Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 1

Fluidisasi

disampaikan kepada Ibu Dianursanti S.T., M.T.

Kelompok 2 JUMAT SIANG

1 Gowinda Suyuditomo (1606908060)

2 Sulthan Daffa Raihan (1606908016)

3 Nadia Atsarina (1706104445)

4 Leilana Larissa (1606871354)

Program Studi Teknik Kimia

Departemen Teknik Kimia FTUI

Depok – 2018
SOAL DAN PEMBAHASAN

1. Apa tujuan dari percobaan yang saudara lakukan?

Jawaban:

a) Mempelajari pengaruh laju alir gas ke atas terhadap perilaku partikel unggun berupa
perubahan tekanan (ΔP) dan ketinggian unggun (h)

b) Menentukan hubungan antara laju alir udara dengan perpindahan panas

2. Bagaimana prinsip kerja/mekanisme dari proses fluidisasi?

Jawaban:

Jika suatu aliran udara melewati suatu partikel unggun yang ada dalam tabung,
maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag force) pada partikel dan
memberikan pressure drop sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika kecepatan
superficial naik. Jika kecepatan superficial rendah, maka unggun mula-mula diam. Jika
kecepatan superficial dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan
unggun mengembang dan tahanan terhadap aliran udara mengecil sampai akhirnya gaya
seret tersebut cukup untuk mendukung gaya parikel unggun dan unggun akan
terfluidisasi.

3. Bagaimana anda menjelaskan hubungan antara kecepatan laju alir gas dengan
ketinggian unggun dalam proses fluidisasi berdasarkan hasil percobaan anda?

Jawaban:

Pada saat unggun dialiri fluida dengan laju alir tertentu, maka akan timbul
gelembung-gelembung yang menyebabkan partikel unggun terfluidisasi. Gelembung
tersebut akan menyebabkan ketinggian unggun bertambah. Ketinggian awal unggun
diukur pada saat unggun dalam keadaan belum dialiri laju alir (belum terfluidisasi),
sedangkan ketinggian akhir diukur pada saat unggun terfluidisasi yang dapat dilihat dari
tinggi gelembung yang paling tinggi.
Hubungan antara Laju Alir Udara dengan Ketinggian Unggun
14

12
Htertinggi (cm) 10 Increasing
Flow Rate
8

6
Decreasing
4 Flow Rate

0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (L/s)

Gambar 1. Grafik hubungan antara laju alir udara dengan ketinggian unggun

Dari grafik 1 diatas, pada percobaan dengan menaikkan laju alir dari 0 L/s sampai
dengan 1,7 L/s, dapat dilihat bahwa unggun mulai bergerak (terfluidisasi) dan
menyebabkan tinggi unggun bertambah saat diberikan laju alir 0,8 L/s. Saat laju alir
volumetrik udara dinaikkan, tinggi bed terus mengalami kenaikan hingga mencapai
ketinggian paling besar saat diberikan laju alir 1,7 L/s. Saat laju alir volumetrik
diturunkan dari 1,7 L/s sampai dengan 0 L/s dapat dilihat bahwa ketinggian bed turun
seiring dengan penurunan laju alir, hingga pada saat laju alir 0,8 L/s bed tidak lagi
mengalami penurunan tinggi. Saat laju alir superfisial fluida berada di bawah laju
fluidisasi minimum, fluida belum memiliki energi yang cukup untuk dapat melawan
gaya berat dari tiap partikel yang bertumpuk satu sama lain. Sebagai akibatnya, fluida
akan menngalir melewati celah yang terdapat antar partikel. Saat fluida mencapai laju
fluidisasi minimumnya, maka gaya pada partikel menjadi sama dengan nol dan
kenaikkan laju alir superfisial fluida sedikit saja akan mengakibatkan unggun
terfluidisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan fluidisasi minimum pada
percobaan ini adalah 0,8 L/s.

Namun, data yang didapat kurang akurat perubahan ketinggian unggun hanya
diukur pada satu titik. Seharusnya minimal tiga titik unggun yang diukur sehingga error
atau standar deviasi dari hasil dapat diketahui. Penyimpangan dapat disebabkan karena
kompresor yang tidak stabil menyebabkan supply udara yang masuk ke chamber tidak
stabil sehingga mempengaruhi data hasil percobaan.

