Anda di halaman 1dari 41

WRAP UP SKENARIO II

SERANGAN JANTUNG MENDADAK


BLOK KARDIOVASKULER

Kelompok : B - 03
Ketua : Mino Syahban (1102017138)
Sekretaris : Qonita Fitri Martikasari (1102017181)
Anggota : Muhammad Iqbal Thamrin (1102017151)
Metti Herliani Putri (1102017136)
Nanda Febylia (1102017167)
Lulu Ah Janah (1102017129)
Lulu Nuraviah Ahmad (1102017131)
Shafira Herowati Febriyanti (1102017213)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.424457
DAFTAR ISI

SKENARIO..............................................................................................................................3
KATA SULIT...........................................................................................................................3
PERTANYAAN........................................................................................................................4
JAWABAN...............................................................................................................................4
HIPOTESIS..............................................................................................................................5
SASARAN BELAJAR.............................................................................................................6
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Vasikularisasi Jantung
1.1 Menjelaskan Makroskopik Vasikularisasi Jantung......................................................6
1.2 Menjelaskan Mikroskopik Vasikularisasi Jantung......................................................10
1.3 Menjelakan Fisiologi Vasikularisasi Jantung..............................................................14
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Koroner
2.1 Menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Koroner........................................................15
2.2 Menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner................................................15
2.3 Menjelaskan Etiologi Penyakit Jantung Koroner........................................................16
2.4 Menjelaskan Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner....................................................16
2.5 Menjelaskan Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner...............................................17
2.6 Menjelaskan Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner.................................................18
2.7 Menjelaskan Manifestasi Klinik Penyakit Jantung Koroner........................................20
2.8 Menjelaskan Diagnosis Penyakit Jantung Koroner.....................................................21
2.9 Menjelaskan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Koroner.......................................24
2.10 Menjelaskan Tata Laksana Penyakit Jantung Koroner..............................................25
2.11 Menjelaskan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner................................................33
2.12 Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Koroner.................................................34
2.13 Menjelaskan Prognosis Penyakit Jantung Koroner....................................................35

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Elektrokardiogram (EKG)..........................................36

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................41

2
SKENARIO

Ny. B, 55 tahun, mengeluh tiba-tiba nyeri pada kiri saat sedang naik tangga. Nyeri dada
berlangsung selama 60 menit dan tidak berkurang meskipun pasien sudah beristirahat. Nyeri
menjalar ke rahang dan extremitas kiri. Keluarga segera membawa pasien ke Unit Gawat
Darurat RS YARSI. Pada pemeriksaan fisik didapati Indeks Massa Tubuh (IMT) 26 Kg/m 2,
tekanan darah 140/90 mmHg dan denyut jantung 110 x/menit regular. Pemeriksaan EKG
menunjukan irama sinus 110 x/menit dan ST depresi pada sadapan prekordial. Pemeriksaan
laboratorium terdapat peningkatan kadar enzim jantung dan kolesterol darah. Dokter segera
memberikan obat agregasi trombosit, antikoagulan dan antiangina.

KATA SULIT

1. Irama Sinus : Gelombang P yang diikuti gelombag QRST, irama yang berasal dari
implus yang dicetuskan oleh nodus sinoatrial (SA) berada di muara vena cava superior
di atrium dextra.
2. Precordium : Daerah permukaan anterior tubuh yang menutupi jantung dan dada bagian
bawah.
3. ST Depresi : Segmen ST dibawah garis isoelektrik dalam pemeriksaan
Elektrokardiogram (EKG)
4. Angina : Nyeri yang bersifat spasmodik, mencekik, atau menyesakkan. Biasanya hilang
saat istirahat.
5. Anti Angina : Senyawa yang digunakan untuk mencegah angina pektoris yang
diakibatkan ketidakseimbangan antara persediaan dan perminytaan oksigen pada
miokardial.
6. Anti Koagulan : Pencegaan pembekuan darah, penggunaan obat yang membuat darah
tidak cukup menggumpal untuk memperkecil resiko trombosis.
7. EKG/Elektokardiogram : Grafik yang menelusuri variasi potensial elektrik yang
disebabkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi pada permukaan tubuh.
8. IMT/Indeks Massa Tubuh : Indikator sederhana dari kolerasi antara tinggi dan berat
badan, berfungsi untuk mengukur ideal atau tidaknya berat badan.

3
PERTANYAAN

1. Apa diagnosis sementara penyakit ini ?


2. Mengapa nyeri menjalar pada extremitas atas ?
3. Mengapa kadar enzim meningkat ?
4. Apakah ada hubungan peningkatan kolesterol pada penyakit jantung ?
5. Mengapa dokter memberikan obat agregasi trombosit, anti koagulan dan anti angina ?
6. Apakah nyeri atau sakit jantung terasa saat pasien melakukan aktivitas ?
7. Bagaimana cara menghitung indeks massa tubuh dan barapa batas normal indeks massa
tubuh ?
8. Bagaimana cara pencegahan serangan jantung ?
9. Apa saja faktor resiko penyakit serangan jantung ?
10. Apa yang menyebabkan serangan jantung ?
11. Apakah indeks massa tubuh pasien ini normal dan komplikasi penyakit ini ?
12. Mengapa saat serangan jantung diatasi dengan istirahat ?
13. Mengapa pada pemeriksaan EKG menunjukan irama jantung sinus dan ST depresi ?
14. Apakah ada pengaruh tekanan darah tinggi dan nyeri pada dada pasien ?

JAWABAN
1. Jantung koroner akut NSTEMI.

UAP
Penyakit jantung Asimtomatik Akut (Sindrom
koroner koroner akut) NSTEMI
Kronik ( Angina
Simtomatik Pektoris Stabil) STEMI

2. Karena posisi jantung berada di mediastinum medium sehingga saat nyeri akan
menjalar ke extremitas superior sinistra .
3. Saat pembuluh darah tersumbat kebutuhan oksigen pada jaringan dan organ akan
berkurang sehingga akan menimbulkan nekrosis jaringan dan kemudian mengeluarkan
enzim troponin T, I dan CK-MB.
4. Ada, Karena kandungan lemak pada makanan yang tinggi kemudian lemak diserap oleh
usus membentuk LDL, LDL yang meningkat membuat penumpukan pada aliran
pembuluh darah sehingga aliran tersebut tidak lancar dan di blockade, menimbulkan
kontraksi jantung menjadi meningkat untuk mengirim suplai oksigen yang berkurang
dijaringan.
5. Karena Agregasi trombosit untuk mengurangi sumbatan, anti koagulan untuk
pembekuan darah, dan anti angina untuk meredakan nyeri dada.
6. Ya, Menurut Nyha ada 4 klasifikasi yaitu :
I Aktivitas Berat
II Aktivitas Sedang
III Aktivitas Ringan (seperti menyapu)
IV Istirahat semakin sesak

4
7. IMT=Berat Badan/Tinggi Badan (m)2
Nilai Normal :
Batas Keterangan
<18,4 Kurang gizi
18,5 – 24,5 Ideal
25 – 29,9 Gemuk
30 – 39,9 Lebih Gemuk
> 40 Obesitas
8. Cara Pencegahan : Menjaga pola makan, olahraga secara rutin, emosi dan stress
dikurangi, tidak boleh merokok dan minum alkohol serta menghindari faktor resiko.
9. Faktor Resiko : a. Primer : Usia, Jenis kelamin, hipertensi, dan gaya hidup.
b. Skunder : Obesitas, Diabetes Melitus, Stress kronik, dan keturunan.
10. Penyebab serangan jantung : a. Kongenital
b. Didapat : Infeksi, Rematik, Autoimun, Matabolik dan
sitemik.
11. Pada pasien didapati IMT 26 Kg/m2 maka tergolong gemuk. Komplikasi dapat berupa
gagal jantung, shock, emboli dan infeksi.
12. Karena dengan istirahat mampu mengurangi kinerja jantung untuk memompa darah
keseluruh tubuh saat beraktivitas.
13. Irama sinus normal karena terdapat gelombang P yang diikuti gelombag QRST,
sedangkan segmen ST depresi karena repolarisasi ventrikel kiri dan kanan tidak
maksimal sehingga segmen ST dibawah garis isoelektrik.
14. Peningkatan enzim dan kolesterol menimbulkan penyumbatan pembuluh darah berupa
plak-plak yang menempel sehingga menyempit dan tekanan darah meningkat kemudian
timbulnya angina dan nyeri/sesak pada dada akibat suplai oksigen untuk jaringan
berkurang.

