PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa saja yang mendasari atau menjadi filososfi
dari Arsitektur Tradisional Bali
2. Untuk mengetahui bentuk dari Bangunan Tradisional Bali
3. Untuk mengetahui bentuk dan pembagian ruang dalam Rumah
Tradisional Lombok
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 2
BAB II
PEMBAHASAN
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 3
terbatas dan tidak terukur tersebut agar dapat meminiaturkan alam semesta
maka dilakukan pendekatan kesempadanan antara manusia dan alam
semesta, manusia dan alam semesta memiliki susunan unsur yang sama
yaitu unsur-unsur jiwa tenaga dan fisik namun skalanya jauh berbeda.
Susunan bagian-bagian fisik manusia dibagi atas 3 bagian yaitu bagian
badan, kaki dan kepala (Tri Angga), sepadan dengan unsur fisik alam
semesta yang terdiri atas Bhur Loka, Bwah Loka dan Swah Loka (Tri Loka)
yang masing-masing memiliki nilai nista madya dan utama. Unsur-unsur
pembentuk fisik manusia sama dengan unsure-unsur pembangun alam
semesta yang terdiri atas unsure-unsur Panca Maha Bhuta yaitu Apah,
Pertiwi, Teja, Bayu dan Akasa (zat cair, zat padat, udara, sinar, dan ether)
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 4
Unsur-unsur Tri Hita Karana dalam diri manusia terdiri atas :
- Atma
- Stula sarira
- Prana
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 5
2. Puri
Rumah tempat tinggal untuk kasta Ksatria yang memegang
pemerintahan disebut ”Puri” yang umumnya menempati bagian kaja-
kangin di sudut perempatan agung di pusat desa. Penghuni Puri
berperan sebagai pelaksana pemerintahan dan Puri merupakan
pusat pemerintahan. Umumya Puri dibangun dengan tata zoning
yang berpola Sanga Mandala semacam widegrid/papan catur
berpetak sembilan. Adapun fungsi masing-masing bagian antara lain
untuk:
Ancak saji, halaman pertama untuk mempersiapkan diri masuk ke
puri, dibagian kelod-kauh.
Semanggen, bagian kelod untuk area upacara
kematian/pitrayadnya
Rangki, bagian kauh untuk area tamu-tamu
paseban/persiapan siding, pemeriksaan dan pengamanan.
Pewaregan, bagian kelod kangin untuk area dapur dan
pembekalan
Lumbung bagian kaja kauh untuk area penyimpanan dan
pengolahan bahan perbekalan/padi dan prosesnya
Saren Kaja, zoning kangin disebut juga saren agung untuk
tempat tinggal radja
Paseban, bagian tengah untuk area pertemuan atau siding
kerajaan
Pemerajaan agung, bagian kaja kangin untuk area tempat suci
parhyangan.
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 6
3. Jero
Rumah tinggal untuk kasta Ksatria yang tidak memegang
pemerintahan secara langsung. Pola ruang dan tata zoning, juga
bangunan-bangunannya umumnya lebih sederhana dari Puri. Sesuai
fungsinya, pola ruang Jero dirancang dengan Tri Angga : Pemerajan
sebagai parhyangan, Jeroan sebagai area rumah tempat tinggal dan jabaan
sebagai pelayanan umum atau halaman depan. Sebagaimana Puri, Jero
menempati zoning utama kaja, kangin atau kaja-kangin yang umumnya di
pusat desa.
