Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arsitektur Nusantara adalah ilmu yang mempelajari tentang


arsitektur bangunan tradisional dari seluruh Indonesia. Namun pada
paper ini mengkhususkan pembahasannya pada Bangunan Tradisional
Bali Dan Bangunan Tradisional Lombok.
Bangunan Tradisional Bali dapat dipandang sebagai Arsitektur
yang dilimpahturunkan dari generasi ke generasi, serta tetap dipakai
dan diterima masyarakatnya karena masih dianggap baik dan
benar.Arsitektur Tradisional Bali telah mengakar dalam masyarakat ,
dijiwai oleh Agama Hindu , merupakan salah satu puncak kebudayaan
Bali yang dapat memberikan identitas dan citra Bali yang cukup kuat.
Arsitektur Bali adalah arsitektur yang eksis dan berkembang di Bali
terdiri atas arsitektur kuno/ warisan, arsitektur tradisional dan arsitektur
yang berkembang di Bali yang tetap memiliki identitas dan gaya
Arsitektur Tradisional Bali.
Selain itu hal yang sama terjadi di daerah Lombok, arsitektur
Lombok merupakan salah satu warisan budaya yang harus tetap
dipertahankan karena merupakan kekeyaan dari Budaya Lombok itu
sendiri.
Oleh kerena itu, perlu adanya suatu pembinaan terhadap bentuk-
bentuk pengembangan Arsitektur Nusantara dalam hubungannya
dengan peningkatan apresiasi budaya, nilai-nilai tradisional dan
keserasian lingkungan buatan. Dengan demikian untuk mengimbangi
pengaruh-pengaruh dari luar yang dapat merombak serta
menghancurkan nilai-nilai budaya tradisional diperlukan suatu
penerapan terhadap nilai-nilai hakiki yang terkandung dalam bentuk-
bentuk perwujudan Arsitektur Tradisiona di Bali dan Lombok.

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 1
B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka adapun


rumusan masalah yang akan dibahas pada pembahasan ini antara lain
:
1. Apa saja filosofi Arsitektur Tradisional Bali?
2. Bagaimana bentuk dari Bangunan Tradisional Bali?
3. Bagaimana bentuk rumah Tradisional Lombok?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa saja yang mendasari atau menjadi filososfi
dari Arsitektur Tradisional Bali
2. Untuk mengetahui bentuk dari Bangunan Tradisional Bali
3. Untuk mengetahui bentuk dan pembagian ruang dalam Rumah
Tradisional Lombok

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filosofi Arsitektur Tradisional Bali


Dalam Arsitektur Tradisional Bali ada beberapa filosofi
yang dapat dipakai sebagai acuan antara lain :
 Filosofi Manik Ring Cecupu
 Filosofi Tri Hita Karana
 Filosofi Bahan Bahan Bangunan

1. Filosofi Manik Ring,Cecupu


a. Alam sebagi lingkungan hidup
Keharmonisan hubungan alam semesta dengan manusia
sebagai penghuni diibaratkan sebagai hubungan antara janin dengan
rahim atau antara manik dengan cecupu., dimana rahim memberikan
ruang, makanan, kesempatan untuk hidup namun dalam keadaan
terbatas karena pada waktunya janin akan meninggalkan rahim.
Demikian juga manusia menempati alam sebagai tempat tinggal.

b. Alam sebagai sumberdaya kehidupan dan penghidupan


semua hal, baik itu makan, minuman, udara dan semua yang kita
butuhkan untuk bertahan hidup sudah tersedi di alam. Jadi kita tidak
dapat lepas dan selalu tergantung akan potensi yang ada di alam ini
untuk dapat bertahan hidup.

c. Alam sebagai tujuan hidup


manusia yang sudah meninggal juga dikatakan kembali
keasalnya. Alam merupakan sumber keberadaan manusia baik dilihat
dari segi fisik (stula sarira), zat penghidup (atma), dan energi (prana).
Tujuan akhirat manusia adalah untuk kembali menyatu dengan unsur-
unsur alam yaitu, fisik manusia yang terdiri atas unsure-unsur panca
maha buta kembali ke unsure panca maha buta alam semesta, atma
kembali menyatu dengan tuhan selku parama atma, dan prana
manusia kembali menyatu dengan prana alam semesta.

