Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termo kimia menjadi gas,
dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses pembakaran.
Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis (diperlukan panas dari
luar selama proses berlangsung). Media yang paling umum digunakan pada proses gasifikasi ialah
udara dan uap. Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian utama, yaitu
padatan, cairan (termasuk gas yang dapat dikondensasikan) dan gas permanen. Media yang paling
umum digunakan dalam proses gasifikasi adalah udara dan uap.
Desulfurisasi batubara merupakan suatu proses penurunan kadar sulfur dari batu bara.
Kandungan sulfur tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, menyebabkan kerusakan
(korosif) dan memperpendek umur alat. Agar batu bara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar makan terlebih dahulu dilakukan proses desulfurisasi.

1.2 Rumusan Masalah

Adapaun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini antara lain :

a. Apa pengertian gasifikasi dan desulfurisasi batubara ?


b. Bagaimana metode dan pelaksanaan gasifikasi batubara ?
c. Bagaimana metode dan pelaksanaan desulfurisasi batubara ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui apa itu gasifikasi dan desulfurisasi batubara
b. Untuk mengetahui metode dan pelaksanaan dari gasifikasi batubara
c. Untuk mengetahui metode dan pelaksanaan dari desulfurisasi batubara

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gasifikasi Batubara

Gasifikasi batubara adalah proses untuk mengubah batubara menjadi fuel gas yang kaya
akan CO dan H2. Hal ini bukan lagi teknologi baru. Gas yang dihasilkan dari karbonisasi coking
coal telah digunakan sebagai penerangan sejak tahun 1792. Proses original yang sama
dengan coking ini adalah proses yang mengubah non-coking coal yang didemonstrasikan pada
tahun 1860. Tetapi pada akhirnya tidak dipakai lagi karena CO merupakan gas beracun lebih
beracun dari pada CO2 karena kecepatan CO mengikat hemoglobin lebih cepat dibandingkan
dengan CO2. Pada akhir tahun 1880 produksi kimia dari proses gasifikasi didemonstrasikan
dalam pembuatan amoniak. Teknologi ini berkembang sangat cepat ke daerah Eropa, Jepang dan
Amerika Serikat.

Gasifikasi batu bara pertama kali diusulkan untuk dijadikan cara alternatif oleh presiden
Amerika Serikat Jimmy Carter pada tahun 1970. Proyek tersebut termasuk dalam program
Synthetic Fuels Corporation. Usulan itu muncul ketika itu karena pada tahun 1970 harga minyak
yang diimpor terus-menerus mengalami peningkatan. Alasan lain adalah karena gasifikasi batu
bara lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pembakaran minyak. Namun pada tahun
1980an proyek itu mengalami kendala karena pada tahun 1980 harga bahan bakar minyak
mengalami penurunan. Pada masa sekarang ini pengembangan proses gasifikasi hampir
menyeluruh di seluruh benua. Di benua Afrika terdapat konsentrasi terbesar di dunia terletak di
Afrika Selatan (Sasol) dimana lebih dari 40% produksi bahan bakar sintetik dan kimia dari
gasifikasi batubara. Ada 3 pabrik Sasol (Sasol I, II, III) yang berlokasi di Seconda dan Sasolburg.
Di benua Asia, pabrik terbesar berada di India, China, dan Jepang. Sedangkan di benua Eropa ada
5 proyek besar IGCC beroperasi di Eropa Barat dengan konsentrasi terbesar di Itali yang memiliki
3 proyek terbesar yaitu Priolo (Sicily), Sarroch (Sardinia), dan Sannazzaro (Italia Utara).
Sedangkan 2 proyek lainnya di Puertollano (Spanyol), dan Buggenum (Belanda). Di benua
Amerika Utara kebanyakan di Kingsport, Tennessee dan North Dakota .

Beberapa keunggulan dari teknologi gasifikasi yaitu:

1. Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan


sebagai pembangkit listrik

2
2. Mampu memproses beragam input bahan bakar termasuk batu bara, minyak mentah
berat (heavy crude oil), biomassa, berbagai macam sampah kota (municipal waste), dan
lain sebagainya
3. Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi
4. Mampu mengurangi jumlah sampah padat
5. Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioksin yang berbahaya

A. Metode dan Pelaksanaan Gasifikasi Batu bara


Gasifikasi melibatkan reaksi sumber karbon, kemungkinan bergabung dengan hidrogen,
dengan sumber hidrogen (biasanya steam) dan/atau oksigen untuk yield gas yang terdiri dari
hidrogen, karbonmonoksida, karbondioksida, dan metana. Proporsi komponen gas ini bergantung
pada rasio reaktan yang digunakan dan kondisi reaksi.

