Anda di halaman 1dari 44

LEMBAR TUGAS INDIVIDU

RESUME MATERI
Tugas Mata Kuliah Kesehatan Keselamatan Kerja (K3)

Dosen Pembimbing :
Muh. Zul Azhri Rustam, S.KM., M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2018
LEMBAR TUGAS INDIVIDU
RESUME MATERI
Tugas Mata Kuliah Kesehatan Keselamatan Kerja (K3)

Disusun Oleh:

Riska Utama
NIM. 151.0047

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2018
2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Riska Utama
NIM : 151.0047
Program Studi : S1 Keperawatan

Menyatakan bahwa portofolio ini yang berjudul “Tugas Mandiri Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)” saya susun sesuai dengan rancangan tugas mahasiswa
dalam silabus Mandiri Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang berlaku di
STIKES HANG TUAH SURABAYA.

Mengetahui, Surabaya, 1 Desember 2018


Penanggung Jawab Mata Kuliah Penulis
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Muh. Zul Azhri Rustam, S.KM., M.Kes Riska Utama


NIM. 151.0047

i
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1. MATERI 8
1.1 Pengertian Penyakit akibat kerja ............................................................... 1
1.2 Penyakit akibat kerja pada perawat ........................................................... 2
1.3 Penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat ..................... 3
1.4 Upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat............................ 7
BAB 2. MATERI 9
2.1 Hazard Kimia ............................................................................................. 11
2.2 Hazard Fisik ............................................................................................... 13
2.3 Hazard Psikologis dan Sosial ..................................................................... 14
2.4 Hazard Radiasi ........................................................................................... 16
2.5 Hazard Pada Asuhan Keperawatan ............................................................ 17
2.6 Hazard Biologi ........................................................................................... 20
2.7 Hazard Ergonomic dan Biomekanik .......................................................... 21
BAB 3. MATERI 10
3.1 Pada Tahap Pengkajian Asuhan Keperawatan ........................................... 24
3.2 Pada Tahap Perencanaan Asuhan Keperawatan ........................................ 25
3.3 Pada Tahap Implementasi Asuhan Keperawatan....................................... 26
3.4 Pada Tahap Evaluasi Asuhan Keperawatan............................................... 26
BAB 4. MATERI 11
4.1 Definisi....................................................................................................... 29
4.2 Upaya Pencegahan Hazard ........................................................................ 29
BAB 5. MATERI 12
5.1 Definisi....................................................................................................... 33
5.2 Tujuan Keselamatan Pasien ....................................................................... 34
5.3 Pengaruh factor Lingkungan dan Manusia Pada Pasien Safety ................. 34
BAB 6. MATERI 13
6.1 Telaah Jurnal KTD..................................................................................... 36

ii
BAB 7. MATERI 14
7.1 Peran kerja tim untuk pasien safety ........................................................... 37
7.2 Peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan kesehatan .......... 37
7.3 Aplikasi pengontrolan dan pencegahan infeksi, prsedur invasive ............. 38
7.4 Penyebab terjadinya adverst events terkait prsedur invasive ..................... 38
7.5 Medicatin safety ......................................................................................... 38

iii
BAB 1

MATERI 8 PENYAKIT AKIBAT KERJA PADA PERAWAT


1.1 Pengertian Penyakit akibat kerja
Adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dilakukan
setiap hari atau suatu penyakit yang memiliki asosiasi ubungan cukup kuat
dengan linkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan
kerja.
Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang
artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun,
sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan. Kesehatan atau
penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Oleh karena itu, penyakit
akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja.
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour
Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai
berikut:
a. Penyakit Akibat Kerja-Occupational Disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan-Work Related
Disease
Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana
faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya
dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja-Disease of Fecting Working
Populations
Adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan
yang buruk bagi kesehatan.
1
1.2 Penyakit akibat kerja pada perawat
1. Penyakit Menular Akibat Kerja Pada Perawat
a. Penyakit yang disebabkan kontak udara disekitar pasien seperti: TBC,
Influenza, Flu burung, SARS.
b. Penyakit yang disebabkan kontak fisik dengan pasien seperti: Kudis
Kurap, Herpes.
c. Penyakit yang disebabkan kontak dengan cairan pasien seperti: AIDS,
Hepatitis B.
Beberapa cara perawat untuk mengantisipasi tertularnya penyakit
menular:
1) TBC:
a. Mengurangi kontak langsung dengan penderita TBC
b. Memakai masker
c. Menjaga standard hidup yang baik, dengan makanan bergizi,
lingkungan yang sehat, dan berolahraga.
d. Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih
berat)
2) Influenza:
a. Mengurangi kontak langsung dengan penderita Influenza
b. Memakai masker
c. Vaksinasi influenza
3) Flu Burung:
a. Mengurangi kontak langsung dengan penderita Influenza
b. Mengonsumsi obat antivirus
c. Memakai masker
d. Mengonsumsi makanan sehat
4) SARS:
a. Mengurangi berkunjung langsung ke wilayah yang terserang
SARS
b. Gunakan masker penutup hidung dan mulutserta sarung tangan
untuk mengurangi penularan melalui cairan dan udara (debu)

2
c. Jaga kebersihan tuuh, misalnya segera mencuci tangan setelah
berada ditempat umum
5) AIDS:
a. Hindari tertusuknya jarum suntik bekas pasien
b. Hindari tercemarnya darah pasien dengan anggota tubuh yang
sedang luka
c. Hindari tercemarnya barang habis pakai milik penderita
2. Penyakit Tidak Menular Akibat Kerja Pada Perawat
a. Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi yang tidak
sempurna, seperti: penyakit rabun mata, beri-beri, scorbut, dll.
b. Penyakit yang disebabkan karena tekanan darah tinggi
(hypertension) dan tekanan darah rendah (hypotension).
c. Penyakit alergi, seperti: astma gidu / kaligata.
d. Penyakit yang disebabkan karena keracunan, seperti: keracunan
makanan atau minuman.
e. Penyakit yang disebabkan karena kecelakaan, seperti keseleo, patah
tulang, luka tersayat, geger otak, dll.