Demikian besar makna alam semesta bagi manusia, maka dalam


membangun lingkungan hidup buatan atau dalam membangun arsitektur
untuk wadah kehidupannya berkehendak untuk meniru atau meminiaturkan
alam semesta. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana
manusia yang serba terbatas dapat meniru alam semesta yang tidak

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 3
terbatas dan tidak terukur tersebut agar dapat meminiaturkan alam semesta
maka dilakukan pendekatan kesempadanan antara manusia dan alam
semesta, manusia dan alam semesta memiliki susunan unsur yang sama
yaitu unsur-unsur jiwa tenaga dan fisik namun skalanya jauh berbeda.
Susunan bagian-bagian fisik manusia dibagi atas 3 bagian yaitu bagian
badan, kaki dan kepala (Tri Angga), sepadan dengan unsur fisik alam
semesta yang terdiri atas Bhur Loka, Bwah Loka dan Swah Loka (Tri Loka)
yang masing-masing memiliki nilai nista madya dan utama. Unsur-unsur
pembentuk fisik manusia sama dengan unsure-unsur pembangun alam
semesta yang terdiri atas unsure-unsur Panca Maha Bhuta yaitu Apah,
Pertiwi, Teja, Bayu dan Akasa (zat cair, zat padat, udara, sinar, dan ether)

Menyadari dan meyakini adanya kesepadanan ini maka untuk meniru


alam semesta dalam pembangunan arsitektur sebagai lingkungan hidup
buatan, sama dengan meniru manusia itu sendiri. Arsitektur sebagai wadah
kehidupan manusia adalah pancaran dari diri manusia atau miniature alam
semesta. Dengan demikian arsitektur dalam segala aspekny berada dalam
dua kutub yaitu kutub manusia dan kutub alam semesta. Menurut aspek
fisik menjadi tidak sulit namun menerapkan unsur jiwa, tenaga (energi)
dalam arsitektur memerlukan pendekatan khusus terkait dengan proses
pembangunan tradisional bali.

2. Filosofi Tri Hata Karana


Istilah Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan yang
bersumber pada keharmonisan hubungan antara :
- manusia dengan Tuhannya
- manusia dengan alam lingkungan
- manusia dengan sesamanya

Unsur-unsur Tri Hita Karana dalam totalitas alam semesta terdiri


dari :
- Sanghyang Jagatkarana (Tuhan)
- Bhuana (alam semesta)
- Manusia

Unsur-unsur Tri Hita Karana dalam satuan lingkungan di Bali :


- Parhyangan
- Palemahan
- Pawongan

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 4
Unsur-unsur Tri Hita Karana dalam diri manusia terdiri atas :
- Atma
- Stula sarira
- Prana

3.Filosofi Bahan Bangunan

Bahan utama bangunan tradisional Bali adalah kayu untuk


struktur utama bangunan sangat diperhitungkan dalam
pembangunannya. Secara etimologis, kata ka berarti budi. Dengan
kata lain diartikan bahwa budilah yang menentukan. Penggunaan
kayu disesuaikan dengan peruntukkan. Untuk bangunan suci atau
parhyangan yang memiliki fungsi tertinggi menggunakan kayu
cendana, menengen, cempaka, majagau, dan suren. Untuk fungsi
perumahan terdiri atas kayu nangka, jati, sentul, teep,sukun, dan
timbul. Sedangkan untuk dapur dan lumbung menggunakan kayu
wangkal, kutat, blalu, bentenu, dan andep

B. Bentuk Bangunan Tradisional Bali


1. Garia
Rumah tempat tinggal untuk kasta Brahmana disebut ”Geria”
yang umumnya menempati bagian utama dari suatu pola longkungan.
Sesuai dengan peranan Brahmana selaku pengemban bidang
spiritual, maka bentuk dan pola ruang Geria sebagai rumah tempat
tinggal Brahmana disesuaikan dengan keperluan-keperluan
aktivitasnya.

