Anda di halaman 1dari 10

Journal Reading

Ketertarikan Video Otoskopi Bagi Dokter Umum

Oleh :

Putri Zeahan R Y 1730412448

Yudi Putra W 1730412615

Preseptor :

dr. Al Hafiz, Sp.THT-KL (K), FICS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2019
Abstrak

Pendahuluan: Dokter umum (DU) memiliki peran yang penting dalam


penatalaksanaan penyakit telinga, tetapi untuk menegakkan diagnosis gendang
telinga patologis masih belum adekuat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan kualitas diagnosis penyakit telinga oleh dokter umum
menggunakan otoskopi konvensional dengan video otoskopi. Subjek dalam
penelitian ini adalah 11 dokter umum dan 124 pasien dengan keluhan telinga
(193 otoskop). Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan otoskopi
konvensional dan video otoskopi. Setelah setiap pemeriksaan, kuesioner
penilaian kriteria-10 diisi dan diagnosis ditegakkan. Dua spesialis THT melihat
ulasan video otoskopi dan mengisi kuesioner yang sama untuk membuat
diagnosis mereka. Dokter umum juga menyelesaikan kuesioner kepuasan
Likert-Scale Questionnaire pada video otoskopi. Hasil: Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam hasil pemeriksaan keseluruhan antara tiga kelompok (DU
otoskopi konvensional, DU video otoskopi, dan spesialis THT). Namun, dengan
memfokuskan secara eksklusif pada gendang telinga patologis, terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil spesialis THT dan dokter umum
menggunakan otoskopi konvensional (P = 0,0032); hal ini tidak ditemukan di
video otoskopi (P = 0,0754). Semua dokter umum menyatakan minat yang
antusias pada video otoskopi, walaupun mereka tidak ada niat untuk
membelinya. Kesimpulan: Video otoskopi menunjukkan keunggulan
dibandingkan otoskopi konvensional dalam menilai gendang telinga patologis.

1. Pendahuluan

Otoskopi adalah pemeriksaan rutin yang dilakukan tidak hanya oleh spesialis
THT, tetapi juga oleh dokter umum dan dokter anak. Ini merupakan langkah
penting dalam pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis dari keluhan
telinga. Tanda-tanda fungsional dan umum sangat diperlukan untuk diagnosis,
tetapi tidak sensitif maupun spesifik, terutama pada anak-anak yang mengalami
otitis media akut (OMA) [1]. Menurut badan keamanan produk kesehatan
Prancis (AFSSAPS), otoskopi adalah kunci dalam menegakkan diagnosis [2,3].
Namun, pemeriksaan klinis menggunakan otoskop spekulum konvensional tidak
mudah karena banyak hal yang dapat mempengaruhi hasil, seperti salah posisi
dalam mengunakan instrumen, pencahayaan yang buruk, penyumbatan
serumen, otore, dan visualisasi parsial dari gendang telinga [4]. Menurut
AFSSAPS, visualisasi gendang telinga minimal harus 75% untuk mengakkan
diagnosis [3]; Hal ini sesuai dengan area yang dapat diakses oleh otoskopi
konvensional dalam praktik sehari-hari dan mengharuskan praktisi untuk
memanipulasi spekulum sehingga dapat menilai seluruh gendang telinga.

Pada anak-anak, kesulitan ini dipersulit oleh kanal telinga luar sang anak
yang sempit, orientasi gendang telinga, dan kegelisahan anak.

Keterbatasan dari otoskopi konvensional mempersulit penegakkan diagnosis,


sedangkan diagnosis yang tepat adalah kunci penting untuk menentukan
tatalaksana selanjutnya. Diagnosis berlebihan dapat berujung pada pemberian
resep antibiotik yang tidak perlu yang berakibat pada peningkatan risiko efek
samping dan resistensi obat [5,6]. Salah mendiagnosis sama-sama memiliki
konsekuensi yang serius. Tingkat OMA pada orang dewasa hanya 0,25% [7],
tetapi pengobatan yang tertunda dapat menimbulkan komplikasi yang sangat
serius seperti mastoiditis, meningitis atau abses otak [7-10].

Pada anak-anak, diagnosis otitis media dengan efusi (OME) sering tertunda.
Anak tersebut tidak menunjukkan gejala, biasanya tanpa keluhan, namun dapat
berdampak pada penguasaan bahasa lisan [11,12]. OME meningkatkan risiko
kesulitan belajar [13] karena tuli konduktif [14] yang diakibatkan oleh efusi
retrotimpani.

