Anda di halaman 1dari 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keinovatifan

Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa tujuan utama proses difusi


adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun demikian, seperti terlihat dalam model
proses keputusan inovasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi tersebut. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi
proses keputusan inovasi:

a. Status Sosial Ekonomi (Socioeconomic Status)


Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat atau
status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat
yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan,
pendapatan dan sebagainya. (Soetjiningsih dalam Suparyanto).
Variabel dalam status sosial ekonomi yaitu pendapatan, gaya hidup, kekayaan,
pekerjaaan dan lain sebagainya. Hal ini mempengaruhi keinovatifan seseorang.
Berikut ini, menurut Roger, perbedaan antara Earlier adopters dengan late
adopters dalam status sosial ekonomi, yaitu:
1. Earlier adopters tidak berbeda dengan late adopters dalam hal umur.
Suatu inovasi dapat dilakukan oleh orang yang umurnya muda ataupun dewasa. Penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dan keinovatifan.
2. Earlier adopters memiliki pendidikan formal yang lebih tinggi dibandingkan dengan late
adopters.
3. Earlier adopters mungkin lebih terpelajar dibandingkan dengan late adopters.
4. Earlier adopters memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan dengan late adopters.
5. Earlier adopters mempunyai mobilitas sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan late
adopters.
6. Earlier adopters mempunyai unit yang besar (pertanian, sekolahan, perusahaan, dan
lainnya) dibandingkan dengan late adopters.
Roger memberikan pertanyaan dalam hal status sosial ekonomi, apakah
para inovator berinovasi karena kekayaan mereka ataukah mereka kaya karena mereka
berinovasi? Jawabannya tidak semata-mata berdasarkan data tetapi ada alasan yang bisa
dipahami mengapa status sosial dan keinovatifan berbeda secara bersamaan.
Ada beberapa ide baru yang berharga untuk diinovasi membutuhkan
pengeluaran modal awal yang besar. Dengan kekayaanlah mungkin bisa mengadopsi
inovasi tersebut. Keuntungan yang lebih besar dapat diperoleh oleh yang pertama kali
mangadopsi. Para inovator menjadi lebih kaya dan Laggards menjadi miskin dalam
proses ini. Akan tetapi para inovator yang pertama tentu akan menerima resiko yang lebih
besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena ada beberapa inovasi
yang mungkin gagal. Oleh karena dibutuhkan kekayaan yang cukup untuk menerima
kerugian tersebut.
Walaupun kekayaan dan keinovatifan sangat erat kaitannya, faktor
ekonomi tidak memberikan penjelasan yang lengkap dari kebiasaan berinovasi. Misalnya,
para inovator pertanian cenderung menjadi kaya, ada pula banyak petani kaya yang tidak
berinovasi.
Teori Cancian

Gambar 1. Quartile Rangks on Socioeconomic Status (Roger)

Professor Frank Cancian adalah seorang antropolog yang menemukan “The


Cancian Dip”. Toeri Cancian mengatakan bahwa status sosial ekonomi dan keinovatifan
bergerak pada titik-titik yang ekstrim.
Teori ini mengungkapkan hubungan positif dan linier antara status sosial
ekonomi dan keinovatifan. Orang yang status sosial ekonomi tinggi (high) tingkat
keinovatifannya lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang rendah (low) status sosial
ekonominya. Ini berarti bahwa orang yang sosial ekonomi tinggi (high) dalam
mengadopsi suatu inovasi diharapkan dapat menjadi lebih inovatif.
Cancian berpendapat di antara orang yang rendah (low) status sosial
ekonominya dan orang yang status sosial ekonomi tinggi (high) terdapat Low Middle dan
High Middle Sosialeconomic Status (SES).

b. Nilai-Nilai Kepribadian (Personality Values)