1.3 Penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat


Beberapa faktor yang merupakan salah satu penyebab penyakit atau
cedera pada perawat di tempat kerjanya sebagai berikut:
1. Akibat kelalaian perawat seperti tertusuk jarum atau tergores jarum, jika
perawat terkena tusukan atau goresan jarum dari pasien yang menderita
HIV dan Hepatitis B maka risiko perawat akan tertular penyakitnya.
2. Perawat berisiko terkena infeksi jika tidak cuci tangan atau menggunakan
sarung tangan serta masker jika berada pada ruang paru.
3. Perawat sering kontak langsung dengan bahan kimia seperti obat-obatan
kontak kerja tersebut yang pada umumnya dapat menyebabkan iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).
Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup
atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik,
bahkan kematian.

3
Pada perawat bekerja secara fisik misalnya memobilisasi pasien,
memindahkan pasien, memandikan pasien dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan fisik dapat mengakibatkan risiko seperti keluhan
yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
4. Pada perawat berhubungan langsung dengan radiasi karena pada
pemeriksaan-pemeriksaan tertentu memerlukan radiasi jika perawat
terkena radiasi dapat membahayakan tenaga kesehatan yang menangani
seperti gangguan reproduksi dan jika terpapar terlalu sering dapat
mengakibatkan kanker.
Penyakit atau cedera akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya
berkaitan dengan: faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya
dari pasien), faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus
seperti antiseptik pada kulit, zat kimia atau solvent yang menyebabkan
kerusakan hati, faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien
salah), faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit,
tegangan tinggi, radiasi dll.), faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
1. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman
pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien,
benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui
kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat
menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya
karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Pencegahan:
a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi.
b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk
bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

4
c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang
benar.
d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan spesimen secara benar
e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
g. Kebersihan diri dari petugas.

2. Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan
bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan
solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan
dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau
lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka.
Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat
kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).
Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau
kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan:
a. Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang
ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga
kesehatan laboratorium.
b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk
petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
d. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata
dan lensa.
5
e. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan
alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan
dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja
yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga
operator peralatan, Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan
dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis
(stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain).
4. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan kerja meliputi:
a. Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan
stress dan ketulian
b. Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan
penglihatan dan kecelakaan kerja.
c. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
d. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar. Terkena
radiasi
e. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan:
a. Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
b. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
c. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
d. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.

6
e. Pelindung mata untuk sinar laser
f. Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
5. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang
dapat menyebabkan stress:
a. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di
tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai
dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
b. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton. Hubungan
kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja
di sektor formal ataupun informal.
1.4 Upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat
1. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja, dilakukan:
a. Pemeriksaan Kesehatan Pra Kerja = saat seleksi calon pekerja
Jenis pemeriksaan Kesehatan Pra Kerja yang dilakukan:
1) Anamnesa
a) Riwayat Penyakit Umum: TB, DM, Jantung, Asma, Kulit,
Perut
b) Riwayat Penyakit di RS: pernah/ belum dirawat di RS, alasan
dirawat
c) Riwayat Kecelakaan Kerja di tempat kerja yang lama
d) Riwayat Operasi: pernah/belum di operasi? operasi di RS
mana, berapa lama perawatan
e) Riwayat Pekerjaan: apakah sebelumnya pernah bekerja, di
perusahaan apa, bekerja di bagian apa
2) Pemeriksaan Mental
3) Pemeriksaan Fisik
4) Pemeriksaan Kesegaran Jasmani
5) Pemeriksaan Radiologi

7
Radiasi adalah risiko berbahaya yang dikenal baik di lingkungan
rumah sakit dan usaha penanggulangannya sudah dilakukan.
Rumah sakit sebaiknya mempunyai petugas yang bertanggung
jawab (safety officer) atas keamanan daerah sekitar radiasi dan
perlindungan bagi petugasnya. Petugas hamil sebaiknya dilarang
bekerja, walau hal ini masih diperdebatkan.
6) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksa di laboratorium akan terpajan bakteri, antara lain TB
dan virus Hepatitis B. Petugas harus menjaga kesehatan dan
kebersihan pribadi untuk mencegah tertular penyakit, serta selalu
memakai sarung tangan karet pada saat bekerja. Mencuci tangan
setiap akan memulai dan setelah bekerja, mengenakan jas
laboratorium, yang harus selalu ditinggal di dalam laboratorium.
7) Pemeriksaan lainnya
2. Perbaikan Gizi Kerja (Penyiapan Makanan)
Petugas penyiapan makanan dapat terpajan salmonela, botulism dari
bahan mentah ikan, daging dan sayuran. Pencegahan terpenting di bagian
ini adalah tangan bersih dan menggunakan alat bersih. Kulkas
penyimpanan bahan makanan mentah yang sudah dibersihkan diatur
suhunya dan kebersihannya agar bakteri atau jamur tidak sempat
berkembang biak. Memasak yang benar-benar matang akan membunuh
salmonela. Petugas yang sedang menderita gangguan gastrointestinal
diliburkan dan diobati sampai sembuh.
3. Melakukan JSA proses kerja dan lingkungan kerja
4. Membuat SOP dan Instruksi Kerja
5. Promosi Kesehatan (Edukasi, sosialisasi, poster, leaflet, pemasangan
rambu-2 K3): seperti memberi penyuluhan kesehatan
6. Menyediakan waktu dan sarpras untuk plahraga bekerja
7. Vaksinasi penyakit menular (Hepatitis)
8. Penggunaan APD

