Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR (P2M)


F.5. PENYULUHAN BULAN ELIMINASI KAKI GAJAH DI POSYANDU
DUKUHTURI

Oleh :
dr. Aisyah Aulia Wahida

Pembimbing :
dr. Hawa Masfufah

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BUMIAYU


KABUPATEN BREBES
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN
TIDAK MENULAR (P2M)
F.5. PENYULUHAN BULAN ELIMINASI KAKI GAJAH DI POSYANDU
DUKUHTURI

Bumiayu, Oktober 2018

Peserta Program Internsip Pendamping Program Internsip

dr. Aisyah Aulia Wahida dr. Hawa Masfufah


NIP. 19840505 200904 2 006
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis (Penyakit kaki Gajah) merupakan penyakit menular menahun
yang disebabkan oleh cacing filaria dan nyamuk sebagai vektor penyebarnya.
Di perkirakan 1/5 penduduk dunia atau 1,1 Milyar Penduduk di 83 negara
beresiko terinfeksi Filariasis, terutama didaerah Tropis dan beberapa daerah
Subtropis. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan seumur hidup, dan
stigma sosial, hambatan psikososial pada penderitanya, karena dapat
memberikan rasa tidak nyaman bagi penderitanya karena akan timbul
pembengkakan pada tangan, kaki, payudara, dan skrotum. Selain itu, efek
lainnya adalah adanya penurunan produktifitas kerja penderita, keluarga dan
masyarakat sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.
Berdasarkan studi Ascoba Gani pada tahun 2000, ditemukan bahwa
kerugian ekonomi filariasis akibat kehilangan jam kerja dan biaya-biaya yang
ditanggung selama pengobatan adalan sebaesar Rp 735.380 per penderita per
tahun atau setara dengan 17,8% dari seluruh pengeluaran keluarga atau setara
dengan 32,3% biaya makan. Secara nasional, diperkirakan kerugian sebesar 4,6
triliun rupiah per tahun (PUSDATIN, 2016).
Filariasis sebagai salah satu penyakit yang tergolong dalam Neglected
Tropical Diseases (NTDs) berkontribusi besar dalam meningkatnya angka
Kesakitan di Indonesia. Sejalan dengan kebijakan Global untuk melaksanakan
Eliminasi Filariasis tahun 2020, Indonesia melaksanakan Eliminasi Filariasis
secara bertahap sejak tahun 2002. Hal tersebut di dukung dengan adanya Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 443.43/875/SJ Tanggal 24 April 2007
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengobatan Massal Filariasis Dalam rangka
Eliminasi Filariasis di Indonesia, telah menjadi acuan kepada seluruh Kepala
daerah baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota untuk menjadikan Program
Eliminasi Filariasis sebagai prioritas Daerah dan menjadikan Pemberian Obat
Pencegahan Massal (POPM) Filariasis sebagai salah satu pilar utama Program
Eliminasi Filariasis di Indonesia. Eliminasi Filariasis di tetapkan menjadi salah
satu sasaran pokok Pembangunan Sub Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat
sesuai Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015–2019.
Angka kejadian filariasis di Indonesia pada tahun 2016 dilaporkan sebanyak 29
provinsi dan 239 kabupaten merupakan endemis filariasis, sehingga
diperkirakan sejumlah 102.279.739 orang yang tinggal di kabupaten/kota
endemis tersebut berisiko menderita filariasis. Di Jawa Tengah pada tahun
2015, kasus klinis filariasis ditemukan sebanyak 504 kasus.
Salah satu upaya percepatan untuk mencapai eliminasi filariasis adalah
dengan dilaksanakannya “BULAN ELIMINASI KAKI GAJAH
(BELKAGA)”. Bulan Eliminasi Kaki Gajah tahun 2015 adalah Bulan dimana
setiap penduduk yang tinggal di Kabupaten/Kota endemis filariasis di seluruh
Indonesia serentak minum obat pencegahan Filariasis. BELKAGA diharapkan
dilaksanakan setiap tahun sampai eliminasi Filariasis tercapai (minimal 5 tahun
berturut-turut).

B. Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA) tahun 2015 ialah
terselenggaranya kegiatan POPM terhadap seluruh penduduk sasaran di
Kabupaten/Kota endemis Filariasis secara serentak di seluruh Indonesia,
dengan cakupan setiap desa/kelurahan atau wilayah setingkat desa minimal
80% total penduduk wilayah tersebut.
Yang dimaksud dengan Kabupaten/kota Endemis Filariasis adalah sebagai
berikut:
1. Kabupaten/Kota Endemis Filariasis yang melaksanakan POPM filariasis
tahun pertema dari rencana sekali setiap tahun selama lima tahun berturut-
turut.
2. Kabupaten/kota endemis Filariasis yang telah melaksanakan POPM tahun
sebelumnya dari rencana POPM sekali setiap tahun selama minimal lima
tahun berturut-turut.
3. Kabupaten/kota endemis filariasis yang telah selesai melaksanakan POPM
sekali setiap tahun selama lima tahun berturut-turut, tetapi masih diperlukan
tambahan POPM.
Penduduk sasaran dari POPM Filariasis adalah semua penduduk
yang tinggal di Kabupaten/kota endemis, kecuali yang ditunda
pemberiannya, yaitu:
a. Anak usia kurang dari 2 tahun atau orang tua lebih dari 70 tahun
b. Ibu hamil
c. Penderita gagal ginjal/cuci darah
d. Penderita epilepsi atau anak kurang dari 6 tahun yang mempunyai
riwayat kejang.
e. Penderita sakit berat dan mengharuskan Bedrest, demam tinggi, batuk
darah, kanker, marasmus atau Kwasiorkor.
f. Penderita filariasis klinis yang sedang mengalami serangan akut
(demam tinggi)
Penduduk Kelompok khusus yang memerlukan pemeriksaan dokter dan
minum obat didepan dokter antara lain penderita Hipertensi, Penderita Sakit
Jantung dan Penderita Gangguan Hati/Hepar. Apabila banyak penduduk yang
ditunda pengobatanya, maka semakin besar jumlah penduduk yang menjadi
sumber penularan, dan oleh karena itu maka rantai penularan filariasis
diwilayah tersebut tidak dapat dihentikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga
menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala
akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis)
terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tetapi dapat pula di daerah lain.
Peradangan ini disertai demam yang timbul berulang kali dan dapat berlanjut
menjadi abses yang dapat pecah dan menimbulkan jaringan parut (Depkes RI,
2009).

B. Epidemiologi
W. bancrofti terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis.
Dilaporkan bahwa penyakit ini telah menyerang lebih dari 1 juta orang pada
lebih dari 80 negara. Diperkirakan bahwa 250 juta orang di dunia telah
terinfeksi dengan parasit ini, terutama di Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika.
Di Asia, parasit ini endemik di daerah rural dan urban seperti India, Srilanka
dan Myanmar; ditemukan sedikit di daerah pedesaan di Thailand dan Vietnam.
Di daerah endemik sekitar 10-50% laki-laki dan 10% wanita terinfeksi oleh
penyakit ini.
Di Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendadi Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi dan Lombok. Nyamuk Anopheles dan Culex merupakan
vektor yang menggigit pada malam hari untuk tipe W. bracofti periodic
nokturna, sedangkan galur yang subperiodik ditukarkan oleh nyamuk Aedes
yang menggigit pada siang hari. Di daerah endemis, pemaparan dimulai pada
masa anak–anak, angka mikrofilaria meningkat bersama dengan meningkatnya
umur, meskipun infeksi tidak disertai dengan gejala klinis yang nyata
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah
endemik dengan daerah endemis lainnya. Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan intensitas paparan terhadap vektor yang infektif
diantara daerah endemic tersebut.
Asymptomatic amicrofilaremia, adalah suatu keadaan yang terjadi apabila
seseorang yang terinfeksi mengandung cacing dewasa, namun tidak ditemukan
mikriofilaria didalam darah, atau karena microfilaremia sangat rendah sehingga
tidak terdeteksi dengan prosedur laboratorium yang biasa. Asymptomatic
microfilaremia, pasien mengandung microfilaremia yang berat tetapi tanpa
gejala sama sekali.
Manifestasi akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid),
menggigil dan lesu, limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3-15 hari,
dan dapat terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada banyak kasus, demam
filarial tidak menunjukan microfilaremia. Limfangitis akan meluas kedaerah
distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal. Limfangitis dan
limfadenitis berkembang lebih sering di ekstremitas bawah dari pada atas.
Selain pada tungkai, dapat mengenai alat kelamin, (tanda khas infeksi
W.bancrofti) dan payudara.
Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe
terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala klinis
bervariasi mulai dari ringan sampai berat yang diikuti dengan perjalanan
penyakit obstruksi yang kronis. Tanda klinis utama yaitu
hydrocele,limfedema,elefantiasis dan chyluria, meningkat sesuai bertambahnya
usia.
Manifestasi genital, di banyak daerah, gambaran kronis yang terjadi
adalah hydrocele. Selain itu dapat dijumpai epedidimitis kronis, funikulitis,
edem karena penebalan kulit skrotum, sedangkan pada perempuan bisa
dijumpai limfedema vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas, episode
limfedema pada ekstremitas akan menyebabkan elefantiasis di daerah saluran
limfe yang terkena dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering terkena
ekstremitas bawah. Pada W.bancrofti, infeksi didaerah paha dan ekstremitas
bawah sama seringnya, berbeda dengan B.malayi yang hanya mengenai
ekstremitas bawah saja.