Dengan tingginya frekuensi penyakit telinga, dokter umum memainkan


peran penting dalam manajemen yang optimal; Namun, mereka menggunakan
otoskopi konvensional yang memiliki berbagai keterbatasan.

Selama beberapa tahun ini, video otoskopi telah diperkenalkan untuk


memudahkan pemeriksaan dengan akses kamera ke dalam liang telinga,
mengoptimalkan visualisasi dan memungkinkan untuk mengambil gambar
gendang telinga.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kinerja dokter


umum menggunakan otoskop, masing-masing dengan otoskopi konvensional
dan video otoskopi.

2. Subjek dan metode

Penelitian kualitatif deskriptif dilakukan selama 3 bulan, dengan persetujuan


dewan peninjau dari Tours University Hospital (nomor proyek: 2016 048).
2.1 Subjek

Dua puluh dokter umum dihubungi untuk penelitian ini, 11 diantaranya


setuju untuk berpartisipasi. Usia rata-rata adalah 38 ± 12,62 tahun, dengan rata-
rata pengalaman profesi 9,82 ± 9,64 tahun. Jumlah rata-rata otoskop per hari per
dokter yang digunakan adalah 5,63 ± 5,14.2.2.

2.2 Metode

Protokol penelitian dijelaskan dalam wawancara individu. Ketika


melakukan pemeriksaan otoskopi sebagai pemeriksaan rutin, dokter umum
diminta, terutama pada pasien anak-anak, untuk mengikuti pemeriksaan dengan
video otoskopi (AURICAL®OTO-cam 300). Peralatan video dipinjamkan
kepada mereka di wawancara awal. Setelah pemeriksaan konvensional, dokter
mengisi daftar pertanyaan (Lampiran 1) dengan 10 item dan skor total 10 (1
point per item). Untuk setiap pemeriksaan otoskopi, skor bisa berkisar dari 0
(gendang telinga normal) hingga 10, sesuai dengan kelainan-kelainan yang
ditemukan pada pemeriksaan. Dokter umum kemudian segera membuat
diagnosis. Data ini merupakan kelompok "DU konvensional”. Alasan konsultasi
dan informasi klinis yang relevan telah dicatat. Dalam konsultasi yang sama,
atas persetujuan pasien, video otoskopi kemudian dilakukan untuk melihat
gambar gendang telinga. Dokter umum kembali mengisi kuesioner yang sama,
dan kembali membuat diagnosis. Data ini merupakan kelompok "DU video".
Jika dokter umum gagal untuk melakukan salah satu dari dua pemeriksaan,
pasien dikeluarkan dari penelitian. Pada akhir periode pinjaman selama 2
minggu, dokter umum diminta untuk membuat penilaian kualitatif dari peralatan
video otoskopi, pada 5-item-Likert-Scale Questionnaire. (Lampiran 2). Di akhir
penelitian, gambar video otoskopi dianalisis oleh dua spesialis THT. Mereka
mengisi kuesioner yang sama dengan dokter umum, dan juga sudah mengetahui
alasan pada setiap konsultasi. Skor dan diagnosis mereka merupakan kelompok
"THT" .

2.3 Analisis statistik

Ketiga grup dibandingkan pada Wilcoxon signed ranks test.


3. Hasil

Seratus dua puluh empat pasien (193 otoskop) dimasukkan dalam penelitian,
dengan usia rata-rata 41 ± 22,7 tahun. Terdapat 163 pemeriksaan otoskop
konvensional dan video otoskopi yang dianalisis untuk 108 pasien dengan usia
rata-rata 42 ± 22 tahun, mengingat kualitas gambar video otoskopi, tingkat
kegagalan video otoskopi adalah 16%. Alasan konusultasi adalah karena:
otalgia (35%), gangguan pendengaran (16%), vertigo perifer (9%), tinitus (9%),
infeksi sinonasal (6%), infeksi THT (13%), otore (<1%) ), otore berdarah
(<1%), pruritus saluran telinga luar (2%), demam terisolasi (3%), nyeri pinna
(2%), dan barotrauma (<2%)

3.1 Kinerja Otoskopi

Pada kelompok THT, skor rata-rata pada 163 otoskopi adalah 0,84 ± 1,16.
Tujuh puluh sembilan adalah patologis (skor> 0), dengan skor rata-rata 1,73 ±
1,12: OME (n = 5), OMA Grade 6 (n = 4), OMA kongestif (nilai 3,4 dan 5) (n =
11), gendang telinga eritem (n = 11), retraksi (n = 11), perforasi (n = 1),
penyumbatan serumen (n = 16), otitis eksternal (n = 5), kolesteatoma (n = 1),
liang telinga eritem (n = 1) 9), osteoma liang telinga (n = 2), dan remodeling
timpani (n = 3).

