Oleh:
Kelompok 9 Siang
Ikrar Trisnaning H.U B04063461 (………………..)
Candrani Khoirinaya B04063491 (………………..)
LABORATORIUM FARMASI
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTIUT PERTANIAN BOGOR
2010
Pendahuluan
Kapsul hampir tidak bisa dipisahkan dari dunia farmasi dan kedokteran.
Banyak sekali obat, multivitamin dan bahan aktif lainnya yang dibungkus
dengan kapsul (Republika 2007). Kapsul merupakan jenis sediaan farmasi yang
bersifat solid. Selain kasul, sediaan solid lainnya yaitu tablet, pil, dan suppositoria.
Kapsul adalah sediaan solid yang berisi satu atau lebih bahan aktif (bahan obat)
yang dimasukkan ke dalam cangkang khusus. Cangkang kapsul pun terdiri dari
berbagai macam bahan yang sesuai. Kapsul dibagi menjadi beberapa macam
berdasarkan cara pemakaian, jenis cangkang dan ukuran.
Penggunan kapsul yang hampir tidak bisa dipisahkan dari dunia farmasi
dan kedokteran ini tidak terlepas dari kelebihan kapsul sebagai obat. Salah satu
kelebihan tersebut adalah karena kepraktisannya untuk kenyamanan konsumen
obat. Umumnya obat memiliki rasa tak enak seperti pahit, anyir, manis, dan bau
(Anonim1 2009).
Oleh karena penggunannya tidak asing di dalam dunia pengobatan, maka
mempelajari proses pembuatan kapsul diperlukan. Hal ini dilakukan agar dalam
membuat resep, dokter mampu menilai kapan waktu penggunaan kapsul yang
sesuai dan mempermudah pasien untuk meminum obat.
Tinjauan Pustaka
Kapsul
Kapsul merupakan alternatif terbaik di dunia farmasi. Cangkang lunak
berbentuk tabung kecil ini dapat melindungi konsumen obat dari rasa dan aroma
yang ekstrim. Kapsul juga melindungi pasien dari obat yang terlalu asam. Itu
karena kapsul baru akan hancur di usus dan bukan lambung. Pasien dengan
gangguan lambung akan aman (Anonim5 2009).
Beberapa kelebihan lain kapsul di antaranya adalah tidak menimbulkan
rasa pahit juga bau tidak enak. Bentuknya yang lonjong membuatnya mudah
ditelan. (Iman 2010).
Menurut Iman (2010), daya tahan obat ini kurang begitu baik lantaran
lapisannya terbuat dari gelatin. Gelatin sangat mudah menarik air hingga menjadi
basah. Obat jadi mudah terkontaminasi jamur dan bakteri. Tak heran, daya tahan
kapsul hanya beberapa minggu atau bulan. Kondisi ini umumnya disiasati
produsen obat dengan mengemas kapsul dalam plastik hingga bisa disimpan
bertahun-tahun. Masa kadaluwarsa kapsul bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya,
dengan pengamatan secara fisik. Kapsul yang kadaluwarsa umumnya mengalami
perlengketan. Masing-masing kapsul berhimpitan satu sama lain. Bisa juga
dengan cara melihat warna obat yang ada di dalam salah satu kapsul. Jika
warnanya berubah bisa dipastikan kapsul itu berbahaya jika dikonsumsi.
Kapsul memiliki dua bentuk yaitu kapsul keras dan kapsul lunak.
Cangkang kapsul keras dibuat dari bahan gelatin, pati, bahan lain yang cocok (FI,
Ed, IV). Gelatin dipilih sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul karena
sifatnya yang stabil ketika berada di luar tubuh namun dapat mudah larut di dalam
tubuh. Gelatin merupakan hasil olahan dari kolagen, sejenis protein, yang umum
terdapat dalam tulang, kulit, atau jaringan pengikat binatang. Pada umumnya
gelatin dibuat dari tulang sapi atau dari kulit babi. Gelatin type A biasa terbuat
dari kulit babi sedangkan gelatin type B biasa terbuat dari tulang sapi (Anonim 7
2008).
Cangkang kapsul lunak diberi tambahan gliserin. Kapsul lunak terbuat dari
gelatin yang ditambah gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol supaya gelatin
bersifat elastis seperti plastik (Anonim6 2008)..
Cangkang dibuat dengan berbagai macam ukuran, bervariasi baik panjang
maupun diameternya. Pemilihan ukuran tergantung pada banyaknya bahan yang
diisikan dibandingkan kapasitas isi dari cangkang kapsul. Sehingga untuk
menentukannya, mula-mula ditetapkan ukuran rata- rata dari kapsul yang dapat
menampung obat, dan kemudian dilakukan percobaan untuk kemudian diambil
kesimpulan (Anonim8 2008).