HIPOTESIS
Serangan jantung dapat terjadi karena usia, jenis kelamin, obesitas dan keturunan. Penyakit
ini diakibatkan adanya penyumbatan pembuluh darah arteri coronaria menyebabkan nekrosis
jaringan yang mengelurkan enzim penanda jantung sehingga menimbulkan nyeri dada,
peningkatan tekanan darah dan sesak nafas saat beraktivitas. Pada hasil pemeriksaan
elektrokardiogram terlihat adanya segmen ST depresi yang menunjukan penyakit jantung
koroner akut NSTEMI, untuk mengurangi sumbatan menggunkan agregasi trombosi, anti
koagulan untuk pembekuan darah, dan anti angina untuk meredakan nyeri dada.

5
SASARAN BELAJAR
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Vasikularisasi Jantung
1.1 Menjelaskan Makroskopik Vasikularisasi Jantung

1. Arteri coronaria
 Arteri coronaria dextra
o Arteri marginalis : Untuk memperdarahi atrium dan ventrikel dextra
o Arteri interventrikularis posterior : Untuk memperdarahi kedua dinding belakang
ventrikel, epikardium, atrium dextra, SA node
 Arteri coronaria sinistra
o Arteri interventrikularis anterior : Untuk mendarahi bagian anterior ventrikel dextra
dan sinistra dan arteri marginalis sinistra untuk smping atas ventrikel kiri
o Arteri circumflexus : Memperdarahi bagian belakang bawah ventrikel kiri,atrium
sinistra

6
2. Cabang arcus aorta
 Arteri brachiocephalica (anonyma):
o Arteri carotis communis dextra
o Arteri subclavia dextra
 Arteri carotis comunis dextra
 Arteri subclavia sinistra
Sinus coronaries : tempat muara dari vena-vena jantung
 Vena cordis magna
 Vena cordis parva
 Vena cordis media
 Vena cordis obliq
(Raden, Inmar. 2010)

A. Arteri
Jantung mendapat darah dari arteri coronaria dextra dan sinistra, yang berasal dari aorta
ascendens tepat diatas valva aorta. Arteria coronaria dan cabang-cabang utamanya terdapat di
permukaan jantung, terletak didalam jaringan ikat subepikardial.
1. Arteri coronaria dextra
 Berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan kedepan diantara truncus
pulmonalis dan auricular dextra, arteri ini berjalan turun hampir ventrikel

7
kedalam sulcus atrioventricular dextra, dan pada pinggir inferior jantung
pembuluh ini melanjut ke posterior sepanjang sulcus atrioventricularis untuk
beranastomosis dengan arteri coronaria sinistra didalam sulcus
interventricularis posterior.
 Cabang-cabang arteri coronaria dextra sebagi berikut
o Rami Marginalis: memperdarahi atrium dextra dan ventriculus sinistra
o Rami Interventricularis (descendens) Posterior : memperdarahi 2
dinding belakang ventrikel,epikardium,atrium dextra dan SA node
2. Arteri coronaria sinistra
 Yang lebih besar dibandingkan dengan arteri coronaria dextra, mendarahi
sebagian besar jantung, termasuk sebagian besar atrium sinistra, ventriculus
sinistra, dan septum ventricular. Arteria ini berasal dari posterior kiri sinus aorta
ascendens dan berjalan kedepan diantara truncus pulmonalis dan auricula
sinistra. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventricularis anterior
dan ramus circumflexus.
 Cabang-cabang dari arteri coronaria sinistra:
o Rami interventricularis (descendens) Anterior: memperdarahi ventrikel
dextra dan sinistra
o Rami sirkumfleksa: memperdarahi bagian belakang bawah ventrikel
sinistra dan atrium sinistra

B. Vena

1. Vena-vena cardiaca
Vena berjalan bersama a. coronaria → mengalir ke atrium kanan melalui sinus coronarius
→ sinus coronarius mengalir ke atrium kanan di sebelah kiri dan diatas pintu vena cava inferior.
Vena besar jantung mengikuti cabang interventricular anterior dari a. coronaria sinistra →
mengalir kembali ke sebelah kiri pada sulcus atrioventrikular. Vena tengah jantung mengikuti
a. interventricular posterior, dan bersama-sama dengan vena kecil jantung yang mengkuti a.
marginalis → sinus coronarius. Sinus coronarius mengalirkan sebagian besar dari darah vena
jantung (Faiz, O. 2002).
 Vena yang bermuara terlebih dahulu ke sinus coronarius
o V. Cordis magna ( V.Interventricularis Anterior)
8
o V. Cordis parva
o V. Cordia media (V.Interventricularis Posterior)
o V. Cordis obliq (V. Oblique Atrium Sinistra)
 Vena yang langsung bermuara ke Atrium dextra
o V. Cordis minimi (THEBESII) merupakan vena-vena kecil yang langsung
mengallir ke dalam bilik-bilik jantung
o V. Cordis anterior merupakan vena-vena kecil yang menyilang sulcus
atrioventricular dan mengalir langsung ke atrium kanan.
(Paulsen. F, J. Waschke. 2010)
C. Kapiler
Memungkinkan dan mengatur pertukaran metabolik antara darah dan jaringan
sekitarnya. Pembuluh darah terkecil ini selalu berfungsi dalam jalinan yang disebut jalinan
kapiler, jalinan kapiler secara khusus dipasok oleh satu atau lebih cabag arteriol terminal
yang disebut metatreriol. Kapiler terdiri atas selapis sel endotel tergulung menjadi saluran
dikelilingi membran basal, diameter rata-rata kapiler bervariasi antara 4 sampai µm, yang
memungkinkan transit sel darah hanya satu per satu di satu waktu dan panjangnya masing-
masing biasanya tidak lebih dari 50 µm.
Kapiler dibagi menjadi tiga jenis sesuai fungsi yang memungkinkan pertukaran
metabolik pada berbagai tingkatan berbeda :

D. Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis
1. Saraf simpatis
 Berasal dari ganglion cervicalis (superior,media dan inferior) → nervus cardiacus
thoracis (superior,media dan inferior)
 Mempengaruhi kerja otot ventrikel,atrium dan arteri coronaria
 Saraf simpatis menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnya daya kontraksi
jantung dan dilatasi arteria coronaria.
2. Saraf parasimpatis
 Berasal dari nervus vagus (X) → plexus cardiacus
 Mempengaruhi SA node, atrio-ventrikular, ventrikel kiri dan serabut-serabut otot
atrium
 Saraf parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut dan daya kontraksi jantung
dan konstriksi arteria coronaria.

9
1.2 Menjelaskan Mikroskopik Vasikularisasi Jantung

A. Arteri
Darah diangkut dari jantung ke kapiler dalam jaringan oleh arteri. Susunan dasar
dinding semua arteri serupa karena memiliki tiga lapis konsentris yaitu:
 Tunica intima : lapisan dalam, berupa tabung endotel terdiri atas sel-sel gepeng
dengan sumbu panjang teroriantasi memanjang.
 Tunica media : lapisan tengah, terutama terdiri atas sel-sel otot polos yang
teroriantasi melingkar. Tunica media merupakan lapisan yang paling tebal sehingga
menentukan karakter arteri.
 Tunica adventitia : lapisan luar, terdiri atas fibroblas dan serat kolagen terkait, yang
sebagian besar terorientasi memanjang. Tunica adventitia berangsur menyatu
dengan jaringan ikat longgar sekitar pembuluh. Antara tunica intima dan tunica
media dibatasi oleh membrana elastica interna (lamina elastica interna) yang
terutama berkembang baik pada arteri sedang. Sedangkan antara tunica media dan
tunica adventitia dibatasi oleh membrana elastica externa (lamina elastica externa)
yang lebih tipis.

