Anda di halaman 1dari 19

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim
atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina. ( Diananda,Rama, 2009 )
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok
penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan
maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35
- 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran
servikal yang menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis dapat menyimpulkan
bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang abnormal yang terdapat pada organ
reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina.

B. Anatomi Fisiologi
Anatomi alat kandungan di bedakan menjadi 2 yaitu genetalia eksterna dan genetalia
interna
( Sobatta,2006)
1. Genetalia eksterna
a. Monsveneris
Bagian yang menonjol bagian simfisis yang terdiri dari jaringan lemak,daerah ini
di tutup bulu pada masa pubertas.
b. Vulva
Adalah tempat bermuara sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari oleh
labia mayora (bibir besar) yang ke belakang, menjadi satu dan membentuk
kommisura posterior dan pereniam. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak
seperti yang ada di mons veneris.
c. Labia mayora
Labia mayora ( bibir besar ) adalah dua lipatan besar yang membatasi vulva, terdiri
atas kulit, jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat pubertas tumbuh rambut
di mons veneris dan pada sisi lateral.
d. Labia minora
Labia minora ( bibir kecil ) adalah dua lipatan kecil diantara labia mayora,dengan
banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labia minora adalah vestibulum.
e. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia minora),
maka belakang di batasi oleh klitoris dan perenium, dalam vestibulum terdapat
muara – muara dari liang senggama (introetus vagina uretra, kelenjar bartholimi
dan kelenjar skene kiri dan kanan).
f. Himen (selaput dara)
Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar liang senggama ditengahnya berlubang
supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina. Pada
bagian ini bentuknya berbeda – beda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi ada
yang kaku dan yang lunak, lubangnya ada seujung jari, ada yang dapat dim lalui
satu jari.

g. Perenium
Terbentuk dari korpus perinium, titik tentu otot-otot dasar panggul yang ditutupi
oleh kulit perenium.

2. Genetalia interna
a. Vagina
Tabung yang di lapisi membran dari jenis-jenis epitelium bergaris, khusus dialiri
banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai
uterus 71/2. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding
depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada
puncak vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.
b. Uterus
Organ yang tebal,berotot berbentuk buah pir,terletak di dalam pelvis antara rectum
di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium. Uterus
terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus 71/2
cm, lebar ±5 cm, tebal ±2 cm. Berat 59 gr, dan berat 30-60 gr.
Uterus terdiri dari :
1) Fundus uteri (dasar rahim )
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan
kahamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan.
2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,bagian ini berfungsi sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri di sebut
kavum uteri atau rongga rahim.
3) Servik uteri
Ujung servik yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara
kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
Lapisan-lapisan uterus, meliputi :
1) Endometrium
2) Myometrium
3) Parametium
c. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus di bawah
merupakan tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum
uterus.
d. Tuba fallopi
Tuba fallopi di lapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak lipatan
sehingga memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian sel tuba
mensekresikan cairan serosa yang memberikan nutrisi pada ovum.Tuba fallopi
disebut juga saluran telur terdapat 2 saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-kira
12cm tetapi tidak berjalan lurus. Terus pada ujung-ujungnya terdapat fimbria, untuk
memeluk ovum saat ovulasi agar masuk kedalam tuba. (Tambayong, 2002)

C. Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara
tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa
jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut ganas
maka keadaannya disebut kanker serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi
terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu
:
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata ) yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papiloma.
b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada
kondilom akuminata.
c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh
beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV ditemukan angka kejadian
kanker serviks yang meningkat.
a. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
2. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18 tahun).
4. Berganti - ganti pasangan seksual.
Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia 18
tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita
kanker serviks.
5. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran.
6. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima tahun dapat
meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relative pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya
pemakaian.
7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
8. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara rutin dan
pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )

D. Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga menimbulkan
gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang mengalami mutasi dapat
berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma telah mendesak pada jaringan
syaraf akan timbul masalah keperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat
mengganggu kerja sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang
menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang
berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola
seksual pasien dan dapat diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari
kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemik yang menyebabkan
kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh. Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami
beberapa efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan
terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa
terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan masalah
keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek dari radiasi bagi
kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul masalah
keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak buruk
bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh
berkurang dan resiko injury pun akan muncul.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher Rahim ini merasa cemas
akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa
kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian. (Price, syivia
Anderson, 2005)
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
2. jaringan.
3. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
4. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
5. Perdarahan spontan saat defekasi.
6. Perdarahan diantara haid.
7. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
8. Anemia akibat pendarahan berulang.
9. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium lanjut
hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan yang
biasa digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat
tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka
harapan hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih
lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika dalam
ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a. Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel pada siklus
termasuk obat - obatan non spesifik.
b. Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana proliferasi
termasuk obat fase spesifik.
c. Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel lebih besar,
termasuk obat - obatan siklus spesifik.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi eksternal
anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk prosedur.
Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan menganjurkan menghindari sabun,
kosmetik, dan deodorant. Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post
pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake
cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan melakukan
perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam perawatan umum
adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre insersi
antara lain menurunkan kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa
hari, memasang kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjan dan latihan rom dan
jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi
perawatannya yaitu monior tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi
fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan
support mental. Perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post
pengobatan ( tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor intake dan
output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)