Gbr 1. Griya Batan Poh, Buduk

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 5
2. Puri
Rumah tempat tinggal untuk kasta Ksatria yang memegang
pemerintahan disebut ”Puri” yang umumnya menempati bagian kaja-
kangin di sudut perempatan agung di pusat desa. Penghuni Puri
berperan sebagai pelaksana pemerintahan dan Puri merupakan
pusat pemerintahan. Umumya Puri dibangun dengan tata zoning
yang berpola Sanga Mandala semacam widegrid/papan catur
berpetak sembilan. Adapun fungsi masing-masing bagian antara lain
untuk:
 Ancak saji, halaman pertama untuk mempersiapkan diri masuk ke
puri, dibagian kelod-kauh. 
 Semanggen, bagian kelod untuk area upacara
kematian/pitrayadnya
 Rangki, bagian kauh untuk area tamu-tamu
paseban/persiapan siding, pemeriksaan dan pengamanan.
 Pewaregan, bagian kelod kangin untuk area dapur dan
pembekalan
 
 Lumbung bagian kaja kauh untuk area penyimpanan dan
pengolahan bahan perbekalan/padi dan prosesnya
 Saren Kaja, zoning kangin disebut juga saren agung untuk
tempat tinggal radja
 Paseban, bagian tengah untuk area pertemuan atau siding
kerajaan
 Pemerajaan agung, bagian kaja kangin untuk area tempat suci
parhyangan.






A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 6












Gbr 2. Denah Puri Gbr 3. Kori Agung di Puri Ubud

3. Jero
Rumah tinggal untuk kasta Ksatria yang tidak memegang
pemerintahan secara langsung. Pola ruang dan tata zoning, juga
bangunan-bangunannya umumnya lebih sederhana dari Puri. Sesuai
fungsinya, pola ruang Jero dirancang dengan Tri Angga : Pemerajan
sebagai parhyangan, Jeroan sebagai area rumah tempat tinggal dan jabaan
sebagai pelayanan umum atau halaman depan. Sebagaimana Puri, Jero
menempati zoning utama kaja, kangin atau kaja-kangin yang umumnya di
pusat desa.

4. Ummah
Umah diperuntukkan bagi golongan Waisya dan Sudra. Dalam satu
areal umah tradisional Bali terdiri atas beberapa masa bangunan antara
lain:
a. Natah
Biasanya diperuntukkan sebagai tempat melakukan kegiatan-
kegiatan yadnya yang sering melibatkan orang banyak. Seperti
upacara yadnya yang mengundang orang banyak

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 7
b. Merajan
Merajan diperuntukkan sebagai tempat melakukan
kegiatan persembahyangan untuk mempererat hubungan
manusia dengan Tuhan. Merajan biasanya terdiri dari
sanggah taksu, sanggah kemulan, penglurah, dan bale
piasan

Gbr 4. Sanggah Kemulan

Gbr 5. Taksu

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 8
Gbr 6. Tugu Penglura

Gbr 7. Bale Piasan

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 9
c. Bale Daja/Meten
Adalah nama yang didasarkan atas letaknya yang ada di badaja
(utara) atau di arah gunung. Nama laina adalah meten atau bale
pesarean. Fungsi utama adalah untuk tidur dan fungsi
tambahannnya adalah menyimpan benda berharga.. Variasi bentuk
bangunan Bale Daja ini dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah
tiang sebagai stuktur utama :
1. Meten Sekutus ( Tiang pokok 8 = kutus)
2. Meten Sekutus Bandung (tiang pokok 8 + 4 tiang serambi /
amben)
3. Bale Gede / Meten Bandung ( tiang pokok 12 )
4. eten Gunung Rata ( lantai di kamar lebih tinggi dari di serambi,
tiang pokok 12 +4-12 tiang serambi)
Meten sekutus menggunakan atau pelana ( trojan ), sedangkan
Meten Bandung menggunakan atap limasan. Seluruh Meten pasti
memiliki ruang yang dikelilingi dinding dengan rapat dengan bukaan
yang sangat minim.