Pada kelompok DU Konvensional, skor rata-rata adalah 0,77 ± 1,14 untuk


semua otoskop yang termasuk dalam penelitian ini, dan 1,37 ± 1,34 untuk
otoskopi patologis.

Pada grup DU Video, skor rata-rata adalah 0,83 ± 1,22 secara keseluruhan,
dan 1,59 ± 1,3 untuk otoskop patologis.

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam keseluruhan skor otoskopi


antara kelompok Konvensional dan Video (Gbr. 1).
Pada analisis per item, ditemukan perbedaan signifikan untuk gendang
telinga eritem (W = 63; P = 0,023), gendang telinga retraksi (W = −35; P =
0,039) dan liang telinga eritem (W = 45; P = 0,0039). Perbedaan yang sama
ditemukan antara kelompok ENT and DU konvensional, ditambah efusi
retrotimpani (W = −95; P = 0,031). Satu-satunya perbedaan yang signifikan
antara kelompok-kelompok Video ENT dan DU adalah untuk efusi retrotimpani
(W = −119; P = 0,0005).

Dalam otoskopi patologis (Gambar 2), tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok Video, ENT, dan DU (W = 220; P = 0,08), sementara ada
perbedaan yang signifikan antara THT dan DU konvensional (W = 557; P =
0,003) dan kelompok DU Konvensional dan DU Video (W = 322; P = 0,039).
Terdapat perbandingan item antara DU Konvensional dan DU Video yang
signifikan untuk liang telinga eritem (W = 36; P = 0,008). Kelompok THT dan
DU Konvensional berbeda secara signifikan pada gendang telinga eritem (W =
119; P = 0,0005), gendang telinga cembung (W = −21; P = 0,031) dan liang
telinga eritema (W = 168; P = 0,0004). Kelompok ENT dan DU Video berbeda
secara signifikan pada efusi retrotimpani (W = −77; P = 0,003) dan liang
telinga eritema (W = 52; P = 0,039).

Dari 163 otoskopi, terdapat 33 hasil pemeriksaan otoskopi yang berbeda


diagnosis antara pemeriksaan DU konvensional dan DU video ( 20%). Dalam
18 kasus ini, diagnosis DU video sama dengan diagnosis THT (55%, atau 11%
dari semua otoskop) dan berbeda dari diagnosis DU konvensional.

Pada 9 kasus, diagnosis DU konvensional sama dengan diagnosis THT


tetapi tidak dengan diagnosis DU video (27% dari diagnosis rancu, atau 5,5%
dari semua otoskop)

3.2 Kepuasan peralatan Video

Tabel 1 menyajikan kepuasan dokter dengan peralatan video otoskop.


Sebagian besar hasilnya adalah adanya peningkatkan kinerja dan mudah
digunakan. Namun, mayoritas tidak menemukannya menarik dari sudut
pandang telemedicine atau interaksi dengan pasien.

3.3. Hasil berdasarkan pengalaman DU.

Skor otoskopi keseluruhan adalah 0,8 ± 1,2 untuk dokter berusia <38 tahun,
dan 0,95 ± 1,1 untuk dokter berusia > 38 tahun; untuk foto patologis, skor rata-
rata masing-masing adalah 1,54 ± 1,4 dan 1,74 ± 1. Tidak ada perbedaan yang
signifikan menurut usia secara keseluruhan (W = 2271; P = 0,2303) atau skor
otoskopi patologis (W = 512; P = 0,1472).
Pada kuesioner kepuasan, dokter yang lebih muda menilai semua item lebih
tinggi, kecuali untuk minat video otoskopi untuk telemedicine, yang dinilai
lebih tinggi oleh lebih dari 38 tahun.

4. Diskusi

Dalam penelitian ini, video otoskopi terbukti lebih unggul daripada otoskopi
konvensional untuk analisis gambar patologis gendang telinga. Dokter umum
juga sangat antusias mengenai teknik diagnostik ini.

