Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEGIATAN SURVEILANS GIZI DAN

INTERVENSI YANG DILAKUKAN PADA GIZI BURUK

Untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Program Gizi

Disusunoleh :

HANDAYANI

MUH. RIDWAN

MEILINDA SARI

JURUSAN ILMU GIZI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HOLISTIC

PURWAKARTA

2014
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tak lupa kami panjatkan kepada Allah SWT,yang maha
pemurah, karena berkat kemurahannya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang
diharapkan dalam karya tulis ilmiah ini kami membahas tentang ”Kegiatan Surveilans
Gizi Dan Intervensi Yang Dilakukan Pada Gizi Buruk”. Karya tulis ilmiah ini dibuat
dalam Untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Program Gizi.

Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai system pelayanan kesehatan didaerah lain
khususnya di Bogor. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Purwakarta, 7 November 2014

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3 Tujuan Diskusi...........................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................7
2.1 Definisi......................................................................................................7
2.2 Penyebab Gizi Buruk.................................................................................8
2.3 Jenis- Jenis Gizi Buruk..............................................................................8
2.4 Pencegahan Gizi Buruk............................................................................10
2.5 Penanganan Gizi Buruk............................................................................11
2.6 Peran Pemerintah ......................................................................................12
BAB IV PENUTUP.............................................................................................14
4.1 Kesimpulan................................................................................................14
4.2 Saran..........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
KASUS................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masyarakat Indonesia saat ini sedang dalam perbaikan status gizi. Karena
Kegiatan penanggulangan gizi buruk dapat dilakukan melalui dua kegiatan
penting, yaitu : kegiatan surveilans gizi, intervensi kesehatan dan gizi, dan
intervensi strategis, sosial dan ekonomi. Intervensi kesehatan merupakan
metode yang digunakan dalam praktik di lapangan pada bidang pekerjaan
kesehatan dan kesejahteraan kesehatan.
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara
miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan
masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju
cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000). Saat ini di dalam era
globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia
menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang
pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan,
kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan
ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya
pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).

Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam
menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya
peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara
penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi
dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka
hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari.
Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan
pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer
sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.

4
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan
koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk
menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat,
pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara
tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah
dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak. Keberhasilan
pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat
sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia. Indikator yang
digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia
antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan
Manusia (IKM). Pada umumnya IPM dan IKM mempunyai komponen yang
sama, yaitu angka harapan hidup (tingkat kesehatan), penguasaan ilmu
pengetahuan (tingkat pendidikan) dan standar kehidupan yang layak (tingkat
ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita,
sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses terhadap air
bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang gizi

Salah satu prioritas pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah


upaya perbaikan gizi yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan
budaya lokal. Kurang gizi akan berdampak pada penurunan kualitas SDM yang
lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan
mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan
serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah “Mewujudkan keluarga mandiri
sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga yang optimal”.

Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama, yaitu kurang
gizi mikro dan kurang gizi makro. Kurang gizi makro pada umumnya
disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein dibanding kebutuhannya
yang menyebabkan gangguan kesehatan, sedangkan kurang gizi mikro
disebabkan kekurangan zat gizi mikro (Dinkes Purworejo,2006). Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjdinya kekurangan gizi menahun. Anak
balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan

5
membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan rujukan (standar)
yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar,
anak disebut gizi baik. Kalu sedikit dibawah standar disebut gizi kurang.
Apabila jauh dibawah standar disebut gizi buruk. Gizi buruk pada anak sampai
saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Diketahui sampai tahun 2011 ini
ada sekitar 1 juta anak di Indonesia yang mengalami gizi buruk.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :
a. Apakah gizi buruk itu ?
b. Bagaimanakah masalah gizi buruk di indonesia ?
c. Bagaimana intervensi dan surveilans yang dilakukan untuk menanggulangi gizi
buruk?
d. Bagaimana peran pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi buruk di
Indonesia ?

