, karena tuan telah berjanji,”
Ilham : “Jadi bisa kita lanjutkan perjalanan ini?”

Nisa : “iya, bisa.” (Nisa mengangguk)

(Ilham dan Nisa keluar latar dan dilanjutkan dengan para Prajurit yang masuk ke latar)

Para prajurit yang terus mengikuti jejak Nisa dan Ilham karena takut dihukum Raja
berhenti karena kelelahan.

Prajurit 1 : “Hei ma..ri kita berhenti se..ben..tar saya sudah sangat lelah,” (Duduk selonjoran)

Prajurit 2 : “Payah engkau ini, kalau kita berhenti nanti mereka tak akan terkejar bodoh!”

Prajurit 3 : “Sudahlah mari berhenti sejenak saya pun merasa lelah,” (meminum air)

Prajurit 2 : “ck! Padahal sepertinya jarak kita sudah dekat dengan mereka,” (berkacak
pinggang)

Prajurit 4 : (Memperhatikan sekitar) “Hei sebentar, apa kalian ingat dengan daerah hutan
ini?”

Prajurit 1 : (Semua prajurit ikut memperhatikan) “tidak, memangnya apa maksudmu?”

Prajurit 4 : “Sial! Sepertinya kita sudah memasuki daerah kaum Sheldon,” (tegang)

Prajurit 3 : (menyemburkan air) “Benarkah? Daerah para wanita gila itu?”

Prajurit 1 : “Hih! Ayo mari kita kembali ke istana!” (ketakutan)

Prajurit 2 : “Dasar penakut! Apa engkau mau lehermu dipenggal oleh Raja karena tidak
melaksanakan tugas dengan baik?!”

Prajurit 1 : (memegang leher) “Hih! Tentu saja tidak!”

Prajurit 4 : “Tapi menurutku memang seharusnya kita kembali ke istana, kita kalah jumlah
dengan mereka prajurit 2 apalagi ini daerah mereka sendiri yang tentunya lebih
mereka kenali dibanding kita,”

Prajurit 2 : “Baiklah, terserah apa katamu saja prajurit 4 memang engkaulah yang paling
bijak diantara kita,”

***

Nisa dan Ilham berjalan masuk ke panggung sambil bercanda.

Ilham : “Hahaha, aku baru tahu perempuan tangguh sepertimu takut dengan ulat,”
Nisa : (memukul bahu Ilham) “setiap orang mempunyai kekurangan tuan!”

Ilham : “Haha aduh! Haha”

Tiba-tiba sebuah panah melesat didekat mereka, seketika Nisa dan Ilham langsung waspada
memasang kuda-kuda.

Ilham : “Siapa disana?!”

Tiba-tiba mereka terpojok dari semua arah.

Pejuang 1 : “Harusnya kami yang bertanya kepada kalian!”

Pejuang 2 : “Siapa kalian?! Ada tujuan apa kalian datang ke daerah kaum Osok?!”

Ilham : “kami hanya ingin bertemu dengan pemimpin kalian!”

Pejuang 3 : “Maaf sekali pemuda tanggung, kami tidak menerima tamu, daerah kami tertutup
bagi orang luar! Silahkan kalian pergi sekarang juga jika kalian ingin tetap
hidup!”

Nisa : “Tapi kami membutuhkan bantuan kalian!”

Pejuang 2 : “Jangan keras kepala nona! Kami berusaha untuk tidak menyakiti anak muda
seperti kalian,”

Pejuang 4 : “Hei pejuang 1 tolong laporkan kepada ketua kalau ada penyusup yang tidak
ingin meninggalkan daerah kita! Cepat!”

Pejuang 1 : “Baik!”

Mereka tetap saling bersiaga sampai akhirnya pejuang 1 kembali dengan Ketua dan pejuang
5,6. Seluruh pejuang menunduk begitu ketua datang.

Ketua : “Ada perlu apa? Hingga kalian begitu memaksa untuk menemuiku?”

Nisa : (Ikut berjongkok) “Mohon ampuni kami... (menarik baju Ilham agar ikut
menunduk) Bila kehadiran kami berdua mengganggu. Namun, sungguh kami
sangat membutuhkan bantuan kalian,”

Ketua : “Bantuan apa maksud kalian?!”

Nisa : “Bantuan untuk melawan Raja,”

Ketua : “Hmm, baru kali ini ada yang meminta bantuan kami untuk melawan Raja yang
angkuh itu, mengapa kalian ingin melawan Raja?”