Gambar Lapisan Pada Arteri

Dalam perjalanannya arteri bercabang-cabang dan ukurannya semakin kecil.


a. Arteri besar/ Arteri elastis
Arteri besar/arteri elastis contohnya yaitu arteri pulmoner dan aorta,
brachiocephalica, arteri subclavia, arteri carotis communis, dan iliaca communis.
Berfungsi membawa darah ke arteri yang lebih kecil. Pembuluh konduksi utama ini

10
direnggangkan selama jantung berkontraksi (sistol), dan penguncupan akibat
kelenturan dindingnya selama diastol berfungsi sebagai pompa tambahan untuk
mempertahankan aliran agar tetap meskipun jantung berhenti berdenyut sesaat.
Dindingnya sangat kuat, tetapi kalau dibandingkan dengan besarnya relatif lebih
tipis dari arteri sedang.
 Tunica intima
Pada orang dewasa tebalnya sekitar 127 mikron. Tunica intima ini terdiri atas
endotel yang berbentuk polygonal, dengan panjang 25-50 mm dan lebar 10-15
mm, sumbu panjangnya terorientasi memanjang. Di bawah sel-sel endotel ini
terdapat anyaman serabut-serabut kolagen dengan sel-sel otot polos berbentuk
kumparan. Lebih ke dalam, terdapat banyak serabut-serabut elastis yang
bercabang saling berhubungan. Di antaranya terdapat beberapa serabut kolagen,
fibroblas, dan berkas-berkas kecil otot polos.
 Tunica media
Terdiri atas banyak serabut elastin konsentris dengan fenestra yang berselang-
seling dengan lapis tipis terdiri atas sel-sel otot polos terorientasi melingkar, dan
serat-serat kolagen elastin dalam proteoglikan matriks ekstrasel. Ketebalannya
sekitar 2-5m. Karena banyaknya elastin dalam arteri besar, maka otot polos
relatif sedikit pada tunica media.
 Tunica adventitia
Relatif tipis dan terdiri atas fibroblas, berkas memanjang serat kolagen, dan
anyaman longgar serat elastin halus.

Dinding arteri besar terlalu tebal sehingga memiliki microvaskulator sendiri


yang disebut vasa vasorum, untuk mendapat nutrisi dari lumen. Vasa vasorum
tersebar di permukaan pembuluh membentuk anyaman dalam tunica adventitia dari
mana kapiler-kapiler menerobos sampai ke dalam tunica media. Untuk lapisan dalam
yang tidak tercakup oleh kapiler tersebut, nutrisi diterima langsung secara difusi dari
lumen. Akibat kondisi-kondisi tersebut maka dinding arteri lebih mudah mengalami
degenerasi dibandingkan jaringan lain dalam tubuh.

Gambar Arteri Besar (terdapat Vasa Vasorum)


b. Arteri Sedang
Arteri sedang ini merupakan arteri yang paling banyak dari sistem arteri. Mencakup
arteri branchial, arteri femoral, arteri radial, dan arteri poplitea dan cabang-
cabangnya. Ukuran cabangnya sampai sekecil 0,5 mm. Bersifat kurang elastin dan
lebih banyak otot polosnya.
 Tunica intima

11
Tunica intimanya lebih tipis daripada arteri besar namun sama susunannya.
Umumnya dikatakan endotel menempel langsung pada membrana elastica
interna. Pada percabangan arteri coronaria terdapat penebalan tunica intima
yang disebut “musculo elastic cushion”. Dalam tunica intima terdapat monosit
yang dapat berubah menjadi fibroblas atau makrofag.
 Tunica media
Membrana elastica interna tampak berkelok-kelok karena kontraksinya otot-
otot polos di tunica media sebelum pembuatan sediaan. Terdiri atas lapisan otot
polos yang tersusun konsentris. Di sebelah luar terdapat membrana elastica
eksterna yang lebih tipis dari membrana elastica interna.
 Tunica adventitia
Terkadang lebih tebal dari tunica media dan mengandung fibroblas, berkas-
berkas kolagen yang tersusun memanjang.
c. Arteri kecil
Arteri kecil atau arteriol merupakan segmen sirkulasi yang secara fisiologis penting
karena merupakan unsur utama tahanan perifer terhadap aliran yang mengatur
tekanan darah. Mempunyai diameter antara 200 mm sampai 40 mm.
 Tunica intima
Terdiri atas endotel utuh yang menempel langsung pada membrana elastica
interna dan lapis subendotel ysng sangat tipis terdiri atas serat retikuler dan
elastin.
 Tunica media
Terdiri atas susunan sel-sel otot polos yang konsentris. Pada arteriol yang besar
kadang- kadang terdapat membrana elastica eksterna tipis.
 Tunica adventitia
Merupakan lapisan yang sangat tipis. Tersusun dari serat kolagen dan sedikit
fibroblas. Pada pembuluh daerah peralihan antara arteriol dan kapiler disebut
metarteriol, otot polos tidak membentuk lapis utuh, namun sel-sel otot polos,
yang melingkari tabung endotel seluruhnya, terpisah satu dari lainnya.
B. Vena
Setelah melalui anyaman kapiler, darah akan menuju jantung melalui vena. Semakin
mendekati jantung, pembuluhnya akan semakin membesar. Dinding vena lebih tipis
dan kurang elastis dari pada arteri yang didampinginya sehingga pada sediaan selalu
terdapat kolaps atau memipih. Berdasarkan ukurannya, vena dibagi menjadi 3 macam,
yaitu :
a. Vena besar
Golongan vena ini adalah : v. cava inferior, v. linealis, v. portae, v. messentrica
superior, v. Iliaca externa, v. Renalis, dan v. azygos.
 Tunica Intima
Seperti pembuluh darah lainnya, pada sebelah dalamnya dilapisi oleh sel-sel
endotel. Dalam tunica intima terdapat jaringan pengikat dengan serabut-serabut
elastis. Di bagian luar serabut-serabut elastis tersebut membentuk anyaman.
 Tunica media
Biasanya sangat tipis, kadang tidak ada sama sekali. Kalau ada terdiri atas
serabut-serabut otot polos sirkuler yang dipisahkan oleh serabut kolagen yang
memanjang.
 Tunica adventitia
Merupakan jaringan utama dari dinding vena dan tebalnya beberapa kali lipat
dari tunica medianya. Terdiri atas berkas serabut-serabut otot polos yang

12
memanjang dengan anyaman serabut elastis. Selain itu juga mengandung
jaringan pengikat dengan serabut-serabut kolagen dan elastis yang memanjang.
b. Vena sedang
Pada umumnya vena ini berukuran 2 – 9 mm. Yang termasuk vena ini misalnya : v.
subcutanea, v. visceralis, dan sebagainya.
 Tunica intima
Sangat tipis, kalau ada strukturnya sama dengan vena besar Dengan tunica
media dibatasi oleh anyaman serabut elastis.
 Tunica media
Lebih tipis dibandingkan arteri yang didampinginya. Terdiri atas serabut otot
polos sirkuler yang dipisahkan oleh serabut kolagen yang memanjang dan
beberapa fibroblas.
 Tunica adventitia
Lebih tebal dari tunica medianya dan merupakan jaringan pengikat longgar
dengan berkas-berkas serabut kolagen dan anyaman serabut elastis. Kadang
terdapat serabut otot polos yang longitudinal pada perbatasan dengan tunica
medianya.
c. Venula
Beberapa kapiler yang bermuara dalam sebuah pembuluh dengan ukuran 15 – 20
mikron yang disebut venula. Dindingnya terdiri atas selapis sel endotil yang
diperkuat oleh anyaman serabut retikuler dan fibroblas. Venula juga berperan dalam
pertukaran zat.

