A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan
oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai
factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga
suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
a. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock,
1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang
individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang
diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
Dimensi Sosial
Dimensi Spiritual
b. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress
dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai
modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi
koping yang berhasil.
c. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan,
system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
d. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup
dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain,
isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil dalam berkerja),
stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
e. Sikap
Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri), merasa gagal ( kehilangan
motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan kendali diri ( demonstrasi), merasa punya
kekuatan berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ),
bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan
sosialisasi, prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan
ketidakadekuatan penanganan gejala.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Halusinasi pendengaran
C. Intervensi Keperawatan
1.Halusinasi Pendengaran
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama.
Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan
keluarga.
D. Intervensi
a. Membina hubungan saling percaya, melakukan kontrak dengan pasien dan mengajak pasien
bercakap-cakap.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi , perwat dapat berdiskusi dengan pasien tentang
isi halusinasi ( apa yang didengar , dilihat , atau dirasa) , waktu terjadinya halusinasi , situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasimuncul.
1. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak memperdulukan halusinasi. Jika ini dapat dilakukan , pasien akan
mampu mengendalikan diri dari dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada , tetapi dengan kemampuan ini , pasien tidak akan larut untuk mengikuti
halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensiyang dilakukan perawat dalam mengajarkan
pasien.
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien
bercakap-cakap denga orang lain , terjadi distraksi , focus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi kepercakapan yang dilakukan dengan orang lain.
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri melakukan
aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal , pasien tidak akan
mengalamibanyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Oleh karena
itu , halusinasi dapat dikontro dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi
sampai malam. Tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang terjadwal ,
yaitu :
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangu pagi sampai tidur malam.
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi.pasien juga harus dilatih untuk
minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang
dirawat dirumah sering mengalami putus obat sehingga mengalami kekambuhan. Jika
kekambuhan terjadi , untuk mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu.
Oleh karena itu dilatih minum obat sesuai program dan kelanjutan dengan cara:
4. menjelaskan cara minum obat dengan prinsip lima benar ( benar obat ,benar pasien , benar
waktu , dan benar dosis).
Tujuan :
Pasien dapat mencegah / mengendalikan PK secara fisik, spritul, social , dan dengan psikofarmasi.
Kriteria hasil :
Klien mampu mengungkapakan cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan
mengendalikan PK
Dalam membina hubungan saling percaya , pasien harus merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
dengan perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah :
Berjabat tangan
Membuat kontrak topic , waktu , dan tempat setiap kali bertemu dengan pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasaan sekarang dan yang lalu.
c. Diskusikan perasaan , tanda ,dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi penyebab PK :
1. Diskusikan penyebab PK
d. Diskusikan bersama pasien tentang PK yang biasa dilakukan pada saat marah :
a. Verbal
d. Terhadap lingkungan
Obat
Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dan meminta dengan baik ,
mengungkapkan perasaan dengan baik
Bantu pasien mengendalikan marah secara spritul : kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
Bantu pasien minum obatsecara teratur dengan prinsif lima benar ( benar nama pasien , benar nama
obat , benar dosis ) disertai penjelasan mengenai kegunaan obat dan akibat berhenti minum obat.
k. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan PK.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan
kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara
merawat diri.
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air
sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa
anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi Keperawatan:
1. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :
Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita . Pada pasien laki – laki , latihan meliputi latihan
berpakain , menyisir rambut ,dan bercukur , sedangkan pada pasien wanita latihan meliputi berpakaian
, menyisir rambut dan berhias / berdandan.