D. Penegakan Diagnosis
Diagnosis filariasis didasarkan atas anamnesis yang berhubungan dengan
nyamuk di daerah endemik, disertai dengan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan darah pada waktu malam hari. Biopsi kelenjar dilakukan bila
mikrofilaria tidak ditemukan di dalam darah, hal tersebut hanya dilakukan pada
kelenjar limfe ekstrimitas, dan di sini mungkin akan ditemukan cacing dewasa.
Biopsi ini dapat pula menimbulkan gangguan drainase saluran limfe. Suntikan
intradermal dengan antigen filaria, reaksi ikatan komlemen, hemaglutinasi dan
flokulasi penting untuk diagnosis bila mikrofilaria tidak dapat ditemukan
dalam darah.
Dengan pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen
filarial di dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini
sekarang dipertimbangkan sebagai diagnosis yang paten infeksi filarial dan
dipakai untuk memonitor efektivitas pengobatan.
Jika dicurigai filariasis limfatik, urine harus diperiksa secara macroskopis
untuk menemukan adanya chyluria. Pada pemeriksaan Immunoglobulin serum,
kadar IgE serum yang meningkat ditemukan pada pasien dengan penyakit
filaria aktif.
Tes provokasi DEC bermanfaat untuk menemukan adanya mikrofilaria
pada darah tepi yang diambil pada waktu siang hari, dimana sebenarnya
mikrofilaria bersifat nokturnal. Diberikan DEC 2 mg/kgBB dan darah diambil
45-50 menit setelah pemberian obat.
Selain itu dapat pula dilakukan penghitungan jumlah mikrofilaria.
Mikrofilaria dihitung dengan mengambil 0,25 ml darah yang diencerkan
dengan asetat 3% sampai menjadi 0,5 cc dan dilihat dibawah mikroskop
dengan menggunakan Sedgwick Refler counting Cell, dimana didapatkan :
1. Densitas tinggi : 50mf/ml darah
2. Densitas rendah : 1-49mf/ml darah
3. Densitas sangat rendah : 1-10 mf/ml darah
Pemeriksaan limfografi dengan gambaran adanya obstruksi, atresia atau
dilatasi disertai bentuk saluran yang berliku-liku dan adanya aliran balik ke
kulit dapat membantu diagnosis penyakit ini.

E. Penatalaksanaan
1. Perawatan umum :
a. Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah dingin akan
mengurangi derajat serangan akut.
b. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses
c. Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema
2. Pengobatan Spesifik
Penggunaan obat antifilarial pada penangan limfadenitis akut dan
limfangitis masih kontroversial. Tidak ada penelitian lebih lanjut yang
menunjukkan pemberian dietilkarbamazin (DEC), suatu derivat piperazin.
Dietilkarbamazin (Hetrazan, Banoside, Notezine, Filarizan) dapat berguna
untuk terapi limfangitis akut. Dietilkarbamazin dapat diberikan pada
mikrofilaremik yang asimptomatik untuk mengurangi jumlah parasit di
dalam darah. Obat ini juga dapat membunuh cacing dewasa. Dosis
pemberian dietilkarbamazin ditingkatkan secara bertahap.
a. Anak-anak :
1) 1 mg/KgBB P.O. dosis tunggal untuk hari I
2) 1 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari II
3) 1-2 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari III
4) 6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
b. Dewasa :
1) 50 mg P.O. dosis tunggal hari I
2) 50 mg P.O. 3x/hari pada hari II
3) 100mg P.O. 3x/hari pada hari III
4) 6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
Pada penderita yang tidak ditemukan mikrofilaria di dalam darah
diberikan dosis 6 mg/KgBB 3x/hari langsung pada hari I. Wuchereria bancrofti
lebih sensitif daripada Brugia malayi pada pemberian terapi dietilkarbamazin.
Efek samping seperti demam, nyeri kepala, mialgia, muntah, lemah dan
asma, biasanya disebabkan oleh karena destruksi mikrofilaria dan kadang-
kadang oleh cacing dewasa, terutama pada infeksi berat. Gejala ini berkembang
dalam 2 hari pertama, kadang – kadang dalam 12 jam setelah pemberian obat
dan bertahan 3 – 4 hari. Pernah dilaporkan terjadinya abses di scrotum dan sela
paha setelah pengobatan, diperkirakan sebagai reaksi matinya cacing.
Dietilkarbamaasin tidak dianjurkan pada perempuan hamil.
Obat lain yang juga aktif terhadap mikrofilaria adalah ivermectin
(Mectizan) dan albendazol. Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria, tetapi
dapat di berikan dengan dosis tunggal 400 g / kgBB. Bila ivermectin dosis
tunggal digabung dengan DEC, menyebabkan hilangnya mikrofilaria lebih
cepat. Akhir – akhir ini diketahui bahwa albendazol 400 mg dosis tunggal lebih
efektif daripada ivermectin.
BAB III
KEGIATAN

