Makalah Triase Kel 5
Makalah Triase Kel 5
DISUSUN OLEH :
JUHINDA NOORSA
RIZKI ANUGRAH
PENDAHULUAN
Triage sebagai pintu gerbang perawatan pasien memegang peranan penting dalam
pengaturan darurat melalui pengelompokan dan memprioritaskan paien secara efisien sesuai
dengan tampilan medis pasien. Triage adalah perawatan terhadap pasien yang didasarkan pada
prioritas pasien ( atau korban selama bencana) bersumber pada penyakit/ tingkat cedera, tingkat
keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya. Dengan triage dapat ditentukan kebutuhan
terbesar pasien/korban untuk segera menerima perawatan secepat mungkin.
Tujuan dari triage adalah untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan
resusitasi segera, menetapkan pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan
dan untuk memulai tindakan diagnostik atau terapi. Perawat dalam melakukan pengkajian dan
menentukan prioritas perawatan (triage) tidak hanya didasarkan pada kondisi fisik, lingkungan
dan psikososial pasien tetapi juga memperhatikan patient flow di departemen emergensi dan
akses perawat.
Triage departemen emergensi memiliki beberapa fungsi diantaranya : 1) identifikasi pasien
yang tidak harus menunggu untuk dilihat, dan 2) memprioritaskan pasien (Mace and Mayer,
2013). Berbagai macam sistem triage telah digunakan diseluruh dunia yaitu The Australian
Triage Scale (ATS), The Manchester Triage Scale, The Canadian Triage and Acuity Scale
(CTAS) dan Emergency Severity Index (ESI). CTAS (Canadian Triage and Acuity Scale) diakui
sebagai sistem triage yang handal dalam penilaian pasien dengan cepat. Kehandalan dan
validitasnya telah dibuktikan dalam triage pada pasien pediatrik dan pasien dewasa
(Lee, Et al, 2011).
Ini menjadi kunci utama supaya penanganan bencana mampu menyelamatkan jiwa
sebanyak-banyaknya. Dalam konsep sebagai penolong, bahwa semua korban bencana pastinya
tak akan bisa kita selamatkan, pasti ada yang tidak bisa tertolong karena tingkat keparahannya,
namun tim penolong perlu menolong yang bisa di tolong dengan segera sehingga mampu
menyelamatkan yang survive.
Saat tim penolong terlalu sibuk dengan orang yang prediksi (prognosis) kehidupannya
kecil, maka bisa jadi orang dengan prognosis kehidupan yang lebih besar akan mengarah ke
kematian. Bila Triage ini dikuasai oleh orang awam, polisi, pemadam kebakaran, petugas
kesehatan daerah, puskesmas maka besar kemungkinan banyak korban mampu untuk
diselamatkan. Tidak perlu lagi para petugas kesehatan di rumah sakit menghabiskan waktunya
untuk menampung korban yang telah meninggal akibat ikut terbawa dalam rombongan korban
bencana.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Triase (Triage) berasal dari kata perancis yang berarti “menyeleksi”. Dulu istilah ini
dipakai untuk menyeleksi buah anggur untuk membuat minuman anggur yang bagus atau
memisahkan biji kopi sesuai kualitasnya. Setelah itu, konsepnya semakin berkembang dan
konsep yang dipakai seperti sekarang ini ditetapkan setelah perang dunia I. Triase bencana
adalah suatu sistem untuk menetapkan prioritas perawatan medis berdasarkan berat ringannya
suatu penyakit ataupun tingkatkedaruratannya, agar dapat dilakukan perawatan medis yang
terbaik kepada korban sebanyak-banyaknya, di dalam kondisi dimana tenaga medis maupun
sumber-sumber materi lainnya serba terbatas (Zailani dkk, 2009).
Menurut Kathleen dkk (2008), triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan
terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua
pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya.
Menurut Pusponegoro (2010), triase berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris
triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus
memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan
gawat darurat.
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan
sumber daya yang ada (Wijaya, S, 2010).
Simple Triage and Rapid Treatment (START) adalah metode yang telah dikembangkan
atas pemikiran bahwa Triase harus “akurat”, “cepat”, dan “universal”. Metode tersebut
menggunakan 4 macam observasi yaitu, “bisa berjalan”, “bernafas”, “sirkulasi darah”, dan
“tingkat kesadaran” untuk menentukan tindakan dan penting sekali bagi seluruh anggota medis
untuk mampu melakukan Triase dengan metode ini (Zailani, dkk, 2009).