Perbedaan Pembuluh Darah :


Jenis Diameter Intima Media Adventisia Peran Sirkulasi
Arteri (Rata- dalam Sistem
rata)
Arteri >10 mm Endotel; Banyak Jaringan Mengalirkan darah
Elastis jaringan ikat lamina ikat lebih dari jantung dan
dengan otot elastis halus dengan recoil elastis
polos selang seling daripada membantu
dengan otot media, mengalirkan daarah
polos dengan vasa dibawah tekanan
vasorum tetap
Arteri 10-1 mm Endotel; Banyak Jaringan Menyalurkan darah
Muskular jaringan ikat lapisan otot ikat, lebih keseluruh organ dan
dengan otot polos, halus dari mempertahankan
polos, dengan media; tekanan serta aliran
lamina sedikit mungkin darah tetap dengan
elastika bahan elastis ada vas vasodilatasi dan
yang vasorum kontriksi
mencolok
Arteri Kecil 1-0,1 mm Endotel; 3-10 lapisan Jaringan Menyalurkan darah
jaringan ikat otot polos ikat lebih ke arteriol, mengatur
sedikit otot tipis dari aliran dengan
polos media; vasodilatasi dan
tidak ada kontriksi
vasa
vasorum

13
Arteriol 100-10 Endotel; 1-3 lapisan Lapisan Menahan dan
µm tanpa otot polos jaringan mengendalikan
jaringan ikat ikat sangat aliran darah ke
atau otot tipis kapiler; penentu
polos utama tekanan darah
sistemik
Kapiler 10-4 µm Endotel saja Beberapa Tidak ada Pertukaran metabolit
perisit saja oleh difusi ke dan
dari sel
Venula 10-100 Endotel; Perisit dan Tidak ada Mengalirkan jalinan
µm tanpa katup sebaran sel kapiler; tempat
otot polos keluarnya leukosit
dari pembuluh
Vena Kecil 0,1-1 mm Endotel; Tipis, 2-3 Jaringan Mengumpulkan
jaringan ikat lapisan ikat, lebih darah dari venul
dengan longgar sel tebal dari
sebaran otot otot polos media
polos
Vena 1-10 mm Endotel; 3-5 lapisan Lebih tebal Membawa darah ke
Sedang jaringan ikat lebih jelas dari media; vena lebih
dengan otot polos mungkin besar,tanpa aliran
katup terdapat balik
otot polos
longitudinal
Vena Besar >10 mm Endotel; >5 lapisan Lapis Mengembalikan
jaringan otot polos, paling tebal darah ke jantung
ikat, sel otot dengan dengan
polos katup banyak berkas otot
menonjol kolagen polos
longitudinal
(Histologi Junqueira, 2018)
1.3 Menjelakan Fisiologi Vasikularisasi Jantung

Sistem Sirkulasi dibagi menjadi dua,


yaitu :
a. Sirkulasi paru : Mengangkut
darah antara jantung dan paru-paru
dan memperdarahi paru-paru kanan
dan kiri.
b. Sirkulasi sistemik : Membawa
darah antar jantung dan sistem organ
dan memperdarahi bagian atas dan
bawah tubuh.

14
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Koroner
2.1 Menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit Jantung Koroner (PJK)


merupakan salah satu kondisi yang
disebabkan oleh suplai darah dan oksigen
ke miokardium yang tidak adekuat; terjadi
ketidakseimbangan kebutuhan dan supai
darah (Kapita Selekta UI, 2018).

Sindrom koroner akut (SKA)


merupakan kegawatan jantung yang terjadi
karena adanya ruptur atau erosi dari plak
aterosklerosis yang memiliki gambaran
berupa angina pektoris tidak stabil
(Unstable Angina Pectoris/UAP), Infark
Miokardium Akut (IMA) baik dengan
peningkatan segmen ST (ST segmen
elevation myocardial infarction/ STEMI) maupun tanpa peningkatan segmen ST (non ST
segmen elevation myocardial infarction /NSTEMI) (Myrtha, R. 2011).

2.2 Menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner


Tujuh jenis penyakit jantung terpenting ialah :
PJK
1. Penyakit Jantung Koroner (penyebab 46%)
Stroke
2. Penyakit Jantung Akibat Hipertensi (5%)
PJ.Rematik
3. Penyakit Jantung Rematik (0.5%)
PJ.Kongenital
4. Penyakit Jantung Kongenital (0.5%)
5. Stroke (17%) PJ.Hipertensi
6. Penyakit Jantung Kongestif (5%) Aterosklerosis
7. Aterosklerosis(2%), PJ.Kongestif
8. Dll (23%). DLL

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart
Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-
negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung
terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam
keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk
menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990
sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada
laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu
48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler
menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung
koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer satu di dunia.
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja
mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang
menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap saja
penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner – "the silence killer".

15
Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun
terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian
akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %.
Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.
2.3 Menjelaskan Etiologi Penyakit Jantung Koroner
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang
rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari
agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan
infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada
banyak pasien.

2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga
diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.

3. Obstruksi mekanik yang progresif


Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme
atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau
dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).

4. Inflamasi dan/atau infeksi


Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur
dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi
enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur
plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.

5. Faktor atau keadaan pencetus


Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri
koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya
menderita angina stabil yang kronik.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2014)
1.4 Menjelaskan Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner
 Berdasarkan Jenisnya, Sindroma Koroner Akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Jenis Penjelasan nyeri Temuan EKG Enzim Jantung
dada
Angina Pectoris Angina pada waktu Depresi segmen T Tidak meningkat
Tidak Stabil istirahat/ aktivitas Inversi gelombang T
(APTS) ringan, Crescendo Tidak ada
gelombang Q

16
angina, Hilang
dengan nitrat.
Non ST elevasi Lebih berat dan lama Depresi segmen ST Meningkat minimal
Miocard Infark (> 30 menit), Tidak Inversi gelombang T 2 kali nilai batas atas
(NSTEMI) hilang dengan normal
pemberian nitrat.
Perlu opium untuk
menghilangkan
nyeri.
ST elevasi Miocard Lebih berat dan lama Hiperakut T Meningkat minimal
Infark (> 30 menit), Tidak Elevasi segmen T 2 kali nilai batas atas
(STEMI) hilang dengan Gelombang Q normal
pemberian nitrat. Inversi gelombang T
Perlu opium untuk
menghilangkan
nyeri.
Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan
marka jantung. Marka jantung yang digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi
Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction.
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction
Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah angina tipikal dan
perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI. Sebagian besar
pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut menjadi infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction. Segmen ST elevasi
disebab kan karena trombus menyumbat 100% dan dan aliran darah menurun secara mendadak.
(PERKI, 2015)
 Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993)
adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam (Hill, 2000).

1.5 Menjelaskan Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner


1. Faktor resiko tidak dapat diubah
a. Usia : Risiko aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia,
hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih

17
panjangnya lama paparan terhadap faktor- faktor aterogenik. Penyakit yang serius
jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
b. Gender : Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit oleh adanya efek
perlindungan hormon estrogen, namun saat menopause kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria
c. Ras: Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dari pada orang
kulit putih.
d. Riwayat keluarga: Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.

2. Faktor resiko dapat diubah


a. Hiperlipidemia (LDL-C)
a) batas atas : 130-159 mg/dl
b) tinggi ≥160 mg/dl
b. HDL-C rendah : <40 mg/dl
c. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi)
d. Merokok
e. Diabetes Melitus, sindrom metabolik
f. Obesitas,terutama abdominal
g. Ketidakaktifan fisik
h. Hiperhomosisteinemia (≥16µmol/L)
a) Normal 5-15µmol/L
b) Sedang 16-30µmol/L
c) Intermediet 31-100µmol/L
d) Berat>100µmol/L
(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2014)
2.6 Menjelaskan Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

18
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria paling
sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa
dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah.
Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan alian darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka
penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan
pembuluh untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayana miokardium yang terletak
di sebelah distal dari daerah lesi.