A. INTERVENSI
1. Bentuk kegiatan : Penyuluhan, tanya jawab dan pembagian obat cacing
2. Sasaran : Warga desa Dukuhturi
3. Materi
a. Definisi Filariasis
b. Etiologi Filariasis
c. Faktor risiko Filariasis
d. Tanda dan gejala Filariasis
e. Pencegahan Filariasis
4. Pelaksanaan
a. Hari/Tanggal : Rabu, 4 Juli 2018
b. Tempat : Posyandu Adisana, Bumiayu
c. Waktu : 08.30 WIB - Selesai

B. MONITORING
Monitoring dapat dilakukan dengan melempar pertanyaan acak mengenai
filariasis diantaranya tentang apa itu filariasis, penyebab filariasis, tanda dan
gejala, komplikasi filariasis. Dilakukan oleh penulis sejak awal penyuluhan
kepada audience dengan hasil evaluasi awal bahwa kebanyakan audience
belum mengerti secara detail mengenai filariasis atau kaki gajah.
Peserta posyandu kemudian diberi obat. Sebelum mengkonsumsi obat
dianjurkan untuk sarapan terlebih dahulu. Obat diminum didepan petugas
kesehatan. Adapun dosis yang dapat diberikan adalah sesuai usia. Usia 2-6
tahun : Diethylcarbamazine 100 mg (1 tablet ) dan Albendazole 400 mg (1
tablet). Usia 6-14 tahun: Diethylcarbamazine 100 mg (2 tablet ) dan
Albendazole 400 mg (1 tablet ). Usia 14-70 tahun: Diethylcarbamazine 100
mg ( 3 tablet ) dan Albendazole 400 mg ( 1 tablet ).

C. EVALUASI
Selanjutnya juga dilakukan evaluasi di akhir dengan cara membuka sesi tanya
jawab dimana penulis mendapatkan respon yang baik beberapa audience
mengajukan beberapa pertanyaan seputar materi. Pertanyaan yang diajukan
cukup beragam diantaranya efek samping setelah mengonsumsi obat cacing
untuk mencegah kaki gajah, dan bagaimana cara mengatasinya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit infeksi kronis menular,
disebabkan oleh cacing filarial & di tularkan melaluin yamuk sebagai vector,
kemungkinan kasus kronis filariasis secara berkelompok. Anak cacing
(mikrofilaria) yang ada pada tubuh seseorang karena transfuse darah,tidak
berkembang jadi cacing dewasa dan tidak bisa menimbulkan penyakit filariasis
karena harus melewati siklus nyamuk sebagai vector.
B. SARAN
1. Penyuluhan dan pembagian obat untuk pencegahan filariasis ini dapat
berjalan dengan baik, untuk itu diperlukan partisipasi masyarakat dalam
prosesnya, baik dalam hal meminum obat untuk dirinya sendiri maupun
untuk keluarganya
2. Masyarakat diharapkan dapat bekerja sama dengan puskesmas demi
mewujudkan eliminasi kaki gajah yang optimal
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. How is LF contracted? Diakses dari situs http://www.filariasis.org pada


tanggal 18 Juni 2015.

Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis. Diakses dari
situs http://www.enrekangkab.go.id. pada tanggal 18 Juni 2015

PUSDATIN, 2016. Situasi Filariasis di Indonesia Tahun 2015. pp. 1-7.


.

Anda mungkin juga menyukai