1.3 Tujuan Diskusi


Tujuan diskusi dalam pembahasan masalah diantaranya yaitu:
a. Mengetahui penyebab permasalah kesehatan status gizi buruk dikota
tertentu dilihat dari segi social ekonomi dan segi kehidupan lainnya.
b. Mengetahui penyelesaian masalah yang baik dan tepat untuk menyelesaikan
masalah.
c. Mengetahui hasil intervensi yang dilakukan kota kota di Indonesia.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Masalah


Menurut German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance)
adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus- menerus berupa pengumpulan data
secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait
dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.
Menurut Markam (2003), intervensi adalah upaya untuk mengubah perilaku,
pikiran, atau perasaan seseorang. Sementara menurut Nietzel (1998)
intervensi klinis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan klinisi untuk
mengubah perilaku atau keadaan sosial dengan sengaja sesuai tujuan yang
dikehendaki.
Intervensi adalah upaya perubahan terencana terhadap individu, kelompok,maupun
komunitas. Intervensi kesehatan adalah cara atau strategi memberikan bantuan
kepada masyarakat (individu, Kelompok, komunitas).
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan sehari hari
(Admin, 2008)
Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini
bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan
yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang
menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk
ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang
tidak mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan.
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat
berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta
makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Itu ditandai
dengan status gizi sangat kurus ( menurut BB terhadap TB ) dan hasil
pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmic-
kwashiorkor.
7
2.2 Penyebab Gizi Buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut
UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
a. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi
yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
b. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan
oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap
zat-zat makanan secara baik
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu:
a. Keluarga miskin
b. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
c. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.

2.3 Jenis-jenis gizi buruk


Gizi buruk terbagi menjadi empat jenis yaitu Kwasiorkor, Marasmus dan
Marasmic-Kwashiorkor serta Obesitas.
1. Kwasiorkor. Kwasiorkor memiliki ciri-ciri:
a. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung
kaki dan wajah) membulat dan lembab.
b. Pandangan mata sayu
c. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
d. Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
e. Terjadi pembesaran hati
f. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
g. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
h. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
8
i. Anemia dan diare.
2. Marasmus. Marasmus memiliki ciri-ciri:
a. Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Mudah menangis/cengeng dan rewel
d. Kulit menjadi keriput
e. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar)
f. Perut cekung, dan iga gambang
g. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
h. Diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
3. Marasmic-Kwashiorkor. Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri
gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai
edema yang tidak mencolok.
4. Obesitas. Obesitas adalah masalah gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan
ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan di seluruh tubuh,
dimana terdapat penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan
untuk fungsi tubuh. Obesitas berarti berat badan (BB) yang melebihi BB rata-
rata. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih besar dari nilai tengah
kisaran berat badannya yang normal berarti mengalami obesitas.
Obesitas sendiri digolongkan menjadi 3 kelompok:
a. Obesitas ringan: kelebihan berat badan 20-40%;
b. Obesitas sedang: kelebihan berat badan 41-100%; dan
c. Obesitas berat: kelebihan berat badan >100%.

2.4 Pencegahan Gizi Buruk


Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
a. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah
berumur 2 tahun.
b. Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein,
lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak
minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
c. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas.
Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
9
d. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan
kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang
dari rumah sakit.
e. Jika anak menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori
yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk
proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah
terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral
dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil
yang baik.
Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan
meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan
meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul
masalah intelegensia di kemudian hari.