Papaverin HCl
Sediaan obat ini berasal dari getah Papaver somniverum L yang telah
dikeringkan. Bahan aktif yang terkandung di dalam obat ini adalah papaverin
HCl. Papaverin merupakan alkaloid yang berasal dari opium. Alkaloid asal opium
secara kimia dibagi dalam dua golongan, yaitu golongan fenantren, misalnya
morfin dan kodein dan golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan
papaverin.
Dalam tanaman Papaver somniverum L terkandung lebih dari 20 senyawa
Paracetamol (Acetaminophen)
Situs www.blogdokter.com menuliskan bahwa ama generic dari
paracetamol adalah acetaminophen. Utamanya paracetamol digunakan untuk
menurunkan panas tubuh yang disebabkan karena infeksi ataupun sebab lainnya.
Selain itu paracetamol juga dapat digunakan untuk menurunkan satu nyeri. Situs
www.dechacare.com mengemukakan bahwa paracetamol adalah derivat p-
aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik atau analgesik. Sifat antipiretik
disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek
sentral. Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan
sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tindak
digunakan sebagai antirematik.
Penggunaan paracetamol yang melebihi dosis akan mengakibatkan
kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Paracetamol
tidak memiliki fungsi sebagai anti inflamasi. (www. blogdokter.com 2009).
Umumnya penggunaan acetaminophen diminum secara oral pada anjing.
Farmakokintetik yang spesifik pada hewan domestik belum dilaporkan.
Kontraindikasi pemaiakan obat ini adalah pada kucing berupa
methemoglobinemia, hematuria, dan icterus dapat terlihat. Anjing tidak mampu
memetabolisme acetaminophen sebaik manusia. Oleh karena itu penggunaan
acetaminophen pada anjing harus hati-hati.
Penggunaan acetaminophen post operasi pada 24 jam pertama tidak
direkomendasikan karena resiko hepatotoxiciti tinggi. Acetaminophen tidak
direkomendasikan untuk digunakan post operasi sebagai obat anlgesi untuk hewan
yang dianastesi menggunakan halothane. Hal ini akan menyebabkan kerusakan
pada ginjal (www.dechacare.com 2010).
Dosis acetaminophen sebagai obat analgesic untuk anjing sebagai berikut:
a) 15 mg/kg secara PO q8h (Dodman 1992)
b) 10 mg/kg PO q12h (Kelly 1995)
b) untuk treatmen degenerative myelopathy (untuk anjing ras German Shepherds):
5 mg/kg PO (jangan sampai melebihi 20 mg/kg per day) (Clemmons 1991)
Diare
Secara klinis, istilah diare digunakan untuk menjelaskan terjadinya
peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat atau
volume tinja dan frekuensinya (Syamsir 2008). Agen kausatif diare sangat
banyak dan termasuk ke dalamnya, yaitu ketidakseimbangan pakan atau
hipersentifitas, infeksi akibat virus, bakteri, khamir, protozoa, endoparasit, toksin,
neoplasia, limfangiektasi, atrofi vili-vili usus, radang pada usus besar, enteritis
granulomatus, dan colitis-X pada kuda, insufisiensi eksokrin pankreas, dan stress.
Diare juga dapat disebabkan oleh efek samping dari suatu pengobatan (Bishop
2005).
Gejala Diare
Pasien dikatakan diare jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih
dari 200 gram atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari.
Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa mekanisme.
Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit, seringkali
dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam dan air
dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak terjadi gap
osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa
dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh
dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic
E coli (Syamsir 2008).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai
kerusakan mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan
penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada
permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau
kerusakan membran microvillus dari
enterosit. Peningkatan solut didalam
luminal karena malabsorbsi CHO
menyebabkan osmolalitas luminal
meningkat dan terjadi difusi air ke
luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai
diare osmotik dan bisa dihambat dengan
berpuasa (Syamsir 2008).
Selain itu, gejala diare kadang
disertai dengan muntah, badan lesu atau
leemah, panas, tidak nafsu makan, dan
terdapat darah dan lendir dalam kotoran.
Rasa mual dan muntah-muntah dapat
mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba
menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan ( www.medicastore.com 2006).
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya
natrium dan kalium). Menurut Bishop (2005), kegagalan dalam pengambilan air
dan elektrolit mungkin dikarenakan hipersekresi, pengurangan absorpsi, ataupun
keduanya. Efek yang ditimbulkan pada hewan dapat merusak proses metabolik
primer yang disertai dengan adanya dehidrasi dan asidosis sehingga menjadi
penting karena dapat mengancam kehidupan hewan tersebut jika tidak ditangani
dengan segera.