Beberapa studi menyoroti keterbatasan kinerja otoskopi DU [4,15]. OMA


dilaporkan didiagnosis secara berlebihan oleh dokter dalam 22% kasus [16], dan
bahkan lebih pada kondisi pemeriksaan yang sulit. Pada otoskopi konvensional,
dokter mendiagnosis OMA pada 67% anak di bawah 2 tahun, dan75% pada
anak di atas 2 tahun [4]. Faktor-faktor untuk ketidakpastian ini terdiri dari:
visualisasi gendang telinga yang tidak lengkap, kegelisahan anak, orientasi
otoskop yang salah, dan kurangnya pencahayaan [4]. Dalam penelitian ini,
OMA didiagnosis secara berlebihan pada 3 kasus gendang telinga kongestif
tanpa efusi retrotimpani.

DU dilaporkan mendiagnosis OME pada 53% kasus [15]. Dalam penelitian


ini, OME mengalami overdiagnosis pada 15 kasus pada kelompok DU
Konvensional, dibandingkan dengan 12 kasus pada kelompok DU Video.
Diagnosis ini tidak mudah dibuat karena dokter tidak menemukan kriteria
konsensus otoskopi dan dibutuhkan sebuah metode pembelajaran tertenu. [17].
Namun, dalam penelitian ini, usia dan lamanya praktik bukan faktor yang
signifikan, hal ini menunjukkan bahwa pengalaman tidak menentukan
kurangnya penggunaan keahlian pemeriksaan otoskopi [15].

Kegagalan diagnostik di atas dapat menunda pengobatan dan menyebabkan


komplikasi, memperbaiki hal ini sudah menjadi perhatian internasional [18].
Dalam penelitian ini, skor secara keseluruhan didapatkan lebih baik dengan
video otoskopi daripada otoskopi konvensional, dan diagnosis juga lebih dapat
diandalkan. Tidak ada perbedaan signifikan antara grup ENT dan DU Video.
Temuan ini sesuai dengan laporan sebelumnya [19].

Disaat otoskopi konvensional hanya dapat memvisualisasikan seperempat


gendang telinga [3], Video otoskopi memberikan pandangan gendang dan liang
telinga yang lebih lengkap. Selain itu, gambar video otoskopi membantu
menginterpretasi secara retrospektif dengan menyediakan warna dan opsi untuk
pembesaran, memudahkan menegakkan diagnosis dan memungkinkan pendapat
kedua untuk dicari jika perlu. Namun di sisi lain, terdapat 16% kasus gambar
yang tidak dapat digunakan karena kualitas yang buruk sehingga tidak dapat
ditegakkan diagnosis, hal ini tidak akan menjadi sebuah masalah pada otoskopi
konvensional.

Terlepas dari antusiasme para dokter umum, sebagian besar dokter umum
tidak siap untuk benar-benar membeli video otoskop dengan alasan: harga,
diperlukan barang eletronik sebagai penunjang (laptop), faktor ergonomi
seperti panjangnya kabel, dan adanya pasien yang berada di meja pemeriksaan
yang dapat mempersulit untuk melihat layar yang menampilkan hasil otoskopi.
Pada awal penelitian, dokter umum ragu-ragu untuk menghabiskan waktu untuk
membiasakan diri dengan peralatan ini.

Beberapa penulis melaporkan bahwa kualitas gambar meningkat dengan


latihan [20] dan waktu beradaptasi lebih pendek [21]. Kami pikir hal ini bisa
diatasi dengan dilakukannya pemeriksaan pada pasien dewasa terlebih dahulu
sebelum mencoba untuk memeriksa anak-anak muda, yang mungkin tidak
kooperatif.

Selain masalah diatas, semua dokter sepakat bahwa video otoskopi


meningkatkan interaksi dengan pasien dan pemahaman pasien tentang
patologinya, sehingga didapatkan kepatuhan pasien terhdap dokter yang lebih
baik. Temuan ini sesuai dengan literatur.

Video otoskopi adalah alat yang berguna untuk telemedicine, selama gambar
digital tersebut memiliki kualitas yang baik dan informasi klinis yang cukup
tepat untuk memandu spesialis THT [22]. Diagnosis ulang yang dilakukan oleh
seorang spesialis dengan mengandalkan gambar, terbukti sama baiknya dengan
diagnosis yang ditegakkan dalam konsultasi spesialis langsung [19,23]. Hal ini
adalah pilihan yang menarik untuk pasien dengan mobilitas yang kurang.

Permintaan bantuan terhadap pendapat spesialis semakin banyak, sehingga


berujung pada penundaan pengobatan yang terus menerus. Video otoskopi dapat
meringankan hambatan rujukan yang terjadi [24], mengurangi pembatasan
geografis dan demografi dengan mengembangkan bentuk-bentuk inovatif dari
organisasi layanan kesehatan [25].