4. Ummah
Umah diperuntukkan bagi golongan Waisya dan Sudra. Dalam satu
areal umah tradisional Bali terdiri atas beberapa masa bangunan antara
lain:
a. Natah
Biasanya diperuntukkan sebagai tempat melakukan kegiatan-
kegiatan yadnya yang sering melibatkan orang banyak. Seperti
upacara yadnya yang mengundang orang banyak
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 7
b. Merajan
Merajan diperuntukkan sebagai tempat melakukan
kegiatan persembahyangan untuk mempererat hubungan
manusia dengan Tuhan. Merajan biasanya terdiri dari
sanggah taksu, sanggah kemulan, penglurah, dan bale
piasan
Gbr 5. Taksu
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 8
Gbr 6. Tugu Penglura
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 9
c. Bale Daja/Meten
Adalah nama yang didasarkan atas letaknya yang ada di badaja
(utara) atau di arah gunung. Nama laina adalah meten atau bale
pesarean. Fungsi utama adalah untuk tidur dan fungsi
tambahannnya adalah menyimpan benda berharga.. Variasi bentuk
bangunan Bale Daja ini dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah
tiang sebagai stuktur utama :
1. Meten Sekutus ( Tiang pokok 8 = kutus)
2. Meten Sekutus Bandung (tiang pokok 8 + 4 tiang serambi /
amben)
3. Bale Gede / Meten Bandung ( tiang pokok 12 )
4. eten Gunung Rata ( lantai di kamar lebih tinggi dari di serambi,
tiang pokok 12 +4-12 tiang serambi)
Meten sekutus menggunakan atau pelana ( trojan ), sedangkan
Meten Bandung menggunakan atap limasan. Seluruh Meten pasti
memiliki ruang yang dikelilingi dinding dengan rapat dengan bukaan
yang sangat minim.
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 10
d. Bale Dangin
bale dangin letaknya di sisi sebelah timur pada
pekarangan sebuah rumah. Bale dangin yang terbuka
biasanya difungsikan sebagai tempat persiapan upacara
dewa yadnya dan bila tertutup sebagian bisa difungsikan
sebagai tempat menyimpan benda pusaka atau untuk
tempat tidur. Jumlah tiang pokok biasanya berjumlah 6 dan
tidak jarang pula ada yang bersaka 8,9 hingga 12.
e. Bale Dauh
Bale Dauh terletak disisi barat pekarangan umumnya
dibiarkan terbuka namun ada pula yang menutup sebagian untuk
tambahan ruang tidur sesuai dengan jumlah tiang dan variasinya.
Bale Dauh di beri nama:
1. Bale SakaNem
2. Bale tiang sanga, bertiang 9 dan bila terdapathiasan singa
sebagai sendi tugeh disebut singasari
3. Adapula bale dauh yang bertiang sampe 12
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 11
f. Bale Delod
Disebut Bale Delod karena letaknya disisi selatan
(kelod) berdasarkan jumlah tiang dan juga penataan ruang
dalamnya bale delod ini diberi nama :
1. Bale Saka Nem/Bale Mundak dengan tiang pokok 6 batang
2. Bale Sekutus (Asta Pada) bertiang delapan
3. Bale Gede bertiang 12
g. Paon
Paon berarti perabuhan atau dapur atau pewaregan yang
berarti tempat untuk mengenyangkan perut. Dapur biasanya
bertiang pokok 4 namun ada juga yang bertiang 6. dinding dapur
umumnya dibangun ditiga sisi yaitu diselatan timur dan barat.
h. Jineng
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 12
i. Angkul-Angkul
Angkul-angkul merupakan pintu masuk paling sederhana
yang digunakan pada rumah tradidional Bali.
5.
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 14
2. Fauna
Dijadikan materi hiasan dalam bentuk-bentuk ukiran,
pepulasan atau tatahan. Sebagai materi hiasan, fauna
dipahat dalam bentuk-bentuk kekarangan yang merupakan
pola tetap, relief yang bervariasi dari berbagai macam
binatang dan patung dari beberapa macam binatang.
Fauna sebagai patung hiasan pada bangunan
umumnya mengambil dari cerita Ramayana, fauna sebagai
hiasan dan juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual
ditampilkan dalam bentuk-bentuk patung yang disebut
Pratima, patung sebagai bagian dari bangunan berbentuk
Bedawang Nala..
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 15
C. Sejarah Lombok
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 16
D. Rumah Tradisional Lombok
Penduduk asli Lombok adalah suku sasak. Mereka menganut
agama Islam dengan dua aliran yaitu Islam Tiga (Pengaruh Bali) dan
Islam Lima (Jawa, Makasar dan Sumbawa). Pada masa kekuasaan
raja Karangasem-Bali di Lombok banyak peninggalan asrsitektur
dengan corak Bali. Arsitektur Bali di Lombok diumpamakan sebagai
arsitektur untuk orang atasan (elit). Rumah sebagai media variasi
bentuk corak bali dengan Lombok memang tidak jauh berbeda baik
dari segi pemakaian ornamen dan bahan
Peralatan yang harus dipersiapkan untuk membangun rumah,
diantaranya adalah:
- Kayu-kayu penyangga.