H. Stadium Karsinoma Serviks


Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri : Tingkat kriteria
Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat bukti
invasi.
Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses terbatas pada
serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor
sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak terdapat pada
pembuluh limfa atau pembuluh darah.
Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologic menunjukkan
invasi serviks uteri.
Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga mengenai vagina
(bukan sepertiga bagian bawah ) atau area para servikal pada salah satu sisi
atau kedua sisi.
Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrate tumor.
Tahap IIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum sampai pada
dinding panggul.
Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah meluas kesalah
satu atau kedua dinding panggul. Penyakit nodus limfe yang teraba tidak
merata pada dinding panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau
kedua ureter tersumbat oleh tumor.
Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan.
Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul ( frozen pelvic ) atau
proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan secara histologik ) atau telah
terjadi metastasis keluar paanggul atau ketempat - tempat yang jauh.
Tahap Iva : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektrum dan atau kandung kemih.
Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
( Dr Imam Rasjidi, 2010 )

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP ) sangat bermanfaat
untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan
dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining sel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa
gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
2. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi, suatu alat yang
dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan
morfologi sel - sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan
pola epitel dan vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan
perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat ) terlihat seluruhnya
dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian
kelainan didalam kanalis serviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil
secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam
sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.
4. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa
sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ), dengan kanalis servikalis
sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan
dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan
kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat
dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium
5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah dengan tes positif
( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ). Konikasi diagnostik dilakukan pada
keadaan - keadaan sebagai berikut :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks.
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

J. PENGKAJIAN FOKUS
1. Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual Salah satu faktor yang
menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah dibawah umur 18 tahun.
2. Perilaku seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker serviks dapat
ditularkan dengan mudah.
3. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan pap smear secara
rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
4. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan kurangnya
pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker seviks.
5. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran diri,
emosional.
6. Perineum: keputihan, bau, kebersihan
Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher Rahim yang mulai
mengalami metastase.
7. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan abnor malita
pada organ - organ daerah panggul.
8. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf - syaraf disekitar
panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat pada daerah tersebut.
9. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat memicu sel
kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang – orang dengan gemar berganti - ganti
pasangan dengan mengesampingkan efek negatifnya kemungkinan besar dapat timbul
gejala - gejala tersebut sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
10. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara siklus haid adalah
salah satu tanda gejala kanker leher rahim.
11. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
( Doengoes, 2005 )
K. Fokus Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria :
a. Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, a. Mengetahui tingkat nyeri
durasi, intensitas, dan skala nyeri. pasien dan menentukan
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: tindakan yang akan dilakukan
relaksasi, distraksi, imajinasi, selanjutnya.
message. b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Awasi dan pantau TTV. c. Mengetahui tanda kegawatan.
d. Berikan posisi yang nyaman. d. Memberikan rasa nyaman dan
e. Kolaborasi pemberian analgetik. membantu mengurangi nyeri.
e. Mengontrol nyeri maksimum.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi dipertahankan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi Rasional
a. Kaji status nutrisi pasien a. Untuk mengetahui status
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai nutrisi
indikasi. b. Memantau peningkatan BB.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan c. Kebutuhan jaringan
tinggi kalori, kaya protein dan tetap metabolik adequat oleh
sesuai diit ( Rendah Garam ). nutrisi.
d. Pantau masukan makanan setiap hari. d. Identifikasi defisiensi
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi nutrisi.
sering. e. Agar nutrisi terpenuhi.

3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran pervaginam ( darah,


keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien tidak terjadi penyebaran
infeksi dan dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien keluarga,
pasien ke pasien lain dan pasien ke pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.