8
Alat Pelindung Diri (APD) adalah salah satu upaya pencegahan oleh
perawat agar tidak terluar oleh penyakit yang ada di rumah sakit. Macam-
macam APD yang dapat digunakan oleh perawat adalah:
1) Sarung Tangan Steril
2) Gaun (Celemek) Pelindung
3) Masker
4) Alat pelindung mata
5) Topi
6) Pelindung kaki
7) Kepatuhan pada aturan RS
8) Mencuci Tangan

9
DAFTAR PUSTAKA

Gill, J.B Herington F.S. 2005. Buku Saku Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Reese, C.D. 2003. Occupational Health and Safety Management. USA: Lowes
Publisher.
Fabre, June. 2009. Smart Nursing: Nurse Retention & Patient Safety Improvement
Startegies. New York: Springer Pulishing Company
Maria, Silvia., dkk. 2015. Jurnal Care Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat
Berdasarkan Tindakan Tidak Aman. Poltekkes Kemenkes Malang: Jurnal Care
Vol. 3, No. 2

10
BAB 2

MATERI 9 MACAM-MACAM HAZARD

2.1 Hazard Kimia


2.1.1 Pengertian
Hazard Kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu bahan
kimia. Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut,
simen, getah sintetik, gentian kaca, pelekat antiseptik, aerosol, insektisida,
dan lain-lain.
2.1.2 Faktor Kimia B3
Ter eksposnnya tubuh oleh B3 (Bahan Bahaya Beracun) bisa berakibat
buruk baik terhadap keselamatan maupun terganggunya kesehatan
seseorang. Orang yang terkena langsung dengan cairan asam, misalnya
kulitnya akan mengalami oksidasi, berubah warnanya menjadi putih disertai
dengan rasa perih dan gatal.
Adapun jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh yaitu Pernapasan
(inhalation), Kulit (skin absorption) dan Tertelan (ingestion)
2.1.3 Klasifikasi Faktor B3
1. Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata, dan sistem
pencernaan adalah bagian tubuh yang paling umum terkena
Contoh: konsentrat asam dan basa, fosfor.
2. Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan si tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatilitis.
Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak
napas, peradangan dan odema (bengkak).
Contoh:
a. Kulit: asam, basa, pelarut, dan minyak.
b. Pernapasan: aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,
phosgene, clorine, bromine, dan ozone.

11
3. Reaksi alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi
pada kulit atau organ pernapasan.
Contoh:
a. Kulit: Colophony (rosin), formaldehyde, logam seperti chomium
atau nickel, exopy hardners, turpentine.
b. Pernapasan: Isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde,
nickel.
4. Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan
atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah
tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari
19,5% volume udara.
Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal
pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.
Contoh:
a. Asfiksian sederhana: methane, ethane, hydrogen, helium.
b. Asfiksian kimia: carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide,
hidrogen sulphide.
5. Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah
bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada
hewan.
Contoh:
a. Terbukti karsinogen pada manusia: benzene (leukemia);
vinylchloride (liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine
(kanker kandung kemih); asbestos (kanker paru-paru,
mesothelioma).
b. Kemungkinan karsinogen pada manusia: formaldehyde, carbon
tetrachloride, dichromates, berylium.
6. Efek reproduksi

12
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual
dari seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor
yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang
etrpapar, sebagai contohK aborsi spontan.
Contoh: managanese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers
dari ethylene glycol, mercury, organic mercury compounds,
carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
7. Racun sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ
atau sistem tubuh.
Contoh:
a. Otak: pelarut, lead, mercury, manganese.
b. Sistem saraf peripheal: lead, arsenic, carbon disulphide.
c. Sistem pembentukan darah: benzene, ethylene, glycol ethers.
d. Ginjal: cadmium, lead, mercury, chlorinated, hydrocarbons.
e. Paru-paru: silica, asbestos, debu batubara.
2.1.4 Arti Simbol Logo Bahaya Kimia
1. Explosive (bersifat mudah meledak)
2. Oxidizing (pengoksidasi)
3. Flammable (mudah terbakar)
4. Toxic (beracun)
5. Harmfull iritant (bahaya iritasi)
6. Corrosive (korosif)
7. Dangerous for Enviromental (bahan berbahaya bagi lingkungan)
2.2 Hazard Fisik
2.2.1 Kebisingan
Kebisingan adalah salah satu masalah dilingkungan kerja yang perlu
diwaspadai. Kebisingan memiliki arti yaitu suatu aktifitas yang dapat
menurunkan tingkat pendengaran seseorang secara kwantitatif (peningkatan
ambang pendengaran) maupun kualitatif (penyempitan spektrum
pendengaran). (PER.13/MEN/X/2011).
2.2.2 Pencahayaan

13
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan fisik kerja
adalah intensitas pencahayaan. Pencahayaan merupakan sejumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan secara efektif (Rahmayanti, 2015).
2.2.3 Getaran
Getaran adalah suatu faktor fisik yang bekerja pada manusia dengan
penjalaran (transmission) daripada tenaga mekanik yang berasal dari
sumber goyangan (osilattor) (Irzal, 2016).
Getaran kerja adalah getaran mekanis yang ada di tempat kerja dan
berpengaruh terhadap tenaga kerja. (Irzal, 2016).
2.2.4 Radiasi
Hazard radiasi adalah suatu potensi yang menimbulkan bahaya
terhadap kehidupan kesehatan, dan lingkungan yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan penyakit (Majid,A.2005).
2.3 Hazard Psikologi dan Sosial
2.3.1 Pengertian
Hazard psikologi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadinya
suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut. Konflik yang terjadipun
sudah terbagi menjadi langsung dan tidak langsung.
2.3.2 Komponen Hazard
Ada beberapa komponen dalam hazard, meliputi:
1. Karakteristik material
2. Bentuk material
3. Hubungan pemajanan dan efek
4. Jalannnya pemajanan dari proses individu
5. Kondisi dan frekuensi penggunaan
6. Tingkah laku pekerja
2.3.3 Faktor-Faktor Psikososial dalam Lingkungan Kerja
Johansson & Rubenowitz (1994) menjelaskan faktor-faktor psikososial
dalam lingkungan kerja yang memiliki pengaruh dalam kinerja sebagai
berikut:
1. Pengaruh dan kontrol pekerjaan