Lesi diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata, sebagai
berikut:

1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan
penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat)
pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Endapan lemak mendatar
dan bersifat non-obstruktif dan mungkin terlihat oleh mata telanjang sebagai bercak
kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah. Endapan lemak biasanya
dijumpai dalam aorta pada usia 10 tahun dan dalam arteri koronaria pada usia 15
tahun. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi
plak fibrosa.

2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima
yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis
lanjut dan biasanya tidak timbul hingga usia decade ketiga. Biasanya, plak fibrosa
berbentuk kubah dengan permukaan opak dan mengilat yang menyembul k eke arah
lumen sehingga menyebabkan obstrukksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid
dan ddebris sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung
banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Plak fibrosa biasanya terjadi di tempat
percabangan, lekukan atau penyempitan arteri. Sejalan dengan semakin matangnya
lesi, terjadinya pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi abluminal,
remodeling vascular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan

19
disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut
“rupture plak” dan akhirnya trombosis vena.

3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami
gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan,trombosis, atau ulserasi dan
dapat menyebabkan infark miokardium.

2.7 Menjelaskan Manifestasi Klinik Penyakit Jantung Koroner


a. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium
Lokasi : subternal, retrosternal, dan precordial
Sifat nyeri : rasa sakit seperti di tekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan di pelintir.
Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, bisa juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung,
perut, dan juga kebawah lengan.
b. Dispnea (kesulitan bernafas) akibat meningkatnya usaha bernafas yang terjadi akibat
kongesti pembuluh darah paru ,ortopnea (kesulitan bernafas pada posisi berbaring), dispnea
nocturna paroksimal yaitu dispnea yang terjadi sewaktu tidur, terjadi akibat kegagalan
ventrikel kiri dan akan pulih dengan duduk di sisi tempat tidur.
c. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan kecepetan,
keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.
d. Edema perifer (penimbunan cairan dalam ruang interstitial) jelas terlihat pada daerah yang
menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan.
e. Sinkop (kehilangan kesadaran) sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat.
f. Kelelahan dan kelemahan, sering kali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran
darah perifer yang berkurang.

Angina, Tanda dan gejalanya meliputi :


a. Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial yang
bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
b. Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha fisik, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar
dingin atau makan dalam jumlah besar.

MI (myocardial infarction)
Tanda dan gejalanya meliputi :
a. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat
terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya
lebih dari 15 menit)
b. Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung
diantara tulang belikat
c. Pusing dan kemudian pingsan
d. Berkeringat
e. Mual
f. Sesak napas
g. Keresahan

20
Gejala utama : angina pektoris adalah rasa sakit yang hebat dan terbakar muncul tiba tiba,
seperti menekan, dibelakang sternum ( retrosternal), yang dicetuska oleh stress fisik atau psikis.
Sering menyebar ke sisi kiri dada dan lengan kiri, kadang ke daerah leher atau daerah gigi,
mulut, dan rahang serta ke punggung.
Gejala tambahan : berkeringat, sesak nafas, cepat lelah
Angina pektoris stabil : nyeri menghilang ketika beban kerja berakhir
Angina pektoris tidak stabil : nyeri berlangsung lebih lama dan sering, dan tidak berkurang
meskipun aktivitas fisik atau psikis dihentikan ; risiko serangan jantung lebih tinggi.
( Protmetheus ed. 3)
2.8 Menjelaskan Diagnosis Penyakit Jantung Koroner
Anamnesis :
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal)
atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan
angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau
rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada
pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal
ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat,
keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan
angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan
karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas
koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus,
riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko
rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education Program).
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi
iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral
akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa
untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup

21
mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan
kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai
suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding
SKA.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau
keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus
menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta
V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien
dengan perubahan EKG yang mengarah kepada
iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan
V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien
angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG
dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di
ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya
diulang setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu:
normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi
segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T.
Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada
sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik
beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan
V1-3 :
c. pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
d. perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah
≥0,15 mV.
Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05
mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat.
Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV.
Sadapan dengan Lokasi Iskemia atau
Deviasi Segmen ST Infark
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan

22
Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-
V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai
juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan
berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk
untuk iskemia akut.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kreatinin kinase-MB (CK-MB)
atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan
menjadi marka untuk diagnosis
infark miokard. Troponin I/T
sebagai marka nekrosis jantung
mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-
MB. Peningkatan marka jantung
hanya menunjukkan adanya
nekrosis miosit, namun tidak dapat
dipakai untuk menentukan
penyebab nekrosis miosit tersebut
(penyebab koroner/nonkoroner).

Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti
takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis.
Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar,
gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang
seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan
CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang
normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah
awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan
hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan
pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot
skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)
dengan waktu paruh yang singkat (48 jam).
Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB
lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark
(infark berulang) maupun infark periprosedural.
CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan
menetap sampai 2 hari. Kenaikan kreatinin kinase dalam sindrom kroroner akut berhubungan
dengan mortilitas jangka panjang.

23
3. Uji Latih
Pasien yang sudah stabil dengan medikamentosa
jika pemeriksaan exercise test hasilnya negatif
maka prognosisnya baik dan apabila hasilnya
positif maka didapatkan depresi segmen ST yang
dalam.
Maka harus dilakukan pemeriksaan angiografi
koroner untuk menilai keadaan pembuluh
koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi
(PCI/CABG) karena komplikasi besar.

4. Ekokardiografi
Prognosis kurang baik bila tampak adanya
gangguan faal ventrikel kiri, insufiensiensi
mitral dan abnormalitas gerakan dinding
regional jantung. Pemeriksaan ini dapat
menegakkan diagnosis adanya iskemia
miokard.

5. Rontagen Toraks

Mengidentifikasi adanya kongesti pulmonal/ udema


yang terjadi pada pasien NSTEMI luas, yang
melibatkan ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi
ventrikel kiri.

(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2014)


2.9 Menjelaskan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Koroner
Perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal.
1. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: Diseksi Aorta, Perforasi Ulkus Peptikum
Atau Saluran Cerna, Emboli Paru, Dan Tension Pneumothorax.
2. Non Iskemik: Miokarditis, Perikarditis, Kardiomyopati Hipertropik, Sindrom Brugada,
Sindrom Wolf Parkinson White.
3. Non Kardiak: nyeri Bilier, Ulkus Peptikum, Ulkus Duadenum, Pleuritis, GERD, Nyeri Otot
Dinding Dada, Serangan Panik Dan Gangguan Psikogenik.

24
Diagnosis banding nyeri pada Infark Miokard Akut dengan elevasi ST (STEMI) antara lain
pericarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal.
Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes mellitus usia lanjut
2.10 Menjelaskan Tata Laksana Penyakit Jantung Koroner
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang
tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring.
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri <95% atau
yang mengalami distres respirasi.
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 arteri .
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat
absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
- Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik .
- Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari
(pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik,
penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)
- Nitrogliserin (NTG) ( mengurangi rasa nyeri dada, menurunkan kebtuhan O2 miokard
dengan menurunkan prealod dan meningkatkan suplai O2 miokard dengan cara dilatasi
pembuluh koroner yang terkena infark). spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat). jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual . dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti

- Morfin sulfat 1-5 mg intravena ( sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan
anlgesik pilihan ) , dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif
dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2014).