2.5 Penanganan Gizi Buruk


Orang yang obesitas harus memilih program penurunan berat badan yang
aman. Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam memilih program
penurunan berat badan yaitu:
a. Diet aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan
(vitamin, mineral dan protein).
b. Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan
berat badan secara perlahan dan stabil.
c. Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.
Untuk diagnosa terjadinya gizi buruk, dokter biasanya akan melakukan
pemeriksaan :
a. Memeriksa tinggi dan berat badan pasien untuk menentukan BMI (body
mass index)
b. Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidak normalan
c. Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan
pada tulang dan organ tubuh lain
d. Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan
terjadinya gizi buruk
Untuk penanganan gizi buruk. Dokter atau ahli gizi biasanya akan
mengusulkan untuk pengaturan pola makan, termasuk jenis dan jumlah

10
makanan. Bila diperlukan dapat juga diberikan suplemen atau vitamin untuk
membantu memenuhi kebutuhan vitamin yang kurang tersebut. Apabila
penyebab gizi buruk karena penyakit atau kondisi medis tertentu maka, terapi
lain disarankan untuk menanganinya.
Kegiatan dan Pelaksanaan Surveinans Gizi. Sebelum melakukan intervensi
untuk gizi buruk diharuskan menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku
yang sering disebut reference. Buku antopometri yang sekarang digunakan di
Indonesia adalah WHO-NCHS dengan indeks berat menurut umur, indeks tinggi badan
menurut umur, berat badan dibanding tinggi badan (Supariasa, 2002).
Data yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat
digunakan :
a) Pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting
kesehatan masyarakat
b) Mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya,
termasuk identifikasi populasi resiko tinggi
c) Memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan
kesehatan lainnya, termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemic
d) Pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program
e) Mengevaluasi kebijakan-kebijakan public
f) Memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan dan g) menyediakan suatu
dasar untuk penelitian epidemiologi lebih lanjut.
Intervensi Untuk Kasus Gizi Buruk. Strategi intervensi antara lain :
1. Perencanaan Penyusunan rencana kegiatan peningkatan penggunaan air bersih
gunanya untuk menentukan tujuan,
2. Strategi komunikasi.
3. Menentukan jenis kegiatan intervensi
4. Melakukan kegiatan intervensi
5. Evaluasi perkembangan
6. Perbaikan intervensi

2.6 Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah Gizi Buruk di


Indonesia
Hingga kini Indonesia masuk dalam lima besar untuk kasus gizi buruk.
Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian kesehatan (kemenkes)
menyediakan anggaran hingga Rp.700 miliar per tahunnya. Saat ini kemenkes
11
memprioritaskan penanggulangan gizi buruk di enam provinsi yaitu Jawa Barat,
Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT. Enam provinsi itu
diprioritaskan karena masih banyaknya kasus gizi buruk ditemukan. Demikian
yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih di
Seminar Nasional Pangan dan Gizi 2012 di Jakarta.
"Masalah gizi itu penting karena berhubungan dengan kualitas bangsa
Indonesia. Kita punya program Seribu Hari Pertama untuk Negeri yaitu masa
kritis perkembangan fisik dan intelektual anak," ujarnya. Program tersebut
merupakan penjabaran dari gerakan Scaling-Up Nutrition Movement, yang
dicanangkan PBB pada September 2011.
"PBB mengajak negara-negara anggotanya untuk melakukan perbaikan
gizi yang antara lain memfokuskan pada seribu hari pertama kehidupan. Kami
telah mengirimkan surat kepada Sekjen PBB menyampaikan kesanggupan
bergabung dalam gerakan ini," kata Menkes. Secara nasional, diperkirakan ada
sekitar 4,5 persen dari 22 juta balita atau 900 ribu balita mengalami gizi kurang
atau gizi buruk.
Meski demikian, Menkes mengungkapkan bahwa angka prevalensi gizi
kurang pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1990 menjadi 17,9
persen pada tahun 2010. Menkes juga menyatakan Indonesia berhasil
menanggulangi masalah gizi mikro dimana defisiensi vitamin A sudah tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat serta gangguan akibat kekurangan
yodium makin berkurang. "Pemerintah tidak lagi memberikan kapsul yodium
sebagai pencegahan. Demikian pula untuk prevalensi anemia gizi telah ada
perbaikan dan masalah gizi mikro lainnya seperti zink, kalsium, fosfor,
beberapa vitamin dan mineral esensial selalu dipantau," ujarnya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi
tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi,
protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup
lama.
b. Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang
gizi makro dan kurang gizi mikro.
c. Tipe gizi buruk terbagi menjadi empat tipe yaitu Kwasiorkor, Marasmus
dan Marasmic-Kwashiorkor serta Obesitas.
d. Gizi buruk dapat disebabkan karena kurangnya asupan gizi dan makanan
terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
e. Gizi buruk dapat dicegah dengan cara memberikan makanan yang bergizi
tetapi sesuai dengan kebutuhan.
f. Penanganan gizi buruk dapat dilakukan dengan memberikan makanan
yang bergizi. Tetapi bagi penderita obesitas dapat di tangani dengan cara
diet yang aman dan dianjurkan
g. Terdapat banyak kasus gizi buruk termasuk di Indonesia, selain itu di
Makassar pada khususnya juga banyak ditemukan kasus gizi buruk.
Mereka tidak tinggal diam dalam menghadapi gizi buruk, salah satu
program yang di lakukan adalah program 100 hari kerja.