- Bambu.
- Bedek, anyaman dari bambu untuk dinding.
- Jerami dan alang-alang, digunakan untuk membuat atap.
- Kotaran kerbau atau kuda, sebagai bahan campuran untuk
mengeraskan lantai.
- Getah pohon kayu banten dan bajur.
- Abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk
mengeraskan lantai.
Bagian rumah terdiri atas atap yang umumnya berbentuk
gunungan, menukik ke bawah jarak 1,5-2 meter dari permukaan
tanah (fondasi). Bangunan yang ada meliputi bale (rumah), berugak
(bale-bale bertiang empat disebut sekepat atau bertiang enam atau
sekenem), lumbung dan kandang (bare) ternak. Bangunan-
bangunan itu mengikuti kontur tanah, khusus bangunan rumah
seluas 7 x 6 meter (dihitung dari luar) dan 6 x 5 meter (dihitung dari
dalam) per unit.
Atap dan bubungan (bungus)-nya adalah alang-alang yang
umumnya menghadap Gunung Rinjani dan berdinding anyaman
bambu (kampu). Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang
induk meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 17
menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang
disemayamkannya jenazah bila ada penghuninya sebelum
dimakamkan. Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait
pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi
adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati,
simbol keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang
empat simbol syariat Islam: Quran, Hadis,Ijma’, Qiyas).
Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika,
filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau
yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah
harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah.
Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon
kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada
dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan
kotoran sapi di bagian permukaan lantai.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben dan dapur, sempare
(tempat menyimpan makanan, peralatan rumah tangga lainnya)
terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat
persegi panjang. Kemudian ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu
masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale
dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) tanpa jendela. Lantai
rumah umumnya tanah yang dicampur dengan kotoran kuda, getah,
dan abu jerami.
Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan
penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi
sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat kontrol
bagi warga.
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 18
Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan
atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap
selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus
bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh
istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara
gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan,
disediakan tuan rumah.
Rumah mempunyai fungsi penting dalam kehidupan
masyarakat Sasak, oleh karena itu perlu perhitungan yang cermat
tentang waktu, hari, tanggal dan bulan yang baik untuk memulai
pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat, mereka
berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel
Adam dan Tajul Muluq. Oleh karena tidak semua orang mempunyai
kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang
hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Bentuk
rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan
Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan
dengan arsitektur Bali. Misalnya, ruang tamunya terbuka tanpa
dinding, tiang penyangga bangunan bagian atas diberi ukiran.
Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk
memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan
kedua belas penanggalan Sasak,
yaitu bulan Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada kalender
Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang
yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling
dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan
Muharram dan bulan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut
kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun
cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran,
sulit rizqi, dan sebagainya
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 19
Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan,
orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian
rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat
berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya,
mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas
tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan
tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan
membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda
dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar
konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu.
Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi
rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul
anak sulung dan anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini
sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan
berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.
Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna
bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan
matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat.
Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari
nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui
shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya
menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam
(barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah
yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak
langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan
kepada tuan rumah dari sang tamu.
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 20
Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya
untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang
disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu,
misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu
tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk
keperluan mendadak, umpamanya guna mengantisipasi gagal
panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak
tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada
salah satu anggota keluarga meninggal.
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 21
BAB II
PEMBAHASAN
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 22
DAFTAR PUSTAKA
http://nusantaraknowledge.blogspot.co.id/2015/11/arsitektur-bali-dan-
lombok.html
https://www.scribd.com/document/290515617/Arsitektur-Tradisional-
Bali-Lombok-Paper-1
https://www.scribd.com/document/290484155/ARSITEKTUR-
TRADISIONAL-BALI-LOMBOK-PRESENTASI-pdf#
A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 23