Ilham : “Saya ingin membebaskan teman-teman saya yang ditawan oleh Raja sekaligus...
Saya ingin menolong nona ini dari kematakeranjangan Raja,”
Ketua : “Ahh... jadi kau akan menjadi selir baru Raja hidung belang itu? (memandang
kearah Nisa dengan melas) Ah ya ya aku mengerti perasaanmu nona muda.
Baiklah aku akan membantu kalian, mari ikuti kami,”

Nisa : “Terima kasih!”(Memandang Ilham lalu tersenyum)

Ilham : “Ah terima kasih,” (mengikuti Ketua)

Ketua : “Lima tahun yang lalu pun Raja sombong itu meminta putriku untuk dijadikan
selir. Suamiku, kepala suku kaum ini merasa tak terima anak perempuan kami
yang satu-satunya dijadikan selir oleh Raja muda yang lalim. Ia lalu melawan
Raja dengan bantuan seluruh pria dari kaum ini. (Berhenti lalu mendongak
melihat ke langit) Sayangnya mereka kalah dalam perlawanan itu, dan anak gadis
kami ikut terbunuh ketika ia berusaha menyelamatkan ayahnya yang dihukum
mati. (Berbalik) Kini kalian mengerti bukan mengapa kami sangat tertutup
terhadap orang asing? Kami berusaha melindungi gadis-gadis yang tersisa dari
cengkraman Raja yang hidung belang meski tanpa bantuan sosok pria.”

Nisa : “Ya, kami mengerti.. sesungguhnya kisah kaum kalian sangat terkenal di seluruh
negeri, meski dengan versi yang berbeda,”

Ketua : “Hmm raja kalian pasti merubah kisah aslinya dengan menambah kisah
patriotisnya melindungi kerajaan dari serangan kaum Osok yang barbar dan gila,”

Nisa : “Yahh sayangnya begitulah kisah yang beredar,”

Ketua : “Tidak masalah, dengan kisah itu bahkan para bandit tidak berani berurusan
dengan kami (Berhenti lalu berbalik memandang Nisa Ilham) Untuk selanjutnya
apapun yang kalian butuhkan bisa kalian tanyakan kepada pejuang 5,6,”

Pejuang 5,6: “Siap ketua!”

Ketua : “Saya mohon diri masih banyak urusan yang belum saya selesaikan,”

Nisa & Ilham : “Terima kasih ketua! Atas kesedian anda membantu kami,” (Ketua
mengangguk lalu berlalu)

Pejuang 5 : “Baiklah, sebelumnya apakah kalian bisa bela diri?”

Ilham : “Saya bisa sedikit,”

Pejuang 6 : “Hmm, benarkah?” (langsung menyerang Ilham, Ilham kalah terbaring sambil
terkunci tangannya.) “Seperti ini yang kau sebut bela-diri?”

Pejuang 5 : “Bagaimana dengan bela diri memakai pedang? Apa yang kau bisa?”

Ilham : (menggeleng malu) “Tidak,”

Pejuang 6 : “Hah?! Memalukan, bagaimana denganmu nona muda? Aku melihat kau
membawa pedang,”
Nisa : (memasang kuda-kuda) “Yang pasti aku tidak sepayah dia,”

Ilham : “Hey!” (Lalu nisa melawan pejuang 6 dan berakhir kemenangan bagi Nisa)

Pejuang 6 : “Hmm tidak buruk, bagaimana bisa kau masih sanggup memperlihatkan
mukamu? Sementara kau kalah dari nona muda disampingmu ini! Apa kau
sungguh seorang pemuda?!”
Pejuang 5 : “Stt pejuang 6 jangan engkau bersikap seperti itu, jadi... (menoleh kearah Ilham)
mengingat kemampuan bela dirimu masih belum mampu memukau kami, saya
bersedia mengajarimu, bagaimana menurutmu?”

Ilham : “Ya! Saya bersedia,”

Lalu Ilham secara bergantian diajari oleh pejuang 5,6. Pejuang 5 mengajarinya dengan
lembut sebaliknya pejuang 6 mengajarinya dengan keras. Selagi Ilham diajari pejuang 6.
Pejuang 5 duduk bersama Nisa mengajaknya berbincang sebentar.

Nisa : “Hey! Masa dari tadi diajari dasarnya pun belum bisa?! Hahaha,”

Ilham : “Diam nona!” (Karena sambil mengobrol Ilham terkena tendangan pejuang 6)

Pejuang 6 : “hey konsentrasi!”

Ilham mendengus, Nisa tertawa. Sementara Pejuang 5 asyik memperhatikan mereka.