Gbr 8. Bale Daja Sekutus

Gbr 9. Maten Sekutus Bandung

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 10
d. Bale Dangin
bale dangin letaknya di sisi sebelah timur pada
pekarangan sebuah rumah. Bale dangin yang terbuka
biasanya difungsikan sebagai tempat persiapan upacara
dewa yadnya dan bila tertutup sebagian bisa difungsikan
sebagai tempat menyimpan benda pusaka atau untuk
tempat tidur. Jumlah tiang pokok biasanya berjumlah 6 dan
tidak jarang pula ada yang bersaka 8,9 hingga 12.

Gbr 10. Bale Dangin

e. Bale Dauh
Bale Dauh terletak disisi barat pekarangan umumnya
dibiarkan terbuka namun ada pula yang menutup sebagian untuk
tambahan ruang tidur sesuai dengan jumlah tiang dan variasinya.
Bale Dauh di beri nama:
1. Bale SakaNem
2. Bale tiang sanga, bertiang 9 dan bila terdapathiasan singa
sebagai sendi tugeh disebut singasari
3. Adapula bale dauh yang bertiang sampe 12

Gbr 10. Bale Deuh

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 11
f. Bale Delod
Disebut Bale Delod karena letaknya disisi selatan
(kelod) berdasarkan jumlah tiang dan juga penataan ruang
dalamnya bale delod ini diberi nama :
1. Bale Saka Nem/Bale Mundak dengan tiang pokok 6 batang
2. Bale Sekutus (Asta Pada) bertiang delapan
3. Bale Gede bertiang 12

g. Paon
Paon berarti perabuhan atau dapur atau pewaregan yang
berarti tempat untuk mengenyangkan perut. Dapur biasanya
bertiang pokok 4 namun ada juga yang bertiang 6. dinding dapur
umumnya dibangun ditiga sisi yaitu diselatan timur dan barat.

h. Jineng

Jineng pada rumah tradisional Bali yang merupakan stana


Dewi Sri yang digunakan sebagi tempat menyimpan hasil
pertanian berupa padi, yang diletakkan bersebelahan dengan
dapur yang pada umumnya berada pada bagian depan areal
umah.

Gbr 11. Jineng

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 12
i. Angkul-Angkul
Angkul-angkul merupakan pintu masuk paling sederhana
yang digunakan pada rumah tradidional Bali.

Gbr 12. Angkul-Angkul

Gbr 13. Denah Umah

5.

Gbr 14. Perspektif Umah


A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 13
5. Ragam Hias
Arsitektur tradisional Bali merupakan perwujudan keindahan
manusia dan alamnya yang mengeras ke dalam bentuk-bentuk
bangunan dengan ragam hias yang digunakan. Benda-benda alam
yang diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk ragam hias, tumbuh-
tumbuhan, bintang unsur alam, nilai-nilai agama dan kepercayaan
disarikan ke dalam suatu perwujudan keindahan yang harmonis. Ciri-
ciri hakiki dari benda-benda alam yang dijadikan bentuk-bentuk
hiasan masih menampakan identitas walaupun diolah dalam usaha
penonjolan nilai-nilai keindahannya.
Estetika, etika dan logika merupakan dasar-dasar
pertimbangan dalam mencari, mengolah dan menempatkan ragam
hias yang mengambil tiga kehidupan di bumi, manusia, binatang
(fauna) dan tumbuhan (flora).
1. Flora
Berbagai macam flora yang ditampilkan sebagai hiasan
dalam bentuk simbolis atau pendekatan bentuk-bentuk
tumbuh-tumbuhan dipolakan dalam bentuk-bentuk pepatran
dengan macam-macam ungkapan masing-masing.
Ragam hias yang dikenakan pada bagian-bagian
bangunan atau peralatan dan perlengkapan bangunan dari
jenis-jenis flora dinamakan sesuai jenis dan keadaannya.