Metode START dikembangkan untuk pertolongan pertama yang bertugas memilah
pasien pada korban musibah misal/bencana dengan waktu 30 detik atau kurang berdasarkan tiga
pemeriksaan primer yaitu: Respirasi, Perfusi (mengecek nadi radialis, dan status mental. Tugas
utama penolong tirage adalah untuk memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah atau
memprioritaskan pasien berdasarkan berat ringannya cedera. Pasien akan diberi label sehingga
akan mudah dikenali oleh penolong lain saat tiba di tempat kejadian.
Menurut Stein, L., 2008 menjelaskan sistem START untuk insiden korban masal (Mass
Cassualty Incident) tidak harus dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan yang sangat terampil.
Sistem ini bahkan dapat dilakukan oleh penyedia dengan tingkat pertolongan pertama pelatihan.
Tujuannya adalah untuk dengan cepat mengidentifikasi individu yang membutuhkan perawatan,
waktu yang dibutuhkan untuk triase setiap korban kurang dari 60 detik.
2.1.3 RUMAH SAKIT YANG MENERAPKANNYA DAN CARA PENERAPAN SOP
START triase memiliki tag empat warna untuk mengidentifikasi status korban. Langkah
pertama adalah meminta semua korban yang membutuhkan perhatian untuk pindah ke daerah
perawatan. Ini mengidentifikasi semua korban dengan luka ringan yang mampu merespon
perintah dan berjalan singkat jarak ke area pengobatan. Ini adalah GREEN kelompok dan
diidentifikasi untuk pengobatan delayed, mereka memang membutuhkan perhatian. Jika anggota
kelompok ini tidak merasa bahwa mereka yang menerima pengobatan mereka sendiri akan
menyebarkan ke rumah sakit pilihan mereka.
Langkah selanjutnya menilai pernapasan. Jika respirasi lebih besar dari 30 tag korban
sebagai RED (Immediate), jika tidak ada reposisi respirasi jalan napas. Jika tidak ada respirasi
setelah reposisi untuk membuka jalan napas, tag korban BLACK (mati). Jika tingkat pernapasan
kurang dari 30 bpm, periksa denyut nadi radial dan refill kapiler. Jika tidak ada pulsa radial
teraba atau jika kapiler isi ulang lebih besar dari 2 detik, menandai korban RED (Immediate).
Jika ada perdarahan yang jelas, maka kontrol perdarahan dengan tekanan. Minta orang lain,
bahkan korban GREEN untuk menerapkan tekanan dan melanjutkan untuk triase dan tag
individu. Jika ada nadi radial, nilai status mental korban dengan meminta mereka untuk
mengikuti perintah sederhana seperti meremas tangan. Jika mereka tidak bisa mengikuti perintah
sederhana, maka tag mereka RED (Immediate) dan jika mereka dapat mengikuti perintah
sederhana, maka tag mereka YELLOW (delayed).
Penerapan metode STAR TRIASE telah disepakati di Amerika Serikat dalam rangka
penyeragaman dan menstandarkan dalam pemilahan kategori pasien (Lee, C.H., 2010). Dari
kedua metode tersebut menggunakan tingkat triage dan coding warna untuk mengkategorikan
korban bencana, yaitu :
1. Triase Tag Merah ("Segera-Immediate" atau T1 atau Prioritas 1): Pasien yang hidupnya
berada dalam bahaya langsung dan yang membutuhkan pengobatan segera
2. Triase Tag Kuning ("tertunda-delayed" atau T2 atau Prioritas 2): Pasien yang hidupnya tidak
dalam bahaya langsung dan siapa yang akan membutuhkan mendesak, tidak langsung,
perawatan medis
3. Triase Tag hijau ("Minimal" atau T3 atau Prioritas 3): Pasien dengan luka ringan yang
akhirnya akan memerlukan pengobatan
4. Tag Triase hitam ("hamil-expectant" atau Tidak Prioritas): Pasien yang mati atau yang
memiliki luka yang luas sehingga mereka tidak bisa diselamatkan dengan sumber daya
terbatas yang tersedia.