14
2. Iklim terhadap penyedia
3. Rangsang dari kerja itu sendiri
4. Hubungan dengan rekan kerja
5. Beban kerja secara psikologis
2.3.4 Sumber Stres di Lingkungan Kerja
1) Lama kerja: lama waktu bekerja (sekian tahun), posisi (jabatan), tugas,
kewajiban, tanggung jawab sebagai pengawas, dan sebagainya.
2) Faktor intrinsik dalam pekerjaan: kesesuaian lingkungan/orang dan
kepuasan kerja, peralatan, pelatihan, shift kerja, kerja overload atau
underload, bahaya fisik, harga diri terkait pekerjaan.
3) Peranan dalam organisasi: ambiguitas peran, konflik peran, tanggung
jawab orang-orang, batas-batas organisasional.
4) Perkembangan karir: dipromosikan/tidak, kurangnya keamanan kerja,
ambiguitas pekerjaan di masa yang akan datang, status congruency,
kepuasan terhadap bayaran
5) Hubungan / dukungan social: dengan kolega, supervisor, bawahan
6) Struktur dan iklim organisasional: politik, konsultasi/komunikasi,
partisipasi dalam membuat keputusan, dan sebagainya.
7) Resiko Bahaya Psikologi: resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah
sakit berupa ketidak harmonisan hubungan antar manusia didalam
rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja dengan pelanggan, maupun
pekerja dengan pimpinan
2.3.5 Faktor Penyebab Stres di Tempat Kerja
Psikososial adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kondisi aspek-aspek psikologis ketenaga kerjaan yang dapat menyebabkan
terjadinya stress. Berikut beberapa penyebab stres di tempat kerja yang
dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan.
1. Keterbatasan di tempat kerja
2. Konflik kepemimpinan
3. Rekan kerja yang mengganggu produktivitas
4. Beban kerja berlebihan
5. Peran ganda

15
2.3.6 Gejala-gejala Stres di Tempat Kerja
Adapun gejala-gejala stres yang dapat terjadi di tempat kerja, meliputi:
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Komunikasi yang tidak lancar
4. Pengambilan keputusan jelek
5. Kreaktifitas dan inovasi kurang
6. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
2.4 Hazard Radiasi
2.4.1 Pengertian
Hazard radiasi adalah suatu potensi yang menimbulkan bahaya
terhadap kehidupan kesehatan, dan lingkungan yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan penyakit (Majid,A.2005).
2.4.2 Jenis-jenis Hazard Radiasi
Radiasi secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu ke dalam radiasi
ionisasi dan radiasi non-ionisasi. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus, yaitu:
a. Radiasi Ionisasi
1. α (alfa)
2. β (beta):
3. γ (gamma)
4. Sinar X
5. Neutron
6. Bremsstrahlung
Radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh perlambatan partikel
β.
b. Radiasi Non-Ionisasi
1. Ultraviolet (ultra ungu)
2. Cahaya tampak (visible light)
3. Inframerah (infrared)
4. Frekuensi radio
5. Elektromagnetik

16
6. Laser
2.4.3 Pengaruh Hazard Radiasi Terhadap Tubuh
A. Radiasi Ionisasi
a. Eksposur kecil setempat dapat menyebabkan:
1) Kulit kemerah-merahan
2) Katarak pada mata
3) Gangguan kesuburan
b. Eksposur umum ke seluruh tubuh dapat mengakibatkan:
1) Mual, muntah dan diare
2) Kanker kulit dan organ tubuh lainnya
3) Leukimia
B. Radiasi Non-Ionisasi
a. Radiasi Ultraviolet
b. Radiasi Cahaya Tampak
c. Radiasi Inframerah
d. Radiasi Frekuensi Radio
e. Radiasi Elektromagnetik
f. Radiasi Laser
2.5 Hazard pada Asuhan Keperawatan
2.5.1 Pengkajian Risiko dan Hazard dalam Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan didefinisikan sebagai pemikiran dasar
dariproses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi
ataudata tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah –
masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental
sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 dalam Fitriyanti, 2012).

Contoh Risiko dan Hazard bagi Perawat saat Melakukan Pengkajian

a. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga.


b. Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian.
c. Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan
perawat.

17
d. Risiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat
pemeriksaan fisik.
e. Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan
keluarganya.
2.5.2 Intervensi Hazard dan Risk dalam Asuhan Keperawatan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas
dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada
standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3
rumah sakit dan SMK3. Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko.
Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya,
penilaian serta pengendalian faktor resiko.
2. Membuat peraturan: Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan
melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan
peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang
berlaku.
3. Program kerja: Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan
proram K3 rumah sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring,
evaluasi dan dicatat serta dilaporkan
4. Pengorganisasian: Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung
dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan
kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3.
2.5.3 Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit
1) Tugas pokok
a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur
rumah sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
K3
b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan dan prosedur
c. Membuat program K3 rumah sakit
2) Fungsi