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 14
2. Fauna
Dijadikan materi hiasan dalam bentuk-bentuk ukiran,
pepulasan atau tatahan. Sebagai materi hiasan, fauna
dipahat dalam bentuk-bentuk kekarangan yang merupakan
pola tetap, relief yang bervariasi dari berbagai macam
binatang dan patung dari beberapa macam binatang.
Fauna sebagai patung hiasan pada bangunan
umumnya mengambil dari cerita Ramayana, fauna sebagai
hiasan dan juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual
ditampilkan dalam bentuk-bentuk patung yang disebut
Pratima, patung sebagai bagian dari bangunan berbentuk
Bedawang Nala..

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 15
C. Sejarah Lombok

Mataram, salah satu kota besar di Indonesia , terletak di pantai barat


pulau Lombok, di Kepulauan Melayu. Nusatenggara Barat. Mataram adalah
ibukota Lombok utama, meliputi kota pelabuhan Ampenan , kota Mataram
Dan Cakranegara, dan penyelesaian Sweta. Cakranegara adalah Pusat
komersil Mataram sedangkan Ampenan adalah lokasi Universitas Mataram
(yang ditemukan 1962) dan sebagai pusat administrasi pemerintah,
Mataram mempunyai banyak gedung pemerintah besar dan mengesankan
serta rumah substansiil. Mataram juga menjadi pusat transportasi dan
perbelanjaan fasilitas yang utama digunakan untuk pameran seni, teater,
tarian, dan wayang kulit ( teater boneka). Di sisi lain Mataram, ada berbagai
old-style pasar dan lingkungan meliputi craftwork tradisional seperti
basketware dan emas dan sarong silver-threaded, atau pakaian pakaian
yang dililitkan. Pelabuhan Ampenan merupakan pelabuhan utama Lombok,
tetapi sekarang dijadikan persinggahan kapal nelayan dan barang ekspor
lembu ke Pulau Jawa. Cakranegara mempunyai populasi orang Cina dan
orang Bali. Orang Cina dibawa oleh orang Belanda untuk dijadikan tenaga
kerja.

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 16
D. Rumah Tradisional Lombok
Penduduk asli Lombok adalah suku sasak. Mereka menganut
agama Islam dengan dua aliran yaitu Islam Tiga (Pengaruh Bali) dan
Islam Lima (Jawa, Makasar dan Sumbawa). Pada masa kekuasaan
raja Karangasem-Bali di Lombok banyak peninggalan asrsitektur
dengan corak Bali. Arsitektur Bali di Lombok diumpamakan sebagai
arsitektur untuk orang atasan (elit). Rumah sebagai media variasi
bentuk corak bali dengan Lombok memang tidak jauh berbeda baik
dari segi pemakaian ornamen dan bahan
Peralatan yang harus dipersiapkan untuk membangun rumah,
diantaranya adalah:
- Kayu-kayu penyangga.
- Bambu.
- Bedek, anyaman dari bambu untuk dinding.
- Jerami dan alang-alang, digunakan untuk membuat atap.
- Kotaran kerbau atau kuda, sebagai bahan campuran untuk
mengeraskan lantai.
- Getah pohon kayu banten dan bajur.
- Abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk
mengeraskan lantai.
Bagian rumah terdiri atas atap yang umumnya berbentuk
gunungan, menukik ke bawah jarak 1,5-2 meter dari permukaan
tanah (fondasi). Bangunan yang ada meliputi bale (rumah), berugak
(bale-bale bertiang empat disebut sekepat atau bertiang enam atau
sekenem), lumbung dan kandang (bare) ternak. Bangunan-
bangunan itu mengikuti kontur tanah, khusus bangunan rumah
seluas 7 x 6 meter (dihitung dari luar) dan 6 x 5 meter (dihitung dari
dalam) per unit.
Atap dan bubungan (bungus)-nya adalah alang-alang yang
umumnya menghadap Gunung Rinjani dan berdinding anyaman
bambu (kampu). Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang
induk meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 17
menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang
disemayamkannya jenazah bila ada penghuninya sebelum
dimakamkan. Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait
pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi
adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati,
simbol keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang
empat simbol syariat Islam: Quran, Hadis,Ijma’, Qiyas).
Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika,
filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau
yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah
harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah.
Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon
kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada
dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan
kotoran sapi di bagian permukaan lantai.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben dan dapur, sempare
(tempat menyimpan makanan, peralatan rumah tangga lainnya)
terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat
persegi panjang. Kemudian ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu
masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale
dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) tanpa jendela. Lantai
rumah umumnya tanah yang dicampur dengan kotoran kuda, getah,
dan abu jerami.
Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan
penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi
sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat kontrol
bagi warga.