4. Bagaimana anda menjelaskan hubungan antara 𝜟𝑷 dengan ketinggian unggun


dalam proses Fluidisasi berdasarkan hasil percobaan saudara?

Jawaban:
Berdasarkan hukum Darcy diketahui bahwa terdapat hubungan yang linier antara
laju aliran fluida dengan beda tekanan yang terjadi pada unggun, selama aliran yang
terbentuk adalah aliran yang streamline. Asumsi aliran streamline ini dapat diambil
karena nilai bilangan Reynold, bilangan tak berdimensi yang menggambarkan jenis
aliran fluida, kecil, mengingat bahwa baik kecepatan fluida maupun jarak antar partikel
unggun relatif kecil. Hukum Darcy dapat digambarkan sebagai:

𝑘(−𝛥𝑃)
𝑢𝑐 =
𝑙

Terjadinya penurunan tekanan/pressure drop juga dipengaruhi luas permukaan


spesifik partikel unggun serta kekosongan partikel tersebut. Kekosongan partikel atau
disebut sebagai voidage akan berbanding terbalik dengan pressure drop di sepanjang
unggun. Semakin besar kekosongan yang 5 terdapat pada unggun, maka akan semakin
besar celah tempat fluida dapat mengalir dan hambatan yang dialami fluida pun menjadi
berkurang. Sebagai akibatnya, aliran fluida dapat lebih lancar dan penurunan tekanan
akibat hambatan unggun pun berkurang. secara matematis, hubungan ini digambarkan
oleh persamaan Carman-Kozeny:

1 𝑒3 1 (−𝛥𝑃)
𝑢𝑐 = 2 2
𝐾" 𝑆 (1 − 𝑒 ) 𝜇 𝑙

Seperti yang telah dijelaskan dalam hukum Darcy dan persamaan yang
digambarkan oleh Carman-Kozeny, dapat disimpulkan bahwa kenaikan laju alir
superficial fluida (laju alir saat fluida dialirkan pada tabung kosong) akan berakibat pada
kenaikan pressure drop. Seiring dengan naiknya pressure drop, maka gaya seret yang
dikenakan oleh fluida pada pada partikel unggun akan semakin besar. Gaya seret
merupakan gaya yang timbul akibat adanya kontak antara partikel unggun dengan fluida
yang mengalir di sekitarnya. Hal ini menyebabkan semakin tinggi pula ketinggian
unggun akibat semakin meningkatnya rasio gaya seret terhadap tahanan partikel bed.

Pada percobaan menggunakan laju alir sebesar 0 – 1.7 didapatkan variasi tinggi
unggun dan juga menghasilkan pressure drop pada setiap ketinggian unggun. Hubungan
antara pressure drop dengan tinggi unggun dapat dilihat pada grafik dibawah ini
Hubungan Pressure Drop dengan ketinggian unggun

14

12
Tinggi Unggun (cm)

10

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Pressure Drop (cmHg)

Gambar 2. Grafik hubungan antara Pressure Drop dengan ketinggian unggun

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa pressure drop akan semakin
meningkat dengan bertambahnya tinggi unggun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
pressure drop berbanding lurus dengan kenaikan tinggi unggun.

5. Untuk pertanyaan nomer 3 dan 4, bagaimana perubahan yang terjadi jika


ketinggian unggun berubah menjadi dua kali dari ketinggian semula?

Jawaban:

Persamaan Ergun menyatakan, bila kecepatan fluida yang melewati unggun


dinaikkan maka perbedaan tekanan di sepanjang unggun akan meningkat pula. Pada saat
perbedaan tekanan sama dengan berat unggun dibagi luas penampang, maka unggun
akan mulai bergerak dan melayang ke atas. Partikel padat ini kemudian akan bergerak-
gerak dan mempunyai perilaku sebagai fluida.