4.2 Saran
a. Diharapkan bagi masyarakat agar tidak tinggal diam jika melihat anak yang
mengalami gizi buruk, dan sekiranya dapat di laporkan ke posyandu atau
puskesmas terdekat agar dapat segera di tangani.
b. Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi
buruk terlambat. Seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan
disaat penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah
kasus gizi buruk merebak barulah pemerintah melakukan tindakan (serius).
Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat
itu sendiri.
13
c. Dapat dijadikan referensi bagi penulis lain yang akan menulis tentang hal
yang sama dengan objek penulisan ini

14
DAFTAR PUSTAKA

http://dinkes.malangkota.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=120:penanggulangan-gizi-buruk-di-kota-
malang&catid=80&Itemid=594 oleh dinas kesehatan kota malang
Anonym. 2012. http//google.com,16 Mei 2012
Anonym. 2012. http//yahoo.com, 16 Mei 2012

15
Kasus
1. Dikota Bogor
Seperti yang telah kita kunjungi disalah satu pelayanan kesehatan yaitu
PUSLITBANG di Bogor bulan lalu. Sebelum balita masuk kedalam pelayanan ini,
balita dgn gizi buruk masuk POSYANDU terdekat kemudian disarankan untuk
melakukan perawatan jalan di PUSLIMBANG ini. Dalam proses penerimaan pasien
dilakukan antropometri untuk penentuan status gizi balita. Jika sudah melakukan
penentuan status gizi lalu dilakukan pemeriksaan gejala klinis oleh dokter ahli untuk
penentuan diagnosa balita apa memang mengalami gizi buruk, gangguan lain atau
masih status gizi baik, jika status gizi baik akan dikembalikan penanganan pada
posyandu, jika memang mengalami gizi buruk dan gangguan lain balita akan
melanjutkan penanganan rawat inap/ jalan dengan melakukan pengawasan dan
perbaikan gizi 1minggu sekali hingga 6 bln.
Sedangkan Intervensi kesehatan dan gizi dilakukan di Kota Malang melalui
beberapa kegiatan, yaitu dengan Refreshing kader posyandu tentang pelayanan gizi
setiap bulan di puskesmas dan setiap semester di Dinas Kesehatan, diantaranya:
a. Operasi timbang posyandu mulai bulan Juni 2009 oleh kader posyandu.
b. Pelacakan kasus gizi buruk oleh kader posyandu, nutrisionis dan bidan
puskesmas.
c. Peningkatan kapasitas anggota PKK dalam penanggulangan gizi buruk dengan
pendampingan keluarga sadar gizi.
d. Pemberian PMT Pemulihan balita gizi buruk melalui dana APBD,
JAMKESMAS, dan Dana Hibah LPMK.
e. Revitalisasi pelayanan gizi pada posyandu, melalui beberapa kegiatan, yaitu :
sharing honor kader dan PMT Penyuluhan, pengadaan buku KIA yang memuat
KMS laki-laki dan perempuan, penyuluhan tumbuh kembang yang
bekerjasama dengan PT. Nestle Indonesia, dan pelatian penyuluhan di meja 4
posyandu yang bekerjasama dengan Poltekkes Depkes Malang.
f. Penanggulangan gizi buruk dengan penyakit penyerta seperti TB paru, jantung,
HIV/ AIDS yang dilakukan oleh tim terpadu lintas program, lintas sektor dan
LSM.