Algoritma dibawah ini membuat lebih mudah untuk mengikuti. Pemeriksaan tiga
parameter, pernapasan, perfusi dan status mental kelompok dapat dengan cepat diprioritaskan
atau disortir menjadi 4 kelompok warna berdasarkan apakah mereka membutuhkan intervensi
langsung yang kelompok RED, intervensi tertunda (sampai satu jam) yang merupakan kelompok
YELLOW, luka ringan dimana intervensi dapat ditunda hingga tiga jam yang adalah kelompok
GREEN dan mereka yang mati yang kelompok BLACK. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi dan menghapus mereka yang membutuhkan perhatian yang paling mendesak.
Pada kelompok YELLOW dan GREEN perlu dinilai kembali untuk menentukan apakah status
mereka berubah.
2. Delay / tunda diberi label kuning/kegawatan yang tidak mengancam nyawa dalam waktu
dekat (perioritas 2). Untuk mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam nyawa dan dapat
menunggu pada periode tertentu untuk penatalaksanaan dan trasfortasi dengan criteria sebagai
berikut:
a. Respirasi < 30 x/menit;
b. Nadi teraba;
c. Status mental normal;
Korban terluka yang masih bisa berjalan diberi label hijau / tidak terdapat kegawatan /
penanganan dapat ditunda perioritas 3. Penolong pertama di tempat kejadian akan memeberikan
instruksiverbal untuk ke lokasi yang aman dan mengkaji korban dari trauma, serta mengirim ke
rumah sakit.
Meninggal diberi label hitam/tidak memerlukan penanganan. Bedasarkan algortima
tersebut di kembangkan kedalam sistem atau apalikasi triage dimana dengan sistem ini dapat
membantu dalam proses penanganan korban/ pemilahan korban berdasarkan tingkat ke
daruratannya.
Penelitian ini memfokuskan pada sistem informasi penanggulanagan bencana dengan
triage yaitu bagaimana memilah korban berdasarkan tingkat kegawatanya. Dengan system yang
dibagun dapat membatu pihak medis dalam bertindak cepat pada proses penanaggulanagn
korban.
Berdasarkan penelitian yang berkaitan dengan system penengulangan bencana yaitu
Aplikasi jaringan sensor nirkabel untuk monitoring medis di daerah bencana menjelaskan
bagaimana membangun aplikasi penanganan korban bencana dan hanya memfokuskan pada
jaringan sensor nirkabel untuk mendeteksi denyut nadi pasien (Niswar,2012). Penelitian lain
yaitu keperawatan telepon triage membahas penggunaan telepon triage untuk memberikan
informasi dan konseling melalui media telepon (wayunah,2012).
2.1.6 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
7.Diagram Alir
8. Hal-hal yang
perlu diperhatikan
9. Unit terkait
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sistem informasi triage untuk penanggulangan korban bencana dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan algoritma Simple Triage and Rapid Treatment (START) dimana sistem
secara otomatis mengklasifikasikan korban berdasarkan tingkat keparahan kondisi korban.
Algoritma START merupakan standar dalam bidang kesehatan Aplikasi Triage mempermudah
proses penanggulangan korban bencana dibandingkan dengan proses Triage secara manual,
dimana proses triage secara konvensional dengan memakai lembaran kertas mengakibatkan
proses Triage menjadi lambat. Sistem yang dibangun masih berupa sistem informasi yang
dipakai untuk proses triage di lapangan atau di lokasi bencana dengan memberikan klasifikasi
tingkat keparahan kondisi korban. Sehingga diharapkan proses pengembangan dapat melakukan
proses triage ulang (re-triage) guna memberikan keputusan dalam tindakan medis di rumah sakit.
3.2 SARAN
DAFTAR PUSKTAKA
Nuris Kushayati. (2015). Analisis Metode Triage Prehospital Pada Insiden Korban Masal (Mass
Casualty Incident). Akademi Perawat Dian Husada Mojokerto.
Haidiki Habib. (2016). Triase Modern Rumah Sakit dan Aplikasinya di Indonesia. Instalansi
Gawat Darurat RSCM.
Roby Stevi Lumbu (2016). Sistem Informasi Triage Untuk Penanggulanggan Korban Bencana.
Jurusan Tekhnik Elektro, Politeknik Negeri Manado.
Wieji Santosa (2015). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Pemberian Label Triase
Dengan TIndakan Perawat Berdasarkan Label Triase Di IGD Rumah Sakit Petrokimia Gresik