18
a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3
b. Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan
upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3
d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan
tindakan korektif
e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3
rumah sakit
f. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja,
kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif
pencegahan
g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, merekomendasikan
sesuai kegiatannya
h. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses
2.5.4 Implementasi Hazard dan Risk dalam Asuhan Keperawatan
Metode Implementasi Keperawatan
1. Membantu dalam aktifitas kehidupan sehari-sehari.
2. Konseling
3. Memberikan asuhan keperawatan langsung.
4. Kompensasi untuk reaksi yang merugikan.
5. Teknik tepat dalam memberikan perawatan
6. Mencapai tujuan perawatan, Mengawasi dan mengevaluasi kerja
dari anggota staf lain
Tiga prinsip pedoman implementasi asuhan keperawatan:
1. Mempertahankan keamanan klien
2. Memberikan asuhan yang efektif
3. Memberikan asuhan yang seefisien mungkin
2.5.5 Evaluasi Bahaya dan Risiko
Evaluasi risiko dilakukan sebagai tindak lanjut dari proses analisis
risiko untuk memutuskan tindakan selanjutnya (Pengendalian Risiko),

19
Tujuan Evaluasi Bahaya dan Risiko

1. Untuk mengetahui level dan prioritas bahaya dan risiko di tempat kerja
2. Mengetahui tindakan pengendalian/program K3 yang diperlukan
2.6 Hazard Biologi
2.6.1 Pengertian Hazard Biologi
Biohazard (bahaya biologi) dapat berefek pada manusia melalui
kontak langsung dengan biological agen atau lewat penularan agen
perantara. Bahaya kerja biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik
yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus,
bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan
seperti produk serat alam yang terdegradasi.
2.6.2 Cara Penularan Hazard Biologi
1. Saluran Pernapasan, yaitu inhalasi spora atau debu tercemar:
kokidiomikosis, histoplasmosis, New Castle, Ornitosis, fever, TBC
2. Melalui makanan dan minuman: hepatitis, diare, poliomyelitis
3. Melalui kulit: antrax, bruselosis, leptospirosis, tularemia, hepatitis,
tetanus, akibat gigitan serangga/gigitan sengkenit (Tripanosomiasis)

2.6.3 Identifikasi Bahaya Kerja Biologi


Potensi Bahaya Kerja Biologi di Tempat Kerja
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 432/MENKES/SK/IV/2007
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
rumah sakit bahwa bahaya biologi terdiri dari virus, bakteri, jamur dan
parasit, juga bahaya biologi yang berasal dari serangga, tikus dan binatang.
Faktor bahaya biologi (Kepmenkes, 2007) adalah:
a) Virus: HIV, virus SARS dan virus Hepatitis.
b) Bioaerosol adalah disperse jasad renik atau bagian jasad renik di udara
berupa jamur, protozoa, virus yang menimbulkan bahan alergen,
pathogen dan toksin di lingkungan.
c) Bakteri dan pathogen lainnya, misalnya Mycobacterium Tuberculosis.
Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/ X/2014 menyebutkan untuk
mengidentifikasi bahaya biologi di rumah sakit dengan pemeriksaan setiap

20
semester meliputi: konsentrasi mikroorganisme dalam udara ruang operasi,
pemeriksaan mikrobiologi air bersih.
Hubungan Bahaya Kerja Biologi dengan Pekerjaan
Para pekerja dapat mengalami kontak dengan bahaya biologi dalam
beberapa macam keadaan:
a) Intrinsik pada pekerjaan tertentu; pekerja konstruksi pada fasilitas
pengolahan limbah berisiko terpapar infeksi bakteri.
b) Insidental pada saat berkerja (bukan bagian dari aktivitas pekerjaan);
pekerja yang menderita penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi.
c) Terjadi pada bagian tertentu dari pekerjaan; pekerja yang berpergian
dari/ke tempat endemik penyakit tertentu.
d) Tidak spesifik untuk pekerjaan; seperti yang disebabkan bakteri
legionella dapat tersebar dengan mudah di air dan tanah sehingga dapat
menginfeksi beberapa macam pekerjaan seperti petugas maintence
sistem pengairan dan pekerja kantoran dengan AC.
2.7 Hazard Ergonomic dan Biomekanik
2.7.1 Hazard Ergonomic
Ergonomi adalah suatu ilmu yang yang menerapkan tentang
keserasian antara pekerjaan dan lingkungan terhadap individu atau
sebaliknya untuk tercapainya produktifitas dan efisiensi yang tinggi
melalui pemanfaatan manusia yang seoptimal mungkin ( Irzal , 2016).
Biomekanika adalah ilmu yang menggunakan hukum-hukum
fisika dan konsep-konsep mekanika untuk mendeskripsikan gerakan
dan gaya pada berbagai macam bagian tubuh ketika melakukan
aktivitas.
2.7.2 Prinsip ergonomic
Ergonomi dapat digunakan dalam membantu menetukan sistem
manusia dan produksi yang efektif dan kompleks. Dengan mengetahui
prinsip ergonomic, dapat ditentukan pekerjaan apa saja yang sesuai bagi
tenaga kerja untuk mengurangi keluhan atau masalah unutk menunjang
produktivitas.

21
Dalam mencari keserasian antara tenaga kerja dan alat, banyak
sekali prinsip ergonomic yang bisa dan harus diterapkan. Beberapa
contoh prinsip ergonomic adalah sebagai berikut:
1. Sikap tubuh
2. Norrmalitas ukuran peralatan
3. Penggunan prinsip antopometri
4. Sikap duduk
5. Arah pengelihatan
6. Gerakan ritmis
7. Beban tambahan
8. Batas kesanggupan
9. Kondisi mental

22
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim Sanusi dan Sitorus Marham. 2013. Teknik Laboratorium Kimia Organik.
Yogyakarta. Graha Ilmu