25
TATALAKSANA
A. SINDROMA KORONER AKUT
Klasifikasi rekomendasi tatalaksana SKA:

Terapi awal adalah terapi yang diberikan kepada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan
SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di UGD, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG

26
dan/biomarka jantung → MONA (Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin), yang tidak harus
diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring (kelas I-C)
2. Pada semua pasien IMA-EST (STEMI) direkomendasikan untuk mengukur saturasi
oksigen perifer (kelas I-C)
a. Oksigen diindikasikan pada pasien dengan hipoksemia (SaO2 < 90% atau PaO2 <
60% mmHg) (kelas I-C)
b. Oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan SaO2 >/ 90% (kelas III)
3. Aspirin 160-320 mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual yang lebih cepat (kelas I-C)
Aspirin : obat yang mampu mengurangi viskositas (kepekatan) darah dan memperlambat
atau mencegah penyumbatan arteri coroner
4. Penghambat reseptor Adenin Difosfat (ADP)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien IMA-EST (STEMI) yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (kelas I-B), atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75
mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah Clopidogrel) (kelas
I-C)
5. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual untuk pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di UGD (kelas I-C). jika nyeri dada tidak hilang dengan 1x
pemberian, dapat diulang setiap 5 menit sampai maksimal 3x. Nitrogliserin intravena
diberikan kepada pasien yang tidak responsive dengan terapi 3 dosis NTG sublingual
(kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbit dinitrat (ISDN) dapat dipakai
sebagai pengganti.
6. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 m3nit, bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual (kelas IIa-C)

Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah, MONA telah dapat diberikan pada
kemungkinan atau definitive SKA sesegera mungkin, atau di layanan primer sebelum dirujuk.
(Jurnal Kardiologi Indonesia, 2018)

B. ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL (APTS/UAP) DAN INFARK MIOKARD


NON-ELEVASI SEGMEN T (IMA-NEST/ NSTEMI)
Angina + perubahan EKG spesifik, +/- ↑ biomarka jantung (enzim jantung) → DASAR
DIAGNOSIS
Biomarka jantung ↑ = IMA-NEST
Biomarka tidak ↑ = APTS
 Sebagian besar IMA-NEST akan mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa
gelombang Q.
 Pravalensi IMA-NEST dan APTS > IMA-EST karena pasien biasanya berusia lebih
lanjut dan memilih lebih banyak komorbiditas.

27
 Mortalitas awal IMA NEST < IMA EST, namun setelah 6 bulan mortalitas imbang dan
jangka panjang IMA NEST lebih tinggi.
Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk dilakukan strategi invasive
dan waktu pelaksaan revaskularisasi. Strategi invasif berupa angiografi, dan ditujukan untuk
pasien dengan tingkat risiko tinggi sampai sangat tinggi. Waktu pelaksaan angiografi
ditentukan berdasarkan beberapa parameter dan dibagi menjadi 4 kategori :
1. Strategi invasive segera (<2 jam) (kelas I-C)
 Resiko tinggi → rekomendasi untuk menjalani revaskularisasi tanpa
menghiraukan hasil EKG maupun biomarka jantung
 Segera menjalani angiografi coroner setelah sadar
 Koma → pemeriksaan non kardiak dahulu, lalu angiografi coroner setelah pasti
tidak ditemukan penyebab henti jantung non koroner
2. Strategi invasive dini (<24 jam) (kelas I-A)
 Angiografi coroner dilakukan dalam waktu 24 jam setelah dirawat.
 Resiko iskemia lebih rendah
3. Strategi invasive (< 72 jam) (kelas I-A)
 Keterlambatan maksimal yang direkomendasikan untuk angiografi pada pasien
dengan minimal 1 kriteria intermediet, gejala rekurens atau pemeriksaan
iskemia non-invasif
4. Strategi invasive selektif (kelas I-A)
 Pasien tanpa gejala rekuren → resiko rendah kejadian iskemik.
 Pasien direkomendasikan Tes Stress non-invasif (dengan pencitraan) untuk
identifikasi inducible ischemia

C. ANTI ISKEMIA
1. Β-blocker
 Keuntungan utama: efek terhadap reseptor β-1 mengakibatkan ↓ konsumsi O2
miokardium

28
 Indikasi: semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada kontraindikasi
(kelas I-B)
 Pemberian pada pasien dengan riwayat pengobatan β-blocker kronis yang datang
dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Killip >/ III (kelas I-
B)
 Kontraindikasi: pasien dengan gangguan konduksi atrioventricular yang signifikan,
asma bronkiale, disfungsi akut ventrikel kiri
 Preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi, diberikan dalam 24 jam pertama
(kelas I-B)
 Direkomendasikan pada APTS atau IMA-NEST, terutama jika terdapat hipertensi
dan/takikardia, dan tidak terdapat kontraindikasi (kelas I-B)

2. Nitrat
 Keuntungan: efek dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya preload dan volume
akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi O2 miokardium berkurang dan dilatasi
pembuluh darah coroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
 Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode
angina (kelas I-C)
 Pasien dengan APTS/IMA-NEST yang mengalami nyeri dada berlanjut → nitrat
sublingual setiap 5 menit sampai maksmial 3x pemberian, setelah itu pertimbangkan
penggunaan nitrat intravena jika tidak ada kontraindikasi (kelas I-C)
 Indikasi Nitrat intravena: iskemia persisten, gagal jantung, atau hipertensi dalam 48 jam
pertama APTS/IMA-NEST. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh
menghalangi pengobatan yang terbukti ↓ mortalitas; β-blocker dan ACE inhibitor.
 Tidak diberikasn pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg / 30 mmHg
dibawah nilai awal, bradikardia berat ( < 50x/menit ), takikardia tanpa gejala gagal
jantung, atau infark ventrikel kanan (kelas III-C)
 Kontraindikasi: pasien yang telah mengonsumsi penghambat fosfodiesterase: sidenafil
dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waku yang tepat untuk terapi nitrat setelah
pemberian vardenafil belum dapat ditentukan (kelas III-C)

3. Calcium Channel Blockers

29
 Nifepidin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa
efek nodus SA/AV.
 Verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap nodus SA dan AV yang menonjol
dan sekaligus efek dilatasi arteri.
Semua CCB diatas mempunyai efek dilatasi coroner yang seimbang.
 CCB terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina
vasospastik
 Penggunaan CCB pada APTS dan IMA-NEST memperlihatkan hasil yang seimbang
dengan β-blocker dalam mengatasi keluhan angina.

4. Antiplatelet
 aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa kontraindikasi dengan
- dosis loading 150-300 mg
- dosis pemeliharan 75-100 mg
setiap hari untuk jangka panjang tanpa memandang strategi pengobatan yang
diberikan (kelas I-A)
 penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi; pendarahan berlebih (kelas
I-A)
 penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT
(dual antiplatelet therapy: aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan
pada pasien dengan riwayat pendarahan saluran cerna/ulkus peptikum dan pasien
dengan beragam faktor resiko; infeksi H. pylori, usia 65 tahun dan dikonsumsi
bersama dengan antikoagulan / steroid
 penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak
kejadian indeks tidak disarankan

30
 Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan resiko kejadi iskemik
sedang-tinggi (↑ troponin), pemberian tanpa memandang strategi pengobatan awal
dan juga dapat dilakukan jika sudah mendapatkan clopidogrel (clopidogrel kemudian
dihentikan)
 Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor
 Pertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian pemberian
ticagrelor/clopidogrel (jika memungkin) apabila telah menerima pengobatan
penghambat reseptor ADP, kecuali ada resiko tinggi kejadian iskemik.
 Aspirin + OAINS (penghambat COX-2 selektif dan NSAID non selektif) TIDAK
DISARANKAN.

5. Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa


 Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor glikoprotein
IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik dan pendarahan
 Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa diberikan pada pasien IKP yang telah
mendapat DAPT dengan resiko tinggi; ↑ troponin, thrombus yang terlihat (pendarahan
rendah)
 Tidak disarankan diberikan secara rutin sebelum angiografi/yang telah mendapatkan
DAPT yang diterapi secara konservatif.
6. Antikoagulan

TERAPI HARUS SEGERA DITAMBAHKAN PADA TERAPI ANTIPLATETELT


 Disarankan untuk pasien yang mendapat terapi antiplatelet
 Pemelihan antikoagulan dibuat berdasarkan resiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan keamanan.
 Fondaparinux (injeksi subkutan) paling aman. Apabila tidak tersedia → Enoxaparin
(resiko pendarahan rendah)
 Fondaparinux dan enoxaparin tidak tersedia → Heparin tidak terfraksi (unfractionated
Heparin/UFH) atau Heparin berat molekul rendah (low molecular weight
heparin/LMWH)
 Crossover heparin (UFH dan LMWH) tidak disarankan.