𝛥𝑃. 𝑔𝑐 𝛷𝑠 𝐷𝑝 𝜀 3 150(1 − 𝜀)
= + 1.75
𝐿 𝜌𝑉𝑜 (1 − 𝜀) 𝛷𝑠 𝐷𝑝 𝜌𝑉𝑜2 /𝜇
2

Ketika tinggi ungun diubah menjadi 2 kali dari semula, maka variable-variabel lain
dalam persamaan Ergun juga akan berubah tergantung jenis aliran yang siberikan.

Pada nomor 3, apabila tinggi unggun dinaikan 2 kali dari semula, maka laju alir
akan mengalami kecepatan 2 kali lebih besar juga seiring dengan kenaikan tinggi
unggun, karena hubungan antara tinggi unggun dengan kecepatan laju alir berbanding
lurus sesuai dengan persamaan Carman-Kozeny.

Pada nomor 4, hubungan antara pressure drop dengan ketinggian unggun dapat
dilihat dalam persamaan ergun maupun persamaan Carman-Kozeny, hubungan kedua
variable ini berbanding lurus. Sehingga apabila tinggi unggun di naikan 2 kali dari
semua maka pressure drop yang dihasilkan menjadi 2 kali lebih besar dari semula.

6. Bagaimana menentukan kecepatan minimum fluidisasi dari hasil percobaan yang


saudara lakukan? Jelaskan hasil yang diperoleh dari percobaan

Jawaban:

Kecepatan fluidisasi minimum adalah kecepatan superficial terendah yang


dibutuhkan untuk terjadinya fluidisasi. Fenomena fluidisasi terjadi Jika suatu aliran
udara melewati suatu partikel unggun yang ada dalam tabung, maka aliran tersebut akan
memberikan gaya seret (drag force) pada partikel dan memberikan pressure drop
sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika kecepatan superficial naik. Jika
kecepatan superficial rendah, maka unggun mula-mula diam. Jika kecepatan superficial
dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang
dan tahanan terhadap aliran udara mengecil sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup
untuk mendukung gaya parikel unggun dan unggun akan terfluidisasi.

Tabel 1. Hubungan laju alir udara dengan ketinggian bed

Laju Alir H H tertinggi


(L/s) (cm) (cm)
0 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.2 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.4 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.6 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.8 7.3; 7.9; 7.6; 8.2; 8.5 7.9
1.0 10; 9; 9.3; 9; 8.7 9
1.2 10.2; 10.5; 10.2; 9.8; 10.2 10.2
1.4 10.5; 11; 11; 11.3; 10.7 11
1.6 11; 11.4; 11.4; 11.7; 10.7 11.4
1.7 12; 11.9; 12.3; 12.3; 12.9 12.3

Dengan penjelasan diatas, maka keepatan minimum fluidisasi yang didapat ketika
praktikum adalah 0.8 L/s. Hal ini dikarenakan ketika laju alir menyentuh kecepatan 0.8
L/s, unggun mulai mengembang dan akibat dari pengembangan tersebut maka partikel
ada yang terangkat dan menyentuh angka 7.9 cm dari pangkal.

7. Apakah Jenis Fluida Dapat mempengaruhi proses Fluidisasi? Mengapa?

Jawaban:
Ya, karena faktor-faktor yang mempengaruhi fluidisasi adalah Laju alir, Diameter
kolom fluidisasi, berat jenis partikel, ukuran partikel, putaran kran, prositas unggun, dan
bentuk partikel.

8. Bagaimana anda menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses fluidisasi ?

Jawaban:

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi proses fluidisasi :

a. Laju alir fluida

Semakin besar laju alir (kecepatan superficial dari fluida) keadaan unggun
terfluidisasi lebih cepat, ketika kecepatan superficial fluida besar, maka pada suatu saat
gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang dan menyebabkan tahanan
terhadap aliran mengecil, sampai akhirnya gara seret cukup untuk menduukung gaya
berat partikel unggun, kemudian unggun terfluidisasi.

b. Ukuran partikel dan bentuk partikel

Apabila unggun bersifat kohesif, halus, dan ringan maka akan semakin sukar
terfluidisasi karena gaya tarik antar parikel lebih besar daripada gaya seretnya, sehingga
partikel cenderung melekat satu sama lain.