Sitorus Marham dan Sutiani Ani. 2013. Laboratorium dan Pengelolaan


Manajemen. Yogyakarta. Graha Ilmu

23
BAB 3

MATERI 10 UPAYA PENCEGAHAN DAN MEMINIMALKAN RESIKO


DAN HAZARD PADA TAHAP PENGKAJIAN ASUHAN
KEPERAWATAN

3.1 Pada Tahap Pengkajian Asuhan Keperawatan


Risiko dan hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan Resiko melekat
dari tindakan pelayanan kesehatan dalam hal ini pada saat melakukan
pengkajian asuhan keperawatan adalah bahwa dalam kegiatan ini yang diukur
adalah upaya yang dilakukan. Pada proses pengkajian data, hal-hal yang dapat
terjadi seperti:
1. Kurangnya informasi atau data yang diberikan keluarga pasien/pasien
tersebut (menyembunyikan sesuatu hal) sehingga dalam proses pengkajian
kurang lengkap. Akibatnya, perawat atau dokter akan salah dalam
memberikan perawatan sehinggan berbahaya terhadap pasien.
2. Tertularnya penyakit saat melakukan pengkajian dalam hal ini seperti
kontak fisik maupun udara. Pada saat perawat melakukan perawatan atau
pengkajian pasien maka perawat mempunyai resiko tertular penyakit dari
pasien.
3. Mendapatkan cacian atau pelecehan verbal saat melakukan pengkajian
ataupun pada proses wawancara. Dalam hal ini seperti halnya ketika
perawat menanyakan data atau informasi pasien namun, keluarga/pasien
menyembunyikannya namun demi keselamatan pasieen, perawat tetap
menanyakannya sehingga:
a. pasien/keluarga pasien kurang menyukainya sehingga perawat
b. mendapatkan cacian/perlakuan tidak baik.
4. Mendapatkan kekerasan fisik dari pasien ataupun dari keluarga pasien pada
saat melakukan pengkajian atau pemeriksaan. Misalnya,
a. pasien atau keluarga yang tidak menyukai proses perawatan atau
b. pengkajian dapat melakukan kekerasan fisik terhadap perawatnya.

Upaya Pencegahan dari Rumah Sakit


Upaya pencegahan dari rumah sakit atau tempat kerja, adalah:

24
1. Menyediakan APD yang lengkap seperti masker, handscoon, scout dll
2. Menyediakan sarana untuk mencuci tangan atau alkohol gliserin untuk
perawat.
3. RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.
4. RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan.
Upaya Pencegahan Perawat
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan meminimalkan resiko
dan hazard pada perawat dalam tahap pengkajian berdasarkan kasus diatas,
adalah:
1. Membatasi akses ke tempat isolasi.
2. Menggunakan APD dengan benar.
3. Memastikan SOP memasang APD.
4. Membatasi sentuhan langsung ke pasien.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
6. Membersihkan kaki dengan semprotan dan melepas APD saat
meninggalkan ruangan.
7. Melakukan pemeriksaan berkala pada pekerja.
8. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.
3.2 Pada Tahap Perencanaan Asuhan Keperawatan
1. Batasi akses ke tempat isolasi
2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan benar
3. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak
tertutup dengan APD
4. Petugas diharapkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh yang tidak
tertutup APD
5. Membatasi sentuhan langsung ke pasien
6. Cuci tangan sebelum melakukan dan setelak melakukan tindakan
7. Bersihkan kaki/tangan setelah melakukan tindakan
8. Melakukan pemeriksaan secara berkala kepada perawat/pekerja
9. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

25
3.3 Pada Tahap Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria
hasil yang di harapkan (Gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Metode Implementasi Keperawatan:
1. Membantu dalam aktifitas sehari-hari.
2. Konseling.
3. Memberikan asuhan kepperawatan langsung.
4. Kompensasi untuk reaksi yang merugikan.
5. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk
prosedur.
6. Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan mengevaluasi kerja dari
anggota staf lain.
Tiga prinsip pedoman Implementasi Asuhan Keperawatan:
1. Mempertahankan keamanan klien
2. Memberikan asuhan yang efektif
3. Memberikan asuhan yang seefisien mungkin.
3.4 Pada Tahap Evaluasi Asuhan Keperawatan
Upaya Mencegah dan Meminimalkan Risiko dan Hazard pada Tahap
Evaluasi Asuhan Keperawatan Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di
rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa
suatu langkah yang diambil untukmengetahui dan menilai sampai sejauh mana
proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas
dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi:
1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS
(SPRS).
2. Inspeksi dan pengujian.

26
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara
umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan
secara berkala, terutama
oleh petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian PAK dan KAK dapat
dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap
lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti
biological monitoring (pemantauan secara biologis)
3. Melaksanakan audit K3
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,
karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur,
pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan
pengendalian. Tujuan audit K3:
a. Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.
b. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai
ketentuan.
c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu.
d. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit,
identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen
puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara
berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektivan dalam
pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

27
DAFTAR PUSTAKA

Halim, U. (2013). Aspek Legal Keperawatan Pada Asuhan Profesi Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

John, Ridley. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga.

Ramdan, I. M., & Rahman, A. (2018). Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) pada Perawat. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(3), 229–241.
https://doi.org/10.24198/jkp.v5i3.645

Redjeki, Sri. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia

Ridley, J. (2009). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Ed. 3. Jakarta: Erlangga.

Suardi, R. (2005). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:


PPM.

Tarwaka. (2008). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Yahya, A. 2009. Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan


Pasien dan Manajemen Risiko Klinis. PERSI:KKP-RS.

28
BAB 4

MATERI 11 UPAYA PENCEGAHAN HAZARD

4.1 Pengertian
Bahaya (hazard) adalah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang
berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat
kerja (PAK) (OHSAS 18001:2007).
4.2 Upaya pencegahan hazard
Tindakan pencegahan kecelakaan haruslah dilakukan, agar dapat menekan
tingkat kecelakaan tenaga kerja ditempat kerja.Umumnya kejadian kecelakaan
kerja disebabkan kesalahan manusia (human error).
Menurut Sedarmayanti (2011:129), dalam kecelakaan kerja dapat
dikelompokkan menjadi empat yaitu:
1. Kecelakaan kerja akibat langsung kerja.
2. Kecelakaan pada saat atau waktu kerja.
3. Kecelakaan diperjalanan (dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya,
melalui jalan yang wajar).
4. Penyakit akibat kerja.