31
7. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan
 Penggunaan warfarin + aspirin dan atau clopidogrel harus dipantu ketat karena ↑
resiko perdarahan
 Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vit. K jika terdapat indikasi dapat
diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih target INR
terendah yang masih efektif
 Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada penderita
tua atau resiko tinggi pendarahan, target INR 2-2,5 lebih dianjurkan.

8. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dna penghambat reseptor


angiotensin (ARB)
 Dapat mengurangi remodeling dan ↓ angka kematian penderita pasca infark miokard
yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gejala klinis gagal
jantung
 Indikasi jangka panjang ACE inhibitor: pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri \<
40%, diabetes militus, hipertensi atau Penyakit Ginjal Kronik.
 ARB merupakan alternatif jika intoleran terhadap ACE inhibitor

9. Statin
 Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi
diet, penghambat hidroksimetilglutari-koenzim A reduktease (statin) harus diberikan
kepada semua penderita APTS/IMA-NEST, termasuk yang telah menjalani terapi
revaskularisasi tanpa ada kontraindikasi.
 Terapi statin intensitas tinggi dimulai sedini mungkin

(Jurnal Kardiologi Indonesia, 2018)

MANAJEMEN JANGKA PANJANG DAN PENCEGAHAN SEKUNDER


Pencegahan sekunder penting dilakukan karena kejadian iskemik cenderung terjadi dengan laju
yang tinggi setelah fase akut. Beberapa pengobatan jangka panjang yang direkomendasikan
adalah:
1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali bila risiko
perdarahan tinggi

32
3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol LDL <70
mg/dL
4. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri
(LVEF ≤40%) .
5. ACE-I diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF ≤40% dan yang menderita
gagal jantung, diabetes, hipertensi, atau PGK, kecuali diindikasikontrakan.
6. ACE-I juga disarankan untuk pasien lainnya untuk mencegah berulangnya kejadian iskemik,
dengan memilih agen dan dosis yang telah terbukti efikasinya.
7. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi ACE-I, dengan memilih agen dan dosis
yang telah terbukti efikasinya.
8. Antagonis aldosteron disarankan pada pasien setelah MI yang sudah mendapatkan ACE-I
dan penyekat beta dengan LVEF ≤35% dengan diabets atau gagal jantung, apabila tidak ada
disfungsi ginjal yang bermakna (kreatinin serum >2,5 mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada
wanita) atau hyperkalemia. Selain rekomendasi di atas, pasien juga disarankan menjalani
perubahan gaya hidup terutama yang terkait dengan diet dan berolahraga teratur.

2.11 Menjelaskan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner


Upaya pencegahan primer, yaitu mencegah mereka yang sehat agar tidak mendapatkan
penyakit jantung koroner/serangan jantung.
a. Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak
mendapatkan komplikasi akibat PJK, termasuk serangan jantung baik yang pertama
maupun serangan jantung ulangan.
b. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak mengalami
komplikasi lanjut / kecacatan akibat PJK

Pencegahan primer, sekunder dan tersier dapat dilakukan dengan:

1. Kenali dan Kendalikan Faktor Risiko Tinggi


Kenali apakah anda mempunyai faktor risiko utama seperti diabetes melitus (kencing
manis). Bila tidak tahu sebaiknya pernah melakukan srkining diabetes dengan
melakukan tes gula darah. Bila terdapat kondisi diabetes kendalikan kadar gula darah
dalam batas normal.
Kenali apakah mempunyai faktor risiko tinggi sepertikadar kolesterol tinggi, tekanan
darah tinggi(hipertensi), rokok, usia diatas 45 tahun (pria) atau diatas 55 tahun (wanita),
serta ada serangan jantung pada ayah/ibu. Bila terdapat faktor risiko tinggi tersebut,
kendalikan/terapi faktor risiko tersebut.
Faktor risiko lain yang harus dikendalikan/diterapi adalah termasuk kegemukan,
inaktifitas fisik (kebiasan hidup tidak aktif) dan stres. Kendali/terapi berbagai faktor
risiko tersebut dapat dilakukan dengan upaya obat dan bukan obat.

2. Skrining Penyakit Jantung Koroner


Penapisan ada tidaknya penyakit jantung koroner pada orang yang mempunyai keluhan
khas maupun tidak dapat dikonsultasikan kepada dokter.

3. Diet Sehat dan Hidup Aktif


Diet sehat jantung:
a. Hindari makanan berlemak tinggi, terutama kolesterol (lemak hewani) dan
lemak jenuh.

33
b. Hindari makanan yang padat kandungan energinya.
c. Batasi asupan garam.
d. Perbanyak makan sayur dan buah yang kaya akan serat.
Hidup aktif:
a. Lakukan berbagai pekerjaan rumah
b. Perbanyak berjalan kaki atau bersepeda, kurangi menggunakan kendaraan bermotor
c. Olah raga rutin, seperti ‘brisk walking’, ‘jogging’, bersepeda dan berenang,
seminggu 3-4 kali latihan.

2.12 Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Koroner


1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
2. Gagal Jantung:
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan
metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung
secara keseluruhan. Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala
jenis penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan
beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan
kardiomiopati.

Pada penyakit jantung koroner, arteri pemasok darah ke jantung menyempit atau
tersumbat. Seseorang mengalami serangan jantung ketika aliran darah ke daerah
jantung tersumbat seluruhnya. Otot jantung menderita kerusakan ketika asupan darah
berkurang atau tersumbat. Jika kerusakan mempengaruhi kemampuan jantung untuk
memompa darah, gagal jantung terjadi. Beberapa serangan jantung terjadi tanpa
disadari.

Kardiomiopati mungkin disebabkan oleh penyakit arteri jantung dan berbagai masalah
jantung lainnya. Kadang kala, penyebabnya tidak ditemukan, hal ini dikenal dengan
kardiomiopati idiopatik. Kardiomiopati dapat melemahkan otot jantung, menyebabkan
gagal jantung.

34
Tekanan darah tinggi merupakan penyebab umum gagal jantung lainnya. Tekanan
darah tinggi membuat jantung bekerja berat untuk memompa darh. Beberapa saat
kemudian, jantung tidak dapat menyesuaikan dan gejala gagal jantung timbul.
Kerusakan katup jantung, penyakit jantung keturunan, alkoholisme, dan penggunaan
obat sembarangan menyebabkan kerusakan jantung yang dapat menyebabkan gagal
jantung.

3. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.

4. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
pe-rawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.

5. Infark ventrikel kanan


Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.

6. Aritmia paska STEMI


Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.

7. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan
tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMI.
8. Takikardia dan fibrilasi ventrikel, dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama.
9. Fibrilasi atrium
10. Aritmia supraventrikular
11. Asistol ventrikel
12. Bradiaritmia dan Blok
13. Komplikasi Mekanik : Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur
dinding ventrikel.

2.13 Menjelaskan Prognosis Penyakit Jantung Koroner


Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik.
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

35
Semua penderita penyakit jantung koroner berisiko tinggi untuk mendapatkan serangan
jantung. Prognosis penyakit jantung koroner tergantung pada kendali semua faktor
risiko utama dan faktor risiko tinggi, seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, rokok,
diabetes melitus termasuk juga kegemukan. Kendali faktor risiko yang dapat
dikendalikan lainnya seperti kebiasan tidak aktif dan stres. Bila kendali semua hal diatas
buruk maka prognosis penyakit jantung koroner akan buruk, keluhan nyeri dada akan
menjadi lebih sering seiring dengan semakin tebalnya plak stabil di dinding pembuluh
darah koroner, risiko timbulnya serangan jantung menjadi meningkat.