Pengobatan diare
Pengobatan diare harus secara langsung pada penyebabnya, akan tetapi
pada kondisi etiologi multi-faktorial, agen kausatif tidak selalu menyertai,
terutama pada kasus diare akut. Pengobatan simptomatis penting dilakukan,
termasuk ke dalamnya mengistirahatkan isi perut / kerja usus besar dan
memperbaiki gangguan cairan, elektrolit dan asam-basa (Bishop 2005).
Obat-obatan antidiare, terdiri atas adsorbensia, obat antidiare yang
mengurangi motilitas, dan obat yang digunakan untuk pengobatan diare kronis.
Adsorbensia adalah substansi yang menarik bahan atau partikel lain pada
permukaannya. Adsorbensia dapat diberikan secara peroral. Adsorbensia
digunakan untuk mengadsorbsi racun dari saluran pencernaan sehingga dengan
cara demikian dapat mencegah iritasi dan erosi mukosa (Bishop 2005).
Indikasi obat-obatan antidiare yang mengurangi motilitas untuk
merangsang atau mengurangi motilitas usus pada penderita diare masih menjadi
perdebatan. Diare dapat disertai hipomotilitas daripada hipermotilitas. Pasien yang
menderita diare karena bakteri entero-invasif, diare dapat dipertimbangkan
sebagai respon protektif untuk mengeliminasi patogen dan usaha untuk menunda
perjalanan isi usus menjadi kontra-indikasi karena sisa-sisa toksin di dalam lumen
usus mengalami perpanjangan periode dan memperparah kondisi pasien. Beberapa
ahli berpendapat bahwa obat-obatan ini dapat mengurangi (mereduksi) motilitas,
hal ini bertolak belakang dengan pengobatan diare karena infeksi bakteri invasif.
Waktu melintasi usus ditentukan melalui rasio antara kontraksi peristaltik dan
segmentasi (Bishop 2005).
Antimuskarinik (antikolinergik) dapat mengurangi kontraksi peristaltik
dan segmentasi sehingga menyebabkan lumen terbuka dan meningkatkan derajat
keparahan diare. (Bishop 2005).
Metode
Pertama kita tera timbangan dengan anak tera. Lalu kita timbang bahan
praktikum yang digunakan. Kita letakkan kertas perkamen, lalu kita gunakan
sendok tandu untuk mengambil bahan. Kita timbang papaverin HCL sebanyak
0,3g, paracetamol 2g, sulfaguanidin 1g, sachrum lactis (SL) 2g. Selanjutnya kita
lakukan pencampuran dengan menggunakan mortar. Pertama kita masukkan
sepertiga SL, lalu kita gerus untuk menutupi pori-pori mortar. Kita masukkan
papverin HCL, lalu dihomogenkan dan disisihkan. Selanjutnya kita msukkan
sulfaguanidin, digerus tersendiri lalu ditambahkan sepertiga SL. Kita homogenkan
kemudian kita tambahkan canpuran SL dan papverin ke dalamnya. Kita
homogenkan lagi, lalu disisihkan. Setelah itu, kita gerus paracetamol kemudian
ditambahkan sepertiga SL yang tersisa. Setelah homogen, kita masukkan
campuran yang telah dibuat di awal tadi kemudian kita homogenkan lagi. Setelah
itu kita tetesi satu tetes Ol. Menthaepip lalu kita homogenkan lagi.
Kemudian serbuk yang telah homogen kita bagi menjadi dua bagain sama
banyak dengan timbangan, masing-masing bagian dibagi lima dengan perkiraan
mata, lalu masukkan ke dalam cangkang kapsul. Cara memasukkan serbuk ke
dalam cangkang kapsul, yaitu pertama-tama cangkang dibuka bagian body dan
cap-nya, jepit kedua-duanya dengan jari telunjuk dan ibu jari kiri, serbuk
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam body dan cap. Setelah itu, jika body dan
cap cangkang sudah terisi penuh, dengan sedikit ditekan, body cangkang
dimasukkan ke dalam cap, dan ditekan sampai terdengar bunyi ‘klik’. Cangkang
dibersihkan dengan tissue dan dimasukkan ke dalam pot plastik yang telah diberi
etiket.
Hasil
Dari hasil pencampuran keempat bahan dengan memenuhi cara
pencampuran yang ada, didapatkan hasil berupa serbuk yang dibungkus dengan
kertas perkamen dengan aturan pakai diberikan sehari tiga kali satu serbuk
sebelum makan. Obat ini juga berlabel “tidak boleh diulang tanpa resep dokter”
Pembahasan
Penimbangan dan pengemasan
N
× DM
N+12
Cara pengisian kapsul pada praktikum kali ini ialah dengan menggunakan
tangan. Syamsuni (2006), cara ini merupakan yang paling sederhana karena
menggunakan tangan tanpa bantuan alat lain. Untuk memasukkan obat ke dalam
kapsul, dapat dilakukan dengan cara membagi sesuai jumlah kapsul yang diminta.