Maka dari itu perusahaan perlu melakukan tindakan pencegahan


kecelakaan yang mungkin terjadi terhadap tenaga kerja. Tindakan pencegahan
kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan hingga
mutlak minimum.

Menurut Sedarmayanti (2011:138), salah satu pencegahan Kecelakaan


dimulai dengan pemeliharaan lingkungan kerja, lingkungan kerja yang buruk
dapat menurunkan derajat kesehatan dan daya kerja karyawan. Dengan
demikian perlu ada upaya pengendalian untuk mencegah, mengurangi bahkan
menekan agar hal demikian tidak terjadi.

Dalam mengidentifikasi bahaya, meliputi teknik-teknik yang harus dilakukan,


yaitu:
1. Mengidentifikasi Bahaya
a) Melakukan inspeksi

29
b) Melalui patrol dan inspeksi keselamatan kerja
c) Laporan dari operator
d) Laporan dalam jurnal-jurnal teknis
2. Menghilangkan bahaya.
a) Dengan sarana-sarana teknis
b) Mengubah material
c) Mengubah proses
3. Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan
bahaya tidak dapat dilakukan.
a) Dengan saran teknis dan memodifikasi perlengkapan
b) Pemberian pelindung/kumbung
c) Pemberian alat pelindung diri (personal protective equipment)
4. Melakukan penelitian resiko residual.
5. Mengendalikan resiko residual.
6. Memberikan alat perlindungan diri (APD).
Menurut Sedarmayanti (2011:133), tindakan pencegahan kecelakaan dapat
dilakukan diantaranya dengan program tri-E (program triple E) yang terdiri
dari:
1. Teknik (Engineering)
2. Pendidikan (Education)
3. Pelaksanaan (Enforcement)
Selain itu upaya pencegahan kecelakaan yaitu dengan memberikan
Pelatihan mengenai keselamatandalam bekerja kepada karyawan. Pelatihan
dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada karyawan bahwa
pentingnya keselamatan dalam bekerja sehingga tidak terjadinya kecelakaan
akibat kerja.
Upaya pencegahan kecelakaan akibat kerja dapat direncanakan,
dilakukan dan dipantau dengan melakukan studi karakteristik tentang
kecelakaan agar upaya pencegahan dan penanggulangannya dapat dipilih
melalui pendekatan yang paling tepat. Analisa tentang kecelakaan dan
resikonya dilakukan atas dasar pengenalan atau identifikasi bahaya di
lingkungan kerja dan pengukuran bahaya di tempat kerja. Secara garis besar

30
ada 4 faktor utama yang mempengaruhi kecelakaan yaitu alat-alat mekanik,
lingkungan dan kepada manusianya sendiri. (Suma’mur, 2014)

31
DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Dkk. 2017. Journal Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Resiko Pada
Divisi Boiler Menggunakan Metode Hazard. Serang: Universitas Serang
Raya.

Wibowo. A.D. 2016. Manajemen Resiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Dengan Metode Hazard Identifications Risk Assessment And Risk Control
(Hirarc) Dalam Upaya Mencapai Zero Accident. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

32
BAB 5

MATERI 12 PRINSIP DAN KONSEP PATIENT SAFETY DALAM K3

5.1 Definisi
Supari (2005), patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan.
Vincent (2008), keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran,
pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau injuri yang
berasal dari proses perawatan kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit menjelaskan
beberapa istilah sebagai berikut:
1) Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
2) Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah
setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien,
terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera,
Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera.
3) Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden
yang mengakibatkan cedera pada pasien.
4) Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya
insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
5) Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang
sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

33
6) Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi
yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
7) Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius.
8) Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut
pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk
pembelajaran.
5.2 Tujuan keselamatan pasien
Tujuan dari keselamatan pasien (patient safety) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar (Identify patients correctly)
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif (Improve effective
communication)
3. Meminalkan kesalahan penempatan, kesalahan pasien, kesalahan prosedur
(Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery)
4. Meningkatkan keamanan dari resiko pengobatan (Improve the safety of
high-alert medications)
5. Menurunkan resiko infeksi yang berhubungan dengan pelayan kesehatan
(Reduce the risk of health care-associated infections)
6. Menurunkan resiko pasien terjatuh (Reduce the risk of patient harm from
falls)
5.3 Pengaruh Faktor Lingkungan dan Manusia pada Patient Safety
Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi,
kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan
meminimalkan kesalahan. Kegagalan menerapkan prinsip Human factor
merupakan aspek kunci kejadian paling buruk dalam perawatan kesehatan.
Penting bagi semua petugas layanan kesehatan untuk memperhatikan
situasi yang meningkatkan kemungkinan kesalahan bagi manusia dalam situasi
apapun. Khususnya penting untuk bagi mahasiswa kedokteran dan staf junior
yang kurang berpengalaman. Dua faktor dengan dampak paling banyak adalah

34
kelelahan dan stres. Ada bukti ilmiah kuat yang menghubungkan kelelahan dan
penurunan kinerja sehingga menjadikannya faktor risiko dalam keselamatan
pasien.
Durasi kerja berkepanjangan telah terbukti menghasilkan penurunan
performa yang sama seperti orang dengan tingkat alkohol darah sebesar 0,05
mmol/l, yang akan membuat pengendara mobil termasuk ilegal untuk
berkendara di banyak negara. Hubungan antara tingkat stres dan kinerja juga
telah dikonfirmasi melalui penelitian. Jika stres tingkat tinggi mudah dikenali
orang sebagai hal yang kontraproduktif, penting untuk mengenali bahwa
tingkat stres yang rendah juga kontraproduktif, karena hal ini dapat
menyebabkan kebosanan dan kegagalan untuk menghadiri sebuah tugas
dengan kewaspadaan yang sesuai.