Feedstock diubah menjadi bentuk gas, substan yang tidak diinginkan seperti senyawa sulfur
dan partikel solid di entrained dapat dipisahkan dari gas dengan beberapa
teknik. Syngas bersih (khususnya campuran karbonmonoksida dan hidrogen) dapat diubah
menjadi bahan bakar gas, bahan bakar likuid, bahan kimia, electric power (daya listrik) atau
kombinasinya.

Teknologi gasifikasi dapat dikelompokkan berdasarkan konfigurasi aliran dari unit


gasifiernya. Konfigurasi yaitu :

1. Fixe bed

Pada konfigurasi ini, batubara diumpankan dari atas kemudian perlahan-lahan turun kebawah
dan dipanaskan oleh gas panas dari arah bawah. Batubara melewati zona karbonisasi kemudian
zona gasifikasi, akhirnya sampai pada zona pembakaran pada bagian bawah gasifier tempat
reaktan gas diinjeksi. Sistem ini diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut ini :

3
Gambar 2.1. Fixed bed gasifier

Pada proses gasifikasi dengan fixed bed gasifier


Ada 4 zona reaksi yaitu :
1. Zona devolatilisasi
Pada zona ini terjadi penguapan uap air dan zat-zat volatil yang terkandung dalam batubara.
2. Zona Gasifikasi
Pada zona ini uap air yang dialirkan dan CO2 yang terbentuk dari pembakaran sempurna bereaksi
dengan batubara pada suhu tinggi membentuk gas sintesis yang terdiri dari CO, H2 dan N2.
3. Zona Pembakaran
Pada zona ini oksigen yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara membentuk CO2 dan H2O
yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.
4. Zona abu
Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik hasil reaksi pembakaran maupun
reaksi gasifikasi.

Reaksi kimia yang terjadi dalam fixed bed gasifier, yaitu :

4
Gambar 2.2. Reaksi kimia yang terjadi dalam fixed bed gasifier

2. Fluidized bed

Dalam fluidized bed gasifier, reaktor gas digunakan untuk membuat fluidisasi
material batubara. Untuk menghindari sintering dari abu, fluidized bed gasifier dibatasi
beroperasi pada temperatur non-slagging.

Gambar 2.3. Fluidized bed gasifier

5
Batubara dimasukkan dari bagian samping sedangkan oksidannya dari arah
bawah. Oksidan (O2 dan uap) selain berperan sebagai reaktan pada proses, juga berfungsi
sebagai media lapisan mengambang dari batubara yang digasifikasi. Dengan kondisi
penggunaan oksidan yang demikian maka salah satu fungsi tidak akan dapat maksimal
karena harus melengkapi fungsi lainnya atau bersifat komplementer .

3. Entrained flow

Batubara dialirkan kedalam gasifier secara cocurrent atau bersama-sama dengan


agen gasifikasi atau oksidan berupa uap air dan oksigen, bereaksi pada tekanan atmosfer.
Pada entrained gasifier, batubara dihaluskan sampai ukuran kurang dari 0,1 mm
diumpankan dengan reaktan gas ke dalam chamberdimana reaksi gasifikasi terjadi seperti
halnya sistem pembakaran bahan bakar berbentuk serbuk.

Residence time partikel padatan yang singkat dalam sistem


fase entrained memerlukan kondisi operasi dibawah slagging untuk mencapai laju reaksi
dan konversi karbon yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa operasi non-slagging
pada entrained gasifier baik sekali hanya untuk proses hidrogasifikasi.

Gambar 2.4. Entrained gasifier

4. Molten bath

6
Molten bath mirip dengan sistem fluidized bed dimana reaksi terjadi dalam
medium yang tercampur merata dari inersia panas tinggi. Temperatur operasi tergantung
pada tipe bath : untuk slag dan molten metal bath diperlukan temperatur tinggi (1400–
1700oC), tetapi temperatur 1000oC dapat digunakan molten salt. Reaktan gas dapat
diinjeksi dari atas seperti jet kemudian berpenetrasi kedalam permukaan bath, seperti
ditunjukkan pada gambar 2.6, atau dapat diumpankan ke bottom bath

Gambar 2.5. Molten bath gasifier

Tahapan gasifikasi batubara meliputi pengeringan, devolatilisasi, oksidasi, dan


reduksi. Tahap Pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan atau menghilangkan
kandungan air yang terdapat dalam batubara. Devolatilisasi merupakan proses pemanasan
batubara sampai terjadi dekomposisi menjadi arang, tar dan gas. Tahapan oksidasi
merupakan proses pembakaran zat terbang hasil devolatilisasi untuk memanaskan arang.
Pemanasan ini mengakibatkan sebagian arang akan teroksidasi dan sisanya mengalami
proses reduksi.