Kepribadian berhubungan dengan inovasi yang belum mendapat perhatian
penuh pada penelitian, sebagian dikarenakan kesulitan dalam mengukur dimensi
kepribadian dalam lapangan wawancara.
1. Earlier adopter memiliki empati lebih besar dibandingkan late adopters. Empati adalah
kemampuan individu untuk memproyeksikan diri mereka pada orang lain. Kemampuan
ini merupakan kualitas penting bagi inovator, yang harus bisa berpikir secara fakta,
menjadi imajinatif, dan untukmengambil peran heteropilus agar mengubah informasi
secara efektif.
2. Earlier adopters mungkin sedikit dogmatik dibandingkan late adopters. Dogmatisme
adalah derajat dimana seorang individu memiliki sistem kepercayaan dekat relatif,
dimana merupakan sebuat pengaturan kepercayaan yang dipegang secara kuat. Orang
dengan dogmatis yang tinggi tidak akan menerima ide-ide baru; seperti seorang individu
akan lebih menyukai menata masa lalu.
3. Earlier adopters memiliki kemampuan lebih banyak untuk berhadapan dengan abstraksi
dibandingkan late adopters. Inovator harus bisa mengadopsi ide baru secara luas di atas
dasar stimulus abstrak, seperti yang diterima dari media massa.
4. Earlier adopters memiliki rasionalitas lebih besar dibandingkan late adopters.
Rasionalitas berguna paling efektif untuk mencapai akhir.
5. Earlier adopters memiliki kepandaian lebih besar dibandingkan late adopters.
6. Earlier adopters memiliki sikap untuk berubah lebih baik dibandingkan late adopters.
7. Earlier adopters memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi ketidakpastian dan
risiko dibandingkan late adopters.
8. Earlier adopters memiliki sikap lebih baik terhadap ilmu pengetahuan dibandingkan late
adopters.
9. Earlier adopters memiliki sedikit fatalistik dibandingkan late adopters.
10. Earlier adopters memiliki aspirasi lebih tinggi (untuk pendidikan formal, pekerjaan, dan
sebagainya) dibandingkan late adopters.

c. Perilaku Berkomunikasi (Communication Behavior)


1. Earlier adopters memiliki partisipasi sosial lebih dibandingkan late adopters.
2. Earlier adopters memiliki lebih tinggi dalam jaringan interpersonal pada sistem mereka
dibandingkan late adopters. Keterhubungan merupakan derajat dimana seorang individu
berhubungan dengan yang lain.
3. Earlier adopters memiliki lebih kosmopolit dibandingkan late adopters. Jaringan
interpersonal inovator lebih mungkin terjadi di luar dibandingkan di dalam, sistem
mereka.
4. Earlier adopters memiliki kontak agen lebih dibandingkan late adopters.
5. Earlier adopters memiliki lebih banyak terbiasa dengan hubungan komunikasi
interpersonal dibandingkan late adopters.
6. Earlier adopters memiliki berhubungan dalam mencari informasi lebih aktif
dibandingkan late adopters.
7. Earlier adopters memiliki memiliki pengetahuan inovasi lebih besar dibandingkan late
adopters.
8. Earlier adopters memiliki sebuah pendapat kepemimpinan dengan derajat lebih tinggi
dibandingkan late adopters. Walaupun inovasi dan pendapat kepemimpinan secara positif
berhubungan, derajat dimana ini merupakan dua nilai yang berhubungan tergantung
bagian norma sistem sosial. Dalam sebuah sistem dengan norma-norma yang baik untuk
berubah, pendapat pemimpin lebih mungkin menjadi inovator.