Pejuang 5 : “Apa dia kekasihmu?”

Nisa : (Terkejut, refleks terjengkang) “Tentu saja bukan! Mana mungkin pria lemah
seperti itu menjadi kekasihku,”

Pejuang 5 : (menaikkan sebelah alisnya) “yang benar?”

Nisa : “ya, bahkan dia belum tahu namaku,”

Pejuang 5 : “Hah! Bagaimana mungkin?!”

Pejuang 6 : “sudah berhenti menggosipnya, pemuda ini sudah lumayan, ia berbakat,”

Nisa : “benarkah?”

Ilham : “kalau nona tidak percaya mari kesini ayo lawan aku!”

Nisa melawan Ilham lalu ia kalah.

Ilham : “Bagaimana nona?” (mengulurkan tangan ke Nisa yang terjatuh)

Nisa : “Ya ya saya percaya engkau sudah hebat tuan sombong,”

Ketua datang bersama para pengikutnya.


BABAK 8

(Prajurit 5, 6, 7 masuk membawa tiga teman PU lk, mensejajarkan mereka dan mendorong
mereka hingga posisi berlutut)

Prajurit 5 : kalian masih diam saja, hah? Tidak mau menjawab?! Cepat katakan, dari
kerajaan mana kalian dikirim?

Prajurit 6 : Dengar! Aku tidak peduli kalian dikirimkan dari kerajaan apa, tapi aku yakin
kerajaan kalian tak lebih hebat dari kerajaan kami. Jadi, menyerah sajalah.

Prajurit 7 : Benar! Integritas kalian sebagai mata-mata tidak akan diakui disini.
Bagaimanapun, kalian akan mati di tangan kami.

(Ketiga teman Pu lk diam, tidak menjawab)

Semua Prajurit : Kalian mendengar kita kan!?

Teman lk 2 : Haaah! Berisik! Iya, aku memang mata-mata, kenapa? (kedua teman lainnya
memandang Teman lk 1 dengan tatapan heran) apa itu masalah untuk kalian? Dengar! Kami
adalah mata-mata yang datang dari negeri lain, senjata kami lebih hebat dari pada kalian,
sayangnya senjata kami tertinggal di kerajaan, jadi itu tak adil jika kalian melawan kami
sementara kami tidak memiliki senjata.

Teman lk 4 : Kamu sinting? Ngapain berbohong kaya gitu? (nada berbisik)

Teman pr 5 : Benar! Nanti kita bisa mati disini kalo kamu ngomong bohong kaya gitu!

(Tiba-tiba raja dan penasehatnya datang)

Raja : Ada apa ini? Siapa mereka semua?

Prajurit 5 : (menunduk kepada raja) Maaf Baginda, kami menangkap mereka di pasar,
kemungkinan besar mereka adalah mata-mata yang dikirimkan kerajaan lain untuk
menggulingkan kerajaan ini, Baginda.

Raja : Kurang ajar! Kerajaan mana yang berani menghancurkan kerajaanku?!


Bagus Prajuritku, kalian memang bisa diandalkan. Terima kasih telah melindungi kerajaanku
dari tangan-tangan musuh.

Prajurit 6 : Tapi, Baginda, salah satu dari teman mereka berhasil kabur dan sekarang
Prajurit 1 dan 2 sedang mengejarnya.

Prajurit 7 : Benar, Baginda. Maafkan kami! (ketiga pengawal berlutu dengan menekuk
salah satu lutut mereka. Tunduk)

Raja : BODOH! Berapa tahun kalian menjadi prajurit di kerajaan ini?! Hah?!
Mendiang Baginda Ayahandaku pasti merasa malu telah memperkerjakan kalian! Prajurit 8!
Kemari kau!
(Prajurit 8 masuk ke panggung dengan tegap)

Prajurit 8 : Saya memenuhi panggilanmu, Raja. Ada apa?

Raja : Penasehatku, menurutmu apa hukuman yang pantas untuk prajurit yang tidak
bisa melaksanakan tugasnya dengan benar? Di pecat saja tidak cukup bukan?

Penasehat : Benar, Baginda. Kesalahan mereka sangat fatal karena menyangkut


keamanan kerajaan ini. Tidak ada pilihan lain, mereka harus membayarnya dengan kepala
mereka sendiri.

Raja : Tepat. Prajurit 8, sebagai prajurit terkuat dan setia, pimpin prajurit-prajurit
ini untuk memenggal kepala mereka sendiri! Setelah itu, penggal kepala para mata-mata ini!