Pada penderita paska angioplasti atau operasi pintas koroner, tanpa kendali faktor risiko
maka sumbatan koroner dapat terbentuk kembali (Alwi, 2009).

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Elektrokardiogram (EKG)

Elektrokardiografi merupakan voltmeter yang digunakan merekam aktivitas listrik sel menjadi
gambaran gelombang dan kompleks yang spesifik. EKG menggunakan elektroda yang
ditempel pada kulit dan dihubungkan dengan kabel mesin EKG.
Hasil rekaman EKG dicetak dalam kertas grafik yang memiliki haris horizontal dan vertikal
dengan jarak 1 mm, tebal garis 5 mm. Garis horizontal menggambarkan waktu : 1mm = 0,04
detik; dan garis vertikal menggambarkan voltase: 1mm = 0,1 mV. Rekaman sering dibuat
dengan kecepatan 25mm/detik (nammun dapat disesuaikan), kalibrasi biasanya dilakukan
dengan 0,1 mV yang menghasilkan defleksi setinggi 10mm. Kalibrasi pun dapat diperbesar
atau diperkecilsesuai kebutuhan (Kapita Selekta UI, 2018).
Terdapat 6 lead standar (limb lead) yang menangkap aktivitas listrik jantung dari 6 sudut
potongan frontal/vertikal, serta 6 lead prekordiaal (chest lead) yang menangkap aktivitas listrik
secara horizontal.
b. Sadapan bipolar standar (Einthoven’s triangle) : Lead I, II, dan III.
Merupakan selisih potensial listrik antara 2 tempat tertentu :
 Lead I : Selisih potensial antara lengan kiri dan lengan kanan
 Lead II : Selisih potensial antara tungkai kiri dan lengan kanan

36
 Lead III : Selisih potensial antara tungkai kiri dan lengan kanan
c. Sadapan unipolar yang diperkuat :Lead aVR, aVL, dan aVF.
d. Sadapan unipolarprekordial (V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.
 V1 : Ruang interkosta IV, linea sternalis dextra
 V2 : Ruang interkosta IV, linea sternalis sinistra
 V3 : Pertengahan antara V2 dan V4
 V4 : Ruang interkosta V, linea midclavikularis sinistra
 V5 : Linea aksilaris anterior sinistra, setinggi V4
 V6 : Linea aksilaris medialis sinistra, setinggi V4
(Kapita Selekta Kedokteran, 2018)

a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut syaraf
khusus yang ada pada jantung.
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinoatrium yang terletak di Atrium dextra sebagai
sumber primer dan nodus atrioventrikular sebagai cadangan listrik sekunder. tetapi
listrik jantung ini dapat pula dibentuk oleh bagian lain dari jantung.
c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium
sedangkan kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel. sedangkan PR
interval terbentuk ketika aliran listrik tersebut melewati Bundle His. gelombang T
terbentuk ketika terjadi repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda. Maka
untuk mengatahui letak kelainan, perlu diperhatikan lead mana yang mengalami
kelainan dan dari sudut pandang mana lead tersebut melihat jantung. lead dada melihat
jantung dari sudut pandang horizontal.

Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai
berikut:

37
Sistematika Pembacaan Elekrokardiogram :
Pemeriksaan serta interpretasi EKG secara sistematis dan cermat akan memberikan
banyak informasi seputar aktivitas dan morfologi jantung. Berikut secara ringkas sistematika
pembacaan EKG :
1. Frekuensi (Laju QRS)
e. Untuk irama reguler : 300/jumlah kotak besar antara R-R, atau 1500/jumlah kotak
kecil antara R-R.
f. Untuk irama Ireguler : mengukur EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah
gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10, atau dalam 12 detik dikali
5.
2. Irama Sinus : gelombang QRS yang selalu didahului gelombang P. Berikut adalah
syarat irama sinus pada jantung yang normal :
a. Laju : 60-100 kali/menit.
b. Ritme : Interval P-P reguler, interval R-R reguler.
c. Gelombang P : Positif (upright) di Lead II, selalu diikuti oleh kompleks QRS.
d. Interval PR : 0,12-0,2 detik dan konstan dari beat to beat.
e. Durasi QRS : Kurang dari 0,10 detik, kecuali gangguan konduksi interventrikel.
3. Menentukan aksis jantung : Dengan menghitung jumlah resulltan defleksi positif dan
negatif QRS rata-rata dari lead I (sumbu X) da Lead aVF (sumbu Y).
Normoaksis Aksis -30o hingga +100 o
Left axis deviation (LAD) Aksis -30 o hingga -90 o
Right axis deviation (RAD) Aksis +110 o hingga +180o
Extreme axis deviation Aksis -90o hingga +180o
4. Penilaian komponen P-QRS-T
a. Gelombang P : merupakan sistol atrium (depolarisasi atrium), penilaian pada lead
II dan IV.
b. Kompleks QRS : merupakan sistol ventrikel (depolarisasi ventrikel), lebar 0,06-
0,12 detik.
c. Gelombang T : Repolarisasi ventrikel, tinggi kurang dari 5 mm pada lead extremitas
atau 10mm pada lead prekordial.

38
d. Gelombang U : Diduga akibat repolarisasi serabut purkinje, bentuk bulat kecil dan
amplitudo kurang dari 1,5mm.
e. Interval PR : merupakan perlambatan fisiologis di AV node dan berkas his, interval
0,12-0,2 detik.
f. Segmen ST : tanda awal repolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Titik pertemuan
antara akhir kompleks QRS dan awal segmen ST disebut J point.
g. Interval QT : Aktivitas total ventrikel (mulai dari depolarisasi ventrikel hingga
repolarisasi).
(Kapita Selekta Kedokteran, 2018)
Contoh Penyakit Jantung yang dapat dideteksi dengan elektrokardiogram :
1. Kelainan Kecepatan
a. Takikardi

b. Brakikardi

2. Kelainan Irama
a. Ekstrasistol

b. Fibrilasi ventrikel

c. Blok jantung komplet


3. Miopati Jantung

39
a. Infark miokardium

STEMI NSTEMI UAP

Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:


Perbedaan APTS NSTEMI STEMI
Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit
EKG Normal/iskemik iskemik Evolusi
Cardiac marker Normal meningkat meningkat
Pemeriksaan elektrokardiogram memegang peranan yang sangat penting dalam
membantu menegakkan diagnosis penyakit jantung, gangguan elektrolit, stroke, dan
sebagainya. namun pemeriksaan elektrokardiogram mempunyai kelemahan.
1. Tidak dapat mendeteksi keparahan penyakit jantung.
2. Tidak dapat mendeteksi gangguan hemodinamik akibat suatu penyakit jantung.
Oleh karena itu dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung tidak dapat hanya
menggunakan pemeriksaan elektrokardiogram saja
(Fisiologi Sherwood, 2016).

40
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing.
Eric. S, 2016. Prometheus lernAtlas der anatomi Edisi 3 Jilid 3. Jakarta : EGC.

Faiz, O dan David Moffat. 2002. At a Glace Anatomi. Jakarta: Erlangga.

Harun, S dan Idrus Alwi. 2009. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.

Hill, MG. Harrisons Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed. Philadelphia, 2000,

Liwang.F, 2018. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius

Mescher, L. 2018. Histologi Dasar Junqueira. Edisi 14. Jakarta : ECG.

Paulsen. F, J. Waschke. 2010. “Atlas anatomi manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 23”. EGC. Jakarta
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Ed. 4. Jurnal Kardiologi Indonesia.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia ( PERKI), 2015

Sherwood, L. 2016. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Soerianata, S dan William Sanjaya. (2004). Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan
Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143.

Trisnohadi, HB. 2009. Angina Pektoris Tak Stabil. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing.

41

Anda mungkin juga menyukai