Dalam gasifier arang direduksi oleh steam atau kukus dan CO2 menghasilkan gas
H2 dan CO. Peningkatan jumlah atau laju steam atau kukus mengakibatkan penurunan gas
CO pada gas produk, namun akan meningkatkan kandungan H2 dan CO2 melalui reaksi
geser atau shift reaction. Komposisi gas yang dihasilkan ditentukan oleh temperatur
dengan mengatur laju oksigen yang digunakan. Panas yang dihasilkan dari reaksi

7
oksidasi digunakan untuk tahapan yang melibatkan proses atau reaksi endotermis seperti
reaksi reduksi, proses devolatilisasi dan tahapan pengeringan.

Teknologi IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) merupakan salah satu


teknologi batubara bersih yang sekarang di kembangkan. Istilah IGCC ini merupakan
istilah yang paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi
batubara terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu
ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal Gasification
Combined Cycle) yang sama artinya. Dalam makalah ini untuk selanjutnya akan
digunakan istilah IGCC. Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik
gasifikasi batubara.

Proses gasifikasi ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi
(gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis yaitu batubara yang telah
dihancurkan dalam ukuran + 20 mm – 100 mm diumpankan ke dalam reaktor dan akan
mengalami proses pembakaran yang dikontrol oleh steam dan angin sehingga tidak
terbentuk api tetapi bara. Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen
dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida, methana, CO2, H2, N2.

IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses


pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan
nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih
mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas
buang. Kemudian gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil
pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang
dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam
Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digunakan
untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.

8
2.2 Desulfurisasi Batubara

Desulfurisasi batubara merupakan suatu proses penurunan kadar sulfur dari batu bara.
Kandungan sulfur tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, menyebabkan kerusakan
(korosif) dan memperpendek umur alat. Agar batu bara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar makan terlebih dahulu dilakukan proses desulfurisasi. Desulfurisasi batubara
dibutuhkan tidak hanya untuk meminimalkan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
emisi dari sulfur dioksida selama pembakaran, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas batubara
(Ehsani&M. Resa, 2006 )

A. Metode dan Pelaksanaan Desulfurisasi Batu bara


Adapun metode dalam desulfurisasi antara lain :

1. Metode type basah menggunakan kapur (menghasilkan gypsum )


Didalam proses ini terjadi kontak antara Sulfur dioksida (SO2) dengan slurry yang
mengandung batu kapur di dalam absorber. Hasil kontak /reaksi tersebut menghasilkan
kalsium asam sulfit. Kalsium asam sulfit ini selanjutnya akan teroksidasi dengan udara dan
membentuk gypsum.

9
Gas buang yang keluar dari boiler, ditekan dan didorong oleh blower
keGGL. Didalam GGL terjadi pertukaran panas( 150 –90 oC) dengan gas outlet
dari system desulfurisasi sebelum memasuki scrubber. Pada cooling tower, larutan
sirkulasi disemprotkan untuk mendinginkan gas buang. Sedangkandebu, HCL
danHF yang terkandungdalam gas akan dihapus dengan cara diserap di Scrubber
menjadi ion Cl dan ion F. Selanjutnya diakumulasikan kelarutan sirkulasi di coling
tower. Sebagian dari larutan ini akan dibuang( dikirimkesystem pengolahanair
limbah) sehingga konsentrasi pengotor dari larutan akan menjadi berkurang dari
nilai yang ditentukan.
Gas buangyang telah dicuci di cooling water akan dikirim ke absorber. Sebelumnya
kabut/uap yang ada dihapus oleh kabut eliminator pada cooling tower. Pada
absorber inilah terjadi kontak/reaksi antaraSO2 yang terdapat pada gas buang
dengan larutan yang mengandung batu kapur.
Reaksi kimia utamanya adalah sebagai berikut:

CaCO3+SO2+1/2H20->CaSO3•1/2H20+CO

Setelah proses dessulfurisasi ini, kabut/uap yang terdapat pada gas buang
akan di hapus oleh kabut eliminator yang terpasang di absorber tower dan
selanjutnya akan terjadi pertukaran panas dari gas buang di GGH ( 50 – 110oC).
Setelah itu gas buang dibuang keudara (setelah suhu naik). Dibagian lain, sebagian
kalsium asam sulfit yang terbentuk di absorber tersirkulasi dan sebagian masuk ke
dalam oxidizer. Di menara oksidasi tsb, ditiupkan udara untuk mengoksidasi
kalsium asam sulfit menjadi gypsum. Reaksinya :

Ca SO3 • 1/2H2O + 1/2H20 + 3/2H20 →CaSO4 • 2H2O

Sejumlah kecil asam sulfat ditambahkan untuk mencegah kapur bereaksi dengan
gypsum. Karena kapur yang tidak berekasi pada saat pembentukan kalsium sulfit,
akan mencemari dan menurunkan kualitas gypsum. Setelah terkonsentrasi dalam
jumlah tertentu di pengental, gypsum didehidrasi oleh pemisah
gypsum(kelembaban kurang dr 10%) dan menjadi produk sampingan. Sementara
itu, gypsum yang telah diubah selama dehidrasi akan dicampur kembali dengan
larutan kapur dan digunakan kembali.