35
BAB 6

MATERI 13 MENCARI JURNAL MENGENAI KEJADIAN TIDAK


DIHARAPKAN

6.1 ANALISA JURNAL

Judul Association between nurse education and experience and the risk
of mortality and adverse events in acute care hospitals: A systemic
review of observational studies
Tahun 2018
Peneliti/ Li Anne Audet, Patricia Bourgault, ChristianM.Rochefort
Pengarang
V.Independen Tingkat pendidikan dan pengalaman perawat
V.Dependen Tingkat kematian kegagalan untuk mempertahankan pasien AE
Tujuan Penelitian ini memberikan pengetahuan dari simpulan 27
Penelitian penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara pendidikan dan
pengalaman perawat yang sudah memiliki STR dengan terjadinya
kematian dan kejadian tidak diharapkan di Rumah Sakit.
Metode Meta- Analysis (PRISMA)
Penelitian
Hasil Temuan 1) Penulis menemukan bukti bahwa perawat STR dengan gelar
Sarjana muda berkaitan dengan tingkat kematian yang lebih
rendah dan kegagalan untuk menyelamatkan
2) Secara keseluruhan, tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dikaitkan dengan resiko yang lebih rendah dari kegagalan
untuk menyelamatkan dan mortalitas pada 75% dan 61,1%
dari studi yang ditinjau yang berkaitan dengan kejadian-
kejadian yang berbahaya
3) Bukti yang mendukung Asosiatiini lebih kuat untuk kegagalan
untuk menyelamatkan dari pada kematian, dan lebih kuat
untuk pasien bedah dibandingkan non bedah karena bukti ini
berasal dari studi Cross-SectionalRumah Sakit tingkat Besar.

36
BAB 7

MATERI 7 PERAN KERJA TIM UNTUK PATIENT SAFETY

7.1 Peran Kerja Tim Untuk PatientSafety


Hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab dengan penyedia layanan
kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan pasien (ANA,1992 dalam
kozier fundamental keperawatan) Tim kesehatan yang terdiri dari berbagai
profesi seperti dokter, perawat, psikiater, ahli gigi, farmasi, pendidik di bidang
kesehatan dan pekerja sosial. Tujuan utama dalam tim adalah memberikan
pelayanan yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat, serta
di tempat yang tepat.
Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan
komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses
pembuatan keputusan (kozier ,2010) konsep kolaborasi tim kesehatan itu
sendiri merupakan hubungan kerjasama yang kompleks dan membutuhkan
pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk
pasien.
7.2 Peran Pasien dan Keluarga Sebagai Partner di Pelayanan Kesehatan
Untuk MencegahTerjadinya Bahaya dan Adverse Event
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn,
Corrigan & Donaldson, 2000). Keselamatan pasien (patientsafety) adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko. Meliputi:
1. Assessment risiko
2. Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3. Pelaporan dan analisis insiden
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya

37
5. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
7.3 Aplikasi Pengontrolan dan Pencegahan Infeksi, Prosedur Invasif
Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan
memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai
"pengendalian". Secara hirarkis hal ini telah di tata sesuai dengan efektivitas
pencegahan dan pengendalian infeksi (InfectionPreventionandControl – IPC),
yang meliputi: pengendalian bersifat administratif, pengendalian dan rekayasa
lingkungan, dan alat pelindung diri (APD)
7.4 Penyebab terjadinya Adverseevents terkait prosedur invasive
Tindakan invasif adalah suatu tindakan yang dapat/memungkinkan
masuknya mikroorganisme kedalam tubuh dan menyebarkannya ke jaringan,
antara lain dengan membuat tusukan, atau incisi pada kulit atau memasukkan
/insersi instrument (benda asing) kedalam tubuh. (Nurses' Dictionary, Billiere's,
1990)
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), dan bukan karena “underlyingdisease” atau kondisi pasien.
7.5 Medication safety
Medicationsafety mempunyai tujuan agar tercapainya keselamatan pasien
atau Patientsafety. Patientsafety adalah identifikasi, penilaian, analisis, dan
manajemen risiko dan patientsafetyincident, agar pelayanan pasien lebih aman
dan meminimalkan harm pada pasien.
Patient safety incident adalah insiden yang tidak disengaja atau tidak
diharapkan yang bisa mengakibatkan harm bagi yang mendapatkan pelayanan
kesehatan. Istilah ini adalah istilah payung yang bisa digunakan untuk
mendeskripsikan satu insiden atau satu rangkaian insiden yang terjadi pada
suatu waktu.

38
DAFTAR PUSTAKA

Ariswati. 2017. Fisika Kesehatan dalam Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.


Ashadi, Nelfiyanti, & Anisa. 2016. Pencahayaan dan ruang gerak efektif sebagai
indikator kenyamanan pada rumah sederhana sehat yang ergonomis, 35–44.
Australian Comission on Safety and Quality in Health Care. 2010. Patient Safety in
Primary Health Care.
Das, Sajan, dkk. 2017. Socioeconomic conditions and health hazards of brick field
workers: A case study of Mymensingh brick industrial area of Bangladesh
(Online) Diakses Tanggal 11 Desember 2018
Gill, J.B Herington F.S. 2005. Buku Saku Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.Reese,
C.D. 2003. Occupational Health and Safety Management.USA: Lowes
Publisher.
Keputusan Menteri Kesehatan RI no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
Maria, Silvia., dkk. 2015. Jurnal Care Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat
Berdasarkan Tindakan Tidak Aman. PoltekkesKemenkes Malang: Jurnal Care
Vol. 3, No. 2

39

Anda mungkin juga menyukai