Selanjutnya, tiap bagian serbuk tadi dimasukkan ke dalam badan kapsul (body)
lalu ditutup.
Etiket yang digunakan warna putih karena obat ini termasuk obat dalam.
Obat ini juga berlabel tidak boleh diulang tanpa resep dokter. Karena obat ini
untuk penderita diare yang spesifik. Hal ini terlihat dari resep dokter yang
memasukkan sulfaguanidin. Berarti dokter telah melakukan pemeriksaan dan
menemukan bahwa penyebab diare yang diderita pasien disebabkan oleh bakteri.
Jika resep ini diulang tanpa resep dokter, maka khasiat obat belum tentu dapat
dirasakan karena jenis diare yang diderita belum diketahui penyebabnya.
Kesimpulan
Diare yang diderita oleh pasien adalah diare spesifik yang disebabkan oleh
bakteri. Hal ini diketahui dari komposisi resep yang menyertakan sulfaguanidin
yang berfungsi sebagai obat antibakteri. Gejala klinis demam dan sakit perut
diatasi dengan paracetamol, untuk mengatasi kontraksi usus diatasi dengan
papaverin HCL yang berfungsi sebagai antispasmodik, SL yang berasal dari
laktosa digunakan sebagai zat penambah yang member rasa manis, dan
penghilang rasa bau agar pasien tidak mual saat meminum obat diatasi dengan
pemberian oleum menthae pada campuran obat.
Penggunaan kapsul dinilai sangat menguntungkan sebab selain dapat
menutupi rasa dan bau obat yang tidak enak, sediaan kapsul juga memudahkan
dokter untuk mengombinasikan beberapa macam obat dengan dosis yang berbeda-
beda sesuai kebutuhan pasien.
Daftar Pustaka
[Anonim1]. 2009. Kapsul Yang Membungkus Obat Kita. (berkala sambung
jaring). www.halalguide.info/2009/03/04/kapsul-yang-membungkus-obat-
kita_.htm (diakses tanggal 9 Maret 2010).
[Anonim2]. 2007. Kapsul Lunak Lebih Rawan (berkala sambung jaring). http://
republika.com (diakses tanggal 9 Maret 2010).
[Anonim3]. 2010. Paracetamol. (berkala sambung jaring). http://
www.blogdokter.com/paracetamol.htm (diakses tanggal 2 Maret 2010).
[Anonim4]. 2010. Minyak Permen. (berkala sambung jaring). http:// www.my-
kampus.com/minyak permen.htm (diakses tanggal 2 Maret 2010).
[Anonim5]. 2009. Kapsul Yang Membungkus Obat Kita. (berkala sambung
jaring). http :// www. halalguide.info/2009/03/04/kapsul-yang-membungkus-
obat-kita/.htm (diakses tanggal 9 Maret 2010).
[Anonim6]. 2008. Kapsul. (berkala sambung jaring). http:// www.
dprayetno.wordpress.com_kapsul.htm (diakses tanggal 9 Maret 2010).
[Anonim7]. 2008. Cangkang Kapsul. (berkala sambung jaring). http://
lutfiasyairi.wordpress.com_2008_01_15_cangkang-kapsul.htm (diakses
tanggal 9 Maret 2010).
[Anonim8]. 2009. Kapsul Gelatin Keras. (berkala sambung jaring). http://
sulungfarmasi.blogspot.com_2009_02_kapsul-gerlatin-keras.html (diakses
tanggal 9 Maret 2010).
Anief M. 2008. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Bishop Y, editor. 2005. The Veterinary Formulary. Ed Ke-6. London:
Pharmaceutical Press.
Henriette. 2010. Oleum Menthae. (berkala sambung jaring). http:// www.henriette
‘s herbal.com/oleum mentahe.htm (diakses tanggal 2 Maret 2010).
Henriette. 2010. Sacchrum lactis. (berkala sambung jaring). http:// www.henriette
‘s herbal.com/sacchrum lactis.htm (diakses tanggal 2 Maret 2010).
Iman Saefudin. 2010. Efektif Mana: Tablet, Puyer, Atau Sirup. (berkala sambung
jaring). http: www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah07336-04.htm
(diakses tangal 9 Maret 2010).
Syamsir E. 2008. Mekanisme Diare Karena Patogen Enterik. (berkala sambung
jaring). http://id.shooving.com (Diakses tanggal 3 April 2009).
Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Ed ke-1. Winny RS,
editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wanamaker BP, KL Massey. 2009. Applied Pharmacology for Veterinary
Technicians. Ed Ke-4. USA: Elsevier.