10
2. Metode type basah Magnesium Gypsum

Metode ini menambahkan magnesium kedalam kapur atau batu kapur


sebagai sumber desulfurisasi . Pada proses ini, Gas buang masuk ke menara
penyerapan melalui GGH dan deduster, dan SO2 diserap pada slurry limestone
yang mengandung magnesium. Konsentrasi magnesium ditambah 0.4∼0.5%
dengan menambahkan Mg(OH)2. (Walaupun limestone mengandung 0.3∼0.5%
MgO). Sejumlah slurry dari menara absorber dikirim menuju menara oksidasi
untuk proses oksidasi dengan menambahkan udara. Asam sulfur tidak perlu
ditambahkan untuk penambahan pH, dan gypsum kualitas tinggi dapat diperoleh
untuk penggunaan pada board gypsum dan semen.

3. Metode type basah menggunakan almunium sulfat limestone

Pada metode ini SO2 diserap oleh larutan limestone yang memiliki PH 3.5.
kemudian larutan tersebut teroksidasi dengan udara. Selanjutnya baru bereaksi
dengan limestone, dan menghasilkan gypsum.

11
4. Metode type basah menggunakan Formic acid limestone
Proses dari metode ini yaitu dengan menambahkan formic acid ke lumpur
limestone. Operasi ini memungkinkan dengan nilai pH larutan penyerap antara 4.2∼5.2.
volume air buangan dapat dikurangi walaupun konsentrasi larutan kalsium klorida
kemungkinan tinggi.

5. Metode kering, Metode Semi Kering (Metode pellet)

Pada metode ini, limestone,lime dan sumber desulfurisasi (termasukCaSO4)


dicampur dan ditambahkan dengan air. Kemudian pellet diproduksi dengan ukuran3 –10
mm oleh extruder. Pellet tersebut diuapkan dan akhirnya desulfurisasi dilakukan dengan
menggunakan media penyerap kering. Fitur penting pada proses ini adalah kemampuan
menghilangkan 90% debu.

6. Metode desulfurisasi sederhana tipe kering


Pada metode ini Limestone dihembuskan langsung ke dalam tungku, dan
desulfurisasi dapat dicapai sekitar70-80% dengan ketersediaan semprotan pendingin

12
diantara pemanas udara dan dust collector . Hasilnya menunjukkan (fitur) : Bahwa lebih
banyak konsentrasi gas menuju titik sublime dari penguapan, maka nilai desulfurisasi
makin tinggi, mencapai 80% dengan rasio mol Ca/S 3 pada suhu 60°C.Sebagian besar SO2
dapat terbuang dari spray cooler, walaupun reaksi desulfurisasi mengalami peningkatan
pada proses dust collector yang terinstal dihilir.Perhatian harus dilakukan agar kadar air
tidak mengembun pada dust collector. Metode ini adalah metode biaya rendah biaya .
Metode ini merupakan metode desulfurisasi sederhana

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gasifikasi batubara adalah proses untuk mengubah batubara menjadi fuel gas yang kaya akan CO
dan H2. Hal ini bukan lagi teknologi baru. Gas yang dihasilkan dari karbonisasi coking coal telah
digunakan sebagai penerangan sejak tahun 1792. Proses original yang sama dengan coking ini
adalah proses yang mengubah non-coking coal yang didemonstrasikan pada tahun 1860. Tetapi
pada akhirnya tidak dipakai lagi karena CO merupakan gas beracun lebih beracun dari pada
CO2 karena kecepatan CO mengikat hemoglobin lebih cepat dibandingkan dengan CO2.
Desulfurisasi batubara merupakan suatu proses penurunan kadar sulfur dari batu bara.
Kandungan sulfur tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, menyebabkan kerusakan
(korosif) dan memperpendek umur alat. Agar batu bara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar makan terlebih dahulu dilakukan proses desulfurisasi. Desulfurisasi batubara
dibutuhkan tidak hanya untuk meminimalkan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
emisi dari sulfur dioksida selama pembakaran, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas batubara.
Desulfurisasi batubara merupakan suatu proses penurunan kadar sulfur dari batu
bara. Kandungan sulfur tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, menyebabkan
kerusakan (korosif) dan memperpendek umur alat. Agar batu bara tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar makan terlebih dahulu dilakukan proses desulfurisasi. Desulfurisasi batubara
dibutuhkan tidak hanya untuk meminimalkan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
emisi dari sulfur dioksida selama pembakaran, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas batubara.

3.2 Saran

Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
di kemudian hari.

14

Anda mungkin juga menyukai