Teman lk 2 : Wah, wah.. tunggu! Kalian tidak bisa seenaknya begini dong. Memenggal
kepala kami? yang benar saja?!

Teman Pr 5 : Tolong jangan perlakukan kami seperti ini.. (ketakutan) kami bukan mata-
mata dari kerajaan mana pun, sungguh. Kami hanya anak-anak yang dipenuhi ketakutan
karena tersesat di tempat yang tak kami kenal ini..

Raja : Wah, aktingmu lumayan juga. Tapi tetap saja, kalian tidak bisa
membohongiku! Prajurit 8, cepat pimpin hukumannya!

Teman lk 4 : Tidak...! Ibu.! Aku takut! Tolong kami..!

(Raja dan yang lainnya tidak menghiraukan. Prajurit 8 berdiri di hadapan ketiga prajurit
lainnya)

Prajurit 8 : Bangun, para prajurit! Kalian telah bersumpah untuk berani mati demi
kerajaan ini. Kalian telah bertekad untuk melindungi kerajaan ini dengan darah kalian sendiri.
Tapi, apa yang kalian lakukan hari ini dengan membiarkan seorang mata-mata kabur dan
berkeliaran di kerajaan ini sangat fatal, dan Raja tak dapat memafkan kalian kecuali kalian
menyerahkan dri untuk memenggal kepala kalian sendiri. Apa kalian siap?!

Tiga Pengawal : Demi Kerajaan, kami siap!

Prajurit 8 : Siapkan pedang kalian di leher! (ketiga Prajurit menurut) Dengan sekali
tebasan, (menghirup napas dalam-dalam) Penggal!

(Para sandera memejamkan mata mereka. Baru saja para prajurit hendak memenggal kepala
mereka, suara dari seorang prajurit terdengar dan menghentikan tindakan hukuman bunuh diri
itu dan ia datang dari salah satu arah bersama rombongannya dengan tergesa. Pasukan
Prajurit 1 dan 2)

Prajurit 1 : Tunggu! Baginda Raja, kami kembali (semua berlutut, hormat kepada raja)

Raja : Ada apa? Dan dimana calon selirku?! (Pasukan menunduk) Kalian gagal
lagi?! Sebenarnya hari apa ini? Mengapa seluruh prajuritku gagal semua?! Mata-mata itu,
kalian juga gagal menangkapnya?! (berhenti sejenak, mengendalikan amarahnya) Baik, aku
tidak butuh kalian lagi. Prajurit 8 sudah cukup untuk melindungi kerajaanku sendirian.
Sekarang, bersiaplah untuk memenggal kepala kalian!

(Prajurit berdiri. Semua prajurit di panggung, bersiap untuk memenggal)

Prajurit8 : Semuanya, ikuti kata-kataku. Hari ini.. kepalaku akan menjadi saksi..
kesetiaanku pada kerajaan.. dan raja... Penggal!

(Para sandera memejamkan mata mereka. Baru saja para prajurit hendak memenggal kepala
mereka, suara dari seorang pendekar terdengar dan menghentikan tindakan hukuman bunuh
diri itu dan ia datang dari salah satu arah bersama rombongannya dengan tergesa. Para
pendekar wanita dan PU pria dan wanita)

Pendekar 1 : Tunggu! Raja Tua, kau masih membutuhkan prajuritmu untuk melawan
kami. Dengar, aku sudah muak dengan keangkuhanmu, Raja Tua. Hari ini, pasukanku dengan
resmi menyatakan kudeta padamu.

Raja : Hahaha, berani sekali, kau, Pendekar keriput! Dan kudeta? Aku menolaknya.

Ilham : Jika kau menolaknya, maka kita akan memaksa untuk menyerang!

Semua teman PU Pria : Ilham!

Nisa : Benar, kita akan menggulingkan dan melenyapkanmu, Raja Tua!

Pasukan 2 : Calon Selir!

Raja : (tertawa) Pendekar keriput, sepertinya kalian membawa orang-orang yang


kucari. Baiklah. Kita bertaruh dalam perang ini. Kalian mendapatkan semua yang kumiliki,
jika menang. Kekuasaan, kekayaan, prajurit, dan para sandera ini. Namun jika kalah, apa
yang pantas kudapatkan, penasehat?

Penasehat : Selirmu, dan kepala pendekar-pendekar ini. Kau bisa memajang kepala
mereka pada saat festival kemenanganmu, Raja.

Pendekar 1 : Kita tidak akan mengulur waktu lagi, Raja. Bersiaplah! Serang!

Anda mungkin juga menyukai