Intervensi Rasional
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks. a. Mengurangi terjadinya
b. Tekankan pada pentingnya personal infeksi.
hygiene. b. Agar tidak terjadi
d. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu. penyebaran infeksi.
e. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik c. Mencegah terjadinya
dan antisepik. infeksi.
f. Tempatkan pasien pada lingkungan yang d. Membantu mempercepat
terhindar dari infeksi. penyembuhan.
g. Koloborasi pemeberian antibiotik. e. Mencegah terjadinya
infeksi.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriterial hasil :
a. Pasien mengatakan perasaan cemasnya hilang atau berkurang.
b. Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien.
c. Pasien tampak rileks, tampak senang karena mendapat perhatian.
d. Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi rasa takut.
e. Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan pengobatan dan pasien
mendapat dukungan dari terdekat.
Intervensi Rasional
a. Dorong pasien untuk mengungkapkan a. Memberikan kesempatan
pikiran dan perasaannya. untuk mengungkapkan
b. Beri lingkungan terbuka dimana pasien ketakutannya.
merasa aman untuk mendiskusikan b. Membantu mengurangi
perasaan atau menolak untuk bicara. kecemasan.
c. Pertahankan bentuk sering bicara dengan c. Meningkatkan kepercayaan
pasien, bicara dengan menyentuh pasien. pasien.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dalam d. Meningkatkan kemampuan
mengenali dan mengklarifikasi rasa takut. kontrol cemas.
Beri informasi akurat, konsisten mengenai
prognosis, pengobatan serta dukungan
orang terdekat.

5. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari prosedur
pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan intergritas
kulit.
Kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan pengobatan tanpa
mengiritasi kulit.
b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma kulit.
c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma pada area terapi
radiasi.
d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah cedera dermal
karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan setelahnya.
Intervensi Rasional
a. Mandikan dengan air hangat dan sabun a. Mempertahankan
ringan. kebersihan kulit tanpa
b. Dorong pasien untuk menghindari mengiritasi kulit.
menggaruk dan menepuk kulit yang kering b. Membantu menghindari
dari pada menggaruk. trauma kulit.
c. Tinjau protokol perawatan kulit untuk c. Efek kemerahan dapat
pasien yang mendapat terapi radiasi. terjadi pada terapi radiasi.
d. Anjurkan memakai pakaian yang lembut d. Meningkatkan sirkulasi dan
dan longgar pada, biarkan pasien mencegah tekanan pada
menghindari penggunaan bra bila ini kulit.
memberi tekanan.

6. Resiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelehan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera atau injuri.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi.
b. Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan aktifitas.
c. Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas.
Intervensi Rasional
a. Intruksikan dan bantu dalam a. Membantu mengurangi kelelahan.
mobilitas secara tepat. b. Membantu pasien untuk
b. Anjurkan untuk berpegangan tangan melakukan kegiatan.
atau minta bantuan pada keluarga d. Membantu mempercepat
dalam melakukan suatu kegiatan. penyembuhan.
c. Pertahankan posisi tubuh tepat
dengan dukungan alat bantuan.

7. Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien mampu
mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat yang diinginkan bila mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas dapat diungkapkan
dengan bentuk perhatian yang diberikan seseorang.

Intervensi Rasional
a. Kaji masalah- masalah a. Faktor- faktor seperti menoupose dan
perkembangan daya hidup. proses penuan remaja dan dewasa awal
b. Catat pemikiran pasien/ yang perlu masukan dalam pertimbangan
orang- orang yang mengenai seksualitas dalam penyakit
berpengaruh bagi pasien yang perawatan yang lama.
mengenai seksualitas b. Untuk memberikan pandangan bahwa
c. Evaluasi faktor- faktor keterbatasan kondisi/ lingkungan akan
budaya dan religius/ nilai dan berpengaruh pada kemampuan seksual
konflik- konflik yang tetapi mereka takut untuk menanyakan
muculberikan suasana yang secara langsung.
terbuka dalam diskusi c. Untuk mempengaruhi persepsi pasien
mengenai masalah terhadap masalah seksual yang muncul.
seksualitas. Apabila masalah- masalah
d. Tingkatkan keleluasaan diri diidentifikasikan dan di diskusikan maka
bagi pasien dan orang- orang pemecahan masalah dapat ditemukan
yang penting bagi pasien. d. Perhatikan penerimaan akan kebutuhan
keintiman dan tingkatkan makna
terhadap pola interaksi yang telah dibina

8. Resti terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan pervaginam.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok berkurang atau tidak terjadi
syok.
Kriterial hasi :
a. pasien tidak mengalami anemia
b. Tanda - tanda vital stabil.
c. Pasien tidak tampak pucat.

Intervensi Rasional
a. Kaji adanya tanda a. Mengetahui adanya penyebab syok
terjadi syok b. Memantau kondisi pasien selama masa
b. Observasi KU perawatan terutama pada saat terjadi
c. Observasi TTV pendarahan sehingga segera diketahui tanda
d. Monitor tanda syok.
pendarahan c. TTV normal menandakan keadaan umum baik.
e. Check hemoglobin dan d. Perdarahan cepat diketahui dapat diatasi
hematokrit sehingga pasien tidak sampai syok.
e. Untuk mengetahui tingkat kebocoran
pembuluh darah yang dialami pasien sebagai
acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai