649 1492 2 PB PDF
649 1492 2 PB PDF
Abstrak
Keberadaan Human Immunodeficiency Virus (HIV) di dalam tubuh secara terus menerus menyebabkan gangguan
pada hampir semua sistem tubuh yang berdampak pada munculnya gejala kelelahan (fatigue). Fatigue banyak
dilaporkan pada penderita HIV/AIDS dengan prevalensi berkisar antara 20% sampai 60%. Penelitian ini bertujuan
menguji hubungan antara fatigue dengan jumlah CD4 dan kadar Hb pada pasien HIV/AIDS. Sebanyak 77
responden direkrut secara purposif di sebuah Klinik Rawat Jalan Rumah Sakit di Kota Bandung. Fatigue diukur
menggunakan kuesioner HIV Related Fatigue Score (HRFS). Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji
pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara fatigue dengan
jumlah CD4 dalam darah (r = -.289, p< 0.05) dan kadar Hb (r = -.349, p< 0.05). Selain itu, kadar Hb memiliki
hubungan yang bermakna dengan jumlah CD4 pada pasien HIV/AIDS (r = .360, p < .01). Hasil penelitian ini
mengindikasikan perlunya monitoring kadar CD4 dan Hb secara berkala dan melakukan intervensi untuk
mengatasi penurunan Hb dan CD4 sesegera mungkin sehingga dapat mencegah agar fatigue tidak berkelanjutan.
Abstract
The existence of Human Immunodeficiency Virus (HIV) in the body continuously causes disruption in almost all
body systems that impact on the emergence of symptoms of fatigue. Fatigue was widely reported in HIV/AIDS
patients with prevalence ranging from 20% to 60%. This study examined the relationship between fatigue and CD4
cell count and hemoglobin levels in HIV/AIDS patients. A total of 77 respondents were recruited purposively in
Outpatient Clinic, General Hospital Bandung City. Fatigue was measured using the HIV Related Fatigue Score
(HRFS) questionnaire. The collected data were analyzed using pearson correlation product moment. The results
showed there were significant relationship between fatigue and CD4 count in blood (r = -.289, p< 0.05) and hemoglobin
level (r = -.349, p< 0.05). In addition, CD4 had significantly correlation with Hb (r = .360, p < .01). The results of this
study indicated that nurses or health care providers need to periodically monitor the CD4 and Hb levels and provide
early intervention to manage the hemoglobin and CD4 cell count at optimum levels to prevent prolonging fatiguel.
Table 2 Hubungan antara Fatigue, Jumlah CD4, dan Kadar Hb pada Penderita HIV/AIDS
Variabel Fatigue Jumlah CD4 Kadar Hb
Fatigue - r = -.289* r = -.349*
(p = .011) (p = .002)
Jumlah CD4 - r = .360**
(p = .001)
Kadar Hb -
*significant statistik dengan p < .05, **significant statistik dengan p < .01
-.289, p< 0.05. Hal ini menunjukan terdapat sesama jenis juga merupakan salah satu
hubungan yang signifikan antara variable resiko penularan yang tinggi dikalangan
fatigue dengan jumlah CD4 pada pasien HIV/ sesama pria (BPS, BKKBN, Kemenkes, &
AIDS. Selain itu table 2 menggambarkan ICF International, 2013).
hubungan yang signifikan antara variable Tingkat pendidikan responden dalam
fatigue dengan kadar Hb pada pasien HIV/ penelitian ini didapatkan bahwa lulusan
AIDS (r = -.349, p< 0.05). Sementara itu, SLTA merupakan jumlah terbanyak yakni
kadar Hb dan CD4 pada pasien HIV/AIDS sebesar 71.4%. Data ini sesuai dengan
menunjukkan hubungan yang signifikan beberapa penelitian bahwa sebagian besar
dengan nilai r = .360, p < .01. para penderita HIV/AIDS memiliki tingkat
pendidikan tingkat SLTA (Astuti, Yosep,
& Susanti, 2015; Kusuma, 2010; Rayasari,
Pembahasan 2011).
Mayoritas responden dalam penlitian ini
Hasil penelitian data karakteristik demografi bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian
responden ditemukan bahwa kelompok usia sebelumnya yang melaporkan bahwa
20 – 29 tahun merupakan kelompok usia angka kejadian HIV/AIDS cukup tinggi
terbanyak (66,2%) dari pasien HIV/AIDS pada pekerja terutama karyawan swasta
yang menjadi responden penelitian ini. Data (Handajani, Djoerban., & Irawan., 2012).
ini sesuai dengan data dari Depkes RI (2010) Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota
bahwa penderita HIV/AIDS terbanyak Bandung melaporkan hal serupa dimana
adalah pada rentang usia produktif (20 – 40 pekerjaan terbanyak pada pasien HIV AIDS
tahun). Hal ini juga sesuai dengan survey yaitu pada pekerja swasta (26,65%), dan
yang dilakukan oleh UNAIDS (2009), bahwa wiraswasta (16,75%). Walaupun demikian,
kelompk usia terbanyak penderita HIV/ akhir-akhir ini prevalensi HIV pada ibu
AIDS di seluruh dunia juga berada pada rumah tangga (IRT) dan kelompok tidak
kelompok usia 20 – 40 tahun. Karakteristik bekerja juga cenderung meningkat. Kasus
lain pada penderita HIV/AIDS ditemukan penularan HIV pada IRT dalam penelitian
bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki ini dilaporkan 18.2% dan sejalan dengan
jumlah lebih banyak (58.4%) dibandingkan laporan KPA Kota Bandung terkait penularan
dengan perempuan (41.6%). Hasil penelitian HIV melalui transmisi seks pada IRT yang
ini sejalan dengan data yang dilaporkan oleh saat ini mencapai 11,70 % dari kasus HIV
Ditjen PP dan PL (2016) bahwa penderita total (Komisi penanggulangan AIDS Kota
HIV/AIDS terbanyak ialah laki-laki dan Bandung, 2013).
merupakan salah satu faktor resiko tertinggi Berdasarkan pekerjaan yang mereka
dalam penularan infeksi HIV/AIDS. Hal lakukan, diperoleh penghasilan dimana rata-
ini karena berdasarkan hasil survey yang rata responden memiliki tingkat penghasilan
dilakukan oleh BKKBN didapatkan bahwa yang tidak adekuat (inadequate income).
seorang pekerja seks wanita yang terinfeksi Hal ini menyebabkan pasien akan berusaha
HIV/AIDS sedikitnya dapat menularkan memenuhi kebutuhan yang menjadi prioritas
kepada 6 pria yang melakukan hubungan atau kebutuhan dasar mereka saja, sehingga
seks dengannya. Selain itu, hubungan seks untuk mencapai nutrisi yang seimbang
dan perawatan yang adekuat menjadi tidak tubuh juga berkurang. Adapun nilai CD4 pada
maksimal. Menurut studi yang dilakukan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
oleh Kusuma (2010), menyebutkan bahwa baik antara 600-1500 cell/mm3 (Andersen,
terdapat hubungan antara penghasilan Pramudo, & Sofro, 2017). Pada pasien yang
keluarga dengan kualitas hidup pasien mengalami gangguan pada sistem kekebalan
ODHA. Penghasilan keluarga yang adekuat tubuh karena terinfeksi HIV jumlah CD4
dapat menunjang pemenuhan kebutuhan dapat terus menurun seiring dengan
hidup pasien. Kebutuhan yang dipenuhi tidak progresifitas penyakit (Swanson, 2010).
hanya terbatas pada kebutuhan sehari-hari, Oleh karena itu, jumlah CD4 dapat menjadi
akan tetapi terkait biaya pengobatan dan salah satu indikator untuk menilai tingkat
perawatan sehingga hal ini dapat menjaga system kekebalan tubuh pada pasien dengan
derajat kesehatan pasien secara keseluruhan HIV/AIDS (Yogani, Karyadi, Uyainah, &
(Oluwagbemiga, 2007). Koesnoe, 2015).