c. Jenis dan densitas partikel serta faktor interlok antar partikel

Apabila fluida yang masuk ke dalam unggun memiliki densitas yang besar maka
keadaan unggun terfluidisasi akan lebih cepat karena gaya geser yang diterima unggun
semakin besar.

d. Porositas unggun

Semakin besar porositas unggun maka akan semakin sukar terjadi fluidisasi karena
dan gaya geser yang rendah. Fluida akan langsung lewat dari poros ungggun tanpa
menyebabkan fluidisasi.

e. Distribusi aliran,

Semakin tidak teratur distribusi aliran fluida yang masuk ke unggun maka akan
semakin besar gaya geser yang ditimbulkan fluida dan fluidisasi akan terjadi lebih cepat.
Semakin turbulen aliran yang masuk maka fluidisasi akan lebih mudah tercapai.

f. Diameter kolom
Semakin besar diameter kolom maka semakin besar luas permukaan dan semakin
sulit tercapainya keadaan terfluidisasi karena gaya seret akan terdistribusi semakin luas.

g. Tinggi unggun.

Semakin tinggi unggun maka semakin sulit tercapainya fluidisasi karena semakin
tinggi unggun dan semakin banyak partikel unggun maka akan semakin kuat ikatan
antar unggun dan keadaan terfluidisasi lebih sulit didapatkan.

9. Apa Peranan thermokopel dan heater pada penelitian ini?

Jawaban:

Kegunaan Termokopel dan heater pada praktikum fluidisasi adalah mengukur


temperatur permukaan heater yang terletak di unggun dan menjaga nilai setting yang
berlebihan

10. Bagimana Pengaruh kecepatan laju alir fluida terhadap proses perpindahan kalor
dalam chamber? Jelaskan hasil yang saudara daptkan dari percobaan. (sertakan
grafik dari percobaanyang saudara lakukan)

Jawaban:

Q sebesar 1 L/det, grafik cenderung naik, menunjukkan setiap selang 10 menit


suhu mengalami peningkatan suhu. Hal tersebut sesuai dengan teori, bahwa semakin
lama waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan bed maka suhu bed akan semakin
meningkat mendekati suhu heater. Begitu pula ketika suhu heater 100C dengan Q
1L/det, semakin lama suhu bed meningkat, grafik cenderung naik.

Namun ketika Q dinaikkan menjadi 1,4 L/det, grafik cenderung turun,


menunjukkan setiap selang 10 menit suhu mengalami penurunan suhu. Hal tersebut
terjadi karena bed sudah terfluidisasi sehingga terjadi reaksi yang eksotermis. Hal
tersebut menyebabkan suhu yang ada di chamber keluar ke lingkungan sehingga suhu
saat bed terfluidisasi semakin menurun.

Ketika laju alir udara bertambah, pada suatu titik terjadi fenomena fluidisasi
yang akan mempengaruhi transfer panas. Hal ini dapat terjadi karena terjadi kenaikan
turbulensi pada udara. Dapat dilihat denganadanya peristiwa bubbling semakin terlihat.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa partikel unggun sudah tidak dapat menahan gaya
geser yang diberikan oleh udara sehingga terjadi proses fluidisasi dan pperpindahan
panas menjadi menurun karena suhu udara yang lebih rendah dibandingkan suhu
unggun. Dengan adanya turbulrnsi dari aliran fluida (udara ) yang masuk ke dalam
unggun, maka suhu di unggun perlahan lahan akan homogen, sehingga suhu unggun
semakin menurun.
Gambar 3. Grafik laju alir antara waktu dan suhu 70oC

Gambar 4. Grafik laju alir antara waktu dan suhu 100oC


DATA PRAKTIKUM

1. Percobaan I: Hubungan Laju Alir Udara dengan Pressure Drop


Laju Alir Tekanan Awal Tekanan Akhir 𝛥𝑃
(L/s) (CmHg) (CmHg) (cmHg)
0 3.9 4 0.1
0.2 3.7 4.1 0.4
0.4 3.2 4.5 1.3
0.6 3 4.7 1.7
0.8 2.6 5 2.4
1.0 2.5 5.1 2.6
1.2 2.4 5.2 2.8
1.4 2.3 5.3 3.0
1.6 2.2 5.3 3.1
1.7 2.1 5.4 3.3