16
g. Dukungan pelaksanaan PMT Pemulihan di pusat pemulihan gizi (posyandu/
rumah balita gizi buruk).
h. Rujukan balita gizi buruk hanya diberikan karena penyakit penyerta yang akut.
i. Pembuatan formula susu tinggi kalori dan tinggi protein dengan merk tertentu
yang bekerjasama dengan PT. Rajawali Nusindo.
j. Pertemuan evaluasi program perbaikan gizi setiap bulan di Dinas Kesehatan
dengan peserta lintas program dan setiap semester dengan peserta lintas sektor.
k. Penyusunan standar operasional pelayanan gizi.
l. Supervisi fasilitatif program perbaikan gizi ke puskesmas.

2. PEKALONGAN (KRjogja.com)

Sedikitnya 32 balita Kota Pekalongan, mengalami gizi buruk.Dari jumlah tersebut


12 penderita dalam kondisi belum sembuh total dan dalam perawatan. Hal ini
dibenarkan Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Ismanto di
Pekalongan, Sabtu (25/10/2014).

Dikatakan, 32 balita penderita gizi buruk tersebut tersebar di sejumlah kelurahan


pada empat kecamatan. Rata-rata usia dari penderita gizi buruk, antara dua hingga
empat tahun.Penderita mengidap penyakit paru¿paru, jantung, cacat lahir, dan
meningitis."Balita yang mengidap penyakit ini maka sedikit mengalami asupan gizi
yang seharusnya terserap ke dalam tubuh mereka," katanya.

Menurut Ismanto, kasus gizi buruk pada 2014 ini menunjukan peningkatan jika
dibanding tahun sebelumnya 2013 sebanyak 18 balita."Oleh karena itu, kami akan
berupaya mengantisipasi terjadinya kasus buruk dengan mengajak para ibu hamil dan
menyusui untuk memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif pada anaknya," tandasnya.

3. Makassar

Gizi Buruk di Makassar. Kasus gizi buruk masih menghantui Sulawesi Selatan,
yang pertumbuhan ekonominya diklaim mencapai 8 persen. Dinas Kesehatan Provinsi

17
Sulawesi Selatan mencatat ada 116 kasus anak balita gizi buruk selama Januari hingga
Maret 2011. Empat daerah kantong gizi buruk di Sulsel adalah Kota Makassar,
Kabupaten Pangkep, Maros, dan Jeneponto.

Kepala Seksi Bina Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Sulsel Astati Mada Amin
mengatakan hal itu di Makassar, Kamis (12/5/2011) di sela-sela kampanye Proyek
Perbaikan Gizi Melalui Pemberdayaan Masyarakat (proyek NICE). "Prevalensi
tingkat gizi buruk di Makassar tahun 2010 ialah 6,8 persen, sedangkan Jeneponto 5,5
persen. Angka ideal tingkat gizi buruk harus di bawah 5 persen. Masih tingginya
kasus gizi buruk harus dikaji dari banyak hal, tetapi salah satunya ialah minimnya
keberpihakan pemerintah terhadap anggaran gizi," kata Astati. Minimnya anggaran
perbaikan gizi sangat kentara di daerah. Astati mencontohkan Kabupaten Tana Toraja
yang mengalokasikan hanya Rp 5 juta untuk program gizi. "Apa yang bisa dilakukan
dengan dana segitu, paling hanya untuk administrasi saja," ujarnya.