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 18
Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan
atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap
selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus
bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh
istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara
gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan,
disediakan tuan rumah.
Rumah mempunyai fungsi penting dalam kehidupan
masyarakat Sasak, oleh karena itu perlu perhitungan yang cermat
tentang waktu, hari, tanggal dan bulan yang baik untuk memulai
pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat, mereka
berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel
Adam dan Tajul Muluq. Oleh karena tidak semua orang mempunyai
kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang
hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Bentuk
rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan
Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan
dengan arsitektur Bali. Misalnya, ruang tamunya terbuka tanpa
dinding, tiang penyangga bangunan bagian atas diberi ukiran.
Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk
memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan
kedua belas penanggalan Sasak,
yaitu bulan Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada kalender
Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang
yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling
dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan
Muharram dan bulan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut
kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun
cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran,
sulit rizqi, dan sebagainya

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 19
Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan,
orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian
rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat
berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya,
mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas
tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan
tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan
membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda
dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar
konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu.
Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi
rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul
anak sulung dan anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini
sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan
berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.
Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna
bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan
matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat.
Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari
nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui
shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya
menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam
(barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah
yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak
langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan
kepada tuan rumah dari sang tamu.

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 20
Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya
untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang
disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu,
misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu
tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk
keperluan mendadak, umpamanya guna mengantisipasi gagal
panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak
tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada
salah satu anggota keluarga meninggal.

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 21
BAB II
PEMBAHASAN

Arsitektur tradisional adalah perwujudan ruang untuk menampung


perwujudan aktivitas kehidupan manusia dengan pengulangan dari bentuk
dari generasi ke generasi berikutnya dengan sedikit atau tanpa perubahan,
yang dilatarbelakangi oleh norma-norma agama dan dilandasi oleh adat
kebiasaan setempat dijiwai kondisi dan potensi alam lingkungannya. Begitu
pula yang terjadi pada arsitektur Bali dan Lombok, arsitekturnya bersumber
dari budaya masyarakat setempat.
Meskipun Bali dengan Lombok terpisah, dari segi Arsitektur masih
terdapat kaitan antara yang satu dengan yang lain, karena sebagian
penduduk daerah Lombok juga menganut agama Hindu. Banyak
kebudayaan dan adat istiadat Bali dan Lombok yang sama. Hal ini tercermin
dari bentuk-bentuk bangunan yang hampir menyerupai bangunan
tradisional di Bali yang menggunakan orientasi gunung. Begitu juga pola
perkampungannya memiliki pola yang sama antara yang ada di Bali dengan
yang ada di lombok. Akan tetapi terdapat sedikit perbedaan antara
arsitektur Bali dengan Lombok, yaitu dari segi bahan sebagai penutup atap
dimana pada arsitektur Bali menggunakan bahan yang alami seperti ijuk,
alang-alang, sedangkan di Lombok mayoritas menggunakan atap seng.

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 22
DAFTAR PUSTAKA

http://nusantaraknowledge.blogspot.co.id/2015/11/arsitektur-bali-dan-
lombok.html
https://www.scribd.com/document/290515617/Arsitektur-Tradisional-
Bali-Lombok-Paper-1
https://www.scribd.com/document/290484155/ARSITEKTUR-
TRADISIONAL-BALI-LOMBOK-PRESENTASI-pdf#

A R S I T E K T U R T R A D I SI O N A L 23

Anda mungkin juga menyukai