Laju Alir Tekanan Awal Tekanan Akhir 𝛥𝑃


(L/s) (cmHg) (cmHg) (cmHg)
1.7 2.1 5.3 3.2
1.6 2.1 5.3 3.2
1.4 2.4 5.2 2.8
1.2 2.5 5.1 2.6
1.0 2.6 5 2.4
0.8 2.8 4.9 2.1
0.6 3.2 4.7 1.5
0.4 3.5 4.5 1.0
0.2 3.9 4.4 0.5
0 4 4.3 0.3

2. Percobaan II: Hubungan Laju Alir Udara dengan Ketinggian Bed


P=

Laju Alir H H tertinggi


(L/s) (cm) (cm)
0 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.2 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.4 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.6 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.8 7.3; 7.9; 7.6; 8.2; 8.5 7.9
1.0 10; 9; 9.3; 9; 8.7 9
1.2 10.2; 10.5; 10.2; 9.8; 10.2 10.2
1.4 10.5; 11; 11; 11.3; 10.7 11
1.6 11; 11.4; 11.4; 11.7; 10.7 11.4
1.7 12; 11.9; 12.3; 12.3; 12.9 12.3
Laju Alir H H tertinggi
(L/s) (cm) (cm)
1.7 12.5; 12.3; 12.9; 12.5; 12.7 12.5
1.6 11.5; 11.5; 11.5; 11.7; 11.9 11.5
1.4 11.1; 10.5; 10.9; 10.5; 11.2 10.5
1.2 10.5; 9.8; 10.3; 10.3; 9.8 10.3
1.0 9.3; 10; 9.5; 10; 9.5 9.5
0.8 8.3; 8.5; 7.9; 8.2; 8.5 8.5
0.6 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.4 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0.2 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5
0 5.5; 5.5; 5.5; 5.5; 5.5 5.5

3. Percobaan II: Hubungan Laju Alir Udara dengan Perpindahan Panas

a. Pengaruh perpindahan panas pada suhu 70 0C


Laju Alir (L/s) Waktu (menit) Suhu Bed Suhu Chamber
0 27 27
1 10 29 28
30 33, 34, 35 35, 35
0 33, 32 31, 31
1.4 10 31, 30 30, 30
30 28, 29 29, 28

b. Pengaruh perpindahan panas pada suhu 100 0C


Laju Alir (L/s) Waktu (menit) Suhu Bed Suhu Chamber
0 29 29
1 10 30, 31, 32 28
30 31, 32, 35, 37 30
0 33, 34 31
1.4 10 32, 31 30
30 30, 29, 28 30
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, praktikan dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut.

1. Fluidisasi yang terjadi dalam percobaan ini merupakan fluidisasi yang tidak sempurna
karena setelah melewati nilai kecepatan minimum fluidisasi menunjukkan pressure drop
tidak menjadi konstan melainkan mengalami peningkatan.

2. Semakin tinggi kecepatan superfisial maka ketinggian unggun akan konstan sampai pada
kecepatan superfisial tertentu (kecepatan minimum fluidisasi) dan kemudian ketinggian
unggun akan meningkat.

3. Semakin tinggi kecepatan superfisial maka pressure drop akan semakin meningkat sampai
pada kecepatan superfisial tertentu (kecepatan minimum fluidisasi) maka pressure drop akan
mencapai nilai yang konstan, namun pada percobaan ini pressure drop meningkat setelah
mencapai nilai kecepatan minimum fluidisasi.
DAFTAR PUSTAKA

De Nevers, Noel. 1951. Fluid Mechanics Chemical Engineering. New York: McGraw-Hill Inc

Tim Penyusun. 1989. Buku Panduan Praktikum POT 1. Depok: Jurusan Teknik Gas &
Petrokimia. Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Thermopedia (2017) Fluidized Bed [Online]: http://www.thermopedia.com/content/46/


(Diakses 7 Oktober 2018 23:13)

McCabe, Warren L. dkk. 1985. Unit Operations of Chemical Engineering 4th Edition. New
York : McGraw-Hill Inc.

Anda mungkin juga menyukai