Adapun di tingkat provinsi, anggaran gizi yang diterima dinas kesehatan tahun
2011 mencapai Rp 350 juta, sudah termasuk Rp 150 juta untuk sosialisasi Peraturan
Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Air Susu Ibu. Namun, Astati menambahkan,
anggaran itu pun lebih terserap untuk pelatihan penambahan kapasitas dan rapat-rapat
teknis. Berdasarkan Riset Kesehatan Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Kesehatan tahun 2010, tingkat prevalensi gizi buruk nasional menurun
dari 5,4 persen tahun 2007 menjadi 4,9 persen tahun 2010. Kendati demikian, masih
ada kesenjangan antarprovinsi.

Sebanyak 18 provinsi di Indonesia setidaknya masih memiliki tingkat prevalensi


gizi buruk yang tinggi, seperti di antaranya di Sulsel (6,4 persen), Nusa Tenggara
Barat (10,6 persen), dan Nusa Tenggara Timur (9 persen). Untuk menekan tingkat gizi
buruk, Proyek Perbaikan Gizi Melalui Pemberdayaan Masyarakat yang disebut NICE,
dimulai sejak tahun 2008 di Sulsel, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Nusa
Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Konsultan keuangan Proyek NICE Sulsel, Herman, mengatakan, di Sulsel proyek


ini mencakup 206 desa dengan anggaran Rp 21,456 miliar. Setiap desa mendapatkan

18
anggaran Rp 140 juta yang dicairkan dalam tiga periode. Dana ini dicairkan langsung
ke kelompok gizi masyarakat (KGM) yang ada di tiap desa. "KGM menyusun
program mereka sendiri yang sesuai dengan kondisi gizi masyarakat setempat.
Kegiatan mereka pun berintegrasi dengan posyandu. Masyarakat harus diberdayakan
dalam proyek ini agar ketika donor berganti, sistemnya sudah jalan," ujar Herman.

Peran Pemerintah kota Makassar:

Mengantisipasi kasus gizi buruk akan meluas di Makassar Sulawesi Selatan,


Dinas Kesehatan Kota Makassar memprogramkan penanganan 100 hari kerja.
"Penangangan gizi buruk telah disiapkan program 100 hari kepada para penderita. Tak
hanya itu kita libatkan semua elemen dari tingkat posyandu hingga puskesmas," kata
Kadis Dinkes Makassar Naisyah Tun Azikin, di Makassar.

Penanganan gizi buruk selama ini ditangani langsung di puskesmas dan


posyandu lalu dirujuk ke rumah sakit setempat, sudah menjadi prosedur tetap.
Namun, bila puskesmas dan posyandu yang menangani pasien tidak disokong dana
awal pastinya akan menjadi kendala. penanganan gizi buruk dan daerah rawan gizi di
Makassar mestinya didorong dengan membangun posko pengaduan serta penanganan
gizi buruk sehingga diyakini berfungsi secara optimal pada masyarakat mengingat
angka penderita gizi buruk cukup tinggi.

Penanganan kasus gizi buruk dalam kondisi parah dibantu susu, makanan
bergizi, telur dan vitamin. Dan untuk gizi kurang, diberikan asupan gizi berupa
asupan susu dan makanan bergizi. "Program ini dianggap langsung menyentuh
masyarakat dan penderita gizi buruk yang ditangani Puskesmas dan Posyandu.
Sedangkan anggaran penanganan gizi buruk, telah diusulkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2011 dengan alokasi Rp1,2
miliar. Selain program gizi buruk, program lain juga direncanakan melakukan
sertifikasi 14 Posyandu dan Puskesmas serta 24 Puskesmas Pembantu (Pustu) sebagai
mutu pelayanan kesehatan di masyarakat yang berkualitas. Banyak upaya dilakukan
untuk mengatasi masalah Gizi buruk di Indonesia, dan diharapkan di tahun 2015,

19
prevalensi gizi buruk dapat turun menjadi 3,6%.Prevalensi anak balita gizi kurang dan
buruk turun 0,5 % dari 18,4% pada 2007 menjadi 17,9% pada 2010.

20

Anda mungkin juga menyukai