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, termasuk tingkat respons DU


yang rendah meskipun jumlah awalnya dihubungi, dan fakta bahwa setengah
dari hasil otoskopi menunjukkan hasil normal, hal ini dipengaruhi oleh kriteria
inklusi yang luas. Tidak ada dokter yang menggunakan video otoskopi pada
pasien dibawah usia 3 tahun. Perlu dicatat bahwa otoskopi pada konsultasi DU
bisa sulit pada anak kecil, dan pemeriksaan terkadang perlu diulang untuk
menegakkan diagnosis. Video otoskopi dengan perekaman gambar
memungkinkan pemeriksaan ditinjau ulang untuk mendapatkan pendapat kedua
jika ada keraguan.

5. Kesimpulan

Penelitian ini berusaha untuk membandingkan interpretasi DU otoskopi


menggunakan dua teknik, yaitu dengan konvensional dan video. Video otoskopi
memberikan interpretasi yang lebih baik. Hal ini meningkatkan kinerja
diagnostik dokter dan meningkatkan interaksi dengan pasien. Hal ini juga
berguna dalam pengobatan jarak jauh terutama di daerah dengan pertanggungan
medis yang buruk, dan akses ke dokter spesialis yang sulit. Video otoskopi
membantu meningkatkan diagnosis dokter umum. Namun, kurangnya pelatihan
DU dalam otologi dapat menghasilkan kualitas diagnosis yang rancu. Sesi
pelatihan menggunakan gambar video gendang telinga patologis akan sangat
bermanfaat bagi dokter.

Pengungkapan minat

Para penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki minat bersaing.

Anda mungkin juga menyukai

  • Atresia Duodenum (Updated)
    Atresia Duodenum (Updated)
    Dokumen2 halaman
    Atresia Duodenum (Updated)
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • CHF CRS
    CHF CRS
    Dokumen36 halaman
    CHF CRS
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Gemelli FIX
    Gemelli FIX
    Dokumen30 halaman
    Gemelli FIX
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Tension Type Headache: Case Report Session
    Tension Type Headache: Case Report Session
    Dokumen25 halaman
    Tension Type Headache: Case Report Session
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Benda Asing Hidung
    Benda Asing Hidung
    Dokumen45 halaman
    Benda Asing Hidung
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • 217637867
    217637867
    Dokumen18 halaman
    217637867
    Suyono Alexa Adata
    Belum ada peringkat
  • 0 Gambaran Umum PONEK PDF
    0 Gambaran Umum PONEK PDF
    Dokumen62 halaman
    0 Gambaran Umum PONEK PDF
    MethaZettiara
    Belum ada peringkat
  • BST CTG
    BST CTG
    Dokumen26 halaman
    BST CTG
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • PADANG-CRS Resusitasi Neonatus
    PADANG-CRS Resusitasi Neonatus
    Dokumen29 halaman
    PADANG-CRS Resusitasi Neonatus
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Crs Neo Zea Saki
    Crs Neo Zea Saki
    Dokumen46 halaman
    Crs Neo Zea Saki
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Cover Crs Usg
    Cover Crs Usg
    Dokumen1 halaman
    Cover Crs Usg
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Cover Crs Usg
    Cover Crs Usg
    Dokumen1 halaman
    Cover Crs Usg
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Resusitasi Neonatus
    Resusitasi Neonatus
    Dokumen21 halaman
    Resusitasi Neonatus
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • PK Resusitasi Neonatus
    PK Resusitasi Neonatus
    Dokumen29 halaman
    PK Resusitasi Neonatus
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Cover CTG
    Cover CTG
    Dokumen3 halaman
    Cover CTG
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Pustaka Unpad Demam Rematik Akut
    Pustaka Unpad Demam Rematik Akut
    Dokumen15 halaman
    Pustaka Unpad Demam Rematik Akut
    knzt613
    Belum ada peringkat
  • Zea Peb
    Zea Peb
    Dokumen28 halaman
    Zea Peb
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • BST CTG
    BST CTG
    Dokumen33 halaman
    BST CTG
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • Referat Zea
    Referat Zea
    Dokumen3 halaman
    Referat Zea
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat
  • JR Zea
    JR Zea
    Dokumen3 halaman
    JR Zea
    Putri Zeahan Ramadhini Yedisman
    Belum ada peringkat