Kelelahan (fatigue) merupakan rasa Mempertahankan kadar CD4 agar tetap
letih yang luar biasa dan terus menerus tinggi atau mendekati normal merupakan
serta penurunan kapasitas kerja fisik serta hal yang penting pada pasien HIV/AIDS
mental pada tingkat kerja biasanya (NANDA karena semakin tinggi jumlah CD4 semakin
International, 2015). Menurut Matilda dkk menurun resiko kejadian fatigue pada
(2012), gejala fatigue pada pasien HIV/ pasien HIV/AIDS. Berdasarkan penelitian
AIDS berhubungan dengan fisik (penurunan yang dilakukan oleh Yogani dkk (2015)
energi atau penampilan fisik), cognitive disimpulkan bahwa pasien-pasien yang
(berkurangnya konsentrasi dan perhatian), mendapat Highly Active Antiretroviral
dan affective (menurunnya motivasi dan Therapy (HAART) mengalami perubahan
minat). Menurut Barroso dan Voss (2013), kenaikan jumlah CD4, walaupun ini
dalam suatu penelitian melaporkan bahwa tergantung pada kondisi jumlah CD4 diawal,
kejadian fatigue pada pasien HIV/AIDS kepatuhan minum obat ART, dan infeksi
dapat disebabkan oleh faktor fisiologis seperti TB. Kepatuhan minum obat merupakan hal
kadar Hb, jumlah CD4, gangguan fungsi liver yang penting dalam pentalaksanaan pasien
dan fungsi tiroid. HIV/AIDS karena berhubungan dengan
Hasil analisis hubungan antara fatigue progesivitas dari penyakit HIV (Yogani dkk,
dengan jumlah CD4 pada pasien HIV/ 2015). Penelitian tersebut juga menunjukan
AIDS dalam penelitian ini menunjukan bahwa mengkonsumsi semua dosis HAART
adanya hubungan yang signifikan antara secara benar dan tidak terlewat oleh pasien
fatigue dengan jumlah CD4. Nilai r =-0,289 HIV/AIDS dapat mencapai tingkat supresi
menunjukan korelasi “negative”. Hal ini virus yang optimal (mencapai 90-95%).
menunjukan semakin rendah jumlah CD4 Hasil analisis hubungan antara fatigue
maka semakin tinggi skor fatigue (semakin dengan kadar Hb pada penelitian ini
berat) pada pasien HIV/AIDS. Hasil menunjukan adanya hubungan yang
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang signifikan antara fatigue dengan kadar Hb
dilakukan oleh Matilda dkk (2012) pada 60 pada pasien HIV/AIDS. Nilai r = - 0,349
pasien HIV/AIDS yang sudah terdiagnosa menunjukan korelasi “negative”. Hal ini
selama 10 tahun, menunjukan terdapat menujukan semakin rendah kadar Hb maka
hubungan yang signifikan antara jumlah CD4 semakin tinggi skor fatigue (semakin berat)
dengan tingkat keparahan fatigue (p = 0.006). pada pasien HIV/AIDS. Hasil penelitian
CD4 merupakan sebuah marker atau ini sejalan dengan studi sebelumnya yang
penanda yang berada di permukaan sel- menyatakan bahwa penurunan kadar
sel darah putih manusia, terutama sel-sel hemoglobin berhubungan dengan terjadinya
limfosit. CD4 merupakan indikator yang fatigue pada pasien HIV/AIDS (Dinos, 2009;
sangat penting karena berkurangnya jumlah Matilda dkk, 2012).
CD4 menunjukkan penurunan sistem Anemia atau berkurangnya kadar
kekebalan tubuh, sel-sel darah putih atau hemoglobin merupakan gangguan
limfosit yang seharusnya berperan dalam hematologi yang paling banyak terjadi pada
memerangi infeksi yang masuk ke dalam pasien HIV/AIDS. Hemoglobin merupakan
protein dalam eritrosit yang berfungsi untuk perilaku seseorang. Perilaku yang didasari
mengikat oksigen yang didapat dari paru oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih
kemudian mengedarkannya ke seluruh tubuh berlangsung lama daripada perilaku atas
dan mengikat karbondioksida dari jaringan dasar paksaan.
untuk dikeluarkan melalui paru (Andersen Kadar Hb dan CD4 pada pasien HIV/AIDS
dkk, 2017). Kadar normal Hb untuk orang memiliki hubungan positif yang signifikan
dewasa laki-laki yaitu 14–18 gr/dl, sedangkan seperti yang ditemukan pada penelitian ini.
perempuan 12–16 gr/dl. Bila kadar Hb dalam Hal ini berarti penurunan jumlah CD4 sejalan
darah dibawah normal, maka orang tersebut dengan dengan penurunan kadar Hb dalam
dikatakan mengalami anemia. darah, dan begitupun sebaliknya. Hb dan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh CD4 keduanya dibentuk dengan memerlukan
Louvati dan Berembaun (2015) bahwa nutrisi sebagai bahan bakunya. Pasien HIV
pada pasien HIV terjadi peningkatan yang mengalami permasalahan nutrisi karena
proinflamatori sitokin seperti IL-1, IL-6, TNF dampak dari infeksi oportunistik seperti
alpa interferon yang dapat menyebabkan candidiasis pada mulut, diare, atau mual
kadar hemoglobin yang berkurang akibat muntah karena efek samping obat ARV,
penurunan eritropoesis. Kondisi anemia beresiko mengalami penurunan kadar Hb dan
ini dapat menyebabkan pembentukan ATP CD4 yang akhirnya berdampak juga pada
menjadi lebih sedikit sehingga kontraksi otot terjadinya fatigue. Penelitian sebelumnya
pun berkurang dan menyebabkan kelemahan menunjukan bahwa BMI < 18,5 dan CD4
(fatigue) (Mandorfer dkk, 2014). Selain itu, ≤ 50 sel/mm berpeluang terjadinya anemia
kurangnya eritrosit dalam darah pada kasus (Sumantri, Wicaksana., & Ariantana., 2009).