Segmentasi Audiens dan Kategori Adopter


Sebagai kesimpulan, kita melihat bahwa kebanyakan perluasan sebelumnya,
sebuah nilai-nilai dependen secara positif berhubungan dengan inovasi. Hubungan ini
berarti bahwa skor inovator lebih tinggi pada nilai-nilai independen ini daripada laggards.
Sebuah nilai, seperti dogmatisme dan fatalisme, secara negatif berhubungan dengan
inovasi dan pendapat pemimpin adalah yang paling besar bagi earlier adopters, paling
tidak pada kebanyakan sistem.
Karena itu, pengaturan karakteristik umum dari setiap kategori
adopters memiliki keperluan mendesak dari penelitian difusi. Perbedaan penting sejumlah
kategori adopters ini menunjukkan bahwa mengubah agen seharusnya menggunakan
pendekatan berbeda dengan kategori setiap adopter, karena itu mengikuti strategi
segmentasi audiens. Segmentasi audiens adalah sebuah strategi dimana komunikasi
berbeda, digunakan setiap sub audiens. Strategi ini memutuskan audiens heteropilus
menjadi seri sub audiens yang lebih homopilus. Karena itu, sesuatu mungkin menjadi
inovator yang mengadopsi inovasi karena hal itu terdengar teruji dan berkembang oleh
saintis, tetapi pendekatan ini tidak seharusnya efektif dengan late majority dan laggards,
yang tidak memiliki sikap yang baik terhadap ilmu pengetahuan. Mereka tidak akan
mengadopsi ide baru sampai mereka merasakan bahwa kebanyakan ketidakpastian
tentang penampilan inovasi telah diangkat; late adopters menempatkan kredibilitas paling
besar dalam pengalaman subjektif, mengubah mereka melalui jaringan interpersonal.

KESIMPULAN
Keinovatifan adalah sebuah proses seseorang dalam menerima gagasan,
objek yang menyangkut metode, strategi baru dan produk kategori lebih awal apabila
dibandingkan dengan yang lain dalam system sosialnya. Lamban atau cepatnya dalam
menerima inovasi sangat tergantung pada individu penerima, karakteristik inovasi dan
karakteristik lainnya yang individu itu berada di dalamnya.
Earlier adopters yang relatif dalam sistem sosial tidak berbeda dari late
adopters dari umur, tetapi mereka memiliki beberapa tahun lebih pendidikan formal,
lebih terpelajar, memiliki status sosial lebih tinggi, dan unit lebih luas, seperti sawah,
perusahaan, sekolah, dan sebagainya. Karakteristik kategori adopters ini mengindikasi
secara umum bahwa earlier adopters memiliki status sosioekonomi lebih daripada late
adopters.
Earlier adopters dalam sistem berbeda dengan late adopters dalam hal
kepribadian. Earlier adopters memiliki empati lebih besar, dogmatisme lebih sedikit,
kemampuan lebih besar untuk bersaing dengan abstraksi, rasionalitas lebih besar,
kepandaian lebih besar, sikap berubah yang lebih baik, kemampuan untuk menghadapi
ketidakpastian dan risiko lebih baik, sikap sesuai ilmu pengetahuan yang lebih baik,
fatalisme lebih sedikit, dan aspirasi lebih tinggi untuk pendidikan formal, pekerjaan, dan
sebagainya.
Akhirnya, kategori adopters memiliki tingkah laku komunikasi yang
berbeda. Earlier adopters memiliki partisipasi sosial lebih, lebih tinggi dalam jaringan
interpersonal pada sistem mereka, lebih kosmopolit, memiliki kontak agen lebih, lebih
banyak terbiasa dengan hubungan komunikasi interpersonal, berhubungan dalam mencari
informasi lebih aktif, memiliki pengetahuan inovasi lebih besar, dan sebuah pendapat
kepemimpinan dengan derajat lebih tinggi.
Penelitian lampau menunjukkan banyak perbedaan penting antara earlier and late
adopters dalam 1) status sosioekonomi, 2) kepribadian, 3) tingkah laku komunikasi.
Karakteristik khusus kategori lima adopters berarti bahwa kategori adopters ini dapat
digunakan untuk segmentasi audiens.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti


Uwes A. Difusi Inovasi. 16 September 2008. URL:
http://www.teknologipendidikan.net/2008/09/16/difusi-inovasi-just-theory/. Diunduh
pada 15 April 2013.
Rogers, E. M. (1995). Diffusion of Innovations. New York: The Free Press.

Anda mungkin juga menyukai