anemia dapat menyebabkan gangguan pada
transport oksigen ke mitokondria dimana
tempat terjadinya metabolisme melalui proses Simpulan
fosporilasi oksidatif untuk menghasilkan
energi (Irawan, 2007). Hal inilah yang Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
menyebabkan pasien HIV dengan kadar Hb disimpulkan bahwa kejadian fatigue pada
rendah (anemia) akan mengalami kelelahan pasien HIV/AIDS memiliki hubungan
(fatigue). dengan jumlah CD4 dan kadar Hb, dimana
Menurut Mandorfer dkk (2014), tingkat kadar Hb dan jumlah CD4 yang menurun
keparahan fatigue dapat dikaji jika kadar akan meningkatkan kejadian fatigue. Adapun
hemoglobin turun di bawah 10 g/dl. Dengan kadar Hb memiliki hubungan positif dengan
demikian, optimalisasi pengelolaaan anemia jumlah CD4 pada pasien HIV/AIDS, yang
sangat penting untuk mencegah turunya bermakna penurunan jumlah CD4 sejalan
kadarhemoglobin sehingga tingkat keparahan dengan penurunan kadar Hb dalam darah, dan
fatigue pada pasien dengan HIV/AIDS dapat begitu pun sebaliknya. Mengetahui adanya
berkurang. Pasien yang terinfeksi HIV hubungan tersebut, maka perawat dapat
umumnya membutuhkan lebih banyak energi memberikan intervensi atau upaya-upaya
dibanding orang sehat. Menurut penelitian yang tepat kepada pasien HIV/AIDS untuk
Yuniarti, Purba, dan Pangastuti (2013) bisa meningkatkan jumlah CD4 dan kadar
ditemukan bahwa dilakukannya konseling hemoglobin seperti memberikan asupan
gizi terbukti efektif untuk membantu nutrisi dan vitamin yang cukup, membimbing
mengurangi dampak yang ditimbulkan melakukan aktivitas fisik secara rutin,
oleh virus terkait gejala rendahnya kadar memantau dan mendukung tingkat kepatuhan
hemoglobin (anemia) pada pasien HIV/ minum obat yang tinggi. Melalui intervensi
AIDS. Melalui konseling gizi dan asupan tersebut diharapkan mampu menurunkan
nutrisi yang memadai kepada pasien HIV/ kejadian fatigue pada pasien HIV/AIDS.
AIDS diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan dan motivasi untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi secara tepat dan memadai. Daftar Pustaka
Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan dan Astuti, R., Yosep, I., & Susanti, R. D.
Barroso, J., Hammil, B.G., Leserman, J., Ditjen PP & PL. Departemen Kesehatan RI.
Salahuddin, N., Harmon, J.L., & Pence, (2016). Statistik Kasus HIV di Indonesia.
B.W. (2010).Physiological and Psychosocial Diakses dari http://www.spiritia.or.id/stats/
Factors that Predict HIV-Related Fatigue. statCurr.stat2016.xls.
AIDS Behav14(6): 1415–1427. doi:10.1007/
s10461-010-9691-2. Fauci, A.S., Lane, H.C. Human
Immunodeficiency Virus Disease : AIDS amd
Barroso, J & Voss, J,G. (2013). Fatigue in Related Disorder.Dalam : Longo DL., Fauci,
HIV and AIDS : An analysis of evidence. A.S., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Jameson
Journal of the association of nurses in JL., Loscalzo J (ed) : Harrison’s Principles of
AIDS care 24 (1) : S5-S14. Doi : 10.1016/j. Internal Medecine. Eighteenth Editiom. New
jana.2012.07.003. York. Mc Graw-Hill. 2012.1506-1587.
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Fransiska, Y. Y., & Kurniawaty, E. (2015).
Kependudukan dan Keluarga Berencana Anemia pada Infeksi HIV.
Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan
(Kemekes), dan ICF International. (2013). Handajani, Y. S., Djoerban, Z., & Irawan,
Indonesia demographic and health survey H. (2012). Quality of life people living
2012. Jakarta, Indonesia: BPS, BKKBN, with HIV/AIDS: outpatient in Kramat 128
Kemenkes, dan ICF International. Hospital Jakarta. Acta Med Indones, 44(4),
310-316.
Rayasari, F. (2014). Depresi, Self-care, dan
Tingkat Fatigue pada Pasien HIV/AIDS. Harmon, J.L., Barroso, J., Pence, B.W.,
Nursing Science Jurnal Keperawatan. Vol. Leserman, J., & Salahuddin, N. (2008).
1.1, 58–64. Demographic and illness-related variables
associated with HIV-related fatigue. Journal
Departemen Kesehatan RI. (2007). Panduan of The Association of Nurses in AIDS Care
Tatalaksana Klinis infeksi HIV pada orang 19:90–97.
dewasa dan Remaja, Edisi ke 2. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Direktorat Irawan, M.A. (2007). Glukosa dan
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Metabolisme Energy.Polton Sports Science
Penyehatan Lingkungan. & Performance Lab, Vol 1 (6), hal 01-05.
Departemen Kesehatan RI. (2010). Panduan Jenkin, P., Koch, T., & Kralik, D. (2006).
Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang The experience of fatigue for adults living
Dewasa dan Remaja, Edisi ke 2.Departemen with HIV.Journal of Clinical Nursing
Lerdal, A., Gay, C.L., Aouizerat, B.E., Polit, F.D., & Beck, C.T. (2004). Nursing
Portilo, C.J., & Lee, K.A. (2011). Patterns of Research: Pronciples and Methods.
morning and evening fatigue among adults Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
with HIV/AIDS.Journal of Clinical Nurse ;
20 (15-16): 2204-2216. DOI:10.1111/j.1365- Rayasari, F. (2011). Hubungan depresi dan
2702.2011.03751.x. self care practice dengan tingkat fatigue pada
pasien HIV/AIDS di Pokja HIV/AIDS RSPI
Lindayani, L., & Maryam, N. N. A. (2017). Prof Dr Sulianto Saroso. Tesis. Program
Tinjauan sistematis: Efektifitas Palliative Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. Keperawatan Universitas Indonesia.
Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(1).
Redig AJ., & Berliner N. (2013). Pathogenesis
Louvati, K & Berenbaum, F. (2015). Fatigue and Clinical Implication of HIV-related
in chronic inflamation- a link to pain Anemia in 2013. Hemathology. 2013,
pathways. Athritis Research & Therapy17 2013:377-81.
:254. DOI: 10.1186/s13075-015-0784-1.
Sumantri, R., Wicaksana, R., & Ariantana,
Mandorfer, M., Payer, B. A., Scheiner, A. R. (2009). Prevalensi dan faktor risiko
B., Breitenecker, F., Aichelburg, M. C., anemia pada HIV-AIDS. Majalah Kedokteran
Grabmeier‐Pfistershammer, K., ...& Bandung, 41(4).
Reiberger, T. (2014). Health‐related quality
of life and severity of fatigue in HIV/HCV Swanson, B. (2010). ANAC’s Core Curriculum
co‐infected patients before, during, and after for HIV/AIDS Nursing. Massachusetts: Jones
antiviral therapy with pegylated interferon and Bartlett Publishers.
plus ribavirin.Liver international, 34(1), 69-
Radbruch, L., Strasser, F., Elsner. F., Berhubungan dengan Kenaikan CD4 pada
Goncalves, J.F., Loge, J., Kaasa, S., et al. Pasien HIV yang Mendapat Highly Active
(2008). Fatigue in Palliatve Care patients –an Antiretroviral Therapy dalam 6 bulan
EAPC approach.Palliative medecine 22:13- Pertama. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia,
32. 2(4).
UNAIDS. (2009). Statistic HIV/AIDS Yuniarti, Y., Purba, M. B., & Pangastuti,
update. Diunduh tanggal 3 Maret 2017 dari R. (2013).Pengaruh konseling gizi dan
http://data.unaids.org. penambahan makanan terhadap asupan zat
gizi dan status gizi pasien HIV/AIDS. Jurnal
Yogani, I., Karyadi, T. H., Uyainah, A., & Gizi Klinik Indonesia, 9(3), 132-138.
Koesnoe, S. (2017). Faktor-faktor yang